FAKTOR RISIKO KEJADIAN HIPERTENSI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BANGKALA KABUPATEN JENEPONTO TAHUN 2012

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh perilaku yang tidak sehat. Salah satunya adalah penyakit

Rini Anggraeny 1, Wahiduddin 1, Rismayanti 1.

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Serikat (Rahayu, 2000). Berdasarkan data American. hipertensi mengalami peningkatan sebesar 46%.

BAB I PENDAHULUAN. kematian yang terjadi pada tahun 2012 (WHO, 2014). Salah satu PTM

ANALISIS FAKTOR RISIKO HIPERTENSI DI PUSKESMAS KELAYAN TIMUR KOTA BANJARMASIN

BAB 1 PENDAHULUAN. darah. Kejadian hipertensi secara terus-menerus dapat menyebabkan. dapat menyebabkan gagal ginjal (Triyanto, 2014).

BAB I PENDAHULUAN. daya regang atau distensibilitas dinding pembuluh (seberapa mudah pembuluh tersebut

HUBUNGAN GAYA HIDUP DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI PADA MAHASISWA DI LINGKUP KESEHATAN UNIVERSITAS HASANUDDIN

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado **Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado

BAB I PENDAHULUAN. pada beban ganda, disatu pihak penyakit menular masih merupakan

BAB I PENDAHULUAN. batas-batas tekanan darah normal yaitu 120/80 mmhg. Penyebab hipertensi

BAB I PENDAHULUAN. kanan/left ventricle hypertrophy (untuk otot jantung). Dengan target organ di otak

HUBUNGAN FAKTOR KONSUMSI MAKANAN DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI PADA LANSIA DI PUSKESMAS PATTINGALLOANG

BAB I PENDAHULUAN. disikapi dengan baik. Perubahan gaya hidup, terutama di perkotaan telah

BAB I PENDAHULUAN I.I LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. terjadi peningkatan secara cepat pada abad ke-21 ini, yang merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh PTM terjadi sebelum usia 60 tahun, dan 90% dari kematian sebelum

BAB I PENDAHULUAN. Prevention (CDC) memperkirakan jumlah penderita hipertensi terus

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI DI PUSKESMAS MAKRAYU KECAMATAN BARAT II PALEMBANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kesejahteraan penduduk saat ini diketahui menyebabkan peningkatan usia harapan

BAB 1 PENDAHULUAN. didominasi oleh penyakit infeksi bergeser ke penyakit non-infeksi/penyakit tidak

BAB 1 PENDAHULUAN. menimbulkan berbagai penyakit atau gangguan kesehatan salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Insiden hipertensi mulai terjadi seiring bertambahnya usia. Pada

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan usia harapan hidup dan penurunan angka fertilitas. mengakibatkan populasi penduduk lanjut usia meningkat.

BAB I PENDAHULUAN. Depkes (2008), jumlah penderita stroke pada usia tahun berada di

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi kualitas hidup serta produktivitas seseorang. Penyakitpenyakit

FAKTOR RESIKO KEJADIAN PENYAKIT HIPERTENSI DI PUSKESMAS BASUKI RAHMAT PALEMBANG

82 Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes

BAB I PENDAHULUAN. kardiovaskular (World Health Organization, 2010). Menurut AHA (American

I. PENDAHULUAN. WHO (2006) menyatakan terdapat lebih dari 200 juta orang dengan Diabetes

BAB I PENDAHULUAN. diwaspadai. Hipertensi menjadi masalah kesehatan masyarakat yang terjadi

HUBUNGAN OLAHRAGA TERHADAP TEKANAN DARAH PENDERITA HIPERTENSI RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI

FAKTOR RISIKO KEJADIAN HIPERTENSI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BARA-BARAYA MAKASSAR HERIANI

BAB I PENDAHULUAN. mmhg. Penyakit ini dikategorikan sebagai the silent disease karena penderita. penyebab utama gagal ginjal kronik (Purnomo, 2009).

HUBUNGAN KEBIASAAN MINUM KOPI DAN MEROKOK DENGAN HIPERTENSI PADA ORANG DEWASA DI DUSUN TAMBAK REJO DESA GAYAMAN KECAMATAN MOJOANYAR MOJOKERTO

ANALISIS FAKTOR RISIKO KEJADIAN GOUTHY ARTHRITIS

BAB I PENDAHULUAN. tekanan darah lebih dari sama dengan 140mmHg untuk sistolik dan lebih dari

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk dunia meninggal akibat diabetes mellitus. Selanjutnya pada tahun 2003

DAFTAR ISI. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Manfaat...7

BAB 1 PENDAHULUAN. penyakit tidak menular banyak ditemukan pada usia lanjut (Bustan, 1997).

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan penyakit non infeksi (penyakit tidak menular) justru semakin

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk. Menurut Kemenkes RI (2012), pada tahun 2008 di Indonesia terdapat

BAB 1 PENDAHULUAN. yang sangat serius saat ini adalah hipertensi yang disebut sebagai the silent killer.

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

HUBUNGAN LAMA KERJA DAN POLA ISTIRAHAT DENGAN DERAJAT HIPERTENSI DI POLI PENYAKIT DALAM RSUD ULIN BANJARMASIN

FAKTOR RISIKO KEJADIAN HIPERTENSI PADA LANSIA DI POSYANDU SENJA CERIA SEMARANG TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN. Pola penyakit yang diderita masyarakat telah bergeser ke arah. penyakit tidak menular seperti penyakit jantung dan pembuluh darah,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Seiring dengan bertambahnya usia, banyak perubahan yang akan

BAB I PENDAHULUAN. normal yang ditunjukkan oleh angka bagian atas (systolic) dan angka

BAB I. Pendahuluan. diamputasi, penyakit jantung dan stroke (Kemenkes, 2013). sampai 21,3 juta orang di tahun 2030 (Diabetes Care, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkannya. Bila kondisi tersebut berlangsung lama dan menetap, maka dapat menimbulkan penyakit hipertensi.

HASIL PENELITIAN HUBUNGAN ANTARA KEBIASAAN MEROKOK DENGAN TEKANAN DARAH PADA NELAYAN DI KELURAHAN BITUNG KARANGRIA KECAMATAN TUMINTING KOTA MANADO

*Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sam Ratulangi Manado

Fakultas Farmasi, Universitas Jember Jln. Kalimantan No. 37 Jember RSD dr. Soebandi Jember korespondensi:

BAB I PENDAHULUAN. nutrisi yang diangkut oleh darah. Penyakit ini bukan merupakan. penyakit syaraf namun merupakan salah satu penyakit yang

*Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sam Ratulangi

BAB 1 PENDAHULUAN. masalah kesehatan untuk sehat bagi penduduk agar dapat mewujudkan derajat

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

HUBUNGAN INDEKS MASA TUBUH DAN KEBIASAAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI PADA LAKI- LAKI PASIEN RAWAT JALAN DI PUSKESMAS X NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. pesat. Penyakit degeneratif biasanya disebut dengan penyakit yang

BAB I PENDAHULUAN. penyakit tidak menular dan penyakit kronis. Salah satu penyakit tidak menular

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ada sekitar 1 milyar penduduk di seluruh dunia menderita hipertensi,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Triple Burden Disease, yaitu suatu keadaan dimana : 2. Peningkatan kasus Penyakit Tidak Menular (PTM), yang merupakan penyakit

BAB I PENDAHULUAN. suatu kondisi dimana pembuluh darah secara terus-menerus mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan penyakit yang menyerang

BAB 1 PENDAHULUAN. tekanan darah diatas normal yang mengakibatkan peningkatan angka morbiditas

Promotif, Vol.2 No.2 April 2013 Hal FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI DI BADAN RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN BUOL

Keywords: hormonal contraceptive pills, hypertension, women in reproductive age.

KORELASI PERILAKU MEROKOK DENGAN DERAJAT HIPERTENSI PADA PENDERITA HIPERTENSI DI PUSKESMAS WILAYAH KERJA DINAS KESEHATAN BANJARBARU

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. koroner, stroke), kanker, penyakit pernafasan kronis (asma dan. penyakit paru obstruksi kronis), dan diabetes.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hipertensi merupakan suatu keadaan terjadinya peningkatan tekanan

HUBUNGAN ANTARA GAYA HIDUP DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI PADA USIA DEWASA MUDA DI DESA PONDOK KECAMATAN NGUTER KABUPATEN SUKOHARJO

BAB I PENDAHULUAN. penyakit tidak menular (PTM), yang merupakan penyakit akibat gaya hidup serta

HUBUNGAN ANTARA PERILAKU MEROKOK DAN KEBIASAAN OLAHRAGA DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI PADA LAKI-LAKI USIA TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. secara Nation Wide mengingat prevalensinya cukup tinggi umumnya sebagian

BAB I PENDAHULUAN. (Armilawati, 2007). Hipertensi merupakan salah satu penyakit degeneratif

Kata Kunci : Kejadian hipertensi, perilaku konsumsi makanan, aktivitas fisik, riwayat keluarga

Kata Kunci : Status Merokok, konsumsi alkohol, hipertensi

FAKTOR RISIKO PENYAKIT HIPERTENSI PADA LAKI-LAKI USIA PRODUKTIF DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BANGSAL KABUPATEN MOJOKERTO DENI PRASETYO NIM.

BAB 1 PENDAHULUAN. dikenal juga sebagai heterogeneous group of disease karena dapat menyerang

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP KELUARGA TERHADAP DIET HIPERTENSI PADA LANSIA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS RAWASARI KOTA JAMBI TAHUN 2014

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A

BAB I PENDAHULUAN. Masalah kesehatan saat ini sudah bergeser dari penyakit infeksi ke

HEART ATTACK PREVENTION

BAB I PENDAHULUAN. sistolic dan diastolic dengan konsisten di atas 140/90 mmhg (Baradero, Dayrit &

BAB 1 : PENDAHULUAN. pergeseran pola penyakit. Faktor infeksi yang lebih dominan sebagai penyebab

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Menurut WHO pada tahun 2000 terjadi 52% kematian yang disebabkan oleh

HUBUNGAN POLA MAKAN DAN AKTIVITAS FISIK DENGAN KEJADIAN DIABETES MELLITUS TIPE 2 DI RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA ARTIKEL PUBLIKASI ILMIAH

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi

BAB 1 : PENDAHULUAN. utama masalah kesehatan bagi umat manusia dewasa ini. Data Organisasi Kesehatan

Stikes Muhammadiyah Gombong

HUBUNGAN POLA MAKAN DAN GAYA HIDUP DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI PADA PASIEN RAWAT JALAN DI UPK PUSKESMAS PURNAMA. Eka Apriani, Widyana Lakshmi Puspita

Hipertensi (Tekanan Darah Tinggi)

HUBUNGAN OLAHRAGA DENGAN KEJADIAN PENYAKIT JANTUNG KORONER DI RSUD Dr. MOEWARDI

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi kualitas hidup serta produktivitas seseorang. Penyakit penyakit

BAB I PENDAHULUAN. gizi terjadi pula peningkatan kasus penyakit tidak menular (Non-Communicable

Transkripsi:

FAKTOR RISIKO KEJADIAN HIPERTENSI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BANGKALA KABUPATEN JENEPONTO TAHUN 2012 RISK FACTORS FOR HYPERTENSION IN BANGKALA CLINIC JENEPONTO DISTRICT IN 2012 Hasrin Mannan 1, Wahiduddin 2, Rismayanti 2 1 Alumni Bagian Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin, 2 Bagian Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin Makassar (hasrin.window@gmail.com/085255948456) ABSTRAK Hipertensi kini menjadi masalah yang besar, karena prevalensinya tinggi dan cenderung meningkat, diperkirakan prevalensi hipertensi di seluruh dunia sekitar 15-20%. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor risiko kejadian hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Bangkala Kabupaten Jeneponto tahun 2012. Jenis penelitian yang digunakan adalah observasional analitik dengan desain case control study. Populasi penelitian ini adalah seluruh pasien yang berkunjung di Puskesmas Bangkala Kabupaten Jeneponto tahun 2012 dan tercatat di buku rekam medik. Sampel penelitian ini adalah pasien yang menderita hipertensi dan yang tidak menderita hipertensi dengan perbandingan kasus dan kontrol 1:1 yang terdiri dari 82 kasus dan 82 kontrol. Analisis data dilakukan dengan CI=95% serta menggunakan uji odds ratio (OR). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa riwayat keluarga (OR=4,36, 95% CI 2,09-9,10), perilaku merokok (OR=2,32, 95% CI 1,24-4,35), aktivitas fisik (OR=2,67, 95% CI 1,20-5,90), dan konsumsi garam (OR=4,16, 95% CI 2,16-8,00) merupakan faktor risiko kejadian hipertensi. Sedangkan konsumsi kopi dalam penelitian ini dengan (OR=1,56 95% CI 0,52-4,60) merupakan faktor risiko yang tidak bermakna terhadap kejadian hipertensi. Berdasarkan hasil penelitian ini disarankan untuk rutin mengontrol tekanan darah, memiliki pola makan dan gaya hidup sehat, olahraga secara teratur, menghindari rokok, mengurangi konsumsi kopi serta mengkonsumsi makanan yang rendah garam dan kaya serat seperti sayur dan buah. Kata Kunci : Hipertensi, merokok, konsumsi garam ABSTRACT Hypertension has become a big problem, because the prevalence is high and likely to increase, estimated worldwide prevalence of hypertension in approximately 15-20%. This study aims to determine the risk factors of hypertension in the Work Area Health Center Bangkala Jeneponto in 2012. This type of research is analytic observational case control study design. The study population was all patients who visit the health center Bangkala Jeneponto in 2012 and recorded in the medical record books. Sample of this study is that patients who do not suffer from hypertension and hypertension with a 1:1 ratio of cases and controls consisting of 82 cases and 82 controls. Data analysis was performed with CI=95% and using test odds ratio (OR). Results of this study showed that family history (OR=4,36, 95% CI 2,09-9,10), smoking (OR=2,32, 95% CI 1,24-4,35), physical activity (OR=2,67, 95% CI 1,20-5,90), and salt consumption (OR=4,16, 95% CI 2,16-8,00) were risk factors of hypertension. While coffee consumption in this study with (OR=1.56, 95% CI 0.52-4.60) were not significant risk factors on the incidence of hypertension. Based on the results of this study suggested for routine control of blood pressure, have a diet and a healthy lifestyle, regular exercise, avoiding tobacco, reduce the consumption of coffee and eat foods low in salt and high in fiber such as vegetables and fruits. Keywords: Hypertension, smoking, salt consumption 1

PENDAHULUAN Hipertensi adalah keadaan peningkatan tekanan darah yang dapat menimbulkan berbagai komplikasi, misalnya stroke, gagal ginjal, dan hipertrofi ventrikel kanan (Bustan MN, 2007). American Society of Hypertension (ASH) mendefinisikan hipertensi sebagai suatu sindrom kardiovaskuler yang progresif sebagai akibat dari kondisi lain yang kompleks dan saling berhubungan. Kenaikan kasus hipertensi terutama di negara berkembang diperkirakan sekitar 80% pada tahun 2025 dari sejumlah 639 juta kasus di tahun 2000, di perkirakan menjadi 1,15 milyar kasus di tahun 2025. Prediksi ini didasarkan pada angka penderita hipertensi saat ini dan pertambahan penduduk saat ini. Di Indonesia banyaknya penderita hipertensi diperkirakan 15 juta orang tetapi hanya 4% yang merupakan hipertensi terkontrol. Prevalensi 6-15% pada orang dewasa, 50% diantaranya tidak menyadari sebagai penderita hipertensi sehingga mereka cenderung untuk menjadi hipertensi berat karena tidak menghindari dan tidak mengetahui faktor risikonya, dan 90% merupakan hipertensi esensial (Armilawaty, 2007). Data statistik kesehatan di Amerika menyebutkan bahwa 1 dari 4 orang dewasa menderita hipertensi. Apabila penyakit ini tidak terkontrol, maka akan menyerang organ target, dan dapat menyebabkan serangan jantung, stroke, gangguan ginjal, serta kebutaan. Data Riskesdas (2010) juga menyebutkan hipertensi sebagai penyebab kematian nomor tiga setelah stroke dan tuberkulosis, jumlahnya mencapai 6,8% dari proporsi penyebab kematian pada semua umur di Indonesia (Depkes, 2010). Berdasarkan Profil Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan pada tahun 2008, penyakit hipertensi menempati peringkat pertama untuk penyebab kematian terbesar pada puskesmas sentinel dengan jumlah kasus mencapai 63,66% sedangkan pada tahun 2009, hipertensi menempati peringkat pertama dengan jumlah penderita mencapai 49,56%. Prevalensi penyakit hipertensi cenderung mengalami peningkatan di Kabupaten Jeneponto, salah satu puskesmas dengan jumlah penderita hipertensi tertinggi di Kabupaten Jeneponto terdapat di Puskesmas Bangkala. Berdasarkan data yang diperoleh dari Puskesmas Bangkala menunjukkan bahwa jumlah kasus hipertensi meningkat dari tahun 2011 hingga tahun 2012. Pada tahun 2011 sebanyak 997 kasus, dan tahun 2012 sebanyak 1.260 kasus (Puskesmas Bangkala, 2012). 2

BAHAN DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan di sepuluh desa/kelurahan yang termasuk dalam wilayah kerja Puskesmas Bangkala Kabupaten Jeneponto. Pengumpulan data dilakukan sejak tanggal 1-28 Februari 2013. Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan rancangan Case Control Study yaitu mengindentifikasi subjek-subjek yang merupakan kasus dan kontrol kemudian diikuti secara retrospektif ada tidaknya faktor risiko, yaitu riwayat keluarga, perilaku merokok, aktivitas fisik, konsumsi kopi, dan konsumsi garam. Populasi dalam penelitian ini adalah orang yang datang berobat di Puskesmas Bangkala Kabupaten Jeneponto tahun 2012. Penarikan sampel yang digunakan untuk kelompok kasus adalah purposive sampling sebanyak 82 orang sedangkan untuk kelompok kontrol dengan cara simple random sampling sebanyak 82 orang. Pengumpulan data diperoleh dengan dua cara, yakni data primer (wawancara langsung dengan berpedoman pada kuesioner) dan data sekunder diperoleh dari Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan, Dinas Kesehatan Kabupaten Jeneponto dan Puskesmas Bangkala. Data yang telah dikumpulkan diolah dan dianalisis dengan sistem komputerisasi menggunakan program Statistical Package for Sosial Science (SPSS) melalui editing, coding, entry, cleaning serta analisis data dan disajikan dalam bentuk tabel dan narasi. HASIL Karakteristik Responden Karakteristik responden terdiri dari jenis kelamin, kelompok umur, tingkat pendidikan, pekerjaan, dan desa/kelurahan. Tabel 1 menunjukkan bahwa paling banyak responden berjenis kelamin laki-laki yaitu sebesar 59,8% dibandingkan jenis kelamin perempuan. Untuk kelompok umur, paling banyak responden dengan rentang umur 48-61 tahun yaitu sebesar 29,3%, Untuk tingkat pendidikan, paling banyak responden dengan tingkat pendidikan SD yaitu sebesar 44,5%. Untuk pekerjaan, paling banyak responden yang bekerja sebagai buruh/petani yaitu sebesar 50,6%. Sedangkan untuk distribusi desa/kelurahan, paling banyak responden berada di Desa Pallantikang yaitu sebesar 15,9%. Analisis Bivariat Analisis bivariat pada penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara variabel dependen dengan variabel independen. Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel 2, riwayat keluarga, perilaku merokok, aktivitas fisik, dan konsumsi garam merupakan faktor risiko kejadian hipertensi dan bermakna secara statistik. 3

Tabel 2 berdasarkan riwayat keluarga yang pernah menderita hipertensi, lebih banyak responden yang memiliki keluarga yang menderita hipertensi yaitu sebesar (69,5%) dibandingkan responden yang tidak memiliki keluarga yang hipertensi (30,5%) dan responden yang memiliki riwayat keluarga hipertensi lebih banyak pada kelompok kasus (84,1%) dibandingkan pada kelompok kontrol (54,9%). Riwayat keluarga yang hipertensi berisiko 4,36 kali menderita hipertensi dibandingkan dengan yang tidak memiliki riwayat keluarga yang hipertensi, sehingga riwayat keluarga merupakan faktor risiko kejadian hipertensi dengan nilai LL dan UL (95% CI 2,09-9,10) tidak mencakup nilai 1 sehingga nilai OR yang diperoleh bermakna secara statistik atau variabel ini merupakan faktor risiko kejadian hipertensi. Hasil analisis variabel perilaku merokok dengan kejadian hipertensi menunjukkan bahwa lebih banyak responden yang merokok 20 batang per hari dan lama merokok 10 tahun (47,0%) dibandingkan dengan responden yang merokok <20 batang per hari dan lama merokok <10 tahun (12,2%), sedangkan responden yang tidak merokok (40,9%) dan responden yang merokok 20 batang per hari dan lama merokok 10 tahun lebih banyak pada kelompok kasus (57,3%) dibandingkan pada kelompok kontrol (36,6%). Perilaku merokok berisiko 2,32 kali menderita hipertensi dibandingkan dengan yang tidak merokok dengan nilai LL dan UL (95%CI 1,24-4,35) tidak mencakup nilai 1 sehingga nilai OR yang diperoleh bermakna secara statistik atau variabel ini merupakan faktor risiko kejadian hipertensi. Hasil analisis variabel aktivitas fisik dengan kejadian hipertensi menunjukkan bahwa lebih banyak responden yang beraktivitas fisik/olahraga 3 kali seminggu dan 30 menit dalam satu kali aktivitas yaitu sebesar (36,0%) dibandingkan dengan yang beraktivitas fisik <3 kali seminggu dan <30 menit dalam satu kali aktivitas fisik yaitu sebesar (21,3%), sedangkan responden yang tidak beraktivias fisik/olahraga yaitu sebesar (42,7%) dan responden yang beraktivitas fisik/olahraga <3 kali seminggu dan <30 menit dalam satu kali aktivitas lebih banyak pada kelompok kasus yaitu sebesar (29,3%) dibandingkan kelompok kontrol (13,4%). Kurang aktivitas fisik/olahraga berisiko 2,67 kali menderita hipertensi dibandingkan dengan yang sering beraktivitas fisik/olahraga. Nilai LL dan UL (95%CI 1,20-5,90) tidak mencakup nilai 1 sehingga nilai OR yang diperoleh bermakna secara statistik. Hasil analisis variabel konsumsi kopi dengan kejadian hipertensi menunjukkan bahwa lebih banyak responden yang mengkonsumsi kopi < 4 cangkir per hari (54,3%) dibandingkan dengan responden yang mengkonsumsi kopi 4 cangkir per hari (9,1%), sedangkan yang tidak mengkonsumsi kopi sebesar (36,6%) dan responden yang mengkonsumsi kopi 4 cangkir per hari lebih banyak pada kelompok kasus (11,0%) dibandingkan pada kelompok 4

kontrol (7,3%). Konsumsi kopi 4 cangkir per hari berisiko 1,56 kali menderita hipertensi dibandingkan dengan yang tidak mengkonsumsi kopi atau mengkonsumsi kopi < 4 cangkir per hari. Nilai LL dan UL (95% CI 0,52-4,60) mencakup nilai 1 sehingga nilai OR yang diperoleh tidak bermakna secara statistik. Hasil analisis variabel konsumsi garam dengan kejadian hipertensi menunjukkan bahwa lebih banyak responden yang skor konsumsi garamnya melebihi dari nilai rata-rata seluruh responden (52,4%) dibandingkan dengan responden yang skor konsumsi garamnya kurang dari nilai rata-rata seluruh responden (47,6%) dan responden yang skornya melebihi nilai rata-rata lebih banyak pada kelompok kasus (69,5%) dibandingkan pada kelompok kontrol (35,4%). Konsumsi garam berlebih berisiko 4,16 kali menderita hipertensi dibandingkan dengan yang konsumsi garamnya cukup. Nilai LL dan UL (95%CI 2,16-8,00) tidak mencakup nilai 1 sehingga nilai OR yang diperoleh bermakna secara statistik. PEMBAHASAN Riwayat keluarga Riwayat keluarga dekat yang menderita hipertensi juga mempertinggi risiko terkena hipertensi terutama pada hipertensi primer. Dari data statistik terbukti bahwa seseorang akan memiliki kemungkinan lebih besar untuk mendapatkan hipertensi jika orang tuanya menderita hipertensi. Hipertensi cenderung merupakan penyakit keturunan, jika seorang dari orang tua kita mempunyai hipertensi maka sepanjang hidup kita mempunyai 25% kemungkinan mendapatkannya pula. Jika kedua orang tua kita mempunyai hipertensi, kemungkinan kita mendapatkan penyakit tersebut 60%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa riwayat keluarga merupakan faktor risiko kejadian hipertensi dengan nilai OR = 4,36 (CI 95% LL=2,09 UL=9,10). Risiko kejadian hipertensi untuk responden yang memiliki riwayat keluarga hipertensi 4,36 kali lebih besar untuk menderita hipertensi dibandingkan dengan yang tidak memiliki riwayat keluarga yang hipertensi dan bermakna secara statistik. Riwayat keluarga secara statistik bermakna atau dengan kata lain riwayat keluarga merupakan faktor risiko terhadap kejadian hipertensi, hal ini dikarenakan sebagian besar responden yang menjadi sampel dalam penelitian baik untuk kelompok kasus maupun kelompok kontrol memiliki riwayat keluarga yang menderita hipertensi baik dari orang tua (bapak/ibu) maupun dari kakek/nenek ataupun dari paman/bibi. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Aris Sugiharto (2007), hasil penelitiannya menyatakan bahwa orang yang mempunyai riwayat keluarga hipertensi, berisiko terkena hipertensi sebesar 4,04 kali 5

dibandingkan orang yang orang tuanya tidak menderita hipertensi pada masyarakat di Kabupaten Karanganyar. Perilaku merokok Nikotin dalam tembakau merupakan penyebab meningkatnya tekanan darah segera setelah hisapan pertama. Seperti zat-zat kimia lain dalam asap rokok, nikotin diserap oleh pembuluh-pembuluh darah amat kecil di dalam paru-paru dan diedarkan ke aliran darah. Hanya dalam beberapa detik nikotin sudah mencapai otak. Otak bereaksi terhadap nikotin dengan memberi sinyal pada kelenjar adrenal untuk melepas epinefrin (adrenalin). Hormon yang kuat ini akan menyempitkan pembuluh darah dan memaksa jantung untuk bekerja lebih berat karena tekanan yang lebih tinggi. Dengan mengisap sebatang rokok akan memberi pengaruh besar terhadap naikya tekanan darah. Hal ini dikarenakan asap rokok mengandung kurang lebih 4000 bahan kimia yang 200 diantaranya beracun dan 43 jenis lainnya dapat menyebabkan kanker bagi tubuh. Merokok merupakan faktor risiko kejadian hipertensi dengan nilai OR = 2,32 (CI 95% LL=1,24 UL=4,35). Hal tersebut menunjukkan bahwa responden yang merokok 20 batang/hari dan lama merokok 10 tahun berisiko 2,32 kali untuk menderita hipertensi dibandingkan dengan responden yang tidak merokok atau merokok <20 batang/hari serta lama merokok <10 tahun jika dilihat batas bawah dan batas atasnya maka secara statistik bermakna. Perilaku merokok bermakna secara statistik atau dengan kata lain perilaku merokok merupakan faktor risiko terhadap kejadian hipertensi. Hal ini dikarenakan sebanyak 58,9% responden yang merokok, bahkan ada beberapa dari jenis kelamin perempuan yang juga merokok. Hal tersebut disebabkan perilaku merokok sudah menjadi kebiasaan masyarakat bangkala yang sudah tidak melihat perbedaan gender. Selain itu sebagian besar pekerjaan masyarakat Bangkala adalah petani sehingga untuk mengisi waktu disaat beristirahat kebanyakan mengisi waktu dengan merokok. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Syukraini Irza (2009) pada masyarakat Nagari Bungo Tanjung Sumatera Barat, dia mendapatkan bahwa perilaku merokok merupakan faktor risiko kejadian hipertensi dengan besar risiko 6,9 kali lebih besar untuk terjadinya hipertensi dan penelitian yang dilakukan oleh Fajar Haninda (2011), ia menemukan bahwa ada hubungan antara jumlah rokok dengan kejadian hipertensi pada pasien di Layanan Kesehatan Cuma-Cuma Ciputat begitupula dengan penelitian yang dilakukan oleh Julianty Pradono (2010), ia menemukan bahwa ada hubungan antara lama merokok dengan kejadian hipertensi dengan nilai OR=1,5. 6

Aktivitas Fisik Kurangnya aktifitas fisik meningkatkan risiko menderita hipertensi karena meningkatkan risiko kelebihan berat badan. Orang yang tidak aktif juga cenderung mempunyai frekuensi denyut jantung yang lebih tinggi sehingga otot jantungnya harus bekerja lebih keras pada setiap kontraksi. Makin keras dan sering otot jantung harus memompa, makin besar tekanan yang dibebankan pada arteri. Tekanan darah dipengaruhi oleh aktivitas fisik. Tekanan darah akan lebih tinggi pada saat melakukan aktivitas fisik dan lebih rendah ketika beristirahat. Aktivitas fisik adalah gerakan yang dilakukan oleh otot tubuh dan sistem penunjangnya. Selama melakukan aktivitas fisik, otot membutuhkan energi diluar metabolisme untuk bergerak, sedangkan jantung dan paru-paru memerlukan tambahan energi untuk mengantarkan zat-zat gizi dan oksigen ke seluruh tubuh dan untuk mengeluarkan sisa-sisa dari tubuh. Aktivitas fisik merupakan faktor risiko kejadian hipertensi dengan OR = 2,67 (CI 95% LL=1,20 UL=5,90). Hal tersebut menunjukkan bahwa responden yang kurang beraktivitas fisik/olahraga berisiko 2,67 kali menderita hipertensi dibandingkan dengan responden yang sering melakukan aktivitas fisik. Hasil analisis menunjukkan bahwa sebanyak 86,6% responden yang sering melakukan aktivitas fisik dibandingkan yang kurang melakukan aktivitas fisik. Hal ini dikarenakan mayoritas pekerjaan masyarakat Bangkala masih menggeluti sistem bercocok tanam karena wilayah Bangkala tergolong wilayah agraris sehingga hampir tiap hari warga melakukan aktivitas di sawah/kebun dimana warga mulai meninggalkan rumah di pagi hari dan berjalan kaki menuju sawah/kebun dan kembali ke rumah di waktu sore hari. Jika dilihat nilai LL dan UL, maka aktivitas fisik bermakna secara statistic karena tidak mencakup nilai 1. Hasil penelitian ini sejalan dengan yang dilakukan oleh Yuliana Suheni (2007) di Rumah Sakit Daerah Cepu, ia menemukan bahwa orang yang tidak biasa melakukan aktivitas fisik memiliki risiko terkena hipertensi sebesar 4,73 kali dibanding orang yang aktif melakukan aktivitas fisik. Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara aktivitas fisik dengan kejadian hipertensi. Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Dian Lestari (2007) di Kelurahan Mugassari Semarang, dia menemukan bahwa ada hubungan antara aktivitas fisik dengan kejadian hipertensi, begitupula dengan penelitian yang dilakukan oleh Marice Sihombing (2010), hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa orang yang kurang melakukan aktivitas fisik berisiko untuk terkena hipertensi sebesar 1,05 kali dibandingkan dengan orang yang melakukan aktivitas fisik cukup. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa aktivitas fisik merupakan faktor risiko terhadap kejadian hipertensi. 7

Konsumsi kopi Minum kopi berbahaya bagi penderita hipertensi karena senyawa kafein bisa menyebabkan tekanan darah meningkat tajam. Cara kerja kafein dalam tubuh dengan mengambil alih reseptor adinosin dalam sel saraf yang yang akan memicu produksi hormon adrenalin dan menyebabkan peningkatan tekanan darah, sekresi asam lambung, dan aktivitas otot, serta perangsang hati untuk melepaskan senyawa gula dalam aliran darah untuk menghasilkan energi ekstra. Kafein mempunyai sifat antagonis endogenus adenosin, sehingga dapat menyebabkan vasokontriksi dan peningkatan resistensi pembuluh darah tepi. Namun dosis yang digunakan dapat mempengaruhi efek peningkatan tekanan darah. Seseorang yang biasa minum kopi dengan dosis kecil mempunyai adaptasi yang rendah terhadap efek kafein. Konsumsi kopi merupakan faktor risiko kejadian hipertensi dengan OR = 1,56 (CI 95% LL=0,52 UL=4,60). Hal tersebut menunjukkan bahwa responden yang mengkonsumsi kopi berisiko 1,56 kali menderita hipertensi dibandingkan dengan yang tidak mengkonsumsi kopi. Namun jika dilihat nilai LL dan UL, maka variabel konsumsi kopi tidak bermakna secara statistik. Padahal Hasil analisis menunjukkan bahwa responden yang mengkonsumsi kopi sebesar 63,6% atau lebih dari separuh responden sementara hasil yang didapatkan menunjukkan hasil yang tidak bermakna. Hal ini disebabkan karena kebanyakan responden mengkonsumsi kopi hanya 1 cangkir saja dalam sehari sementara standar yang digunakan dalam penelitian ini 4 cangkir/hari baru dikatakan berisiko tinggi. Hasil penelitian ini sama dengan yang dilakukan oleh Emmi (2010) pada dewasa muda di Kelurahan Pallameang Kabupaten Pinrang yang menyatakan bahwa konsumsi kopi bukan merupakan faktor risiko kejadian hipertensi. Begitupula dengan penelitian yang dilakukan oleh Sriwiyani (2012) yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara konsumsi kopi dengan kejadian hipertensi, berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Saifullah (2007) pada masyarakat Kabupaten Tangganus Propinsi Lampung, ia menemukan bahwa konsumsi kopi >1 gelas perhari berisiko 4,62 kali lebih besar terhadap kejadian hipertensi. Begitupun dengan penelitian yang dilakukan oleh Ngateni pada Supir Bemo di terminal Joyoboyo Surabaya, ia mendapatkan bahwa konsumsi kopi merupakan faktor risiko kejadian hipertensi dengan nilai OR=3,35. Konsumsi Garam Garam merupakan hal yang sangat penting pada mekanisme timbulnya hipertensi. Pengaruh asupan garam terhadap hipertensi melalui peningkatan volume plasma (cairan tubuh) dan tekanan darah. Keadaan ini akan diikuti oleh peningkatan ekskresi kelebihan garam sehingga kembali pada keadaan hemodinamik (sistem pendarahan) yang normal. Pada 8

hipertensi esensial mekanisme ini terganggu, di samping ada faktor lain yang berpengaruh. Hipertensi hampir tidak pernah ditemukan pada suku bangsa dengan asupan garam yang minimal. Asupan garam kurang dari 3 gram tiap hari menyebabkan prevalensi hipertensi yang rendah, sedangkan jika asupan garam antara 5-15 gram perhari prevalensi hipertensi meningkat menjadi 15-20 %. Pengaruh asupan terhadap timbulnya hipertensi terjadi melalui peningkatan volume plasma, curah jantung dan tekanan darah. Konsumsi garam merupakan faktor risiko kejadian hipertensi dengan OR = 4,16 (CI 95% LL=2,16 UL=8,00). Hal tersebut menunjukkan bahwa responden yang konsumsi garamnya tinggi atau skor yang diperoleh lebih dari nilai rata-rata seluruh responden berisiko 4,16 kali menderita hipertensi dibandingkan dengan yang konsumsi garamnya rendah atau skor yang diperoleh kurang dari nilai rata-rata seluruh responden. Jika dilihat nilai LL dan UL, maka variabel konsumsi garam bermakna secara statistik. Hal ini dikarenakan sebanyak 52,4% responden yang konsumsi garamnya tinggi dengan melihat skor yang diperoleh melebihi nilai rata-rata seluruh responden. Hal ini juga didukung karena tingginya konsumsi makanan yang mengandung garam tinggi seperti ikan kering dan ikan asin yang merupakan jenis makanan yang paling banyak dikonsumsi oleh masyarakat Bangkala, hal ini dikarenakan mudahnya untuk menangkap ikan sebab kebanyakan mereka bekerja sebagai nelayan dan juga akses untuk mendapatkan ikan tergolong dekat karena daerah Bangkala merupakan pesisir pantai, sehingga hasil tangkapan yang banyak dan tidak habis terjual diolah menjadi ikan kering agar ikan tersebut lebih awet dan tahan lebih lama untuk dikonsumsi dan dijual lagi sehingga tidak ada ikan yang terbuang percuma. Selain ikan kering, ikan asin juga menjadi makanan yang banyak dikonsumsi oleh kebanyakan masyarakat Bangkala. Ikan asin yang dimaksudkan adalah ikan yang direbus dan diberikan banyak garam sampai garam tersebut meresap ke dalam daging ikan atau biasanya masyarakat Bangkala menyebutnya pallu ce la. Makanan khas inilah yang banyak disukai oleh masyarakat bangkala yang bisa dikatakan sudah menjadi tradisi/kegemaran warga disana, biasanya pallu ce la ini tidak dimakan sendiri tapi biasanya dijadikan lauk untuk berbagai jenis makanan dari olahan beras lainnya seperti halnya makanan khas dari jeneponto yang disebut lammang sejenis makanan olahan beras ketan yang dibakar dalam potongan ruas bambu. Hasil penelitian ini memiliki kesamaan dengan penelitian yang dilakukan oleh Syukraini Irza (2009) pada masyarakat Nagari Bungo Tanjung Sumatera Barat, dia mendapatkan bahwa risiko untuk menderita hipertensi bagi responden yang mengkonsumsi natrium dalam jumlah yang tinggi adalah 5,6 kali lebih besar dibandingkan dengan responden 9

yang mengkonsumsi natrium dalam jumlah yang rendah. Begitupula dengan penelitian yang dilakukan oleh Aris Sugiharto (2007) di Kabupaten Karanganyar, ia menemukan bahwa konsumsi makanan yang mengandung natrium merupakan faktor risiko terjadinya hipertensi dengan nilai OR=4,57. Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Mustamin (2010) di Puskesmas Bojo Baru Kabupaten Barru dan Ekowati Rahajeng (2009) tidak mendukung hasil penelitian ini, hasil penelitiannya menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara konsumsi garam dengan kejadian hipertensi. KESIMPULAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor risiko kejadian hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Bangkala Kabupaten Jeneponto adalah riwayat keluarga, perilaku merokok, aktivitas fisik, dan konsumsi garam. Adapun untuk variabel konsumsi kopi merupakan faktor risiko yang tidak bermakna terhadap kejadian hipertensi karena secara statistik hasil yang didapatkan tidak bermakna. SARAN Sebaiknya masyarakat melakukan pemeriksaan tekanan darah secara rutin terutama bagi masyarakat yang memiliki riwayat keluarga hipertensi agar tekanan darahnya bisa dikontrol setiap waktu. Selain itu perlunya tindakan pencegahan melalui upaya promosi kesehatan, penyuluhan dan sosialisasi. Disamping itu untuk mengurangi risiko hipertensi, hendaknya menerapkan pola hidup sehat antara lain menghindari rokok dan mengurangi konsumsi rokok, mengurangi mengkonsumsi makanan yang mengandung tinggi natrium, mengatur pola makan yang seimbang dan makan makanan yang kaya serat dengan memanfaatkan hasil pertanian dan perkebunan yang ada serta rutin melakukan aktivitas fisik terutama bagi orang yang memiliki riwayat hipertensi dalam keluarga. 10

DAFTAR PUSTAKA Armilawaty, et al. 2007. Hipertensi dan Faktor Risiko Dalam Kajian Epidemiologi. Bagian Epidemiologi FKM UNHAS. http://ridwanamiruddin.com/2007/12/08/hipertensidan-faktor-risikonya-dalam-kajian-epidemiologi/, (Online) diakses tanggal 12 oktober 2012. Bustan, M. N. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Penerbit rineka cipta, 2007. Depkes, 2010. Hipertensi penyebab kematian nomor tiga. (Online). http://depkes.go.id/index.php/berita/press-release/810-hipertansi-penyebab-kematiannomor-tiga.html, diakses tanggal 12 oktober 2012. Dinkes Sulsel. 2010. Sepuluh Besar Penyakit Pasien Rawat Inap Rumah Sakit Tingkat Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2010. Emmi, andi. 2010. Faktor Risiko Kejadian Hipertensi Pada Dewasa Muda di Kelurahan Pallameang Kecamatan Mattiro Sompe Kabupaten Pinrang. Skripsi tidak diterbitkan. Fakultas kesehatan masyarakat. Universitas hasanuddin. Fauzia, 2011. Berbagai Faktor Yang Berhubungan dengankejadian Hipertensi pada Lansia. (Online) http://eprints.undip.ac.id/33002/1/fauzia.pdf, diakses tanggal 05 november 2012. Haninda, fajar, dkk. 2011. Hubungan Antara Kebiasaan Merokok dan Kejadian Hipertensi di Layanan Kesehatan Cuma-Cuma Ciputat. (Online) http://www.library.upnvj.ac.id/pdf/artikel/artikel%20majalah/bina%20widya/vol.2 2-No.4-Juni2011/185-190.pdf. diakses tanggal 05 november 2012. Irza, S. 2009. Analisis Faktor Risiko Hipertensi Pada Masyarakat Nagari Bungo Tanjung, Sumatera Barat. (Online) http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14464/1/09e02696.pdf, diakses tanggal 05 november 2012. Mustamin, 2010. Asupan Natrium, Status Gizi dan Tekanan Darah Usia Lanjut di Puskesmas Bojo Baru Kabupaten Barru. (Online) http://id.scribd.com/doc/127354445/4- Asupan-Natrium-Status-Gizi-Dan Tekanan-Darah-Usia-Lanjut-Di-Puskesmas-Bojo- Baru-Kabupaten-Barru. diakses tanggal 05 november 2012. Ngateni, 2009. Hubungan Kebiasaan Minum Kopi, Merokok, Olahraga dan Stres dengan Kejadian Hipertensi pada Sopir Bemo di Terminal Joyoboyo Surabaya. (Online) http://adln.fkm.unair.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=adlnfkm-adlnngateni100-1468, diakses tanggal 05 november 2012. Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Puskesmas Bangkala. 2012. Laporan Tahunan Puskesmas Bangkala Tahun 2012. Rahajeng, Ekowati, dkk. 2009. Prevalensi Hipertensi dan Determinannya di Indonesia: Majalah Kedokteran Indonesia, Volum: 59, Nomor: 12, Desember 2009. (Online) http://kedaiobatcocc.wordpress.com/ 2010/ 04/ 25/ prevalensiangka-kejadianhipertensi-indonesia. diakses tanggal 05 november 2012. Riset kesehatan dasar, 2010. Laporan Provinsi Sulawesi Selatan Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan, Republik Indonesia.(Online) http://www.kesehatan.kebumenkab.go.id/data/lapriskesdas.pdf. diakses tanggal 18 oktober 2012. 11

Sugiharto, Aris. 2007. Faktor-Faktor Risiko Hipertensi Grade II pada Masyarakat (Studi Kasus di Kabupaten Karanganyar).(Online) Tesis. http://eprints.undip.ac.id/ 16523/1/Aris Sugiharto.pdf. diakses tanggal 05 november 2012. LAMPIRAN Tabel 1. Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Responden di Wilayah Kerja Puskesmas Bangkala Kab. Jeneponto Tahun 2012 Karakteristik Responden Jumlah n % Jenis Kelamin Laki-Laki 98 59,8 Perempuan 66 40,2 Umur (Tahun) 20-33 46 28,0 34-47 38 23,2 48-61 48 29,3 62-75 29 17,7 76-89 3 1,8 Tingkat Pendidikan Tidak Tamat SD 24 14,6 SD/sederajat 73 44,5 SMP/sederajat 29 17,7 SMA/sederajat 27 16,5 DIII/PT 11 6,7 Pekerjaan Tidak Bekerja 7 4,3 IRT 50 30,5 Wiraswasta 8 4,9 Buruh/Tani 83 50,6 PNS 6 3,7 Pensiunan 10 6,1 Desa/Kelurahan Desa Kalimporo 24 14,6 Desa Pallantikang 26 15,9 Desa Punagaya 18 11,0 Desa Mallasoro 20 12,2 Desa Tombo-tombolo 14 8,5 Desa Bontomanai 18 11,0 Kelurahan Benteng 10 6,1 Kelurahan Pt.Bahari 10 6,1 Kelurahan Pallengu 12 7,3 Kelurahan Bontorannu 12 7,3 Sumber : Data Primer 12

Tabel 2. Besar Risiko Variabel Independen Terhadap Kejadian Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Bangkala Kab. Jeneponto Tahun 2012 Variabel Independen Kejadian Hipertensi Kasus Kontrol Total n % n % n % Riwayat Keluarga Risiko tinggi 69 84,1 45 54,9 114 69,5 Risiko rendah 13 15,9 37 45,1 50 30,5 Perilaku Merokok 47 57,3 30 36,6 77 35 42,7 52 63,4 87 Risiko tinggi Risiko rendah Aktivitas Fisik/Olahraga Risiko tinggi 24 29,3 11 13,4 35 21,3 Risiko rendah 58 70,7 71 86,6 129 78,7 Konsumsi Kopi Risiko tinggi 9 11,0 6 7,3 15 9,1 Risiko rendah 73 89,0 76 92,7 149 90,9 Konsumsi Garam Risiko tinggi 57 69,5 29 35,4 86 52,4 Risiko rendah 25 30,5 53 64,6 78 47,6 Sumber : Data Primer OR 95% CI (LL -UL) 4,36 2,09-9,10 47,0 53,0 2,32 1,24-4,35 2,67 1,20-5,90 1,56 0,52-4,60 4,16 2,16-8,00 13