BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TELAAH PUSTAKA. Gambar 2.1 Morfologi nyamuk Aedes spp. (Wikipedia, 2013)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Vektor dalam arti luas adalah pembawa atau pengangkut. Vektor dapat berupa

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kedudukan nyamuk Aedes sp dalam klasifikasi hewan menurut Soegijanto (2006)

BAB II TINJAUAN UMUM AEDES AEGYPTI DAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Tjitrosoepomo (1993), klasifikasi sirih (Piper bettle L.) adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Di awal atau penghujung musim hujan suhu atau kelembaban udara umumnya

Bagaimanakah Perilaku Nyamuk Demam berdarah?

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Kedudukan Taksonomi dan Morfologi Cabai Rawit (Capsicum frutescen)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS. 2.1 Tanaman Bunga Pagoda (Clerodendrum squamatum Vahl) Deskripsi Morfologi

TINJAUAN PUSTAKA. A. Biologi dan Morfologi Rayap (Coptotermes curvignatus) Menurut (Nandika et, al.dalam Pratama 2013) C. curvignatus merupakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit DBD adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut:

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun morfologi tanaman tembakau adalah: Tanaman tembakau mempunyai akar tunggang terdapat pula akar-akar serabut

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Aedes sp. ,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ke berbagai penjuru dunia. Di Indonesia sendiri, tanaman pepaya (Carica

TINJAUAN PUSTAKA. antara cm, membentuk rumpun dan termasuk tanaman semusim.

EFEKTIVITAS EKSTRAK ETANOL DAUN RAMBUTAN (Nephelium lappaceum L.)TERHADAP KEMATIAN LARVA NYAMUK Aedes aegypti INSTAR III

A. Struktur Akar dan Fungsinya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam :

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Sistem perakaran tanaman bawang merah adalah akar serabut dengan

Metamorfosis Kecoa. 1. Stadium Telur. 2. Stadium Nimfa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Buah Naga

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Nyamuk merupakan vektor atau penular utama dari penyakit, menurut

KBM 8 : Arthropoda Sebagai Vektor dan Penyebab Penyakit didik.dosen.unimus.ac.id

BAB I PENDAHULUAN. banyak ditemukan didaerah tropis dan sub-tropis. Data dari seluruh dunia

TINJAUAN PUSTAKA Botani

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Kacang Panjang (Vigna sinensis L.)

BAB I PENDAHULUAN. Vektor demam berdarah adalah Aedes aegypti dan Aedes Albopictus.

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian,

TINJAUAN PUSTAKA. Telur berwarna putih, berbentuk bulat panjang, dan diletakkan

TINJAUAN PUSTAKA. Species: Allium ascalonicum L. (Rahayu dan Berlian, 1999). Bawang merah memiliki batang sejati atau disebut discus yang bentuknya

A : JHONI ILMU PENGETAHUAN ALAM IV IPA SD KELAS IV

TINJAUAN PUSTAKA. Di Indonesia tanaman seledri sudah dikenal sejak lama dan sekarang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah

Menurut van Steenis (2003), sistematika dari kacang tanah dalam. taksonomi termasuk kelas Dicotyledoneae; ordo Leguminales; famili

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman buah naga adalah sebagai berikut ; Divisi: Spermatophyta, Subdivisi : Angiospermae, Kelas : Dicotyledonae, Ordo:

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit demam berdarah dengue (DBD) adalah salah. satu penyakit yang menjadi masalah di negara-negara

BAB II TINJAUAN PUSAKA. Mahoni merupakan tanaman yang tumbuh liar di hutan jati dan tempat-tempat

BALAI LITBANG P2B2 BANJARNEGARA IDENTIFIKASI DAN PEMBEDAHAN NYAMUK

II. TINJAUAN PUSTAKA. luas di seluruh dunia sebagai bahan pangan yang potensial. Kacang-kacangan

I. PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue (DBD) masih menjadi masalah kesehatan di. Berdasarkan data Dinas Kesehatan kota Bandar Lampung Januari hingga 14

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. (Ostrinia furnacalis) diklasifikasikan sebagai berikut:

Gambar 1. Drosophila melanogaster. Tabel 1. Klasifikasi Drosophila

BAB I PENDAHULUAN. hingga tahun 2009, World Health Organization (WHO) mencatat Indonesia

Bagian-Bagian Tumbuhan dan Fungsinya IPA SD Kelas IV

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penyakit. Demam Berdarah Dangue (DBD) yaitu Aedes aegypti dan Aedes

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Nyamuk Aedes sp. adalah serangga pembawa vektor penyakit Deman

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Nyamuk Aedes sp secara umum mempunyai klasifikasi sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di Indonesia dan menempati urutan pertama di Asia. Pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Nyamuk termasuk jenis serangga dalam ordo diptera, dari kelas insecta.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Sunarjono (2005) taksonomi tanaman srikaya diklasifikasikan

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Tanaman kedelai (Glycine max L. Merrill) memiliki sistem perakaran yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. bulu-bulu atau sisik dari induknya. Tiap kelompok telur maksimum terdapat

TINJAUAN PUSTAKA. divisi Spermatophyta dengan subdivisi Angiospermae dengan kelas

TINJAUAN PUSTAKA. : Dicotyledoneae. perdu yang memiliki batang pohon besar dan berkayu keras. Cengkeh

Nyamuk sebagai vektor

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Kopi Liberika (Coffea liberica)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi, Anatomi dan Morfologi Nyamuk

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Variabel Hama. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak daun pepaya dengan berbagai

I. TINJAUAN PUSTAKA. Gladiol (Gladiolus hybridus L) tergolong dalam famili Iridaceae yang

TINJAUAN PUSTAKA. (brassicaceae) olek karena itu sifat morfologis tanamannya hampir sama, terutama

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini

II. TINJAUAN PUSTAKA. memburuk setelah dua hari pertama (Hendrawanto dkk., 2009). Penyebab demam

TINJAUAN PUSTAKA. energi pada kumunitasnya. Kedua, predator telah berulang-ulang dipilih sebagai

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi hama penggerek batang berkilat menurut Soma and Ganeshan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Cabai (Capsicum sp ) merupakan tanaman semusim, dan salah satu jenis

BAB II LANDASAN TEORI. Spesies : Allium fistulosum L. (Plantamor, 2011; USDA, 2006) banyak dibudidayakan di negara-negara Asia Timur, seperti Jepang,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penyakit yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes agypti yang

TINJAUAN PUSTAKA. Pemadatan Tanah

TINJAUAN PUSTAKA. Kutu penghisap merupakan parasit penghisap darah mamalia yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebabkan oleh virus dengue dari genus Flavivirus. Virus dengue

II. TINJAUAN PUSTAKA. Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah

TINJAUAN PUSTAKA. Botani dan Morfologi Kacang Tanah

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Larva Aedes Sp 1. Klasifikasi Nyamuk Aedes sp Nyamuk Aedes sp secara umum mempunyai klasifikasi (Womack, 1993), sebagai berikut : Kerajaan : Animalia Filum Kelas Ordo Famili Genus : Arthropoda : Insecta : Diptera : Culicidae : Aedes Upagenus : Stegomyia Spesies : Aedes sp 2. Morfologi nyamuk Aedes sp Aedes sp berbadan sedikit lebih kecil, tubuhnya sampai ke kaki berwarna hitam dan bergaris-garis putih. Nyamuk ini tidak menyukai tempat yang kotor, biasa bertelur pada genangan air yang tenang dan bersih seperti jambangan bunga, tempayan, bak mandi dan lain-lain yang kurang diterangi matahari dan tidak 5

6 dibersihkan secara teratur. Bagi nyamuk Aedes sp, darah manusia berfungsi untuk mematangkan telur agar dapat dibuahi pada saat perkawinan (Rozanah, 2004). Nyamuk Aedes sp dewasa berukuran kecil bila dibandingkan dengan rata-rata nyamuk lain, berwarna dasar hitam dengan bintik-bintik putih pada bagian badan, kaki dan sayap. Pada bagian toraks bagian belakang terdapat garisgaris putih keperak-perakan. Pada bagian toraks ini terdapat sepasang kaki depan, sepasang kaki tengah, dan sepasang kaki belakang (Hasan, 2006). Sisik-sisik pada tubuh nyamuk umumnya mudah rontok atau terlepas sehingga menyulitkan identifikasi pada nyamuk-nyamuk tua (Soegijanto, 2006). 3. Siklus hidup Aedes sp Nyamuk mengalami metamorfosis sempurna meliputi stadium telur-larvapupa-nyamuk dewasa selama pertumbuhan. Nyamuk mempunyai perbedaan morfologi yang jelas disertai perbedaan biologi (tempat hidup dan makanan) antara tingkat muda dan dewasa. Telur sebanyak 30-300 butir diletakan satu persatu pada dinding pada tempat perkembangbiakannya dan akan menetas dalam 2-3 hari. (Sudarto, 1972) a. Telur Gambar 2. Telur Aedes sp

7 Telur nyamuk memiliki panjang sekitar 0,5-1 mm. Pada waktu dikeluarkan telur berwarna putih, lalu berubah menjadi hitam dalam waktu 30 menit. Dari penelitian Brown (1962) bahwa telur yang diletakkan didalam air akan menetas dalam waktu 1-3 hari pada suhu 30 0 C, namun memerlukan waktu 7 hari pada suhu 16 0 C. Telur aedes akan menetas sebanyak 80% pada hari pertama dan 95% pada hari kedua bila direndam dalam air dan dalam kondisi normal. Jika diamati dibawah mikroskop, akan nampak adanya garis-garis membentuk gambaran seperti sarang lebah pada dinding luar (exochorion) telur nyamuk aedes sp (Sudarto, 1972). Aedes sp akan bertelur setelah menghisap darah. Telur diletakkan satu persatu pada dinding container dekat dengan permukaan air. Telur yang dihasilkan sekitar 100 butir setiap kali bertelur. Pada interval 1-5 hari, telur yang diletakkan seluruhnya berkisar 300-750 butir dan waktu yang dibutuhkan untuk bertelur sekitar 6 minggu. Nyamuk Aedes sp satu kali bertelur sekitar 10-100 butir, bahkan dapat mencapai sekitar 300-750 butir. Kemampuan telur bertahan dalam keadaan kering membantu kelangsungan hidup spesies dalam kondisi iklim yang tidak menguntungkan (Widya, 2006).

8 b. Larva Gambar 3. Aedes sp stadium Larva Larva memerlukan empat tahap perkembangan. Jangka waktu perkembangan larva tergantung pada suhu, keberadaan makanan,dan kepadatan larva dalam wadah. Dalam kondisi optimal waktu yang dibutuhkan sejak telur menetas hingga menjadi nyamuk dewasa adalah tujuh hari termasuk dua hari masa pupa. Sedangkan pada suhu rendah, dibutuhkan waktu beberapa minggu. (Sudarto, 1972) Larva Aedes sp hidup pada air yang jernih dan tenang serta mengandung bahan organik, tidak berkembang pada air yang kotor. Waktu yang dibutuhkan untuk kehidupan larva nyamuk (stadium larva) adalah 7-10 hari. Adapun ciri-ciri khas larva Aedes Sp adalah sebagai berikut. (Sudarto, 1972). 1) Adanya corong udara (siphon) pada segmen terakhir. 2) Pada segmen-segmen abdomen tidak dijumpai adanya rambut-rambut berbentuk kipas (palmate hair). 3) Pada corong udara terdapat pecten.

9 4) Adanya sepasang rambut serta jumbai pada corong udara. 5) Pada setiap sisi abdomen segmen kedelapan ada comb scale sebanyak 8-21 atau berjejer 1-3. 6) Bentuk individu dari comb scale seperti duri. 7) Pada sisi toraks terdapat duri yang panjang dengan bentuk kurva dan ada sepasang rambut di kepala. 8) Adanya corong udara/siphon yang dilengkapi dengan pecten (Widya, 2006). Larva Aedes sp biasa bergerak-gerak lincah dan aktif, dengan memperlihatkan gerakan-gerakan naik kepermukaan air dan turun kedasar wadah secara berulang. Larva mengambil makanan didasar wadah, oleh karena itu larva Aedes sp disebut pemakan makanan didasar (bottom feeder). Makanannya terdiri dari mikroorganisme,detritus, alga, protista, daun, dan invertrebata hidup dan mati. Pada larva Aedes albopictus makanan yang mengandung protein lebih disukai dari pada yang mengandung hidrat arang. Pada saat larva mengambil oksigen dari udara, larva menempatkan corong udara (siphon) pada permukaan air seolah-olah badan larva berada pada posisi membentuk sudut dengan permukaan air (Kusnindar, 1990). Larva berubah menjadi pupa memerlukan waktu 4-9 hari dan mengalami empat tahap perkembangan yaitu instar I, II, III, IV. Perubahan instar ditandai dengan pengelupasan kulit yang disebut moulting. Perkembangan instar I dan II berlangsung dalam waktu 2-3 hari, kemudian instar II ke instar III dalam waktu

10 dua hari dan perubahan instar III ke instar IV dalam waktu dua hari. (Kusnindar, 1990) Larva instar III dan instar IV mempunyai ciri-ciri yang sama yaitu telah lengkap struktur anatominya dan jelas, tubuh dapat dibagi menjadi bagian kepala (chepal), dada biasa (thorax), dan perut (abdomen). Pada bagian kepala sepasang mata majemuk, sepasang antena pada duri-duri dan alat-alat mulut tipe pengunyah (chewing). (Kusnindar, 1990) Larva juga biasanya memangsa mikroorganisme yang ada didalam air. Adanya makanan tersebut larva mengalami pertumbuhan dan perkembangan dengan merusak kuli yang lama menjadi kulit yang baru yang bentuknya lebih besar. Namun ada juga beberapa jenis larva Aedes sp yang memangsa jentik yang lain. (Kusnindar, 1990). c. Pupa Gambar 4. Aedes sp stadium pupa Pupa Aedes sp mempunyai bentuk tubuh Bangkok dengan bagian kepaladada (chepalothorax) lebih besar bila dibandingkan dengan bagian perutnya,

11 sehingga tampak seperti tanda baca koma. Pada bagian punggung (dorsal) dada terdapat alat bernafas seperti terompet. Pada ruas perut ke 8 terdapat sepasang alat pengayuh yang berguna untuk berenang. Alat pengayuh tersebut berjumbai panjang dan bulu dinomor 7 pada ruas perut ke 8 tidak bercabang. Pupa adalah bentuk tidak makan, tampak bila gerakannya lebih lincah bila dibandingkan dengan larva. Waktu istirahat posisi pupa sejajar dengan bidang permukaan air (Soegijanto, 2006). Pupa tidak membutuhkan makanan mikroorganisme lagi dan warna kulit atau wadah pupa akan menghitam sejalan dengan berkembangnya nyamuk baru atau dewasa didalamnya. Perubahan larva menjadi pupa akan membelah disepanjang bagian tubuhnya. Perlahan-lahan nyamuk baru atau dewasa akan berusaha melepaskan diri dari kulit tersebut (Indrawan, 2001). d. Nyamuk dewasa Gambar 5. Nyamuk Aedes sp

12 Untuk nyamuk dewasa yang dari jenis betina, mampu bertahan hidup antara 2 minggu sampai 3 bulan (rata-rata 1 bulan), taergantung suhu atau kelembaban udara disekitarnya. Sementara nyamuk jantan hanya mampu bertahan hidup dalam jangka waktu 6 sampai 7 hari, tepatnya nyamuk kawin dan akan segera mati. Perubahan dari pupa menjadi nyamuk dewasa membutuhkan waktu 7 sampai 10 hari (Indrawan, 2001). Nyamuk Aedes sp tubuhnya tersusun dari tiga bagian, yaitu kepala, dada, dan perut. Pada bagian kepala terdapat sepasang mata majemuk dan antena yang berbulu. Alat mulut nyamuk betina tipe penusuk-pengisap (piercing-sucking) dan termasuk lebih menyukai manusia (anthropophagus), sedangkan nyamuk jantan bagian mulut lebih lemah sehingga tidak mampu menembus kulit manusia, karena itu tergolong lebih menyukai cairan tumbuhan (phytophagus). Nyamuk betina mempunyai antena tipe-pilose, sedangkan nyamuk jantan tipe plumose (Soegijanto, 2006). 4. Habitat Aedes sp Nyamuk Aedes sp menyukai tempat-tempat penampungan yang berair jernih dan terlindung dari sinar matahari langsung sebagai tempat perindukannya. Tempat-tempat penampung air seperti itu umumnya banyak dijumpai di dalam rumah dan sekitarnya. Air bersih yang ditampung oleh penduduk berasal dari berbagai sumber misalnya air hujan, ledeng dan sumur. Masing-masing air tersebut mempunyai sifat kimiawi seperti ph, kandungan oksigen dan zat-zat

13 terlarut yang berbeda. Larva Aedes sp dapat hidup pada air dengan ph antara 5,8-8,6 sementara air bersih yang digunakan oleh masyarakat ph nya berkisar antara 6,87. Sedangkan Aedes sp sendiri memiliki tempat favorit berkembang biak, yakni di TPA (Tempat Penampungan Air). Mereka juga berkembang pada TPA bukan untuk keperluan sehari-hari seperti tempat minum burung, vas bunga, perangkap semut, dan barang-barang bekas (ban, kaleng, botol, plastik dan lain-lain). Beberapa diantaranya juga pada TPA alami seperti lobang pohon, lobang batu, pelepah daun, tempurung kelapa, pelepah pisang, dan potongan bambu. 5. Pengendalian Vektor Pengendalian penyebab penyakit dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu : a. Terhadap vektor : dengan mencegah transmisi (penyebaran) melalui pemutusan rantai orang-nyamuk-orang (vector control programme). b. Terhadap virusnya : mencegah terjadinya infeksi dengan vaksinasi. Pengendalian terhadap vektornya tidak mudah dicapai dalam waktu singkat, walaupun hal ini sangat penting terutama di negara negara sedang berkembang di mana sarana, prasarana, teknologi, pengertian serta kerja sama sebagian penduduk masih serba kurang. Gagasan kedua, agaknya masih dapat diharapkan kemungkinannya di masa mendatang meskipun sekarang tidak bisa berbuat banyak oleh karena banyaknya tantangan di bidang virologi dan imunologi yang belum terpecahkan.

14 Dalam penanggulangan vektor dapat dilakukan beberapa hal : terhadap telur, larva, dan nyamuk dewasa. Cara-cara penanggulangan vektor pada umumnya adalah secara biologik, mekanik, kimiawi, genetik dan secara legal. Khusus untuk Bali, program yang telah dilaksanakan adalah penanggulangan secara kimiawi dengan mempergunakan insektisida (malathion) memakai metoda fogging, dan larvasida mempergunakan garam abate (abatisasi). Abatisasi di daerah Bali ternyata cukup berhasil dengan menurunnya populasi larva seperti terlihat pada breteau index yang menjadi 0% pada bulan Desember : house index dan container index menjadi 0% pada bulan yang sama (Anonim, 2001). B. Tembakau Tembakau adalah tanaman musiman yang tergolong dalam tanaman perkebunan. Pemanfaatan tanaman tembakau terutama pada daunnya yaitu untuk pembuatan rokok. Tanaman tembakau diklasifikasikan sebagai berikut : Famili Sub Famili Genus : Solanaceae : Nicotianae : Nicotianae Spesies : Nicotiana tabacum dan Nicotiana rustica (Cahyono, 1998). Nicotiana tabacum dan Nicotiana rustica mempunyai perbedaan yang jelas. Pada Nicotiana tabacum, daun mahkota bunganya memiliki warna merah

15 muda sampai merah, mahkota bunga berbentuk terompet panjang, daunnya berbentuk lonjong pada ujung runcing, kedudukan daun pada batang tegak, merupakan induk tembakau sigaret dan tingginya sekitar 120 cm. Adapun Nicotiana rustica, daun mahkota bunganya berwarna kuning, bentuk mahkota bunga seperti terompet berukuran pendek dan sedikit gelombang, bentuk daun bulat yang pada ujungnya tumpul, dan kedudukan daun pada batang mendatar agak terkulai. Tembakau ini merupakan varietas induk untuk tembakau cerutu yang tingginya sekitar 90 cm (Cahyono, 1998). Dalam spesies Nicotiana tabacum terdapat varietas yang amat banyak jumlahnya, dan untuk tiap daerah terdapat perbedaan jumlah kadar nikotin, bentuk daun, dan jumlah daun yang dihasilkan. Proporsi kadar nikotin banyak bergantung kepada varietas, tanah tempat tumbuh tanaman, dan kultur teknis serta proses pengolahan daunnya (Abdullah, 1982). 1. Bagian bagian Tanaman Tembakau Tanaman tembakau mempunyai bagian bagian sebagai berikut: a. Akar Tanaman tembakau berakar tunggang menembus ke dalam tanah sampai kedalaman 50 75 cm, sedangkan akar kecilnya menyebar ke samping. Tanaman tembakau juga memiliki bulu akar. Perakaran tanaman tembakau dapat tumbuh dan berkembang baik dalam tanah yang gembur, mudah menyerap air dan subur.

16 b. Batang Batang tanaman tembakau agak bulat, lunak tetapi kuat, makin ke ujung makin kecil. Ruas batang mengalami penebalan yang ditumbuhi daun, dan batang tanaman tidak bercabang atau sedikit bercabang. Pada setiap ruas batang selain ditumbuhi daun juga tumbuh tunas ketiak daun, dengan diameter batang 5 cm. Fungsi dari batang adalah tempat tumbuh daun dan organ lainnya, tempat jalan pengangkutan zat hara dari akar ke daun, dan sebagai jalan menyalurkan zat hasil asimilasi ke seluruh bagian tanaman. c. Daun Bentuk daun tembakau adalah bulat lonjong, ujungnya meruncing, tulang daun yang menyirip, bagian tepi daun agak bergelombang dan licin. Daun bertangkai melekat pada batang, kedudukan daun mendatar atau tegak. Ukuran dan ketebalan daun tergantung varietasnya dan lingkungan tumbuhnya. Daun tembakau tersusun atas lapisan palisade parenchyma pada bagian atasnya dan spongy parenchyma pada bagian bawah. Jumlah daun dalam satu tanaman berkisar 28 32 helai, tumbuh berselang seling mengelilingi batang tanaman. Daun tembakau cerutu diklasifikasikan menurut letaknya pada batang, yang dimulai dari bawah ke atas dibagi menjadi 4 klas yakni : daun pasir (zand blad), kaki (voet blad), tengah, (midden blad), atas (top blad). Sedangkan daun tembakau Virginia pada dasarnya dibagi menjadi 4 kelas, yakni: daun pasir

17 (lugs), bawah dan tengah (cutters), atas (leaf), dan pucuk (tips). Bagian dari daun tembakau Virginia yang mempunyai nilai tertinggi adalah daun bawah dan tengah menyusul daun atas, sedang daun pasir dan pucuk hampir tidak bernilai kecuali untuk tembakau rajangan (Abdullah, 1982). d. Bunga Bunga tanaman tembakau merupakan bunga majemuk yang terdiri dari beberapa tandan dan setiap tandan berisi sampai 15 bunga. Bunga berbentuk terompet dan panjang. Warna bunga merah jambu sampai merah tua pada bagian atasnya, sedang bagian lain berwarna putih. Kelopak memiliki lima pancung, benang sari berjumlah lima tetapi yang satu lebih pendek dan melekat pada mahkota bunga. Kepala putik atau tangkai putik terletak di atas bakal buah di dalam tabung bunga. Letak kepala putik dekat dengan benang sari dengan kedudukan sama tinggi. e. Buah Buah tembakau akan tumbuh setelah tiga minggu penyerbukan. Buah tembakau berbentuk lonjong dan berukuran kecil berisi biji yang sangat ringan. Biji dapat digunakan untuk perkembangbiakan tanaman.

18 Tanaman tembakau dapat dilihat pada gambar 1 Gambar 6.Tanaman tembakau 2. Kandungan pada tembakau a. Alkaloid Alkaloid merupakan senyawayanng bersifat basa yang mengandung satu atau lebih atom nitrogen dan biasanya berupa sistem siklis. Senyawa alkaloid merupakan hasil metabolisme tumbuh-tumbuhan dan digunakan sebagai cadanganbagi sintesis protein. Pada umumnya alkoloid mengandung oksigen, atom karbon, hidrogen dan nitrogen.

19 Sifat-sifat alkoloid adalah sebagai berikut : 1. Biasanya berupa kristal tak bewarna, tidak mudah menguap. Ada juga alkoloid yang berwarna misalnya berbening (kuning). 2. Bersifat basa (pahit,racun) 3. Mempunyai efek fisiologis serta aktif optis. b. Nikotin Nikotin pertama kali digunakan sebagai insektisida pada tahun 1763, dan alkoloid murninya disolasi tahun 1828 oleh Posset dan Reimann, kemudian disitesis tahun 1904 oleh Piclet dan Rotschy. Alkoloid nikotin,nikotin sulfat dan senyawa nikotin lainnya digunakan sebagai racun kontak, fumigasi, dan racun perut. (Baehaki, 1993) Nikotin didapatkan dari Nicotiana tabaccum dengan kadar 2 5 % dan Nicotiana Rustica dengan kadar 5 14 %. N Sari daun tembakau telah banyak digunakan untuk membunuh serangga. Kemudian seiring dengan berkembangnya teknologi, nikotin diektrak dri daun dan batang tanaman tembakau untuk dipasarkan dalam bentuk cair maupun serbuk. (Baehaki, 1993)

20 C. Pengelompokkan Insektisida Menurut Cara Masuk dan Cara Kerja pada Serangga Sasaran Menurut cara masuknya insektisida ke dalam tubuh serangga sasaran (mode of entry) dibedakan menjadi 3 kelompok insektisida sebagai berikut : 1. Racun Lambung (Racun Perut, Stomach Poison) Racun lambung (racun perut, stomach poison) adalah insektisida-insektisida yang membunuh serangga sasaran bila insektisida tersebut masuk ke dalam organ pencernaan serangga dan diserap oleh dinding saluran pencernaan. Selanjutnya, insektisida tersebut dibawa oleh cairan tubuh serangga ke tempat sasaran yang mematikan sesuai dengan jenis bahan aktif insektisida (misalnya ke susunan saraf serangga). Oleh karena itu, serangga harus terlebih dahulu memakan umpan yang sudah disemprot dengan insektisida dalam jumlah yang cukup untuk membunuhnya 2. Racun Kontak Racun kontak adalah insektisida yang masuk ke dalam tubuh serangga lewat kulit dan ditransportasikan ke bagian tubuh serangga tempat insektisida aktif berkerja misalnya di susunan saraf. Serangga akan mati jika bersinggungan langsung (kontak) dengan insektisida tersebut. 3. Racun Inhalasi (Fumigan) Racun inhalasi berbeda dengan racun pernapasan. Racun inhalasi merupakan insektisida yang bekerja lewat sistem pernapasan. Serangga akan mati

21 jika insektisida dalam jumlah yang cukup masuk ke dalam sistem pernapasan serangga dan selanjutnya ditransportasikan ke tempat racun tersebut bekerja. Sementara racun pernapasan adalah insektisida yang mematikan serangga karena mengganggu kerja organ pernapasan sehingga serangga mati akibat tidak bisa bernapas. Sedangkan jika dilihat berdasarkan cara kerjanya (mode of action), insektisida dibedakan menjadi 5 kelompok sebagai berikut: 1. Racun saraf Racun ini merupakan cara insektisida yang paling umum. Gejala umum serangga yang terpapar racun ini umumnya mengalami kekejangan dan kelumpuhan sebelum mati. 2. Racun Pencernaan Racun pencernaan adalah racun yang merusak saluran pencernaan serangga sehingga mati karena sistem pencernaanya tidak bekerja atau hancur. 3. Racun Penghambat Metamorfosa Serangga Racun ini umumnya menghambat pembentukan kitin yang dihasilkan serangga sebagai bahan untuk menyusun kulitnya sehingga serangga tidak mampu untuk menghasilkan kulit baru dan akan mati dalam beberapa hari karena terganggunya proses pergantian kulit.

22 4. Racun Metabolisme. Racun ini membunuh serangga dengan mengintervensi proses metabolismenya. Contoh insektisida dengan mode of action ini yaitu deafentiuron yang mengganggu respirasi sel dan bekerja di mitokondria. 5. Racun Fisik (Racun Non Spesifik) Racun fisik membunuh serangga dengan sasaran yang tidak spesifik sebagai contohnya debu inert yang bisa menutupi lubang-lubang pernapasan serangga sehingga serangga mati lepas karena kekurangan oksigen (Djojosumarto, 2008). D. Cara kerja nikotin membunuh larva Pada umunya racun dapat masuk ke dalam tubuh larva melalui saluran pernafasan yang disebut spirakel dan pori pori pada permukaan tubuhnya. Daya kerjanya menyerang pada system syaraf pusat dan cepat menimbulkan kelumpuhan ( paralysis) dan menimblkan kemantian. E. Kerangka Teori Larvasida alami Ph larutan Kematian larva Aedes aegypti Suhu

23 F. Kerangka Konsep Konsentrasi ekstrak daun tembakau (Nicotiana tobaccum L.) Jumlah kematian larva nyamuk Aedes aegypti C. Hipotesis Ada jumlah perbedaan kematian larva nyamuk Aedes sp pada pelakuan kontak dengan ekstrak daun tembakau (Nicotiana tobaccum L.) dalam berbagai konsentrasi.