di RSUD Pare Kabupaten Kediri Jawa Timur, dengan subjek penelitian adalah bidan-bidan praktek swasta dan pasien yang dirujuk ke RSUD Pare maupun ke

dokumen-dokumen yang mirip
B. Rumusan Masalah C. Tujuan Penelitian D. Manfaat Penelitian E. Keaslian Penelitian

termasuk kasus maternal, dan pintu masuk pasien. Sayangnya IGD di RSUD Jayapura belum mempunyai fasilitas untuk menangani kasus-kasus maternal (IGD

kesehatan, dan terlambat mendapatkan pertolongan cepat dan tepat ditingkat fasilitas pelayanan kesehatan (DepKes, 2001). Pada tahun 2000, pemerintah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Masalah Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) masih menjadi masalah

PONED sebagai Strategi untuk Persalinan yang Aman

BAB I PENDAHULUAN. eklampsia, sepsis, dan komplikasi keguguran. Sebagian besar penyebab

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Kebijakan Pemerintah Dalam Bidang Pelayanan Medik. dr. Supriyantoro,Sp.P, MARS

PANDUAN PELAKSANAAN RUJUKAN PELAYANAN OBSTETRI NEONATAL EMERGENSI KOMPREHENSIF (PONEK)

KERANGKA ACUAN PELATIHAN PELAYANAN OBSTETRI NEONATAL EMERGENSI KOMPREHENSIF (PONEK)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG

BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT

mutu pelayanan rumahsakit mengatakan: adakan on the job training yang modern, hilangkan hambatan yang mencegah karyawan untuk menjadi bangga dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. Tingginya Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia menunjukkan

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PEMANFAATAN DANA JAMINAN PERSALINAN PADA PUSKESMAS DI KABUPATEN KUDUS TAHUN 2012

GAMBAR PENANGANAN KASUS KEDARURATAN OBSTETRI DI RSU.TANJUNG PURA KABUPATEN LANGKAT DAN RSU.KISARAN KABUPATEN ASAHAN SYAMSUL ARIFIN NASUTION

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 99 TAHUN : 2009 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 4 TAHUN 2009

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR, BAYI DAN ANAK BALITA

BAB 1 PENDAHULUAN. kehamilan sebagai komplikasi persalinan atau nifas, dengan penyebab terkait atau

RENCANA STRATEGI PONEK RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK CATHERINE BOOTH MAKASSAR

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang. Kesehatan ibu dan anak (KIA) merupakan salah satu upaya pelayanan

BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR BANTEN NOMOR 50 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN SISTEM RUJUKAN PELAYANAN KESEHATAN PERORANGAN DI PROVINSI BANTEN

BUPATI ALOR PERATURAN BUPATI ALOR NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG REVOLUSI KESEHATAN IBU DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ALOR,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kehamilan, persalinan, dan menyusukan anak merupakan proses alamiah

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BUPATI HULU SUNGAI TENGAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON

BAB I PENDAHULUAN. komitmen pembangunan kualitas masyarakat di Indonesia. Sejalan dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. tertinggi di Asia Tenggara. Hal itu menjadi kegiatan prioritas departemen

Komplikasi obstetri yang menyebabkan tingginya kasus kesakitan dan kematian neonatus, yaitu : 1. Hipotermia 2. Asfiksia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Persalinan berawal dari pembukaan dan dilatasi serviks sebagai akibat

BAB I PENDAHULUAN. suatu bangsa. AKI (Angka Kematian Ibu) adalah jumlah kematian ibu selama

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyelamatkan jiwa para ibu dan bayi baru lahir (JNPK-KR, 2012).

- 1 - GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG

panduan praktis Pelayanan Kebidanan & Neonatal

BAB I PENDAHULUAN. Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Yunita Tri Setya, Kebidanan DIII UMP, 2015

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan adanya keberpihakan dan perhatian pemerintah terhadap peningkatan

BAB 1 PENDAHULUAN. terdapat kemungkinan suatu keadaan yang dapat mengancam jiwa ibu dan

EVALUASI PERSIAPAN PUSKESMAS PELAYANAN OBSTETRI NEONATAL EMERGENSI DASAR (PONED) DI KABUPATEN BREBES TAHUN 2012

BAB 1 PENDAHULUAN. derajat kesehatan negara tersebut buruk. Hal ini disebabkan ibu hamil dan bersalin

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ditetapkan mempunyai akibat, yaitu tercapainya tujuan kebijakan. Implementasi

GAMBARAN UMUM RSUD INDRASARI RENGAT

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BUPATI PURBALINGGA PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 23 TAHUN 2010 TENTANG

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah yang terjadi di dunia saat ini adalah menyangkut kemiskinan,

BAB I PENDAHULUAN. maternal disebabkan oleh perdarahan post partum dan diperkirakan

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan status kesehatan masyarakat di Indonesia sudah mulai

BAB 1 PENDAHULUAN. keadaan keluarga dan sekitarnya secara umum. Penilaian status kesehatan dan

BAB I PENDAHULUAN. Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB). Menurunnya AKI dari 334

1. No. Responden : 2. Nama responden : 3. Jenis kelamin : 4. Pendidikan Terakhir : 5. Umur : 6. Lama bekerja : Tahun mulai...s/d

AUDIT MATERNAL PERINATAL (AMP)

BAB 1. terutama yaitu perdarahan 28%. Sebab lain yaitu eklamsi 24%, infeksi 11%, pelayanan obstetri belum menyeluruh masyarakat dengan layanan yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) masih

BAB 1 PENDAHULUAN. Kesehatan ibu dan anak merupakan salah satu perhatian dari World Health

BAB I PENDAHULUAN. menentukan jumlah Perdarahan yang terjadi karena tercampur dengan air

6. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Tahun 2011 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara

PEDOMAN PENANGGULANGAN BENCANA (DISASTER PLAN) Di RUMAH SAKIT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 27 TAHUN 2008

BAB I PENDAHULUAN. York pada tanggal 30 Mei Pada tanggal 17 Agustus tahun yang sama,

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan. Tercatat di WHO Angka Kematian Ibu di dunia tahun 2013 sebesar 210

BAB I PENDAHULUAN. pencapaian Millenium Development Goals (MDGs). Dimana MDGs adalah. Millenium Summit NewYork, September 2000 (DKK Padang, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. indikator yang digunakan untuk memantau derajat kesehatan sekaligus sebagai

BAB 1 PENDAHULUAN. Tingginya Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) di

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM RUJUKAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BUPATI JEMBRANA PROVINSI BALI PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 35 TAHUN 2016 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. kebidanan dalam suatu negara adalah Kematian Maternal. Kematian

Pembentukan Puskesmas PONED ini diawali dengan pelatihan. Pelatihan PONED diselenggarakan oleh Dinas Kesehatan bekerjasama dengan P2KP (Pusat

BAB 1 PENDAHULUAN. tumbuh kembang hasil konsepsi sampai aterm. (Manuaba, 2010)

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 40 TAHUN 2016

WALIKOTA JAMBI PROVINSI JAMBI PERATURAN WALIKOTA JAMBI NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

Aplikasi Pengolahan Dan Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar (PONED) Berbasis Desktop

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) masih merupakan masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kehamilan persalinan dan nifas setiap tahunnya, sebanyak 99% ditentukan dalam tujuan yaitu meningkatkan kesehatan ibu.

BAB I PENDAHULUAN. millenium (MDG s) nomor 5 yaitu mengenai kesehatan ibu. Adapun yang menjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan yaitu bertekad untuk meningkatkan kesehatan masyarakat secara

PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN

TUGAS MANAJEMEN PELAYANAN RUMAH SAKIT

Pelayanan kebidanan rujukan adalah : Pelayanan yang dilakukan oleh bidan dalam rangka rujukan ke system pelayanan yang lebih tinggi atau sebaliknya

BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG

BERITA DAERAH KOTA SEMARANG PERATURAN WALIKOTA SEMARANG

BAB 1 PENDAHULUAN. sangat menetukan dalam pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM), yang

BAB I PENDAHULUAN. dan tempat terjadinya kehamilan, yang disebabkan oleh kehamilan atau

Sistem Rujukan (ASKEB ANAK) MIRA MELIYANTI, SST

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

LAMPIRAN : JENIS PELAYANAN, INDIKATOR DAN STANDAR

Transkripsi:

5 di RSUD Pare Kabupaten Kediri Jawa Timur, dengan subjek penelitian adalah bidan-bidan praktek swasta dan pasien yang dirujuk ke RSUD Pare maupun ke rumah sakit dan klinik swasta di wilayah Kabupaten Kediri. Gufria (2007) meneliti tentang pencegahan keterlambatan rujukan maternal di Kabupaten Majene. Mengatakan keterlambatan rujukan kasus maternal disebabkan beberapa faktor yaitu: keterbatasan sarana transportasi untuk daerah terpencil, terlambat pengambilan keputusan oleh pihak keluarga, keterbatasan kemampuan petugas kesehatan untuk menangani kasus kegawatdaruratan obstetri dan terlambat mendapatkan penanganan yang adekuat oleh petugas kesehatan, faktor geografi, jarak dan infrastruktur jalan sangat mempengaruhi akses masyarakat untuk melakukan rujukan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka A. Manajemen Rumah Sakit Pelayanan kesehatan khususnya bidang kesehatan Rumah Sakit adalah salah satu sarana kesehatan untuk melaksanakan upaya kesehatan secara berdaya guna dan berhasil guna dengan mengutamakan upaya penyembuhan, pemulihan yang dilaksanakan secara terpadu, tercapainya pola dan tindakan rumah sakit dalam upaya meningkatkan pelayanan kesehatan rumah sakit. Tugas Pokok dan Fungsi (Tupoksi) berdasarkan Kepres No. 40 Tahun 2001 tentang Pedoman Kelembagaan dan Pengelolaan Rumah Sakit Daerah serta Keputusan Mendagri No. 1 Tahun 2002 tentang Pedoman Susunan Organisasi dan Tata Kerja Rumah Sakit Daerah disebutkan bahwa Rumah Sakit Umum Daerah berkedudukan sebagai lembaga teknis daerah atau unsur penunjang pemerintah daerah. Rumah Sakit Umum Daerah dipimpin oleh seorang kepala dengan sebutan Direktur yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada kepala daerah melalui sekretaris daerah. Rumah Sakit Daerah dapat berbentuk lembaga teknis daerah atau Badan Usaha Milik Daerah. Kelembagaan Rumah Sakit Daerah ditetapkan dengan peraturan daerah. Rumah Sakit mempunyai tugas melaksanakan upaya kesehatan secara berdaya guna dan berhasil guna dengan mengutamakan upaya penyembuhan, pemulihan yang dilaksanakan secara serasi terpadu dengan upaya peningkatan serta pencegahan dan melaksanakan upaya rujukan. Fungsi Rumah Sakit Umum Daerah adalah menyelenggarakan pelayanan medis yang mencakup pelayanan penunjang medis dan non medis, pelayanan dan asuhan keperawatan, pelayanan rujukan fungsi, pendidikan dan pelatihan, penelitian dan pengembangan, serta pengelolaan administrasi dan keuangan. Rumah sakit menurut American Hospital Association 1974, adalah suatu organisasi yang melalui tenaga medis professional yang terorganisasi serta sarana kedokteran yang permanen menyelanggarakan pelayanan kedokteran, 19

20 asuhan keperawatan yang berkesinambungan, diagnosis serta pengobatan penyakit tertentu kematian yang diderita oleh pasien. Selain itu rumah sakit juga merupakan tempat dimana orang mencari dan menerima pelayanan kedokteran serta tempat dimana pendidikan klinik untuk mahasiswa kedokteran, perawat dan berbagai tenaga profesi kesehatan lainnya diselenggarakan (Azwar, 1996). Dalam memberikan pelayanan khususnya bidang Kesehatan Rumah Sakit adalah salah satu sarana kesehatan untuk melaksanakan upaya kesehatan secara berdaya guna dan berhasil guna dengan mengutamakan upaya penyembuhan, pemulihan yang dilaksanakan secara terpadu, tercapainya pola dan tindakan Rumah sakit dalam upaya pengelolaannya Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) mempunyai keunikan, karena secara teknis medis berada dibawah koordinasi Depkes, sedangkan secara kepemilikan sebenarnya berada di bawah pemerintah provinsi kabupaten/kota dengan pembinaan urusan kerumah-tanggaan dari Departemen Dalam Negeri (Trisnantoro, 2005). Sesungguhnya pelayanan rumah sakit bukan hanya individu pasien semata-mata, namun dikembangkan mencakup keluarga pasien serta masyarakat dengan memperlakukan pasien sebagai manusia seutuhnya, selain itu pelayanan kesehatan rumah sakit adalah merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan secara keseluruhan dalam rujukan medik, pengayoman medik dalam wilayah rumah sakit (Saifuddin, et al., 2002). B. Pelayanan Gawat Darurat Pengertian umum standar di bidang pelayanan kesehatan didefinisikan sebagai pernyataan ekspetasi atau harapan mengenai struktur (input), proses dan outcome dari sistem kesehatan di berbagai tingkat pelayanan baik di tingkat pelayanan kesehatan dasar (primary care), pelayanan kesehatan sekunder (secondary care) maupun pelayanan kesehatan tersier (tertiary care), termasuk di sini adalah standar struktur, proses dan outcome dari Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT) baik di tingkat pra rumah

21 sakit (primary care), di rumah sakit (secondary care) atau rujukan antar rumah sakit (secondary dan tertiary care). Komponen-komponen penting dalam SPGDT sehari-hari dan bencana: (1) Komponen pra rumah sakit, komponen rumah sakit dan komponen antar rumah sakit. (2) Komponen penunjang adalah komunikasi, seperti telepon, mobile phone, radio medik dll. Transportasi, seperti ambulans, Pusling, (3) Komponen sumber daya manusia: petugas kesehatan (dokter, perawat/paramedis) dan non kesehatan (awam umum, awam khusus, polisi, PMK, PMI), dan(4) Komponen sektor-sektor terkait (sektor kesehatan dan sektor non kesehatan) (Depkes, 2006). Azwar (1996) menyebutkan yang dimaksud dengan pelayanan gawat darurat (emergency care) adalah bagian dari pelayanan kedokteran yang dibutuhkan oleh penderita dalam waktu segera (immediately) untuk menyelamatkan kehidupannya (life saving). Unit kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan gawat darurat disebut dengan nama Unit Gawat Darurat (Emergency Unit). Tergantung dari kemampuan yang dimiliki, Keberadaan IGD tersebut yang dapat beraneka macam. Namun yang lazim ditemukan adalah yang tergabung dalam rumah sakit (hospital based emergency unit). Hanya saja betapapun telah majunya sistem rumah sakit yang dianut oleh suatu Negara, bukan berarti tiap rumah sakit memiliki kemampuan mengelola IGD sendiri. Untuk mengelola kegiatan IGD memang tidak mudah. Penyebab utamanya adalah karena IGD salah satu unit kesehatan yang paling padat modal, padat karya, serta padat teknologi. Kegiatan utama yang menjadi tanggung jawab IGD adalah menyelenggarakan pelayanan gawat darurat. jenis pelayanan kedokteran yang bersifat khas ini sering disalahgunakan. Pelayanan gawat darurat yang sebenarnya bertujuan untuk menyelamatkan kehidupan penderita (live saving), sering dimanfaatkan hanya untuk memperoleh pelayanan pertolongan pertama (first aid) dan bahkan pelayanan rawat jalan (ambulatory care). Pengertian gawat darurat yang dianut oleh anggota masyarakat memang berbeda dengan petugas kesehatan. Oleh anggota masyarakat, setiap gangguan kesehatan yang dialaminya, dapat saja diartikan

22 sebagai keadaan darurat (emergency) dan karena itu mendatangi IGD untuk meminta pertolongan. IGD menyelenggarakan pelayanan penyaringan untuk kasus-kasus yang membutuhkan pelayanan rawat inap intensif. Kegiatan kedua yang menjadi tanggung jawab IGD adalah menyelenggarakan pelayanan penyaringan untuk kasus-kasus yang membutuhkan pelayanan intensif. Pada dasarnya kegiatan ini merupakan lanjutan dari pelayanan gawat darurat, yakni dengan merujuk kasus-kasus gawat darurat yang dinilai berat untuk memperoleh pelayanan rawat inap intensif. Pada saat ini di Rumah Sakit memang telah tersedia beberapa unit kesehatan yang secara khusus menyelanggarakan pelayanan rawat inap intensif tersebut. Seperti misalnya Unit Perawatan Insentif (Intensive Care Unit) untuk kasus-kasus penyakit tertentu, serta Unit Perawatan Jantung Intensif (Intensive Cardiac Care Unit) untuk kasus-kasus penyakit tertentu kematian jantung. IGD menyelenggarakan pelayanan informasi medis darurat. Kegiatan ketiga yang menjadi tanggung jawab IGD adalah menyelenggarakan informasi medis darurat dalam bentuk menampung serta menjawab semua pertanyaan anggota masyarakat yang ada hubungannya dengan keadaan medis darurat (emergency medical questions). dibandingkan dengan kegiatan pertama dan kedua, kegiatan ketiga ini belum banyak diselenggarakan. Berbagai masalah pelayanan gawat darurat sebagaimana dikemukakan di atas, ada tiga upaya penyelesaian yang dapat dilaksanakan adalah: (1) meningkatkan kegiatan pendidikan kesehatan masyarakat, sehingga disatu pihak pemahaman masyarakat terhadap pelayanan gawat darurat dapat ditingkatkan, dan di pihak lain ketrampilan masyarakat menanggulangi sendiri (self medication) masalah-masalah kesehatan sederhana (first aid) dapat ditingkatkan, (2) menambah jumlah sarana kesehatan yang bertanggung jawab menyelanggarakan pelayanan rawat jalan, termasuk pelayanan pertolongan pertama. Banyak Negara maju, pelayanan pertolongan pertama ini telah dilaksanakan oleh bukan sarana kesehatan, seperti Dinas Pemadam Kebakaran misalnya, dan (3) menggalakkan program asuransi kesehatan, terutama yang menganut sistem pembayaran pra-upaya (pre-payment system) (Azwar, 1996).

23 C. Penanggulangan Gawat Obstetri Menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI), intervensi prapersalinan merupakan strategi umum yang diterapkan di Indonesia, seperti halnya di Negara lain, sebagai alat pemeriksaan persalinan resiko tinggi, strategi ini belum mampu menurunkan AKI terutama oleh karena faktor sistem rujukan, serta ketersedian, dan efektifitas intervensi. Oleh karena itu salah satu prioritas utama kebijakan Safe Motherhood adalah meningkatkan atau menjamin akses pelayanan kesehatan bagi kegawat daruratan obstetri. (Azwar, 1996) Sistem rujukan di Indonesia menjadikan RS tingkat kabupaten sebagai pusat rujukan sekunder, yang memiliki berbagai fungsi pelayanan maupun pendidikan. Untuk meningkatkan fungsinya sebagai tempat rujukan sekunder peningkatan fasilitas Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan prasyarat bagi tersedianya pelayanan kesehatan yang memadai. Namun demikian tidak menjamin digunakannya fasilitas pelayanan kesehatan pada saat dibutuhkan dapat menurunkan AKI. Masih ada wanita yang meninggal meskipun telah tersedia pelayanan kesehatan tersebut. Sistem rujukan ini dikembangkan karena sarana pelayanan kesehatan masih terbatas jumlah, kemampuan, dan penyebarannya. Disamping itu tenaga yang terlibat dalam perawatan obstetri sangat beragam, seperti: dukun, perawat, bidan, dokter umum, dokter ahli yang jumlah dan penyebaraannya masih terbatas. (Wijono, 1999). Latar belakang pendidikan yang berbeda menyebabkan kemampuan dan ketrampilan juga berbeda. Untuk mencapai tujuan pelayananan obstetri yaitu keamanan proses persalinan dengan hasil akhir bayi yang sehat, dan ibu dengan resiko yang minimal, maka unit pelayanan dan tenaga obstetri harus saling bekerjasama dan terpadu. Komplikasi obstetri: komplikasi yang disebabkan oleh/terkait dengan kehamilan, persalinan, dan masa pasca persalinan. Berikut ini adalah komplikasi obstetri yang mengancam keselamatan jiwa yang mungkin terjadi: pendarahan (pra melahirkan, saat melahirkan, dan pasca melahirkan), persalinan yang lama/terhambat, sepsis pada masa pasca persalinan, komplikasi aborsi, pre-eklampsia/eklampsia, kehamilan di luar kandungan, dan rahim

24 robek. Sarana PONED adalah sarana kesehatan yang mampu melakukan pelayanan berikut ini dalam menangani emergensi obstetri: memberikan suntikan antibiotik, memberikan obat oxytocin, memberikan obat anti kejang untuk pre-eklampsia dan eklampsia, melepaskan plasenta secara manual, mengeluarkan sisa plasenta yang tertinggal (misalnya aspirasi vakum manual), melakukan pertolongan persalinan pervaginam dan menggunakan vacuum extractor; dan melakukan resusitasi pada bayi baru lahir. PONEK adalah tindakan yang disebut diatas, ditambah dengan seksio sesarea dan transfusi darah. Mutu Pelayanan dan Rujukan Obstetri dan tingginya AKI, penelitian dari beberapa RS pendidikan menunjukan mutu pelayanan obstetri masih rendah. Hal ini dikarenakan sebagian besar kasus rujukan persalinan datang ke RS dalam keadaan umum yang kurang baik, bahkan datang dalam keadaan kritis dan tidak sempat diberi pertolongan, tidak sedikit kasus rujukan persalinan dikirim tanpa diberi pengobatan awal atau penanganan yang kurang memadai, pasien tiba dalam keadaan shock, dan tidak diinfus. Rujukan pengetahuan dan ketrampilan kepada tenaga obstetri masih banyak kendala yang dihadapi, misalnya: SpOG terlalu sibuk dengan tugas pelayanan pasien, keterbatasan dana untuk pembinaan, keterbatasan ruang lingkup dan wewenang. Hal ini merupakan kendala yang perlu dihadapi. Penyebab utama tingginya AKI adalah adanya tiga terlambat (3T) yaitu: (1) Terlambat untuk mencari pertolongan bagi kasus kegawatdaruratan obstetri yang disebabkan oleh kurangnya pengetahuan, tradisi, budaya ataupun faktor ekonomi, (2) Terlambat mencapai tempat rujukan yang disebabkan oleh keadaan geografi atau masalah tranportasi, (3) Terlambat memperoleh penanganan yang adekuat setelah tiba di tempat rujukan oleh karena kurangnya tenaga sumber daya yang terampil, sarana dan fasilitas kesehatan untuk pelayanan kesehatan dasar maupun kasus kegawatdaruratan. Tiga terlambat ini juga sangat dipengaruhi oleh dana dari keluarga ibu bersalin, walaupun cepat dirujuk, tetapi oleh karena tidak tersedianya uang maka, niat merujuk dibatalkan sendiri oleh keluarganya. Dana yang diperlukan tidak saja

25 untuk tranportasi dan biaya perawatan di puskesmas atau rumah sakit, tetapi diperlukan juga untuk keluarga yang mengantar, sehingga jumlah dana yang dibutuhkan cukup besar. Salah satu faktor yang mempengaruhi terhadap tingginya AKI adalah proses rujukan yang terlambat dan ketidaksiapan fasilitas kesehatan terutama ditingkat rujukan primer (Puskesmas) dan tingkat rujukan sekunder (RS Kabupaten) untuk melakukan pelayanan kedaruratan obstetri emergensi komprehensif (PONEK). (Prawirohardjo, 1994) Keberhasilan pengelolaan kasus obstetri antara lain tergantung pada dukungan kemampuan teknis medis ditingkat pelayanan dasar dan rujukannya ke tingkat yang lebih mampu. Pada umumnya pasien akan mencari pertolongan kesehatan ke fasilitas kesehatan yang terdekat dengan tempat tinggal mereka, karena hal tertentu mereka mendatangi tempat pelayanan yang jauh, maka petugas kesehatan tersebut harus mampu untuk menginformasikan fasilitas kesehatan yang terdekat dan dapat memberikan pelayanan kesehatan lanjutan. mengingat ± 90% kematian ibu terjadi disaat sekitar persalinan dan ± 95% penyebab kematian ibu adalah komplikasi obstetri yang sering tidak dapat diperkirakan sebelumnya, maka Departemen Kesehatan (DepKes) mempercepat penurunan AKI dengan mengupayakan setiap persalinan ditolong atau minimal didampingi oleh bidan, pelayanan obstetri sedekat mungkin kepada ibu hamil. Pelaksanaan operasional, sejak tahun 1994 ditetapkan strategi sebagai berikut: (1) Penanganan tim daerah Kabupaten/Kota (Dinas Kesehatan dan seluruh jajarannya, rumah sakit kabupaten dan pihak terkait) dalam upaya mempercepat penurunan AKI sesuai dengan peran dan fungsinya masingmasing. (2) Pembinaan SDM yang intensif di setiap daerah Kabupaten/Kota, sehingga pada akhir PELITA VII cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan lebih dari 80%, bidan mampu memberikan pertolongan pertama kegawatdaruratan obstetri neonatal dan puskesmas sanggup memberikan Pelayanan Obstetri Neonatal Dan Essential Dasar (PONED), yang didukung oleh rumah sakitdaerah kabupaten/kota sebagai fasilitas rujukan utama yang mampu menyediakan Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Komprehensif

26 (PONEK) selama 24 jam perhari, sehingga tercipta jaringan pelayanan obstetri yang mantap. Rumah sakit rujukan harus dilengkapi dengan sarana dan fasilitas transfusi darah, listrik, air bersih, sarana dan prasarana operasi, anestesi, antiobiotik, obat-obatan dan bahan lainnya serta tenaga terlatih. Rumah sakit umum daerah kelas C, sudah dikembangkan di seluruh ibukota kabupaten. Sudah waktunya mengacu pada suatu akreditasi, semua komponen diharapkan dapat terjamin. Akreditasi semua komponen diharapkan dapat memenuhi syarat, meliputi ketenagaan, pelayan medik pokok dan penunjang, sarana pokok penunjang, sistem pembiayaan dan tata laksana serta lingkungannya. RSUD kelas C, seyogyanya dapat mengatasi semua kasus kebidanan di wilayah kerjanya secara tuntas. Jadi tidak perlu sampai merujuk penderita ke RS rujukan kelas B dan A (Saifuddin, 2000). Menurut WHO ada tujuh fungsi utama dari RS rujukan sekunder yang harus dipenuhi, yaitu mampu melakukan tindakan bedah meliputi Seksio Sesarea(SS), terapi pada sepsis, reparasi robekan vagina dan serviks, laparatomi pada ruptura uteri dan kehamilan ektopik, dan evakuasi abortus inkomplit, mampu memberikan pelayanan anestesi dan resusitasi jantung paru, mampu melakukan tindakan medis pada renjatan, sepsis, dan eklampsia, mampu memberikan transfusi darah dan terapi cairan, mampu melakukan pertolongan persalinan pervaginam dan mempergunakan partograf, mampu memberikan pelayanan kontrasepsi efektif, khususnya sterilisasi, AKDR, AKBK dan kontrasepsi suntikan, mampu mengelola kasus resiko tinggi. (3) Ketenagaan dan pelayanan kebidanan. (a) Ketenagaan, dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan di RS perlu diperhatikan beberapa hal, antara lain: pelayanan kesehatan yang prima dapat ditinjau dari segi pelayanan secara teknis dan pelayanan psikis. Oleh karena itu pelayanan yang prima erat kaitannya dengan mutu pelayanan dan berorientasi kepada pasien. Agar dapat terlaksananya pelayanan yang prima diperlukan SDM yang profesional juga perlu didukung dengan prosedur tetap, sarana dan prasarana yang memadai. Dalam upaya menurunkan AKI maka sangat diperlukan keberadaan SpOG, dan peralatan yang menunjang di rumah sakit kabupaten. (b) Peralatan,

27 keadaan sarana dan prasarana di RS pemerintah pada saat ini secara bertahap dilakukan peningkatan dan pengembangan baik dari jumlah, jenis maupun teknologinya. Dengan dilaksanakannya program peningkatan kelas di rumah sakit, dimana rumah sakit kelas D diupayakan menjadi kelas C. (c) Rekam Medis, rangkain catatan medis yang cermat dan kontinu bagi ilmu kedokteran tersebut dikenal dengan rekam medis. Rekam medis yang cermat dan berkesinambungan akan sangat membantu dokter dalam memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas terhadap pasien. D. Sistem Rujukan Sistem rujukan di Indonesia telah ada dan dikembangkan dengan dikeluarkannya Surat keputusan Menteri kesehatan No. 032/Birhub/72. Sistem rujukan didefinisikan sebagai suatu sistem didalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan dimana terdapat pelimpahan tanggung jawab timbal balik atas kasus atau masalah kesehatan yang timbul, baik secara vertikal maupun horisontal (Indradjaja, et al., 1993). Suatu tatanan, dimana berbagai komponen dalam pelayanan kebidanan merupakan mata rantai rujukan, berinteraksi timbal balik, pelimpahan tanggung jawab untuk pelayanan dalam penggunaan sumber daya kesehatan secara efisien, efektif, biaya relevan dan rasional dalam penurunan AKI dan AKB. Mengacu pada Sistem Ketahanan Nasional, untuk mendukung pelayanan kesehatan di Indonesia dikenal dua macam rujukan kesehatan dan medik. Rujukan kesehatan terutama dikaitkan dengan upaya pencegahan penyakit dan peningkatan derajat kesehatan. Rujukan kesehatan pada dasarnya berlaku untuk pelayanan kesehatan masyarakat (public health service). Rujukan kesehatan dibedakan atas tiga macam yakni rujukan teknologi, sarana dan operasional. Rujukan medik terutama dikaitkan dengan upaya penyembuhan penyakit serta pemulihan kesehatan. Rujukan medik pada dasarnya berlaku untuk pelayanan kedokteran (medical service). Rujukan medik ini dibedakan atas tiga macam yakni rujukan penderita, pengetahuan dan bahan-bahan pemeriksaan (Azwar, 1996).

28 Sistem rujukan di Indonesia menjadikan rumah sakit tingkat kabupaten sebagai pusat rujukan tingkat pertama yang memiliki berbagai fungsi pelayanan maupun pendidikan. Untuk meningkatkan fungsinya sebagai tempat rujukan pertama peningkatan fasilitas serta sumber daya manusia merupakan prasyarat bagi tersediannya pelayanan kesehatan yang memadai. Namun demikian, hal tersebut tidak menjamin digunakannya fasilitas pelayanan kesehatan pada saat dibutuhkan. Pelayanan kesehatan ibu dapat diperluas sampai ke tingkat masyarakat dengan jalur yang efektif ke fasilitas rujukan, keadaan tersebut memastikan bahwa setiap wanita yang mengalami komplikasi obstetri mendapat pelayanan gawat darurat secara cepat dan tepat. SpOG SpA RS PONEK Bidan/Dokter Pkm PONED Perjalanan waktu tempuh infrastruktur Rujukan transportasi Bidan di Desa Rumah/Polindes Pelayanan Dasar Gambar 1Struktur Sistem Rujukan (Sumber: Pengenalan Resiko Tinggi dan Sistem Rujukan dalam Rochjati, 2008) Fokus pelayanan ditingkat rujukan primer adalah penanganan dan pengobatan komplikasi. Pelayanan rujukan primer seharusnya mampu memberikan pelayanan obstetri esensial, termasuk penanganan komplikasi abortus. Komunikasi efektif antara petugas di tingkat pelayanan kesehatan dasar dan tingkat rujukan primer sangat penting. Walaupun komplikasi telah terdeteksi secara dini di tingkat masyarakat, namun keterlambatan merujuk

29 dan membawa ibu ke fasilitas rujukan yang memadai dapat membahayakan jiwa ibu dan bayinya (Rochjati, 2008) Sarana transportasi memiliki peranan yang cukup besar dalam sistem rujukan, namun hal ini masih merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah dan masyarakat mengingat kondisi geografis yang sangat bervariasi. Selain itu sistem informasi dan komunikasi perlu ditingkatkan antara sarana pelayanan kesehatan, melalui pelaporan tertulis maupun komunikasi yang dilakukan melalui telepon atau radio komunikasi (DepKes, 2006). Neonatal Maternal Rujukan/Non Rujukan Pendaftaran INSTALASI RUANG RUANG RUANG IRNA / ICU IRNA RUJUK PULANG PULANG PULANG Gambar 2. Alur Penanganan Obstetri Neonatal Emergensi Komprehensif (PONEK) di Rumah Sakit (Sumber: Depkes, 2006)