BAB I PENDAHULUAN. Pada negara berkembang dan negara berdaulat adalah suatu keharusan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Suatu rencana mengidentifikasi tujuan dan tindakan yang akan dilakukan untuk

BAB I PENDAHULUAN. tertentu berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Organisasi pemerintah daerah merupakan lembaga yang menjalankan roda

BAB I PENDAHULUAN. yaitu fungsi perencanaan (planning), fungsi pelaksanaan (actuating), dan fungsi

BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dengan meningkatkan pemerataan dan keadilan. Dengan

PENGARUH KARAKTERISTIK TUJUAN ANGGARAN TERHADAP KINERJA APARAT PEMERINTAH DAERAH DI KABUPATEN SUKOHARJO SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah

KATA PENGANTAR. Cibinong, Maret Bupati Bogor, Hj. NURHAYANTI LAPORAN KINERJA PEMERINTAH (LAKIP) KABUPATEN BOGOR

BAB I PENDAHULUAN. baik (Good Governance) menuntut negara-negara di dunia untuk terus

BAB I PENDAHULUAN. kesinambungan, dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat (Mardiasmo,

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup dan

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. Untuk melaksanakan hak dan kewajiban serta untuk melaksanakan tugas yang

BAB I PENDAHULUAN. publik terkait dengan proses penentuan jumlah alokasi dana untuk tiap-tiap

BAB I PENDAHULUAN. terkandung dalam analisis makro. Teori Pertumbuhan Ekonomi Neo Klasik

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

Analisis Isu-Isu Strategis

BAB I PENDAHULUAN. peraturan organisasi yang berlaku. Pada organisasi pemerintahan di Indonesia,

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH. karakteristiknya serta proyeksi perekonomian tahun dapat

BAB I PENDAHULUAN. negara, tidak terkecuali di Indonesia. Baik pada sektor publik maupun pada sektor

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. direvisi menjadi Undang-Undang No. 32 tahun 2004 serta Undang-Undang

BAB - I PENDAHULUAN I Latar Belakang

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

Pertumbuhan yang telah dicapai dari berbagai kebijakan akan memberi dampak positif terhadap penyerapan tenaga kerja, dan mengurangi angka pengangguran

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi yang berlaku walaupun terjadi secara berlanjut dalam

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. anggaran. Anggaran merupakan sebuah rencana tentang kegiatan di masa datang yang

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

DAFTAR ISI. Halaman. X-ii. RPJMD Kabupaten Ciamis Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Daerah, penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh daerah otonom sesuai dengan

BAB I PENDAHULUAN. daerah diharapkan mampu menciptakan kemandirian daerah dalam mengatur dan

BAB I PENDAHULUAN. Hakekat dari otonomi daerah adalah adanya kewenangan daerah yang lebih

BUPATI SUMBA BARAT DAYA PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggara negara atas kepercayaan yang diamanatkan kepada mereka. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. perencanaan yang baik karena merupakan proses penentuan kebijakan dalam rangka

KATA PENGANTAR. Cibinong, Maret 2015 Bupati Bogor, Hj. NURHAYANTI

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN PRODUK UNGGULAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Daerah dan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan

GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH BAB - III Kinerja Keuangan Masa Lalu

BAB I PENDAHULUAN. diterapkan otonomi daerah pada tahun Undang-Undang Nomor 32 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan mutu, dan peningkatan kinerja perusahaan yang mampu

KATA PENGANTAR. Cibinong, Maret 2014 Bupati Bogor, RACHMAT YASIN

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya;

BAB I PENDAHULUAN. Kota Semarang terletak LS dan BT, dengan. sebelah selatan : Kabupaten Semarang

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang, rumusan masalah,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat bertambah sehingga akan meningkatkan kemakmuran masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan secara lebih adil dan berimbang. Perubahan paradigma ini antara lain

I. PENDAHULUAN. Adanya Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah serta Undang-

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan ekonomi untuk daerah maupun kebijakan ekonomi untuk pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. mengatur tentang otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam

2015 PENGARUH PARTISIPASI PENYUSUNAN ANGGARAN TERHADAP SENJANGAN ANGGARAN DENGAN BUDGET EMPHASIS SEBAGAI VARIABEL MODERASI

Hasil penelitian Alfirman dan Sutriono (2006) yang meneliti masalah hubungan. pengeluaran rutin dengan produk domestik bruto (PDB) menemukan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. negeri, dan obligasi pemerintah, serta sumber dana lain yang sah dan tidak

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan harus diimbangi dengan kinerja yang baik, sehingga pelayanan

PENGARUH NILAI KONSUMEN TERHADAP MINAT MEREFERENSIKAN PRODUK NOTEBOOK ACER (Studi Kasus di Hi-Tech Mall Surabaya) SKRIPSI

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Anggaran sektor publik merupakan suatu instrumen perencanaan,

disampaikan oleh: Dr. H. Asli Nuryadin Kepala BAPPEDA Kota Samarinda

BAB 1 PENDAHULUAN. Otonomi daerah adalah suatu konsekuensi reformasi yang harus. dihadapi oleh setiap daerah di Indonesia, terutama kabupaten dan kota

I. PENDAHULUAN. dan kesejahteraan masyarakat. Untuk itu maka pelaksanaan otonomi daerah. pendapatan dan pembiayaan kebutuhan pembangunan di daerahnya.

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

I. PENDAHULUAN. dari satu tahap ke tahap berikutnya. Agar pembangunan dapat terlaksana dengan

BAB I PENDAHULUAN. dalam struktur pembangunan perekonomian nasional khususnya daerah-daerah.

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan pada pengembangan dan peningkatan laju pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan daerah pada hakekatnya merupakan bagian integral dan

BAB I PENDAHULUAN. 1977; Nori, 1996) dalam (Putu Novia, dkk: 2015). Mardiasmo (2002) dalam (Putu

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKANKEUANGAN DAERAH

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KOTA PALU DT - TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. penting yang dilakukan yaitu penggantian sistem sentralisasi menjadi

I. PENDAHULUAN. ekonomi yang terjadi. Bagi daerah indikator ini penting untuk mengetahui

1. Seluruh Komponen Pelaku Pembangunan dalam rangka Penyelenggaraan Tugas Umum Pemerintahan Penyelenggaraan Tugas Pembangunan Daerah

Pemerintah Provinsi Bali

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH BESERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. perubahan yang sangat mendasar sejak diterapkannya otonomi daerah. dalam hal pengelolaan keuangan daerah.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. segala sesuatu baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan

LEMBARAN DAERAH KOTA SAWAHLUNTO TAHUN 2009

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KOORDINASI PENYULUHAN

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sedang berada di tengah masa transformasi dalam hubungan antara

IV. KONDISI UMUM WILAYAH

BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN. 3.1 Telaahan Terhadap Kebijakan Nasional

DAFTAR ISI DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS. Hubungan agensi muncul ketika salah satu pihak (prinsipal) menyewa pihak

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

BAB 1 PENDAHULUAN. kepentingan masyarakat dengan cara memberikan pelayanan yang efektif,

BAB I PENDAHULUAN. cukup rumit. Karakteristik penganggaran sektor publik berbeda dengan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pada negara berkembang dan negara berdaulat adalah suatu keharusan untuk menciptakan masyarakat yang adil dan makmur serta terjaminnya suatu kesejahteraan masyarakat. Tujuan utama didirikanya suatu negara adalah untuk melindungi segenap bangsa, untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa serta mampu melaksanakan perdamaian abadi dan keadilan sosial. Untuk mencapai tujuan tersebut, negara membentuk suatu organisasi yaitu pemerintah, yang terdiri dari pemerintah pusat dan pemerintah daerah dan diberi tugas untuk mewujudkan, mengatur dan melayani segala sesuatu yang berhubungan dengan kepentingan rakyat. Pemerintah mempunyai hak dan kewajiban yang berbentuk peraturan perundang-undangan atau kebijakan lainya. Kabupaten Ciamis merupakan daerah yang mempunyai peranan, potensi dan kedudukannya yang strategis. Kabupaten ini berhasil mengembangkan pembangunannya terutama diarahkan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakatnya, sesuai dengan tujuan pembangunan nasional Negara Kesatuan Republik Indonesia dan UUD 1945. Kabupaten Ciamis adalah salah satu kabupaten yang tak terpisahkan dari Propinsi Jawa Barat yang memiliki luas wilayah 244.479 Ha dan secara administratif Pemerintah Kabupaten Ciamis terbagi dalam 36 kecamatan, 338 desa dan 7 kelurahan. 1

2 Prasarana wilayah yang tersedia di Kabupaten Ciamis meliputi prasarana transportasi dengan status jalan Nasional 40.035 km, jalan propinsi 159,52 km, jalan kabupaten 771 km dan jalan desa 3.450 km. Selain itu Kabupaten Ciamis dilalui oleh jalur kereta api yang menghubungkan Jakarta Surabaya, serta memiliki dermaga penyeberangan ferry di Majingklak dan Bandara Udara Nusawiru. Infrastruktur lainnya yang juga telah tersedia dalam menunjang pembangunan di Kabupaten Ciamis antara lain jaringan listrik, telekomunikasi, irigasi dan air bersih. Perekonomian Kabupaten Ciamis sampai saat ini masih berbasis pertanian dengan kontribusi terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) mencapai 29,93% dari total PDRB. Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) yang dicapai pada tahun 2004 adalah sebesar 4,28% dengan laju inflasi 7,81%, dan pendapatan per kapita sebesar Rp. 5.130.797,00. Jumlah penduduk Kabupaten Ciamis tahun 2004 sebanyak 1.453.139 orang dengan tingkat pendidikan masyarakat masih relatif rendah, yaitu 53,74% tamat SD, 15,59% tamat SLTP, 7,84% tamat SLTA dan 3,07% tamat Perguruan Tinggi. Derajat kesehatan masyarakat Kabupaten Ciamis setiap tahunnya mengalami peningkatan, walaupun masih dibawah rata-rata Propinsi Jawa Barat. Pada tahun 2005 Angka Harapan Hidup (AHH) di Kabupaten Ciamis sebesar 65,85 tahun. Pembangunan yang telah dilaksanakan di Kabupaten Ciamis telah terlihat keberhasilannya dari tahun ke tahun nampak perubahan sejalan dengan dinamika masyarakat antara lain di sektor pertanian yang semula dilakukan secara

3 tradisional bergeser ke arah mekanisasi pertanian. Demikian pula di sektor pariwisata telah menunjukkan perkembangan yang cukup berarti. Untuk lebih mengembangkan hasil yang selama ini telah dicapai, Kabupaten Ciamis berupaya memacu pembangunan yang bertumpu pada kondisi dan potensi yang dimiliki, yang direfleksikan dalam Visi Pemerintah Kabupaten Ciamis, yaitu : Dengan Iman dan Taqwa Ciamis Terdepan Dalam Agribisnis dan Pariwisata di Priangan Tahun 2009. Dalam upaya mewujudkan pencapaian Visi tersebut Pemerintah Kabupaten Ciamis telah menetapkan sasaran pembangunan selama 5 (lima) tahun ke depan, yaitu meningkatnya jumlah investasi, jumlah pelaku usaha masyarakat lokal dalam agribisnis dan kepariwisataan, meningkatkan kualitas aparatur, meningkatkan pendapatan, perbaikan jaringan pemasaran, meningkatkan volume produk pertanian unggulan, meningkatkan kualitas obyek wisata, meningkatkan fungsi lahan di daerah tangkapan dan peningkatan pelayanan umum. Capaian pembangunan di Kabupaten Ciamis sampai dengan tahun 2004 bervariatif yaitu ada yang berhasil, belum berhasil dan kurang berhasil. Pembangunan yang berhasil antara lain dalam peningkatan produksi padi telah mencapai surplus rata-rata 200.000 ton per tahun, sehingga memberikan kontribusi pada stok regional maupun nasional; Dihasilkannya cabe merah berkualitas yang dapat bersaing di tingkat regional maupun nasional; Ciamis menjadi produsen ayam ras yang cukup besar di Jawa Barat dengan kapasitas rata-rata 120 juta ekor per tahun; Kemandirian peternak dalam pelaksanaan Inseminasi Buatan sapi potong; Komoditi perikanan laut sudah mampu diekspor

4 oleh pengusaha lokal ke berbagai negara dengan volume rata-rata 520 ton per tahun; Besarnya partisipasi masyarakat dalam pembangunan sarana prasarana diwujudkan dalam bentuk kontribusi langsung (imbal swadaya) baik berupa tenaga maupun pembiayaan khususnya pada pembangunan jalan desa, tempat ibadah, revitalisasi SD/MI, dan sarana pelayanan kesehatan swasta; Tidak terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB) selama 2 tahun berturut-turut; Tidak terjadi kasus rabies; Dipertahankannya keberadaan budaya dan lingkungan antara lain di Kampung Kuta sebagai perintis pelestari lingkungan. Sejalan dengan otonomi daerah, Pemerintah Daerah Kabupaten Ciamis diberi kewenangan untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah sebagai pengganti Undang- Undang Nomor 22 Tahun 1999 dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999. Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah seperti yang disebut di atas didanai dari dan atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), yang merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam masa satu tahun anggaran. Dalam Undang Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara pasal 19 (1) dan (2) menyebutkan bahwa, dalam rangka penyusunan RAPBD Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) selaku pengguna anggaran menyusun rencana kerja dan anggaran dengan pendekatan berdasarkan prestasi kerja yang akan dicapai.

5 Penganggaran memegang peranan penting dalam perencanaan dan kontrol. Suatu rencana mengidentifikasi tujuan dan tindakan yang akan dilakukan untuk mencapainya. Anggaran adalah bentuk kuantitatif dari rencana tersebut, dinyatakan dalam istilah fisik atau keuangan atau keduanya. Ketika digunakan untuk perencanaan sebuah anggaran merupakan metode untuk menterjemahkan tujuan dan strategi dari suatu organisasi ke istilah-istilah operasional. (Hansen & Mowen, 2001: 714). Anggaran juga dapat digunakan untuk mengkontrol. Kontrol adalah proses untuk menetapkan standar, menerima umpan balik dari kinerja aktual dan melakukan tindakan perbaikan ketika kinerja aktual bergeser secara signifikan dari kinerja yang direncanakan. Oleh karena itu anggaran dapat digunakan untuk membandingkan hasil-hasil aktual dengan hasil yang direncanakan. Setiap organisasi termasuk pemerintah pusat maupun daerah dalam melaksanakan tugas yang diemban mutlak mempunyai rencana yang disusun dan dijadikan pedoman dalam melaksanakan tugas negara. Sejalan dengan tugas yang diemban tersebut, maka pemerintah merumuskan berbagai program kerja yang dituangkan dalam bentuk anggaran. Melalui anggaran, akan diketahui seberapa besar kemampuan pemerintah dalam melaksanakan berbagai urusan pemerintahan yang menjadi wewenangnya dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhinya. Menurut Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Pemerintahan Daerah dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan otonomi daerah, perlu memperhatikan hubungan antar susunan pemerintahan dan antar pemerintahan daerah, potensi dan keanekaragaman daerah. Aspek hubungan wewenang memperhatikan kekhususan dan keanekaragaman daerah dalam sistem

6 Negara Kesatuan Republik Indonesia. Aspek hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya dilaksanakan secara adil dan merata, hal ini agar tidak terjadi kesenjangan dalam penetapan anggaran. Di samping itu, perlu diperhatikan pula peluang dan tantangan dalam persaingan global dengan memanfaatkan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Agar mampu menjalankan perannya tersebut daerah diberikan kewenangan yang seluas-luasnya disertai dengan pemberian hak dan kewajiban menyelenggarakan otonomi daerah dalam kesatuan sistem penyelenggaraan pemerintahan negara. Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 sebagaimana telah diubah dengan Permendagri Nomor 59 Tahun 2007 bahwa anggaran dan pendapatan belanja daerah (APBD) adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD dan ditetapkan dengan peraturan daerah. Proses penyusunan anggaran mempunyai dampak langsung terhadap perilaku manusia (Siegel dan Marconi, 1989), terutama bagi orang yang terlibat langsung dalam penyusunan anggaran. Berbagai masalah perilaku akan muncul dalam proses penyusunan anggaran. Misalnya ketika bawahan yang ikut berpartisipasi dalam penyusunan anggaran memberikan perkiraan yang bias kepada atasan, padahal bawahan memiliki informasi yang dapat digunakan untuk membantu keakuratan anggaran pemerintah. Tindakan bawahan memberikan laporan yang bias dapat terjadi jika dalam menilai kinerja atau pemberian reward, atasan mengukurnya berdasarkan

7 pencapaian sasaran anggaran. Proses penyusunan anggaran seperti itu kemudian menimbulkan kesenjangan anggaran (budgetary slack) seperti yang terjadi pada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kabupaten Ciamis. Proses penyusunan anggaran melibatkan banyak pihak, mulai dari manajemen tingkat atas sampai manajemen tingkat bawah. Untuk menghasilkan sebuah anggaran yang efektif, kepala daerah dan pimpinan setiap SKPD membutuhkan kemampuan untuk memprediksi masa depan, dengan mempertimbangkan berbagai faktor, seperti faktor lingkungan, partisipasi dan gaya penyusunan. Tetapi ketika kepala daerah dan pimpinan SKPD terlalu mempertimbangkan partisipasi bawahan, maka muncul kemungkinan terjadinya perkiraan bias. Pada saat bawahan memberikan perkiraan yang bias kepada atasan, timbul senjangan anggaran (budgetary slack). Budgetary slack terjadi ketika pendapatan diestimasi lebih rendah dan biaya di estimasi lebih tinggi atau menyatakan terlalu tinggi jumlah input yang dibutuhkan untuk memproduksi suatu unit output. Berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu Reny Welyindra K, SH. MSi., Kasubag Keuangan BAPPEDA Kabupaten Ciamis, diperoleh data mengenai indikasi terjadinya budgetary slack. Beliau menuturkan sebagai berikut:.dalam Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintahan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Ciamis tahun 2010, terdapat rencana anggaran sebesar Rp 6.838.684.101 dan terealisasi sebesar Rp. 6.560.343.903, jadi persentasinya sekitar 96 %. Terus, jika dibandingkan dengan realisasi anggaran tahun 2009 sebesar Rp. 5.897.846.487 atau 97,03 % dari target rencana anggaran tahun 2009 sebesar Rp. 6.078.267.578. Pada tahun 2008 rencana anggaran sebesar Rp. 5.786.272.442 dan terealisasi sebesar 86,53 % atau sebesar Rp. 5.007.255.130.

8 Apabila ditilik lebih lanjut dari ucapan beliau dapat diketahui estimasi anggaran di tahun berikutnya tidak memperhatikan realisasi anggaran tahun sebelumnya. Hal ini terlihat dari rencana yang telah ditetapkan bahwa realisasi anggaran yang dialokasikan cenderung mengalami peningkatan tetapi secara persentase realisasinya cenderung tidak stabil dari tahun 2008 sampai dengan 2010. Kemudian, perbandingan antara rencana dan realisasi anggaran selalu di bawah 100 %. Ini A, disini mah disebutnya efesiensi. Memang terdapat perbedaan antara realisasi dan anggaran tapi itu kan jadi terlihat baik A.. Ucapan beliau ini menunjukkan belum seluruhnya realisasi anggaran dapat terserap oleh alokasi belanja rutin maupun belanja pembangunan yang mengakibatkan sisa lebih perhitungan pada setiap tahun anggaran. Hal ini mengakibatkan terciptanya suatu proyeksi yang mengarah kepada sebuah kesenjangan (slack) dalam suatu pencapain tujuan dan optimalisasi sebuah kinerja yang diharapkan. Perkembangan penelitian tentang budgetary slack sejak tahun 1973 lebih banyak berorientasi pada faktor organisasional. Menurut Merchat (dalam Falikhatun 2007), budgetary slack biasanya dilakukan dengan meninggikan biaya atau menurunkan pendapatan dari yang seharusnya, supaya anggaran mudah dicapai. Senada dengan Ikhsan dan Ishak (2008:176) manajer menciptakan slack dengan mengestimasikan pendapatan lebih rendah, mengestimasikan biaya lebih tinggi, atau menyatakan terlalu tinggi jumlah input yang dibutuhkan untuk memproduksi suatu unit output. Ikhsan dan Ishak menambahkan bahwa mereka melakukan hal ini untuk menyediakan suatu margin keselamatan (margin of

9 safety) untuk memenuhi tujuan yang dianggarkan. Dasarnya berupa sumber daya ekstra ini menghilangkan tekanan dan frustasi yang berkaitan dengan anggaran, yang seringkali didorong oleh anggaran yang ketat. Hal ini memberikan kepada manajer lebih banyak fleksibilitas dan kepastian untuk mencapai tujuan pribadi dan organisasi. Adapun menurut Hilton (dalam Falikhatun 2007), tiga alasan utama manajer melakukan budgetary slack : (a) orang-orang selalu percaya bahwa hasil pekerjaan mereka akan terlihat bagus di mata atasan jika mereka dapat mencapai anggarannya; (b) budgetary slack selalu digunakan untuk mengatasi kondisi ketidakpastian, jika tidak ada kejadian yang tidak terduga, yang terjadi manajer tersebut dapat melampaui/mencapai anggarannya; (c) rencana anggaran selalu dipotong dalam proses pengalokasian sumber daya. Penelitian mengenai kesenjangan anggaran di dalam penyusunan anggaran dilakukan untuk meneliti aspek faktor-faktor yang menimbulkan kesenjangan anggaran dalam menentukan standar anggaran. Aspek perilaku ini menyangkut seberapa jauh persoalan dalam proses penganggaran sehingga memunculkan budgetary slack (Welcsh 1995:52). Hasil beberapa penelitian yang telah dilakukan mengindikasikan bahwa budgetary slack muncul sebagai akibat perilaku individu dalam organisasi baik secara sengaja maupun tidak. Hal ini dikarenakan setiap individu memliki karakteristik kepribadian dan kemampuan mental yang berbeda satu sama lainnya, dimana seseorang mempunyai keterkaitan dengan bagaimana upaya penyesuaian pencapaian tujuan organisasi dan tujuan pribadi. Dalam kondisi tertentu

10 (jumlahnya kecil), budgetary slack dibutuhkan oleh perusahaan untuk mengurangi tekanan dan menyatukan tujuan pribadi dengan tujuan organisasi, sehingga memungkinkan terjadi keselarasan tujuan. Namun, tidak bisa dipungkiri bahwa budgetary slack dalam jumlah besar akan mengganggu kepentingan perusahaan. Salah satu pendekatan dalam perencanaan dan penyusunan anggaran sektor publik yang di uraikan oleh Mardiasmo (2002:78), yaitu pendekatan anggaran konvensional dalam beberapa kelemahan yang diuraikan, ternyata salah satunya dapat memunculkan budgetary slack atau budget padding yang merupakan akibat dari sentralisasi penyiapan anggaran yang ditambah dengan informasi yang tidak memadai menyebabkan lemahnya perencanaan anggaran. Masih menurut Welcsh (1995:52) menguraikan penjelasan terkait dengan penyebab munculnya budgetary slack, yaitu: 1. Taksiran budget penjualan ditetapkan terlalu kecil untuk melindungi diri kita sendiri dan melampaui target penjualan tentu tidak akan dapat dikritik. 2. Menetapkan biaya terlalu tinggi sehingga kita akan mempunyai banyak uang dan pengeluaran lebih kecil dari budget kelihatannya baik bagi manajemen. 3. Meminta lebih banyak uang daripada yang diperlukan sehingga kita tidak perlu meminta lebih banyak dan kita mengembalikan sebagiannya dan kita akan kelihatan baik.

11 Dari beberapa uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa budgetary slack (senjangan anggaran) pada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kabupaten Ciamis dapat dipahami sebagai sebuah interpretasi dari setiap pihak-pihak yang terlibat dalam perencanaan dan penyusunan anggaran terhadap bagaimana suatu pencapaian diperoleh terkait dengan sasaran tujuan dari organisasi tersebut, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang yang didalamnya melibatkan sumber daya secara optimal untuk memberikan output yang maksimal. Kondisi inilah yang mendorong peneliti untuk menganalisis ketidakkonsistenan penyebab kesenjangan anggaran yang terjadi di Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Ciamis. Atas dasar ini peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Analisis Faktor-Faktor Penyebab Kesenjangan Anggaran pada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kabupaten Ciamis. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan gejala yang terungkap dalam latar belakang di atas, maka dapat diidentifikasikan rumusan masalah yang diteliti adalah apakah faktor-faktor yang menyebabkan kesenjangan anggaran pada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kabupaten Ciamis? 1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian Berdasarkan identifikasi dalam perumusan masalah di atas, maka maksud penelitian adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan kesenjangan anggaran pada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kabupaten Ciamis. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk

12 mengidentifikasi faktor-faktor yang menyebabkan kesenjangan anggaran pada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kabupaten Ciamis. 1.4. Kegunaan Penelitian Berdasarkan maksud dan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini, maka diharapkan dapat berguna baik secara teoritis maupun secara praktis. 1. Secara Teoritis a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan penting bagi kajian ilmu Pengelolaan Keuangan Daerah, khususnya dalam anggaran daerah dalam wujud perencanaan anggaran dan bagaimana pengaruhnya dalam realisasi serta laporannya. b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan kajian lebih lanjut bagi upaya peningkatan perencanaan anggaran dan realisasi anggaran pemerintah daerah. 2. Secara praktis a. Penulis sebagai warga pribumi Kabupaten Ciamis berharap hasil penelitian ini dapat memberikan masukan bagi pihak-pihak yang terlibat dalam pengelolaan keuangan daerah BAPPEDA Kabupaten Ciamis, sehingga dapat memajukan pembangungan Kabupaten Ciamis ke arah yang lebih baik ke depannya. b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat kajian lebih lanjut, sebagai peningkatan efektivitas perencanaan anggaran serta realisasinya.