BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak bisa terlepas dari hidup bermasyarakat karena, hanya

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III METODE DAN PENDEKATAN PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. sendiri. Seperti yang diungkapkan oleh Koentjaraningrat dalam buku

PENCAK SILAT GAYA BOJONG PADA PAGURON MEDALSARI DESA BOJONG KECAMATAN KARANG TENGAH DI KABUPATEN CIANJUR

BAB I PENDAHULUAN. Kesenian terlahir dari ekspresi dan kreativitas masyarakat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Nurul Kristiana, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Dikutip dari Djamarah dan Zain (1996, hlm. 7) bahwa guru dituntut untuk memiliki kemampuan tentang penggunaan berbagai metode atau

BAB I PENDAHULUAN. Kebudayaan merupakan salah satu potensi bagi sebuah negara dimana

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Destri Srimulyan, 2013

PENDAHULUAN. Pencak silat telah kita akui sebagai cabang olahraga tradisional, warisan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan uraian dari bab demi bab yang telah peneliti kemukakan diatas, maka peneliti bisa mengambil beberapa

BAB I PENDAHULUAN. Tari merupakan ungkapan perasaan manusia yang dinyatakan dengan

2015 TARI MAKALANGAN DI SANGGAR SAKATA ANTAPANI BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rina Arifa, 2013

BAB I PENDAHULUAN. perasaan, yaitu perasaan estetis. Aspek estetis inilah yang mendorong budi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kelompok atau lapisan sosial di dalam masyarakat. Kebudayaan ini merupakan suatu cara

BAB I PENDAHULUAN. Kesenian adalah ciptaan dari segala pikiran dan perilaku manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. Rudat adalah salah satu kesenian tradisional yang berkembang di Jawa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk dalam berbagai

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Masalah

2015 TARI TUPPING DI DESA KURIPAN KECAMATAN PENENGAHAN KABUPATEN LAMPUNG SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nova Silvia, 2014

BAB I PENDAHULUAN. hidup (life skill atau life competency) yang sesuai dengan lingkungan kehidupan. dan kebutuhan peserta didik (Mulyasa, 2013:5).

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Putri Utami Lasmawati, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Asti Purnamasari, 2013

2015 KREASI TARI RONGGENG LENCO DI DESA CURUG RENDENG KECAMATAN JALAN CAGAK KABUPATEN SUBANG JAWA BARAT

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Unggun Oktafitri Pratama, 2013

BAB I PENDAHULUAN. menghawatirkan, baik dari segi penyajian, maupun kesempatan waktu dalam

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Fanny Ayu Handayani, 2013

BAB I PENDAHULUAN. bangsa Indonesia. Akar tradisi melekat di kehidupan masyarakat sangat

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Prima Suci Lestari, 2013

2016 PELESTARIAN TARI TRADISIONAL DI SANGGAR SUNDA RANCAGE KABUPATEN MAJALENGKA

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan pendidikan nasional, yang sesuai dengan kebutuhan

2015 KESENIAN MACAPAT GRUP BUD I UTOMO PAD A ACARA SYUKURAN KELAHIRAN BAYI D I KUJANGSARI KOTA BANJAR

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Organisasi dibangun atas dasar kesamaan visi dan misi para individu yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang NURUL HIDAYAH, 2014

TARI KREASI NANGGOK DI KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SUMATERA SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. Pencak silat merupakan ilmu beladiri warisan budaya nenek moyang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

2015 PERKEMBANGAN SENI PERTUNJUKAN LONGSER DI KABUPATEN BANDUNG TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. Seni Dzikir Saman Di Desa Ciandur Kecamatan Saketi Kabupaten Pandeglang Banten

BAB I PENDAHULUAN. Hilda Widyawati, 2013 Eksistensi Sanggar Seni Getar Pakuan Kota Bogor Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.

2015 PERKEMBANGAN KESENIAN BRAI DI KOTA CIREBON TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. Garut merupakan sebuah kabupaten yang berada di Jawa Barat. Kabupaten

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kesenian tradisional pada Masyarakat Banten memiliki berbagai

2015 EKSISTENSI KESENIAN HADRO DI KECAMATAN BUNGBULANG KABUPATEN GARUT

BAB I PENDAHULUAN. Sumardjo (2001:1) seni adalah bagian dari kehidupan manusia dan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kesatuan yang memiliki keanekaragaman

I. PENDAHULUAN. Dalam Undang-Undang Sistim Pendidikan Nasional, pada BAB II tentang Dasar,

BAB I PENDAHULUAN. Kesenian merupakan segala hasil kreasi manusia yang mempunyai sifat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

PEMBELAJARAN SENI TARI BERBASIS PENDIDIKAN KARAKTER MELALUI STIMULUS ALAM SEKITAR DI SDN TERSANA BARU KABUPATEN CIREBON

PERATURAN GUBERNUR BANTEN NOMOR 15 TAHUN 2014 TENTANG

BAB I PEDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. khas sekaligus aset bagi bangsa Indonesia. Generasi muda sudah banyak

2015 PERTUNJUKAN KESENIAN EBEG GRUP MUNCUL JAYA PADA ACARA KHITANAN DI KABUPATEN PANGANDARAN

2016 IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN PERMAINAN EFTOKTON TERHADAP JUMLAH WAKTU AKTIF BELAJAR DALAM PEMBELAJARAN PERMAINAN BULUTANGKIS

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

2016 KONTRIBUSI KESEIMBANGAN, KELENTUKAN PANGGUL DAN DAYA LEDAK OTOT TUNGKAI TERHADAP HASIL TENDANGAN SABIT CABANG OLAHRAGA PENCAK SILAT

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Singgih Pratomo, 2013

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

2015 KESENIAN SASAPIAN PADA ACARA SALAMETAN IRUNG-IRUNG DI CIHIDEUNG PARONGPONG KABUPATEN BANDUNG BARAT

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indra Jaya, 2014 Kesenian Janeng Pada Acara Khitanan Di Wonoharjo Kabupaten Pangandaran

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

2015 KAULINAN BUDAK SEBAGAI BAHAN AJAR UNTUK MENSTIMULUS MINAT TARI SISWA DI SD LABSCHOOL UPI BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Moses, 2014 Keraton Ismahayana Landak Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu

pergelaran wayang golek. Dalam setiap pergelaran wayang golek, Gending Karatagan berfungsi sebagai tanda dimulainya pergelaran.

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Proses pendidikan tak dapat dipisahkan dari proses pembangunan

2016 TARI JAIPONG ACAPPELLA KARYA GOND O D I KLINIK JAIPONG GOND O ART PROD UCTION

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Innez Miany Putri, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

2015 KESENIAN RONGGENG GUNUNG DI KABUPATEN CIAMIS TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Sisdiknas tahun 2003 pasal I mengamanahkan bahwa tujuan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENELITIAN YANG RELEVAN. Kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, ialah

BAB I PENDAHULUAN. wadah yang di sebut IPSI ( Ikatan Pencak Silat Sealuruh Indonesia ).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sastra merupakan salah satu cabang kesenian yang selalu berada dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Helda Rakhmasari Hadie, 2015

SATUAN ACARA PERKULIAHAN PELATIHAN CABANG OLAHRAGA PENCAK SILAT (TEORI DAN PRAKTEK)

Dalam Acara ORIENSTASI STUDI DAN PENGENALAN KAMPUS BAGI MAHASISWA BARU TAHUN AKADEMIK 2016/2017. Drs. Suprijatna

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yulia Afrianti, 2014

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kesenian yang ada di Jawa Barat terbagi dalam dua kalangan yaitu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Budaya berkaitan erat dengan pola hidup manusia, dimanapun manusia tersebut bermasyarakat, akan menciptakan dan mewariskan kebudayaan. Dengan budaya maka manusia telah mengubah kehidupannya, dari kehidupan secara individual menjadi kehidupan bermasyarakat. Manusia dalam kehidupan bermasyarakat dapat mengatasi kekurangan, kelemahan dan problem individualnya. Kebudayaan merupakan sesuatu yang diwariskan dari generasi ke generasi yang di dalamnya terdapat adat istiadat, kesenian, pengetahuan, kepercayaan, budi pekerti, hukum serta unsur-unsur cipta, karsa dan rasa. Notosoejitno (1997 hlm. 11) berpendapat bahwa, Semua kebudayaan di dunia ini mempunyai 7 unsur universal sebagai isinya, yaitu bahasa, sistem teknologi, sistem mata pencaharian hidup atau ekonomi, organisasi sosial, sistem pengetahuan, religi dan kesenian. Wujud dan isi kebudayaan tersebut merupakan kerangka kebudayaan. Manusia tidak bisa terlepas dari hidup bermasyarakat karena, hanya manusia saja yang dapat hidup bermasyarakat. Dengan bermasyarakat maka manusia memiliki budayanya. Manusia akan saling bergantung pada manusia lain karena kebutuhan akan keamanan dan kesejahteraan. Namun, tidak menutup kemungkinan bahwa dengan bermasyarakat dan budayanya, manusia dapat menuju ke peradaban yang lebih maju, tinggi dan halus. Manusia juga memiliki hasrat selain akal sehat yang mempengaruhi pada pola berfikirnya. Terlihat jelas bahwa sumber makanan serta wilayah, akan memicu terjadinya konflik antar masyarakat, yang akan menimbulkan perkelahian karena mempengaruhi sistem mata pencaharian hidup mereka. Perlakuan tersebut juga tidak hanya terjadi manusia dengan manusia saja melainkan manusia dan hewan, itulah yang disebut dengan pertahanan diri. Sejak dahulu kala, serangan hewan atau kelompok manusia lain dengan maksud melindungi atau menyerang telah ada, hal itu merupakan sifat alamiah

2 dari makhluk hidup. Konflik yang timbul dapat dipicu oleh perebutan kekuasaan sebuah wilayah, sumber makanan bahkan kehormatan diri yang akan mengancam rasa aman. Perkelahian menggunakan anggota tubuh sebagai alat pertahanan diri dengan atau tanpa alat bantu sehingga tubuh dijadikan alat bertahan dan menyerang, namun tidak menutup kemungkinan selain tubuh, manusia juga menggunakan alat bantu yang bahannya diambil dari alam. Seperti pendapat dari Notosoejitno (1997 hlm. 15) yang menyatakan bahwa : Cara perkelahian manusia yang paling awal sifatnya alamiah, yakni perkelahian naluriah dengan menggunakan sebagian atau keseluruhan anggota tubuh yang dimiliki manusia dengan tangan kosong atau dengan menggunakan benda-benda yang tersedia berupa batu atau kayu atau alatalat yang dapat dibuat oleh manusia dari kayu dan batu sebagai senjata. Selain anggota tubuh, benda yang digunakan sebagai senjata seperti batu atau kayu, merupakan bentuk perkembangan dari pola berfikir manusia, yang ingin mengalahkan dan menciderai lawannya sebagai akibat dari konflik yang terjadi. Pada perkembangannya, perkelahian naruliah tersebut mulai dipelajari dan diajarkan sehingga munculah kiat laga yang disebut-sebut sebagai cikal bakal dari pencak silat. Kiat laga bertujuan mengalahkan dan melumpuhkan lawan secara fisik dengan penggunaan teknik dan strategi. Namun karena penggunaannya akan berakibat fatal jika dipergunakan oleh orang yang tidak bertanggung jawab, maka para Cendekiawan pun membuat sebuah aturan yang membatasi penggunaan kiat laga. Setelah adanya pembatasan penggunaan kiat laga, maka tujuannya tidak lagi untuk mengalahkan manusia, melainkan untuk mempertahankan diri atau membela diri dan menyerang. Hal tersebut dilakukan, jika jalan damai atau perundingan sudah tidak dapat ditempuh. Pada pelaksanaannya pun hanya memberikan efek jera tidak sampai menciderai lawan hingga fatal, maka kiat laga berubah nama menjadi kiat beladiri atau seni beladiri (selfdefensive skill/arts) yang disebut-sebut sebagai cikal bakal dari pencak silat. Kiat laga yang kini lebih berkembang, dikenal dengan nama pencak silat. Pencak silat memiliki sisi bertahan menyerang serta nilai estetis yang berkembang setelah kebudayaan manusia lebih meningkat. Pada awal mulanya, pencak silat adalah perkelahian naruliah dengan menggunakan tangan kosong atau

3 menggunakan benda-benda yang ada pada alam. Hal tersebut sebagai wujud dari pertahanan diri pada jaman pra sejarah, serta mengadopsi gerak-gerak yang terinspirasi oleh binatang. Namun, demikian dapat disesuaikan dengan kodratnya sebagai manusia, kemudian berkembang dengan cara dipelajari dan diajarkan. Penggunaan metode build and repair pada pembelajaran pencak silat menjadi sebuah ilmu beladiri atau seni beladiri. Maka, bentuk pengembangan dan penyempurnaannya berubah menjadi aturan dasar pencak silat sebagai jatidiri dan nilai-nilai falsafah budi pekerti luhur yang diperkuat agar mampu mengendalikan diri dan memenuhi kewajibannya sehingga dapat memenuhi kebutuhan akan keamanan dan kesejahteraan. Kini para penggunanya mengedepankan perdamaian dan membatasi penggunaan beladiri sebagai cara untuk menyelesaikan masalah. Banyak hal yang dapat tercipta dari aturan dasar tersebut sehingga inovasi pada penggunaannya kini beragam seperti sebagai olahraga atau pertandingan, seni beladiri atau Ibing pencak silat, mental-spiritual dan tenaga dalam. Penggunaan yang beragam tersebut didasari adanya aspek-aspek yang ada pada pencak silat yang satu sama lain saling berkaitan. Maka tiap aspeknya memiliki bentuk nyata sebagai realisasi terhadap inovasi dari sistem dan penggunaan pencak silat. Aspek-aspek tersebut dimulai saat dibentuknya IPSI pada tahun 1948, sebuah organisasi yang mewadahi setiap perkumpulan pencak silat yang ada di Indonesia. IPSI bersama BAKIN dalam Hetti (2010 hlm. 44) mendefinisikan bahwa, Pencak Silat adalah hasil budaya manusia indonesia untuk membela/mempertahankan eksistensi (kemandirian) dan integrasinya (manunggalnya) terhadap lingkungan hidup/alam sekitarnya untuk mencapai keselarasan hidup guna meningkatkan iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Selain beladiri, pencak silat seni termasuk ke dalam pencak silat dan dapat dilihat dari perkembangannya di Jawa Barat yang lebih dikenal dengan Ibing Pencak Silat, yang mengenal pencak silat dengan sebutan eusi dan kembang. Kasmahidayat dan Sumiyati (2010 hlm.7) menjelaskan bahwa, Ibing Pencak silat dapat diartikan sebagai gerak dasar beladiri yang disajikan dalam bentuk tarian atau gerak kembangnya beladiri pencak silat. Eusi yang dimaksudkan dalam Ibing Pencak silat sendiri berarti teknik gerak atau jurus-jurus yang terdapat pada pencak silat yang fungsinya sebagai

4 menyerang atau bertahan dan dapat menyebabkan cidera pada lawannya. Kemudian, kembang yang berarti keindahan, seni atau seni beladiri yang di dalamnya terdapat serangan atau belaan yang memperlihatkan keindahan atau seni-nya, dan tidak menyebabkan cidera. Dalam Ibing pencak silat pada umumnya memiliki jurus-jurus yang kemudian digunakan untuk kebutuhan estetis dalam sebuah penampilan. Tepak dua, Tepak Tilu paleredan, Padungdung merupakan jurus yang banyak dikembangkan oleh beberapa pagdepokan, serta di dalamnya memiliki unsur buah dan kembang. Jurus adalah rangkaian gerak yang dilatih secara tunggal maupun berpasangan, yang geraknya merupakan dasar dari buah itu sendiri. Setiap aliran memiliki gerak yang khas dan membedakan dengan yang lainnya. Seperti pada Tepak Tilu yang keseluruhan geraknya termasuk ke dalam kembang dan biasanya dilakukan sebagai tanda akhir dari penampilan pesilat, akan memiliki perbedaan dari segi gerak dan penggunaannya pada padepokan di berbagai daerah. Tidak banyak yang tahu bahwa Garut merupakan salah satu daerah yang masih mengembangkan pencak silat. Selama ini, Garut terkenal dengan kesenian Dodombaan-nya, namun Garut juga merupakan daerah yang peduli akan keberlangsungan pencak silat dan berusaha untuk menjaga keeksistensiannya. Garut merupakan daerah yang termasuk dalam provinsi Jawa Barat. Masyarakatnya mengenal pencak silat sebagai Ibing Pencak Silat sebagai hiburan diri dan pertunjukan dalam acara seperti hajatan masyarakat atau hajat pemerintah. Salah satu padepokan di daerah Garut yaitu Panglipur mengkolaborasikan beberapa jurus pencak silat menjadi sebuah gerak yang lebih indah dan efisien yang kemudian terciptalah Ibing pencak silat Garutan. Ibing pencak silat Garutan merupakan kolaborasi dari tepak dua, tepak tilu, paleredan. Gerak yang ada dalam setiap jurus kemudian di ambil dan dikembangkan sehingga melahirkan Ibing pencak silat Garutan. Padepokan di Kecamatan Wanaraja tepatnya di desa Wanaseda yaitu Panglipur Putra Mekar Wangi yang merupakan cabang dari Panglipur pusat sebagai salah satu padepokan yang mengajarkan Ibing pencak silat Garutan di daerah Garut. Padepokan tersebut memiliki gerak yang unik dan berbeda karena gerak yang dihasilkan memiliki ruang pertahanan yang cenderung sempit dengan

5 langkah-langkah kaki yang juga sempit. Tidak hanya beberapa jurus-jurus pencak silat, padepokan tersebut juga mengajarkan Ibing pencak silat Garutan kepada murid-murid yang merupakan masyarakat desa Wanaseda. Ibing pencak silat Garutan ini dipertunjukan untuk menambah waktu penampilan pesilat agar merasa puas mempertontonkan keahlian pencak silatnya. Disajikan bersamaan dengan jurus tepak dua, tepak tilu, paleredan, rincik dan padungdung. Dekatnya padepokan ini dengan masyarakat dan tidak segan mengajarkan pencak silat pada pemuda pemudi, maka tidak heran banyak warganya yang masih fasih menggerakkan badannya mengikuti kendang, karena hampir seluruh warganya menguasai Ibing pencak silat yang diajarkan dari padepokan tersebut. Jika penggunaan pencak silat dalam ibing pencak silat Garutan ini diperluas maka akan mempermudah masyarakat untuk mengetahui lebih dalam mengenai pencak silat dan dapat mengundang minat masyarakat lebih banyak. Stuktur gerak yang mengkolaborasikan tepak dua, tepak tilu dan paleredan di dalamnya, melahirkan perubahan struktur Ibing pencak silat menjadi Ibing pencak silat Garutan. Karena pada umumnya pencak silat cenderung melatih gerak dasar dan menampilkan pertunjukan Ibing pencak silat. Ibing pencak silat Garutan ini merupakan esensi lain yang terkandung dalam ilmu pencak silat. Apalagi dengan gerak pertahanan yang cenderung sempit khas dari padepokan Panglipur Putra Mekar Wangi dan Ibing pencak silat Garutan yang dipakai dalam pertunjukan Ibing pencak silat pada Panglipur Putra Mekar Wangi, ibing tersebut digunakan pesilat untuk menambah waktu dalam mempertontonkan keahliannya. Dari pemaparan tersebut, menambah daya tarik serta faktor pendorong peneliti untuk menjadikan Ibing pencak silat Garutan pada pencak silat sebagai objek penelitian. Atas dasar itulah peneliti tertarik untuk melakukan penelitian lebih spesifik terhadap Ibing pencak silat Garutan, melalui penelitian yang mendeskripsikan tetang Ibing pencak silat Garutan pada pencak silat. Maka dari itu peneliti merumuskan ke dalam judul Skripsi IBING PENCAK SILAT GARUTAN PADA PADEPOKAN PANGLIPUR PUTRA MEKAR WANGI DI DESA WANASEDA KECAMATAN WANARAJA KABUPATEN GARUT.

6 B. Identifikasi Masalah Identifikasi masalah merupakan tahap awal penguasaan permasalahan dimana suatu objek dalam kondisi tertentu dapat dikenali sebagai sebuah masalah. Pelestarian pencak silat pada daerah Garut sebagai salah satu daerah yang masih mempertahankan pencak silat dengan mengkolaborasikan jurus-jurus tepak dua, tepak tilu dan paleredan menjadi satu kesatuan sehingga munculah Ibing pencak silat Garutan, serta gerak pertahanan yang cenderung sempit yang dimiliki oleh salah satu padepokan Panglipur cabang di daerah Garut memberikan gambaran awal mengenai masalah yang akan diangkat dalam penelitian ini. Kemudian, dengan salah satu padepokan yang berada di Kecamatan Wanaraja yaitu Panglipur Putra Mekar Wangi yang mempelajari dan mengajarkan Ibing pencak silat Garutan, mendukung pencarian data dari masalah yang diangkat. Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan, maka peneliti memaparkan beberapa permasalahan yang akan diteliti. Masalah penelitian meliputi Struktur Ibing pencak silat Garutan dan fungsi gerak ibing pencak silat Garutan pada Panglipur Putra Mekar Wangi. Kemudian peneliti memaparkan permasalahan yang akan diteliti dan dirumuskan ke dalam bentuk pertanyaan. C. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah yang telah dijelaskan, maka fokus penelitian yang akan dilakukan dan dirumuskan ke dalam rumusan masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana struktur gerak ibing pencak silat Garutan di Padepokan Panglipur Putra Mekar Wangi? 2. Bagaimana fungsi gerak ibing pencak silat Garutan pada padepokan Panglipur Putra Mekar Wangi?

7 D. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini terdiri dari tujuan umum dan tujuan khusus, yang dipaparkan sebagai berikut : 1. Tujuan Umum Salah satu tujuan umum dari penelitian ini adalah, menumbuhkan rasa cinta terhadap kesenian tradisional, khususnya pencak silat. Tujuan lainnya yaitu agar ibing pencak silat Garutan ini dapat dikenal tidak hanya di daerah asalnya saja yaitu Garut, namun juga dikenal di berbagai daerah di seluruh Indonesia. Hal tersebut diharapkan dapat memotivasi agar tiap daerahnya memiliki ibing pencak silat khas daerah masing-masing dan pencak silat tetap terlestarikan. 2. Tujuan Khusus Tujuan khusus dari penelitian ini yaitu : 1) Mendeskripsikan struktur gerak ibing pencak silat Garutan pada Padepokan Panglipur Putra Mekar Wangi. 2) Mengidentifikasi fungsi gerak Ibing pencak silat Garutan pada Padepokan Panglipur Putra Mekar Wangi. E. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini terdiri dari manfaat secara teoretis dan manfaat secara praktis. 1. Manfaat Teoretis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi, dan menambah referensi, literatur serta pengetahuan terkini mengenai pencak silat juga agar mempermudah dan membantu dalam penelitian selanjutnya. 2. Manfaat praktis Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi : a. Peneliti

8 Melalui penelitian ini, peneliti mendapatkan informasi dan pengetahuan lebih mengenai pencak silat serta dapat dijadikan pengalaman yang berguna baik untuk saat ini maupun ke depannya. Selain itu, tidak menutup kemungkinan hasil penelitian ini bisa dijadikan bahan ajar di sekolah. b. Departemen Pendidikan Seni Tari UPI Selain itu, dapat menambah khasanah kepustakaan khususnya di Departemen Pendidikan Tari. Kemudian untuk kepentingan akademik, secara tidak langsung penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan terhadap perkembangan ilmu pengetahuan. c. Para Pelaku Seni dan Seniman Tari Sebagai motivasi untuk Padepokan Panglipur Putra Mekar Wangi agar terus berkembang, berinovasi dan berkreasi untuk mengembangkan dan mempertahankan Pencak Silat. Selain itu, sebagai wawasan lebih luas mengenai pencak silat dan agar termotivasi untuk melestarikan pencak silat agar tidak mengalami kepunahan. d. Masyarakat Menambah wawasan dan pengetahuan mengenai pencak silat khususnya dari daerah Garut. Selain itu, memperkaya khasanah seni, budaya dan apresiasi masyarakat terhadap pencak silat agar menimbulkan motivasi dan minat untuk ikut melestarikan pencak silat. F. Struktur Organisasi Skripsi Judul penelitian ini diambil dari masalah yang muncul pada latar belakang penelitian. Masalah yang muncul kemudian diolah menjadi sebuah topik dan selanjutnya dirangkai menjadi judul penelitian. Melalui latar belakang mengenai pengkolaborasian jurus-jurus sehingga menjadi ibing pencak silat Garutan, peneliti tertarik untuk menjadikannya sebuah objek penelitian yang selanjutnya dikembangkan oleh peneliti melalui sebuah karya tulis yang mendeskripsikan struktur gerak dan fungsi ibing pencak silat Garutan. Lokasi yang dipilih oleh peneliti adalah desa Wanaseda Kecamatan Wanaraja Kabupaten Garut dengan Narasumber Kunci yaitu Bapak Enjang,

9 yang merupakan ketua dari Padepokan Panglipur Putra Mekar Wangi. Padepokan tersebut mengembangkan dan mengajarkan pencak silat dan Ibing pencak silat Garutan. Judul yang diberikan pada penelitian ini adalah Ibing Pencak Silat Garutan Pada Padepokan Panglipur Putra Mekar Wangi di Desa Wanaseda. Dalam halaman pengesahan berisi tentang legalitas isi dari skripsi atau penelitian yang dibuat peneliti sendiri. Pada lembar pengesahan skripsi, ditandatangani oleh pembimbing dan Ketua Departemen yang berfungsi sebagai bukti kuat atau legalitas dari penelitian tersebut. Pada penelitian mengenai Ibing Pencak Silat Garutan Pada Padepokan Panglipur Putra Mekar Wangi di Desa Wanaseda, di tandatangani oleh pembimbing I yaitu Bapak Dr. Yuliawan Kasmahidayat, M.Si., pembimbing II yaitu Ibu Dra. Sri Dinar Munsan M.Pd dan Ketua Departemen Pendidikan Seni Tari Dr. Frahma Sekarningsih, S.Sen, M.Si. Halaman pernyataan keaslian yang berisi mengenai pernyataan keaslian mengenai penelitian skripsi tersebut ditulis oleh peneliti sendiri tanpa menjiplak atau plagiarisme dalam bentuk apapun. Abstrak dalam penelitian Ibing Pencak Silat Garutan Pada Padepokan Panglipur Putra Mekar Wangi di Desa Wanaseda Kecamatan Garut. Isi dalam abstrak penelitian ini, menjelaskan mengenai tujuan dilakukannya penelitian ini yang terkait dengan latar belakang penelitian dengan metode-metode yang digunakan dalam penelitian ini. Kata pengantar merupakan pengantar peneliti skripsi serta ucapan terimakasih yang disampaikan secara tulus dan jelas kepada pihak-pihak yang membantu dalam penyelesaian penelitian. Daftar isi merupakan sistematika isi penelitian secara berurutan yang berfungsi untuk kemudahan pembaca menemukan bagian-bagian yang berada pada penelitian. Peneliti menggunakan nomor pada setiap halaman pada awal bab, sub bab, maupun pembahasannya. Adapun daftar gambar yang digunakan untuk mendukung pada kegiatan penelitian disertai dengan nomor urut dari gambar pertama hingga gambar terakhir. Daftar gambar yang terlampir pada

10 penelitian ini yaitu berupa gambar mengenai gerak pencak silat, logo paguron, dokumentasi kegiatan dan wawancara. Selanjutnya pada daftar lampiran penelitian ini berisi mengenai lampiran-lampiran penelitian yang disajikan secara berurutan. Lampiran yang terdapat pada penelitian ini adalah pedoman wawancara, pedoman dokumentasi, surat perizinan penelitian, surat keputusan. BAB I Pendahulauan; berisi mengenai latar belakang penelitian, identifikasi masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan struktur organisasi penelitian atau sistematika penulisan skripsi. BAB II Kajian Pustaka; merupakan salah satu bagian dari sistematika penulisan penelitian yang berfungsi sebagai landasan teoretis yang digunakan dalam penelitian. Setiap kutipan, gagasan ataupun pendapat yang dikemukakan oleh para ahli harus menggunakan kaidah-kaidah penulisan yang baik sesuai dengan sistematika penulisan skripsi agar tidak terjadinya plagiarisme. Kemudian pada penelitian ini pustaka-pustaka yang digunakan harus tercantum nama, judul buku, penerbit, dan nama kota pada daftar pustakanya. BAB III Metode Penelitian; membahas mengenai lokasi dan subjek penelitian, metode penelitian, deinisi operasional, instrumen penelitian yang digunakan, cara-cara pengumpulan data dan teknik analisis data. Pengolahan data dapat dilakukan dari data melalui metode penelitian serta tahapan penelitian. BAB IV Hasil Penelitian dan Pembahasan; dalam bab ini, peneliti menjelaskan hasil penelitian yang telah diperoleh mengenai struktur dan fungsi pencak silat, serta perubahan struktur dan fungsi pencak silat pada Panglipur Putra Mekar Wangi. Kemudian peneliti menuangkan analisi hasil penelitian dalam pembahasan hasil penelitian. BAB V Kesimpulan dan Saran; dalam bab ini kesimpulan yang dibuat adalah mengenai penelitian ini, menyajikan analisis data dari masalah yang diteliti oleh peneliti. Kemudian kesimpulan tersebut dijelaskan dan diuraikan dengan singkat padat dan jelas. Sedangkan untuk saran, ditunjukan pada pihak yang terkait untuk pelestarian pencak silat daerah sebagai penikmat

11 maupun pengguna, serta pada peneliti yang akan meneliti lebih jauh mengenai seni pencak silat ini. Daftar pustaka; berisikan pustaka-pustaka yang dijadikan sumber atau acuan dari landasan teori untuk memperkuat penelitian ini. Sumber yang digunakan bukan hanya sumber tertulis saja melainkan sumber cetak dan video. Penelitian ini dilengkapi dengan lampiran-lampiran agar memperkuat data penelitian, di antaranya adalah pedoman wawancara, pedoman observasi, dan hasil dokumentasi mengenai Ibing Pencak Silat Garutan pada Padepokan Panglipur Putra Mekar Wangi.