PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 1951 TENTANG OPCENTEN ATAS BEA KELUAR ATAS KARET RAKYAT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

dokumen-dokumen yang mirip
UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA (UUDRT) NOMOR 21 TAHUN 1951 (21/1951) TENTANG PENGENAAN TAMBAHAN OPSENTEN ATAS BENSIN DAN SEBAGAINYA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 1955 TENTANG CARA PENGGUNAAN UANG OPSENTEN ATAS BEA-KELUAR ATAS KARET RAKYAT

PEMUNGUTAN PAJAK VERPONDING ATAS TAHUN 1951 (Undang-Undang Darurat Nomor 14 Tahun 1951 Tanggal 10 September 1951) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENGENAAN TAMBAHAN OPSENTEN ATAS BENSIN DAN SEBAGAINYA (Undang-Undang Darurat Nomor 21 Tahun 1951 Tanggal 29 September 1951)

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1958 TENTANG PENETAPAN PRESENTASE DARI PENERIMAAN BEBERAPA PAJAK NEGARA UNTUK DAERAH

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 1954 TENTANG KEKUASAAN MENGELUARKAN SURAT PAKSA MENGENAI PAJAK-PAJAK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 1953 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1956 TENTANG PENDIRIAN UNIVERSITAS HASSANUDDIN DI MAKASSAR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1951 TENTANG MENGATUR TENAGA DOKTER PARTIKULIR DALAM KEADAAN GENTING PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA (UUDRT) NOMOR 15 TAHUN 1951 (15/1951) TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1955 TENTANG DEWAN KEAMANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1959 TENTANG PENETAPAN PRESENTASI DARI BEBERAPA PENERIMAAN NEGARA UNTUK DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1957 TENTANG PENYERAHAN PAJAK NEGARA KEPADA DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA (UUDRT) NOMOR 17 TAHUN 1951 (17/1951) TENTANG PENIMBUNAN BARANG-BARANG. Presiden Republik Indonesia,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, : pasal 98 Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia. MEMUTUSKAN :

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 1953 TENTANG BANK TABUNGAN POS. Presiden Republik Indonesia,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 1954 TENTANG PEMBERIAN PERSEKOT HARI RAYA KEPADA PEGAWAI NEGERI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa dalam rangka usaha melancarkan pembangunan semesta perlu adanya penyederhanaan dalam bidang impor dan ekspor;

BEA METERAI. PAJAK PENDAPATAN PAJAK PERSEROAN. MODAL PERSEROAN/PERSEKUTUAN.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, : pasal 89, 97 dan 117 Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia; Dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 1954 TENTANG DEWAN KEAMANAN NASIONAL. Presiden Republik Indonesia,

Indeks: SUMBANGAN. BADAN URUSAN TEMBAKAU. PABRIKAN- PABRIKAN ROKOK. PENETAPAN MENJADI UNDANG-UNDANG.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 1954 TENTANG PENETAPAN TARIP PAJAK PERSEROAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 51 TAHUN 1948 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 1951 TENTANG PENIMBUNAN BARANG-BARANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 1954 TENTANG PENETAPAN TARIP PAJAK PERSEROAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DEWAN KEAMANAN NASIONAL Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1954 Tanggal 27 Pebruari 1954 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II YOGYAKARTA =================================================

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Presiden Republik Indonesia

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1952 TENTANG MENGADAKAN BEA KELUAR TAMBAHAN SEMENTARA ATAS BEBERAPA BARANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1950 TENTANG TATA-CARA PERUBAHAN SUSUNAN KENEGARAAN DARI WILAYAH REPUBLIK INDONESIA SERIKAT

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. perlu mengadakan peraturan mengenai Dinas Pencahari dan Pemberi Pertolongan, kepentingan :

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1951 TENTANG PEMUNGUTAN PAJAK PENJUALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1957 TENTANG PERATURAN UMUM RETRIBUSI DAERAH. Presiden Republik Indonesia,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1955 TENTANG PENJUALAN RUMAH-RUMAH NEGARA KEPADA PEGAWAI-PEGAWAI NEGERI

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Presiden Republik Indonesia,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Mengingat : pasal 23 ayat (2) juncto pasal 22 ayat (1) Undang-undang Dasar;

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1957 TENTANG PEMBENTUKAN DAERAH-DAERAH TINGKAT I SUMATERA BARAT, JAMBI DAN RIAU

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia MEMUTUSKAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1960 TENTANG PENDIRIAN UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1954 TENTANG PEMERINTAH PUSAT DALAM LAPANGAN PERINDUSTRIAN KEPADA PROPINSI-PROPINSI

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, MEMUTUSKAN :

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1955 TENTANG PEMUNGUTAN SUMBANGAN DARI PABRIKAN-PABRIKAN ROKOK BAGI "BADAN URUSAN TEMBAKAU"

Mengingat: Pasal 97, pasal 89 dan pasal 111 ayat 2 Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia. Dengan persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Presiden Republik Indonesia,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UU 7/1951, PERUBAHAN DAN TAMBAHAN UNDANG UNDANG LALU LINTAS JALAN (WEGVERKEERSORDONNANTIE, STAATSBLAD 1933 NO. 86) Oleh:PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Presiden Republik Indonesia Serikat,

Presiden Republik Indonesia, Mengingat: Pasal 97 ayat 1 jo. Pasal 89 dan Pasal 109 Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia;

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA SERIKAT,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1956 TENTANG PEMBENTUKAN DAERAH OTONOM KOTA KECIL DALAM LINGKUNGAN DAERAH PROPINSI SUMATERA TENGAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN 1958 TENTANG PEMBENTUKAN DAERAH-DAERAH TINGKAT I BALI, NUSA TENGGARA BARAT DAN NUSA TENGGARA TIMUR

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1956 TENTANG PEMBENTUKAN DAERAH OTONOM KOTA BESAR DALAM LINGKUNGAN DAERAH PROPINSI SUMATERA TENGAH

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG

UNDANG-UNDANG DARURAT (UUDRT) NOMOR 20 TAHUN 1950 (20/1950) TENTANG PEMERINTAHAN JAKARTA RAYA. Presiden Republik Indonesia Serikat,

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA (UUDRT) NOMOR 13 TAHUN 1951 (13/1951) TENTANG BURSA. Presiden Republik Indonesia,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1959 TENTANG PENETAPAN PERSENTASI DARI BEBERAPA PENERIMAAN NEGARA UNTUK DAERAH.

MATA UANG. INDISCE MUNTWET PENGHENTIAN. PENETAPAN SEBAGAI UNDANG-UNDANG.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1956 TENTANG TAMBAHAN PERATURAN PEMERINTAH CUKAI TEMBAKAU (STAATSBLAD 1932 NO.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 1959 TENTANG PENGELUARAN KERTAS PERBENDAHARAAN UNTUK TAHUN 1959 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Presiden Republik Indonesia,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA SERIKAT,

PP 28/1994, PEMINDAHAN SISA KREDIT ANGGARAN PEMBANGUNAN TAHUN ANGGARAN 1993/94 KE TAHUN ANGGARAN 1994/95

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1957 TENTANG PERIZINAN PELAYARAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1955 TENTANG PENJUALAN RUMAH-RUMAH NEGERI KEPADA PEGAWAI NEGERI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA (UUDRT) NOMOR 18 TAHUN 1951 (18/1951) TENTANG MEMBATASI MASA BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG PAJAK PEREDARAN 1950

Transkripsi:

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 1951 TENTANG OPCENTEN ATAS BEA KELUAR ATAS KARET RAKYAT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa perlu melanjutkan pemungutan opcenten atas bea keluar atas karet rakyat yang ditetapkan dengan pasal 3 dari ordonansi 7 Desember 1910 (Staatsblad No. 628), yang telah dirubah dan ditambah, terakhir dengan Undang-undang Darurat No. 32 tahun 1950 (Lembaran Negara 1950 No. 65). Mengingat: pasal 98 Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia dan pasal 5 Indische Tariefwet (Staatsblad 1924 No. 487) yang telah dirubah dan ditambah, terakhir dengan Staatsblad 1949 No. 383. MEMUTUSKAN: Menetapkan: PERATURAN PEMERINTAH TENTANG OPCENTEN ATAS BEA KELUAR ATAS KARET RAKYAT Pasal 1 Selama tahun 1951 dan 1952 dipungut 25 (dua puluh lima) opcenten atas bea ke luar atas karet rakyat tersebut dalam tarief I, II, III dan IV dari pasal 3 ordonansi 7 Desember 1910 (Staatsblad No. 628) yang telah dirubah dan ditambah, terakhir dengan Undang-undang Darurat No. 32 tahun 1950 (Lembaran Negara 1950 No. 65). Pasal 2 1. Hasil pemungutan opcenten pajak atas pengeluaran karet rakyat yang berasal dari Indonesia seperti yang ditentukan dalam pasal 1, untuk seluruhnya dimasukkan dalam suatu fonds. 2. Fonds yang dimasukkan dalam ayat 1, akan diawasi oleh satu Badan, yang susunan, hak, dan tugasnya serta cara bekerjanya akan ditetapkan dengan suatu Peraturan Pemerintah. Badan tersebut menjalankan kewajibannya atas nama Pemerintah c.q. atas nama Menteri Pertanian. 3. Pendapatan-pendapatan dari pemungutan opcenten itu pada prinsipnya untuk sekurang-kurangnya 60% akan digunakan buat membiayai usaha-usaha Propinsi bagi kepentingan perbaikan karet rakyat dan produksinya dan untuk sebanyak-banyaknya 40% digunakan buat ongkos-ongkos dan lain-lain biaya pada usaha-usaha pusat pada lapangan itu juga. Pasal 3 1. Usaha-usaha Propinsi yang dimaksud dalam pasal 2 ayat 3 ialah antara lain:

a. menyelenggarakan perkumpulan-perkumpulan Penanam Karet yang seboleh-bolehnya berupa koperasi di daerah dan membentuk suatu gabungan organisasi sebagai badan-badan pusat; b. menggiatkan pemakaian cara-cara yang tertentu mengenai bercocok dan pemasakan karet; c. memajukan pesanan karet dan organisasi-organisasi penjualan karet; d. di mana perlu, mengusahakan tenaga-tenaga di luar formasi dinas untuk memberi penerangan dan mengadakan penilikan dan pengawasan; e. memberikan subsidi: 1. kepada mereka yang mengadakan kebun-kebun demonstrasi secara perseorangan; 2. kepada mereka yang mengadakan kebun pembibitan karet di daerah-daerah yang terpencil; 3. untuk mengusahakan stand-stand dalam tentoonstelling, jaarmarkt dan sebagainya; 4. untuk pewartaan daerah guna pengumuman hal-hal yang penting dalam lapangan kerajinan karet rakyat dan perdagangan karet. f. membiayai perintah belajar (studieopdracht) bagi pegawai-pegawai penyuluh dan penanampenanam karet yang berhasrat untuk maju; g. mengadakan pengeluaran lain-lain untuk menggiatkan produksi pada khususnya dan kesejahteraan pada umumnya dan pengeluaran-pengeluaran guna dapat melangsungkan produksi dan mempertahankan perkebunan-perkebunan karet. 2. Hal-hal yang menjadi tanggungan usaha dari Pusat, adalah antara lain: a. mengadakan penyelidikan-penyelidikan yang berdasarkan ilmu pengetahuan, dalam lapangan perkebunan karet rakyat, pemasakan dan mempertinggi hasil-hasilnya, satu dan lain sebagai persiapan guna mendirikan station percobaan (proefstation) untuk kepentingan karet rakyat; b. mengadakan percobaan-percobaan Yang tertentu dan secara tekhnis dalam lapangan perkebunan dan cara memasaknya (bereiding) pada daerah-daerah yang ditunjuk untuk keperluan itu; c. membiayai pengeluaran berhubung dengan pengiriman Panitia Penyelidikan (studiecommissies) keluar negeri termasuk delegasi yang tiap-tiap tahun dikirimkan untuk keperluan Rubber Study Group; d. menyebarkan pengumuman-pengumuman berdasarkan keterangan-keterangan Yang diperoleh dari Yang tersebut pada sub a, b dan c termasuk pelaporan-pelaporan yang penting dari daerahdaerah dan inspeksi-inspeksi, perhitungan-perhitungan pasar (marktanalyses) dan sebagainya. Pasal 4 Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada hari diundangkan dan berlaku surut sampai tanggal 1 Januari 1951. Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Ditetapkan Di Jakarta, Pada Tanggal 10 September 1951 WAKIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MOHAMMAD HATTA. MENTERI KEUANGAN, JUSUF WIBISONO Diundangkan, Pada Tanggal 17 September 1951 MENTERI KEHAKIMAN a.i., M.A. PELLAUPESSY

PENJELASAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 1951 TENTANG OPCENTEN ATAS BEA KELUAR ATAS KARET RAKYAT PENJELASAN UMUM Pemungutan opcenten atas bea keluar (uitvoerrecht) dari karet rakyat 1951 dan 1952. 1. Berdasarkan Ordonansi, yang dimuat di dalam Staatsblad 1949 No. 449, maka pada tahun 1950 dipungut opcenten untuk ongkos-ongkos yang dikeluarkan guna memperbaiki dan mempertinggi produksi dari karet rakyat atas bea keluar yang menurut Ordonansi yang termuat dalam Staatsblad 1934 No. 471, banyaknya 5 % dari harga karet yang dikeluarkan. 2. Untuk tahun 1950 opcenten itu berjumlah 25: a. 60 % dari opcenten yang dipungut itu akan diserahkan kepada Negara-negara dan daerah-daerah yang tak termasuk golongan Negara untuk dipergunakan sebagai penutup ongkos-ongkos sebagaimana yang telah diterangkan di atas; b. sisanya, sebagaimana menurut petunjuk dari Pemerintah Pusat dipergunakan untuk menutup ongkos-ongkos yang dikeluarkan oleh persediaan-persediaan terpusat (centrale voorzieningen) bagi kepentingan penerangan-penerangan kepada rakyat dan tindakan-tindakan lain yang maksudnya memperbaiki dan mempertinggi produksi karet rakyat, di dalam mana termasuk kelanjutan serta exploitasi dari percobaan menderes (tapproeven) sebelum perang, pencatatan pemilikan karet rakyat, dan sebagainya. 3. Untuk tahun 1951 hasil pemungutnya opcenten itu dapat ditaksir secara kasar kira-kira R. 15.000.000,- suatu jumlah yang sama dengan hasil pada tahun 1950. 4. Semenjak bulan Oktober 1950 Onderafdeling Karet Rakyat dahulu yang sampai waktu itu menyelenggarakan penerangan terpusat mengenai karet rakyat, diubah bentuknya menjadi dinas yang berdiri sendiri, yang seharusnya mendapat anggaran belanja yang tersendiri pula. Karena tindakan ini, maka keuangan yang didapat dari pemungutan opcenten itu mempunyai sifat lain, sehingga alat-alat itu sepantasnya diarahkan langsung untuk kepentingan para penghasil (producenten) yang bersangkutan. 5. Karena perubahan-perubahan dalam struktur kenegaraan di Indonesia dan hilangnya Negara-negara dan DAERAH-DAERAH YANG BERDIRI SENDIRI, perlulah diturut cara lain dalam pembagian hasil pemungutan opcenten daerah-daerah itu. 6. Berhubung dengan yang tersebut di atas maka pembentukan-pembentukan propinsi membuka kemungkinan untuk memberikan dan guna dikuasainya hak-hak dari beberapa daerah kepada Pemerintah Propinsi yang meliputi daerah-daerah tersebut. 7. Untuk dapat mengawasi dan mempergunakan hasil-hasil pemungutan opcenten tersebut seefficientefficientnya dan menjamin jalannya administrasi yang baik, adalah sebaiknya apabila hal itu dipercayakan kepada yayasan semacam Central Rubberfonds, di mana harus ditetapkan: a. segala permintaan untuk keperluan fonds-fonds harus mendapat persetujuan penuh dari Pengurus yayasan tersebut; b. hak untuk menetapkan pemakaian fonds itu sepenuhnya ada pada dewan Pimpinan (raad van bestuur) yayasan tersebut; c. bahwa rencana-rencana yang dibiayai oleh Yayasan tersebut harus mempunyai tujuan-tujuan yang

sesuai dengan yang disebutkan dalam ordonansi yang bersangkutan serta harus mendapat persetujuan Kantor Karet Rakyat. 8. Perlu ditegaskan bahwa procedure sebagai yang tersebut di atas, memberikan jalan yang menguntungkan untuk memperdalam rencana pekerjaan (werkprogram) yang teratur dan terus menerus selama beberapa tahun, dengan tidak perlu tergantung kepada pengaruh Conjunctuur. Ini adalah suatu tindakan yang tidak dapat diungkiri lagi manfaatnya bagi Cultuur-cultuur yang bersangkutan. 9. Tujuan-tujuan (objecten), yang diusulkan untuk dibiayai dengan fonds-fonds tersebut ialah: a. Pusat (centraal) = 40% 1. Penyelidikan yang berdasarkan ilmu pengetahuan pada lapangan perusahaan karet rakyat, pemasakan dan tingkatan hasil, satu dan lain sebagai persiapan untuk mendirikan stasion percobaan karet rakyat. 2. Menyelenggarakan percobaan-percobaan dalam lapangan penanaman dan pemasakan di dalam daerah-daerah yang ditunjuk untuk keperluan itu. 3. Pembiayaan pengeluaran berhubung dengan pengiriman studie Komisi studie Komisi ke luar Negeri, termasuk juga pengiriman utusan untuk keperluan Rubber Study Group setiap tahun. 4. Penyebaran pengumuman-pengumuman berdasar keterangan-keterangan dari sub 1 sampai dengan 3, termasuk juga rapor-rapor yang penting berasal dari daerah dan inspeksi, serta analyse mengenai pasaran (markt analyse) dan sebagainya. b. Daerah (regionaal) = 60% 1. Menyelenggarakan Perkumpulan-perkumpulan Penanam Karet di daerah-daerah dan membentuk satu gabungan organisasi. 2. Memajukan cara-cara khusus tentang penanaman dan pemasakan karet. 3. Memajukan pasaran karet dan organisasi penjualan karet. 4. Di mana perlu mengangkat pegawai penerangan dan pengawas di luar formasi dinas. 5. Pemberian subsidi: a. kepada mereka yang mendirikan kebun-kebun demonstrasi secara individueel; b. kepada mereka yang mendirikan tempat pembibitan karet di daerah-daerah yang terpencil; c. kepada mereka yang mendirikan stand-stand pada tentoonstelling-tentoonstelling, jaarmarkt, dan semacam itu; d. kepada persurat kabaran daerah yang menyiarkan pengumuman-pengumuman mengenai pokok-pokok yang penting di lapangan cocok tanam dan perdagangan karet. 10. Mengingat keadaan karet rakyat yang menimbulkan soal-soal yang harus segera dipecahkan, maka dianjurkan supaya jumlah opcenten yang dipungut dalam tahun 1951 dan 1952 sama dengan jumlah yang telah dipungut dalam tahun 1950, yaitu 25.