Studi Eksperimen Variasi Beban Pendinginan pada Evaporator Mesin Pendingin Difusi Absorpsi R22-DMF

dokumen-dokumen yang mirip
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 3, (2013) ISSN: ( Print) B-399

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No. 1, (2015) ISSN: ( Print)

Studi Eksperimen Pengaruh Panjang Pipa Kapiler dan Variasi Beban Pendinginan pada Sistem Refrigerasi Cascade

Analisa Performa Kolektor Surya Tipe Parabolic Trough Sebagai Pengganti Sumber Pemanas Pada Generator Sistem Pendingin Difusi Absorpsi

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Perbaikan Dan Uji Kebocoran Mesin Pendingin Absorpsi

Studi Eksperimen Pemanfaatan Panas Buang Kondensor untuk Pemanas Air

ANALISA PERFORMA KOLEKTOR SURYA TIPE PARABOLIC TROUGH SEBAGAI PENGGANTI SUMBER PEMANAS PADA GENERATOR SISTEM PENDINGIN DIFUSI ABSORBSI

PENGARUH STUDI EKSPERIMEN PEMANFAATAN PANAS BUANG KONDENSOR UNTUK PEMANAS AIR

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Definisi Pengkondisian Udara

Pengaruh Modifikasi Heat Exchanger Tipe Concentric Tube terhadap Performance Sistem Refrigerasi Cascade

Tugas akhir Perencanan Mesin Pendingin Sistem Absorpsi (Lithium Bromide) Dengan Tinjauan Termodinamika

pada Jurusan B-41 digunakan penelitian heater Sehingga banyak ε eff fectiveness[3]. Cascade A. Sistem laju panas yang Keterangan : memasuki kompresor.

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No. 2, (2015) ISSN: ( Print) B-151

Studi Eksperimen Pengaruh Variasi Kecepatan Putar Kompresor dan Beban Pendinginan pada Sistem Refrigerasi Cascade

HANIF BADARUS SAMSI ( ) DOSEN PEMBIMBING ARY BACHTIAR K.P, ST, MT, PhD

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: ( Print) B-90

ANALISA PERUBAHAN DIAMETER PIPA KAPILER TERHADAP UNJUK KERJA AC SPLIT 1,5 PK. Abstrak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Proses Pendinginan

IV. METODOLOGI PENELITIAN

Ahmad Farid* dan Moh. Edi.S. Iman Program Studi Teknik Mesin, Universitas Pancasakti Tegal Jl. Halmahera km 1, Tegal *

PERMASALAHAN. Cara kerja evaporator mesin pendingin absorpsi difusi amonia-air

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Pengertian Sistem Heat pump

BAB III SISTEM REFRIGERASI DAN POMPA KALOR

FARID NUR SANY DOSEN PEMBIMBING: ARY BACHTIAR KRISHNA PUTRA, ST, MT, Ph.D

Studi Variasi Flowrate Refrigerant Pada Sistem Organic Rankine Cycle Dengan Fluida Kerja R-123

Maka persamaan energi,

PENENTUAN EFISIENSI DAN KOEFISIEN PRESTASI MESIN PENDINGIN MERK PANASONIC CU-PC05NKJ ½ PK

STUDI EKSPERIMENTAL PERBANDINGAN REFRIJERAN R-12 DENGAN HYDROCARBON MC-12 PADA SISTEM PENDINGIN DENGAN VARIASI PUTARAN KOMPRESOR. Ir.

BAB III ANALISA DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

PENGARUH MEDIA PENDINGIN AIR PADA KONDENSOR TERHADAP KEMAMPUAN KERJA MESIN PENDINGIN

ANALISA WAKTU SIMPAN AIR PADA TABUNG WATER HEATER TERHADAP KINERJA AC SPLIT 1 PK

BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI

BAB II DASAR TEORI. Laporan Tugas Akhir. Gambar 2.1 Schematic Dispenser Air Minum pada Umumnya

BAB II DASAR TEORI. Pengujian sistem refrigerasi..., Dedeng Rahmat, FT UI, Universitas 2008 Indonesia

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. ABSTRAK... iii. DAFTAR GAMBAR... viii. DAFTAR TABEL... x. DAFTAR NOTASI... xi Rumusan Masalah...

Sistem pendingin siklus kompresi uap merupakan daur yang terbanyak. daur ini terjadi proses kompresi (1 ke 2), 4) dan penguapan (4 ke 1), seperti pada

Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI4) 2008 ANALISIS PERBANDINGAN UNJUK KERJA REFRIGERATOR KAPASITAS 2 PK DENGAN REFRIGERAN R-12 DAN MC 12

PENGARUH PENAMBAHAN SOLUTION PREHEATER TERHADAP LAJU PRODUKSI UAP REFRIGERAN PADA GENERATOR MESIN REFRIGERASI SIKLUS ABSORPSI

Gambar 5. Skematik Resindential Air Conditioning Hibrida dengan Thermal Energy Storage

Menghitung besarnya kerja nyata kompresor. Menghitung besarnya kerja isentropik kompresor. Menghitung efisiensi kompresi kompresor

PENDINGINAN KOMPRESI UAP

PERFORMANSI SISTEM REFRIGERASI HIBRIDA PERANGKAT PENGKONDISIAN UDARA MENGGUNAKAN REFRIGERAN HIDROKARBON SUBSITUSI R-22

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: ( Print) B-192

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang

ANALISIS KINERJA AIR CONDITIONING SEKALIGUS SEBAGAI WATER HEATER (ACWH)

Analisa Pengaruh Variasi Pinch Point dan Approach Point terhadap Performa HRSG Tipe Dual Pressure

BAB V HASIL DAN ANALISIS

MODUL PRAKTIKUM LABORATORIUM INSTRUKSIONAL TEKNIK KIMIA REFRIGERASI (REF) Koordinator LabTK Dr. Pramujo Widiatmoko

BAB IV HASIL DAN ANALISA

ANALISA DESAIN DAN PERFORMA KONDENSOR PADA SISTEM REFRIGERASI ABSORPSI UNTUK KAPAL PERIKANAN

Laporan Tugas Akhir 2012 BAB II DASAR TEORI

IV. METODE PENELITIAN

BAB VI PENGOLAHAN DATA dan ANALISIS DATA

EFEK RASIO TEKANAN KOMPRESOR TERHADAP UNJUK KERJA SISTEM REFRIGERASI R 141B

Gbr. 2.1 Pusat Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU)

Perencanaan Mesin Pendingin Absorbsi (Lithium Bromide) memanfaatkan Waste Energy di PT. PJB Paiton dengan tinjauan secara thermodinamika

BAB II DASAR TEORI Prinsip Kerja Mesin Refrigerasi Kompresi Uap

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Blood Bank Cabinet

UNJUK KERJA PENGKONDISIAN UDARA MENGGUNAKAN HEAT PIPE PADA DUCTING DENGAN VARIASI LAJU ALIRAN MASSA UDARA

BAB II LANDASAN TEORI

Analisa Pengaruh Variasi Diameter Receiver Dan Intensitas Cahaya Terhadap Efisiensi Termal Model Kolektor Surya Tipe Linear Parabolic Concentrating

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. Prinsip Kerja Mesin Pendingin

Studi Variasi Laju Pelepasan Kalor Kondensor High Stage Sistem Refrigerasi Cascade R22 Dan R404a Dengan Heat Exchanger Tipe Concentric Tube

Oleh: Daglish Yuliyantoro Dosen Pembimbing: Ari Bachtiar K.P. ST.MT.PhD

BAB IV PEMBAHASAN. 4.1 Rangkaian Alat Uji Dan Cara Kerja Sistem Refrigerasi Tanpa CES (Full Sistem) Heri Kiswanto / Page 39

BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI

Penggunaan Refrigeran R22 dan R134a pada Mesin Pendingin. Galuh Renggani Wilis, ST.,MT

ANALISA KINERJA MESIN REFRIGERASI RUMAH TANGGA DENGAN VARIASI REFRIGERAN

BAB I PENDAHULUAN. Sistem refrigerasi telah memainkan peran penting dalam kehidupan

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5 No. 2 (2016) ISSN: ( Print) B-659

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 sistem Blast Chiller [PT.Wardscatering, 2012] BAB II DASAR TEORI

BAB II DASAR TEORI. Laporan Tugas Akhir BAB II DASAR TEORI

PERFORMANSI RESIDENTIAL AIR CONDITIONING HIBRIDA DENGAN STANDBY MODE MENGGUNAKAN REFRIGERAN HCR-22 UNTUK PENDINGIN DAN PEMANAS RUANGAN

BAB IV METODE PENELITIAN

PENGARUH JENIS REFRIGERANT DAN BEBAN PENDINGINAN TERHADAP KEMAMPUAN KERJA MESIN PENDINGIN

BAB II LANDASAN TEORI

KAJI EKSPERIMENTAL KARAKTERISTIK PIPA KAPILER DAN KATUP EKSPANSI TERMOSTATIK PADA SISTEM PENDINGIN WATER-CHILLER

UNJUK KERJA MESIN PENDINGIN KOMPRESI UAP PADA BEBERAPA VARIASI SUPERHEATING DAN SUBCOOLING

BAB II DASAR TEORI. Tabel 2.1 Daya tumbuh benih kedelai dengan kadar air dan temperatur yang berbeda

Analisa Performansi Sistem Pendingin Ruangan dan Efisiensi Energi Listrik padasistem Water Chiller dengan Penerapan Metode Cooled Energy Storage

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang (K. Chunnanond S. Aphornratana, 2003)

Energi dan Ketenagalistrikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. temperatur di bawah 123 K disebut kriogenika (cryogenics). Pembedaan ini

ANALISIS PERFORMANSI MINI FREEZER YANG DILENGKAPI DENGAN FLUIDA PENYIMPAN DINGIN (THERMAL STORAGE)

BAB II DASAR TEORI. Energy balance 1 = Energy balance 2 EP 1 + EK 1 + U 1 + EF 1 + ΔQ = EP 2 + EK 2 + U 2 + EF 2 + ΔWnet ( 2.1)

Pengaruh Debit Udara Kondenser terhadap Kinerja Mesin Tata Udara dengan Refrigeran R410a

BAB IV ANALISA EKSPERIMEN DAN SIMULASI

BAB IV ANALISA SIMULASI DAN EKSPERIMEN

LANDASAN TEORI. P = Pc = P 3 = P 2 = Pg P 5 P 4. x 5. x 1 =x 2 x 3 x 2 1

PENGARUH DEBIT ALIRAN AIR TERHADAP PROSES PENDINGINAN PADA MINI CHILLER

HUBUNGAN TEGANGAN INPUT KOMPRESOR DAN TEKANAN REFRIGERAN TERHADAP COP MESIN PENDINGIN RUANGAN

KAJI EKSPERIMENTAL KARAKTERISTIK TERMODINAMIKA DARI PEMANASAN REFRIGERANT 12 TERHADAP PENGARUH PENDINGINAN

LAPORAN AKHIR FISIKA ENERGI II PEMANFAATAN ENERGI PANAS TERBUANG PADA MESIN AC NPM : NPM :

STUDI EKSPERIMENTAL PERBANDINGAN REFRIJERAN R-12 DENGAN HYDROCARBON MC-12 PADA SISTEM PENDINGIN DENGAN VARIASI PUTARAN KOMPRESOR.

Pengaruh Pipa Kapiler yang Dililitkan pada Suction Line terhadap Kinerja Mesin Pendingin

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

MULTIREFRIGERASI SISTEM. Oleh: Ega T. Berman, S.Pd., M,Eng

Transkripsi:

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No. 1, (2015) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) F-18 Studi Eksperimen Variasi Beban Pendinginan pada Evaporator Mesin Pendingin Difusi Absorpsi R22-DMF Akhmad Syukri Maulana dan Ary Bachtiar Khrisna Putra Teknik Mesin, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 Indonesia e-mail : arybach@me.its.ac.id Abstrak Indonesia merupakan negara dengan iklim tropis, sehingga lebih dibutuhkan sistem pendingin daripada sistem pemanas. Salah satu teknologi pendinginan yang dapat digunakan adalah DAR (Diffusion Absorbtion refrigeration). Berbeda dengan sistem kompresi uap, sistem refrigerasi difusi absorbsi tidak menggunakan kompresor, namun menggunakan generator sebagai penggantinya. Namun seiring waktu, sistem pendingin absorbsi mulai ditinggalkan karena memiliki COP (Coeffisient Of Performance) yang relatif kecil. Pada penelitian kali ini pasangan refrijeran dan absorben yang digunakan adalah R22 dan DMF (Dhymethylformamyde) dengan konsentrasi R22 sebesar 60%. Penelitian dilakukan dengan memvariasikan beban pendinginan pada kabin evaporator dengan memasang heater elektrik yang dilengkapi dengan voltage regulator. Terdapat tiga variasi beban pendinginan yang akan dilakukan yaitu beban pertama dengan mengkondisikan beban heater electric 0 watt (tanpa beban), beban kedua dengan beban 7,84 watt, dan beban ketiga 15,68 watt. Hasil yang diperoleh dari pengujian beban pendinginan pada evaporator, yaitu semakin tinggi beban pendinginan maka COP dari sistem pendingin akan semakin tinggi. Adapun hasil performa optimum yang didapatkan antara lain: Q gen optimum adalah 337.417 watt, laju alir massa refrijeran ( ) optimum adalah 0.679 gram/s. Panas yang diserap evaporator (Q evap ) optimum adalah 130.604 Watt. Coefficient Of Performance (COP) optimum 0.398. Panas yang dibuang kondensor (Q cond ) maksimum 132.026 Watt. evaporator agar sama dengan tekanan total pada komponen lainnya. II. URAIAN PENELITIAN A. Siklus Refrigerasi Difusi Absorpsi Siklus DAR pertama kali ditemukan oleh Baltzar von Platen dan Carl Munters, dua orang peneliti berkebangsaan Swedia pada tahun 1922, yang menggunakan pemanas elektrik atau pembakaran gas untuk energi pengoperasiannya. Produk ini dipasarkan oleh Electrolux di Swedia dan beberapa negara di USA. Produk ini menggunakan pasangan refrigeran-absorben amonia-air dan tambahan gas inert yaitu hidrogen. Skema dari siklus DAR yang digunakan dapat dilihat pada gambar 1. Pada skema tersebut terdapat gas heat exchanger pada evaporator yang berfungsi melakukan pendinginan awal gas hidrogen sebelum masuk ke inlet evaporator. Kata kunci : COP, Beban Pendinginan, DAR, DMF, DMF, Evaporator, Performasi, R-22. I. PENDAHULUAN Pada tahun 1922 dua orang peneliti berkebangsaan swedia, Baltzar Von Platen dan Carl Munters menemukan sistem pendingin yang meggunakan pemanas elektrik atau pembakaran gas untuk energi pengoperasiannya. Sistem pendinginan ini menggunakan siklus DAR (diffusion Absorbtion Refrigeration). Berbeda dengan sistem pendinginan VCR (Vapour Compresssion Refrigeration) yang pada umumnya digunakan, siklus DAR tidak menggunakan komponen kompressor pada penggunaanya, namun fungsi kompressor digantikan dengan absorber dan generator. Pada penggunaannya, siklus DAR menggunakan pasangan refrigeran-absorben amonia-air dan airlithiumbromida. Pada siklus DAR semua siklus terjadi secara natural tanpa kerja paksa dari kompresor. Hal ini dikarenakan refrigeran yang bertekanan parsial rendah pada evaporator didapatkan dari bantuan hidrogen sebagai gas inert yang tidak ikut bereaksi. Gas hidrogen ini berfungsi untuk mengendalikan tekanan total fluida di dalam Gambar 1. Skema Refrigerasi Difusi Absorpsi R22 DMF [1] Di dalam tangki penampung (reservoir) terdapat larutan R22-DMF. Larutan yang dikenal dengan istilah strong solution (larutan kaya) ini mengalir ke generator

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No. 1, (2015) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) F-19 akibat kesetimbangan level cairan antara dua bejana yang berhubungan. Strong solution kemudian dipanaskan di dalam generator hingga temperatur 100 C yang menyebabkan sebagian besar R22 menguap. Gelembunggelembung uap yang terbentuk menekan kolom larutan cair yang berada di dalam pipa bubble pump menuju ke rectifier untuk dimurnikan. Uap R22 akan terus bergerak ke atas sementara larutan cair yang masih mengandung DMF ditampung dan dialirkan kembali menuju absorber. Larutan yang mengandung sedikit R22 ini disebut weak solution (larutan miskin). Uap R22 yang bergerak dari rectifier menuju inlet kondensor untuk dikondensasikan). R22 cair hasil kondensasi kemudian bergerak memasuki evaporator. Pada inlet evaporator, R22 cair bertemu dengan hidrogen sebagai gas inert yang menurunkan tekanan parsial R22. Turunnya tekanan mengakibatkan R22 cair dapat menguap pada temperatur yang lebih rendah. Pada saat yang sama R22 cair ini juga menerima kalor dari beban pendinginan sehingga R22 cair mulai menguap. R22 terus menguap sembari mengalir di dalam evaporator hingga pada outlet evaporator tekanan parsialnya sudah naik. Massa jenis R22 jauh lebih besar dari hidrogen, karena itu uap campuran (R22 dan hidrogen) semakin berat seiring dengan terus menguapnya R22 cair sehingga uap campuran itu turun dari evaporator memasuki reservoir absorber. Di dalam reservoir sebagian uap R22 terserap oleh DMF yang turun dari absorber. Hal ini mengakibatkan uap campuran R22-hidrogen kembali menjadi lebih ringan dan mulai bergerak ke atas memasuki absorber. Di dalam absorber, penyerapan R22 oleh DMF (weak solution) semakin banyak dan akhirnya hanya tinggal gas hidrogen dengan sedikit uap R22 yang keluar dari absorber. B. Penelitian Terdahulu Pada penelitian berjudul Studi Eksperimen Mesin pendingin Difusi Absorbsi R22- DMF Dengan Variasi Heater Generator [2] melakukan penelitian dengan memodifikasi desain generator sistem DAR 2 dan menggunakan pasangan refrigeran R22-DMF serta hidrogen sebagai gas inert kemudian memvariasikan panas heater electric. Ada lima variasi panas heater dalam percobaan kali ini, yaitu 102,2; 116,8; 131,4; 146; dan 160,6 Watt. Gambar 2. (a) Desain Awal ; (b) Modifikasi Desain Generator Gambar 2 terdapat desain awal dan hasil modifikasi desain generator. Hasil penelitian ini menunjukkan hasil modifikasi desain generator yang baru memberikan panas generator (Qgen ) dan COP sistem DAR yang lebih tinggi. Pada penelitian lainnya, oleh Aris berjudul Studi Eksperimen Variasi Beban Pendinginan pada Evaporator Mesin Pendingin Difusi Absorbsi Musicool22-DMF [3], Aris melakukan penelitian dengan memodifikasi desain generator sistem DAR 2 dan menggunakan pasangan refrigeran Musicool22-DMF serta hidrogen sebagai gas inert kemudian memvariasikan panas heater electric. Ada tiga variasi panas heater dalam percobaan kali ini, yaitu 0 volt; 15 volt; dan 30volt Gambar 3. Grafik Hasil Percobaan COP oleh Aris Nur Cahyadi Dari hasil percobaan, menunjukkan COP tertinggi terdapat pada beban ketiga dengan COP maksimal 0.786. III. METODOLOGI A. Skema Pengujian peforma DAR dengan variasi beban pendinginan Gambar 4. Skema Beban Pembebanan pada Kabin Pengujian Gambar 4 menunjukkan skema penelitian ini. Pada penelitian ini beban pendinginan yang digunakan adalah sebuah electric heater yang diletakkan di dalam kabin evaporator dan kemudian diberikan input tegangan. Tegangan yang diberikan divariasikan sebanyak tiga variasi, 0 watt (tanpa beban), 7,84 watt dan 15,68 Watt. Sehingga panas yang dikeluarkan oleh heater electric juga bervariasi. Langkah pertama memasang electric heater didalam kabin dan mengatur besaran input tegangannya. Setelah langkah tersebut selesai, langkah selanjutnya adalah menghidupkan sistem DAR dengan cara menghidupkan electric heater sumber panas generator, menyalakan pompa untuk mengalirkan thermal oil ke generator dan menyalakan fan kondensor. Setelah itu sistem ditunggu hingga steady( sekitar 10 jam) setelah itu dilakukan pengambilan data dari selama 3 jam dengan range 15 menit. Setelah data pertama didapatkan dilanjutkan kembali pengambilan data secara bertahap dengan variasi beban pendinginan yang lainnya.

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No. 1, (2015) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) F-20 B. Parameter Titik Pengukuran IV. ANALISA DATA Pada penelitian pengujian peformasi sistem DAR dengan pemberian variasi beban pendinginan menghasilkan beberapa grafik dengan tiga variasi beban pendinginan. Pada Gambar 6 menampilkan grafik panas generator ( Q gen ) terhadap fungsi waktu pengambilan data Gambar 6. Grafik Q gen fungsi Beban Pendinginan Gambar 5. Skema Titik Pengukuran Percobaan Keterangan: 1. Temperatur outlet reservoir (T1). 2. Temperatur dan tekanan strong solution saat memasuki generator (T2,P2). 3. Temperatur dan tekanan inlet kondensator (T3,P3). 4. Temperatur weak solution pada keluaran generator (T4). 5. Temperatur outlet kondensator (T5). 6. Temperatur inlet evaporator (T6). 7. Temperatur outlet evaporator (T7). 8. Temperatur dan tekanan absorber (T8,P8). 9. Temperatur kabin pendinginan (Tk). 10. Temperatur inlet thermal oil generator (Tig). 11. Temperatur outlet thermal oil generator (Tog). C. Perhitungan Sistem Refrigerasi Difusi Absorpsi a. Laju alir massa refrigeran b. Kapasitas pendinginan Pada grafik 6. data diatas, dapat ditarik trendline pada ketiga beban pendinginan. Trendline pada grafik menunjukkan garis yang cenderung konstan antara ketiga beban tersebut. Hal ini dikarenakan pada percobaan, set point temperatur dan debit dari thermal oil pada setiap variasi diatur dengan besar yang sama Gambar 7 menunjukkan laju aliran massa (mass flow rate) refrigeran terhadap fungsi beban pendinginan pada keadaan unsteady dan steady. Kedua grafik tersebut menunjukkan trenline grafik yang cenderung naik seiring dengan naiknya beban pembebanan. Dari gambar grafik juga terlihat laju aliran massa refrigeran pada beban ketiga (15.68 watt) memiliki laju aliran massa yang paling tinggi jika dibandingkan dengan laju aliran massa refrigeran pada kedua beban pendinginan lainnya. Namun selisih laju aliran massa refrigeran pada beban ketiga dan beban kedua tidak terlalu signifikan jika dilihat pada data hasil perhitungan. Naiknya laju aliran masa refrigeran pada beban ketiga disebabkan karena perhitungan laju aliran massa refrigeran pada ini menggunakan perbandingan antara besarnya panas yang dilepaskan kondensor ke lingkungan sekitar akibat kerja paksa dari fan dibagi dengan selisih entalpi pada inlet dan outlet pada kondensor. Semakin besar pembebanan yang dilakukan maka besarnya panas yang dilepaskan oleh kondensor juga semakin besar.. c. Kalor yang diserap generator d. Kalor yang dilepas kondensor e. Coefficient of Performance (COP) COP = Gambar 7. Grafik ref fungsi beban pendinginan

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No. 1, (2015) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) F-21 Pada gambar 8 merupakan grafik hubungan antara kapasitas pendinginan (Q evap ) terhadap fungsi beban pendinginan, dapat terlihat bahwa seiring meningkatnya beban pendinginan, maka Q evaporatornya pun cenderung naik,. Dari grafik terlihat pada beban ketiga (15.68 watt) memiliki kapasitas evaporator yang paling tinggi jika dibandingkan dengan kapasitas evaporator pada kedua beban pendinginan lainnya. Meningkatnya nilai kapasitas evaporator, sebanding dengan meningkatnya nilai beban pendinginan. Hal ini dikarenakan, semakin tinggi beban pendinginan, maka refrijeran pada evaporator akan menyerap lebih banyak kalor dari kabin yang dipengaruhi oleh beban pendinginan, sehingga temperatur outlet evaporator akan semakin naik. Selisih temperatur antara input dan output evaporator akan semakin naik. Hal ini akan menyebabkan perubahan entalpinya pun akan semakin naik. Selain itu semakin tinggi beban pendinginan, maka penguapan refrijeran pada evaporator pun akan semakin cepat. Gambar 9. Grafik COP fungsi beban pendinginan. Pada Gambar 10 adalah grafik temperatur kabin evaporator ( T k ) terhadap fungsi waktu. Dari grafik diatas dapat kita lihat bahwa trenline grafik yang terjadi terus menurun seiring waktu berjalan. Temperatur kabin terus menurun hingga pada waktu 2.30 temperatur kabin mulai stabil (steady). Pada titik 0.00 hingga 2.15 disebut masa transient (unsteady) dimana keadaan kabin belum steady. Gambar 8. Grafik Q evap fungsi beban pendinginan Grafik 9 ini merupakan grafik Coeffisient of Performanse(COP) terhadap fungsi beban pendinginan, dengan perbandingan tiga variasi beban pendinginan. COP sendiri adalah perbandingan antara panas yang diserap oleh evaporator, dengan panas yang diberikan ke generator. Dimana pada sistem pendinginan VCR, nilai dari COP ini selalu lebih besar dari satu ( >1 ). Adapun pada sistem DAR nilai yang dihasilkan rendah, kurang dari satu ( < 1 ). Dari gambar 9 terlihat bahwa pada beban pendinginan ketiga (15.64 watt) memiliki nilai COP yang paling tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi beban pendinginan, maka COP akan semakin naik. Hal ini dikarenakan beban pendinginan akan menaikkan nilai kapasitas pendinginan (Q evaporator). Sedangkan Q evaporator berbanding lurus dengan COP. Seperti yang dijabarkan pada persamaan sebagai berikut : Dari rumusan diatas dapat kita ketahui bahwa semakin besar panas yang diserap oleh evaporator ( Q evap ) dengan panas generator cenderung konstan maka COP sistem DAR akan meningkat. Gambar 10. Grafik Temperatur kabin evaporator fungsi waktu pengambilan data Dari grafik ini nampak adanya pengaruh pembebanan pada kabin evaporator. Yaitu berpengaruh pada cooling rate dan suhu kabin evaporator. Hal ini terlihat pada grafik, dimana dengan waktu yang sama, suhu kabin evaporator yang dikondisikan tanpa beban memiliki suhu yang paling rendah, jika dibandingkan dengan menggunakan beban. V. KESIMPULAN/RINGKASAN Setelah melakukan penelitian terhadap mesin pendingin sistem difusi absorpsi R22 - DMF, maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Semakin tinggi beban pendinginan, maka kapasitas pendinginan (Q evaporator) akan semakin tinggi, dan akan semakin tinggi pula nilai COP. 2. Dengan memvariasikan beban pendinginan di kabin evaporator DAR, diperoleh nilai nilai optimum dari performance sistem DAR pada variasi beban tertinggi ( 15,68 watt) sebagai berikut: Panas generator ( Q gen ) optimum adalah 337.417 watt. Panas yang dibuang kondensor ( Q cond ) maksimum 132.026 watt. Laju alir massa refrijeran ( ) optimum adalah 0.679 gram/s.

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No. 1, (2015) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) F-22 Panas yang diserap evaporator (Q evap ) optimum adalah 130.604 Watt. Coefficient Of Performance ( COP ) optimum 0.398. 3. Temperatur kabin paling rendah yang dapat dicapai terdapat pada beban pendinginan 0 watt (tanpa beban pendinginan) yaitu 18 C. NOMENKLATUR h 3 h 5 h 6 h 7 COP Massa refrigerant Massa DMF Laju alir massa refrigerant Laju alir massa weak solution Laju alir massa strong solution Massa jenis udara Kalor spesifik udara Luas penampang ducting Kecepatan udara Entalpi strong solution pada inlet generator Entalpi R22 pada inlet kondensor Entalpi weak solution Entalpi outlet kondensor Entalpi inlet evaporator Entalpi outlet evaporator Kapasitas pendinginan Kalor yang diserap generator Coefficient of Performance UCAPAN TERIMA KASIH Dalam penyusunan tugas akhir ini, penulis berusaha menerapkan ilmu yang didapat selama menjalani perkuliahan di Jurusan Teknik Mesin ITS. kiranya penulis tidak akan mampu menyelesaikan tugas akhir ini tanpa bantuan, saran, dukungan dan motivasi dari berbagai pihak. oleh karena itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada bapak dosen pembimbing serta dosen penguji dan seluruh pihak yang memabantu kelancaran pengerjaan jurnal ini. DAFTAR PUSTAKA [1] Himawan Boby. 2013. Variasi Laju Pendinginan Kondensor Pada Mesin Pendingin Difusi Absorbsi R22- DMF. Surabaya: Tugas Akhir Teknik Mesin FTI-ITS. [2] Riva I, Mohamad. 2013. Studi Eksperimen Mesin Pendingin Difusi Absorbsi R-22- DMF Dengan Variasi Heater Geerator. Surabaya: Tugas Akhir Teknik Mesin FTI-ITS. [3] Cahyadi, Aris N. 2012. Study eksperimen Variasi Beban Pendinginan pada Evaporator Mesin Pendingin Difusi Absorbsi Musicool22-DMF.