BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Pembahasan perwalian nikah dalam pandangan Abu Hanifah dan Asy-

dokumen-dokumen yang mirip
Penyuluhan Hukum Hukum Perkawinan: Mencegah Pernikahan Dini

BAB III Rukun dan Syarat Perkawinan

BAB I PENDAHULUAN. Aristoteles, seorang filsuf yunani yang terkemuka pernah berkata bahwa

BAB IV ANALISIS TERHADAP PENDAPAT MAZHAB HANAFI DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM TENTANG WALI NIKAH. A. Analisa Terhadap Mazhab Hanafi Tentang Wali Nikah

TINJAUAN MAQASHID AL-SYARI AH SEBAGAI HIKMAH AL-TASYRI TERHADAP HUKUM WALI DALAM PERNIKAHAN

MENGENAL PERKAWINAN ISLAM DI INDONESIA Oleh: Marzuki

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PEMAKSAAN MENIKAH MENURUT HUKUM ISLAM

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan amat penting dalam kehidupan manusia, baik bagi

Munakahat ZULKIFLI, MA

MEMBANGUN KELUARGA YANG ISLAMI BAB 9

BAB III DEFINISI IJBAR, DASAR HUKUM DAN SYARAT IJBAR. Kata ijbar juga bisa mewajibkan untuk mengerjakan. 2 Sedangkan Ijbar

BAB I PENDAHULUAN. menghimpit, menindih atau berkumpul, sedangkan arti kiasanya ialah watha

A. Analisis Tradisi Standarisasi Penetapan Mahar Dalam Pernikahan Gadis dan. 1. Analisis prosesi tradisi standarisasi penetapan mahar

BAB IV ANALISIS TENTANG STATUS PERWALIAN ANAK AKIBAT PEMBATALAN NIKAH

BAB I PENDAHULUAN. Rasulullah SAW juga telah memerintahkan agar orang-orang segera

BAB I PENDAHULUAN. Qur anul Karim dan Sunnah Rosullulloh saw. Dalam kehidupan didunia ini, Firman Allah dalam Q.S. Adz-Dzaariyat : 49, yang artinya :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN

H.M.A Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat Kajian Fikih Nikah Lengkap (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h.6

SKRIPSI PERTIMBANGAN HAKIM MENETAPKAN WALI ADHAL DALAM PERKAWINAN BAGI PARA PIHAK DI PENGADILAN AGAMA KELAS 1A PADANG

BAB IV ANALISIS TERHADAP PELAKSANAAN PERNIKAHAN WANITA HAMIL DI LUAR NIKAH DI KUA KECAMATAN CERME KABUPATEN GRESIK

Perkawinan dengan Wali Muhakkam

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.

BAB IV NASAB DAN PERWALIAN ANAK HASIL HUBUNGAN SEKSUAL SEDARAH (INCEST) DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

PROSES AKAD NIKAH. Publication : 1437 H_2016 M. Disalin dar Majalah As-Sunnah_Baituna Ed.10 Thn.XIX_1437H/2016M

BABA V PENUTUP A. KESIMPULAN. Dari beberapa penjelasan yang diuraikan di muka terhadap

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian, Tujuan dan Dasar Hukum Perkawinan. a. Menurut Hanabilah: nikah adalah akad yang menggunakan lafaz nikah

AD{AL DENGAN ALASAN CALON SUAMI SEORANG MUALLAF DAN

BAB IV ANALISA TENTANG TINJAUN HUKUM ISLAM TERHADAP KAWIN DI BAWAH UMUR. A. Analisa Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kawin di Bawah Umur

BAB V PEMBAHASAN. A. Praktek Dan Pemahaman Masyarakat Desa Pinggirsari Kecamatan Ngantru tentang Kafa ah Dalam Perkawinan

BERULANGKALI WALINYA MENOLAK ORANG YANG MEMINANG, APAKAH BOLEH WANITA MENIKAH SENDIRI?

BAB I PENDAHULUAN. bermakna perbuatan ibadah kepada Allah SWT, dan mengikuti Sunnah. mengikuti ketentuan-ketentuan hukum di dalam syariat Islam.

bismillahirrahmanirrahim

BAB IV ANALISIS YURUDIS TERHADAP KEBIJAKAN KEPALA DESA YANG MENAMBAH USIA NIKAH BAGI CALON SUAMI ISTRI YANG BELUM

PROSESI PRANIKAH DAN NIKAH HERVI FIRDAUS

PEMBAGIAN WARISAN. Pertanyaan:

BAB II KERANGKA TEORI. laki-laki dan seorang perempuan karena ikatan suami isteri, dan membatasi hak

P U T U S A N Nomor 87/Pdt.G/2015/PTA.Mks.

SOAL SEMESTER GANJIL ( 3.8 )

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KASUS TAUKIL WALI NIKAH VIA TELEPON

bismillahirrahmanirrahim

BAB IV ANALISIS HUKUM TERHADAP PERKAWINAN DI BAWAH UMUR TANPA DISPENSASI KAWIN PENGADILAN AGAMA

BAB LIMA PENUTUP. sebelumnya. Dalam bab ini juga, pengkaji akan mengutarakan beberapa langkah

Standar Kompetensi : 7. Memahami hukum Islam tentang Waris Kompetensi Dasar: 7.1 Menjelaskan ketentuan-ketentuan hukum waris 7.2 Menjelaskan contoh

BAB IV WALI AD}AL KARENA KESAMAAN WETON DITINJAU DALAM HUKUM ISLAM

ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KASUS PERNIKAHAN SIRRI SEORANG ISTRI YANG MASIH DALAM PROSES PERCERAIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu bentuk pengalihan hak selain pewarisan adalah wasiat. Wasiat

BAB I PENDAHULUAN. suatu kelompok dan kemampuan manusia dalam hidup berkelompok ini dinamakan zoon

BAB I PENDAHULUAN. yang wajar dan dalam ajaran nabi, pernikahan ditradisikan menjadi sunnah beliau. dan Anas melihatnya, dan beliau bersabda:

Apakah Kawin Kontrak Itu?

IZIN POLIGAMI AKIBAT TERJADI PERZINAAN SETELAH BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DI PENGADILAN AGAMA YOGYAKARTA

Perzinahan dan Hukumnya SEPUTAR MASALAH PERZINAHAN DAN AKIBAT HUKUMNYA

BAB III KONSEP MAQASID ASY-SYARI AH DAN PENCEGAHAN TERHADAP NIKAH DI BAWAH TANGAN

BAB IV ANALISIS PERSAMAAN DAN PERBEDAAN KETENTUAN PASAL 182 KHI DAN PERSPEKTIF HAZAIRIN TENTANG BAGIAN WARIS SAUDARA PEREMPUAN KANDUNG

BAB II TAUKIL WALI NIKAH DALAM HUKUM ISLAM

BAB IV ANALISIS TERHADAP PROSES PENYELESAIAN WALI ADHAL DI. PENGADILAN AGAMA SINGARAJA NOMOR. 04/Pdt.P/2009/PA.Sgr

I. PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan kebutuhan hidup seluruh umat manusia sejak zaman. dibicarakan di dalam maupun di luar peraturan hukum.

Nikah Sirri Menurut UU RI Nomor 1 Tahun 1974 Wahyu Widodo*

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP PRAKTIK PENJATUHAN TALAK SEORANG SUAMI MELALUI TELEPON DI DESA RAGANG KECAMATAN WARU KABUPATEN PAMEKASAN

P E N E T A P A N Nomor: XXX/Pdt.P/2012/PA.GM

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawadah wa rahmah. 3 Agar

PENETAPAN Nomor 0004/Pdt.P/2014/PA.Pkc DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

Pengertian Mawaris. Al-miirats, dalam bahasa Arab adalah bentuk mashdar (infinitif) dari kata waritsa-yaritsuirtsan-miiraatsan.

PENETAPAN Nomor : 04/Pdt.P/2010/PA.Gst BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB IV. ANALISIS DASAR DAN PERTIMBANGAN MAJELIS HAKIM DALAM PENETAPAN PENGADILAN AGAMA BLITAR NO. 0187/Pdt.P/2014/PA.BL

STUDI ANALISIS PEMAKSAAN MENIKAH MENURUT HUKUM ISLAM

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN. Perkawinan yang dalam istilah agama disebut nikah ialah melakukan

Spirit Keadilan Dalam Warisan :Dirasah Hadis Edisi 37

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perempuan pastilah yang terbaik untuk mendampingi lelaki, sebagaimana

BAB I PENDAHULUAN. kalangan manusia, tetapi juga terjadi pada tumbuhan maupun hewan. Perkawinan

BAB II PERKAWINAN DALAM HUKUM MUNAKAHAT (FIQH) DAN PERWALIAN DALAM HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA. A. Perkawinan Dalam Hukum Munakahat (Fiqh)

BAB I PENDAHULUAN. Segi kehidupan manusia yang telah diatur Allah dapat dikelompokkan

BAB TIGA PERKAHWINAN KERANA DIJODOHKAN MENURUT UNDANG UNDANG PERKAWINAN NOMOR 1 TAHUN 1974 DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM INDONESIA

menikah akan membentuk keluarga yang sakinah, mawadah warahmah. Dalam pernikahan yang berlandaskan al- Qur an dan Sunnah. Tata cara tersebut antara

BAB IV PARADIGMA SEKUFU DI DALAM KELUARGA MAS MENURUT ANALISIS HUKUM ISLAM

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KAWIN PAKSA DAN IMPLIKASI HUKUMNYA.

FATWA TARJIH MUHAMMADIYAH HUKUM NIKAH BEDA AGAMA

P E N E T A P A N Nomor : 0036/Pdt.P/2014/PA.Pas. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. bersama yang disebut dengan lembaga perkawinan. merupakan ibadah (Pasal 2 Kompilasi Hukum Islam). 2

BAB I PENDAHULUAN. oleh karena itu manusia wajib berdoa dan berusaha, salah satunya dengan jalan

ANALISIS PENDAPAT IMAM SYAFI I TENTANG MAHAR DENGAN SYARAT

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. poligami yang diputus oleh Pengadilan Agama Yogyakarta selama tahun 2010

BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG ISBAT NIKAH. Mengisbatkan artinya menyungguhkan, menentukan, menetapkan

Tetapi Wali Yang Lebih Berhak Tidak Terhalang. Legal Memorandum

BAB I PENDAHULUAN. hidup di dunia ini dengan seorang diri, manusia butuh teman, butuh seseorang

BAB IV DASAR PERTIMBANGAN MAHKAMAH AGUNG TERHADAP PUTUSAN WARIS BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PELARANGAN NIKAH DIKALANGAN KIAI DENGAN MASYARAKAT BIASA DI DESA BRAGUNG KECAMATAN GULUK-GULUK KABUPATEN SUMENEP

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP STATUS ANAK DARI PEMBATALAN PERKAWINAN

BAB IV PERNIKAHAN SEBAGAI PELUNASAN HUTANG DI DESA PADELEGAN KECAMATAN PADEMAWU KABUPATEN PAMEKASAN

BAB I PENDAHULUAN. melangsungkan pernikahan dalam bentuk Ijab dan Qabul. Dalam pernikahan yang

BAB IV ANALISIS A. Pelaksanaan Pembayaran Upah Buruh Tani Oleh Pemberi Kerja

BAB II KEDUDUKAN ANAK MENURUT HUKUM ISLAM

KOMPETENSI DASAR: INDIKATOR:

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada kodratnya adalah sebagai makhluk sosial (zoon politicon)

IMPLIKASI PERKAWINAN DI BAWAH TANGAN DALAM PRESFEKTIF HUKUM ISLAM DAN UU NO. 1 TAHUN 1974

BAB IV HUKUM PERJODOHAN PAKSA MENURUT SYARI AT ISLAM. A. Analisis Praktik Perjodohan Paksa Anak Gadis di Desa Brokoh

Rasulullah SAW suri teladan yang baik (ke-86)

BAB I PENDAHULUAN. mahluk Allah SWT, tanpa perkawinan manusia tidak akan melanjutkan sejarah

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP UPAH CATONAN DI DESA CIEURIH KEC. MAJA KAB. MAJALENGKA

Transkripsi:

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Pembahasan perwalian nikah dalam pandangan Abu Hanifah dan Asy- Syafi i telah diuraikan dalam bab-bab yang lalu. Dari uraian tersebut telah jelas mengungkapkan perwalian nikah dari mulai dasar hukum, pandangan Abu Hanifah dan Asy-Syafi i, metode istimbath yang dipakai oleh keduanya, Agar uraian tersebut dapat dipahami dengan jelas dan singkat, maka berikut ini penulis kemukakan kesimpulannya ; 1. Kedudukan wali nikah bagi golongan Abu Hanifah yaitu bahwa perempuan dewasa, gadis maupun janda dapat menikahkan dirinya dan anak perempuannya. Salah satu dasarnya adalah al-qur an surat al-baqarah 230 yang artinya : Kemudian apabila suami mentalaknya (sesudah talak yang kedua) maka perempuan itu tidak halal lagi bagi hingga ia menikah dengan suami yamg lain Kata nikah adalah bentuk pelaksanaan pernikahan dari perempuan itu sendiri. Dan diantara hadis yang dijadikan dasar yakni yang artinya : Janda itu lebih berhak dengan dirinya daripada walinya (HR Al-Khamsah kecuali Al-Bukhari) 103

Adapun golongan Asy-Syafi i yang menganggap bahwa wali nikah adalah salah satu rukun nikah, maka salah satu dasarnya yaitu al-qur an surat al- Baqarah ayat 232 yang artinya : Maka apabila telah sampai (habis) masa iddah mereka, janganlah kalian (para wali) menghalangi mereka menikah lagi dengan bakal suaminya, apabila telah terdapat kerelaan diantara mereka dengan cara yang ma ruf Adanya peran menghalangi bagi wali menunjukkan adanya peran wali dalam suatu proses pernikahan. Sedangkan hadis yang dijadikan dasar diantaranya ialah yang artinya : Tidak sah nikah kecuali ada wali (HR Ahmad, Abu Dawud, Al-Turmuzi dan Ibnu Majah) 2. Metode istimbath dalam hukum perwalian nikah Asy-Syafi i mendasari pendapatnya dengan hadis riwayat Az-Zuhri dari Aisyah sesungguhnya Nabi SAW bersabda yang artinya : Perempuan siapa saja yang menikah tanpa izin walinya, maka nikahnya batal Pandangan Abu Hanifah hadis-hadis yang mempersyaratkan wali dalam pernikahan itu adalah tertentu pada anak kecil yang tidak sah baginya pentasarufan yang berkaitan dengan kaidah-kaidah agama secara umum. Maka sesungguhnya akad nikah seperti halnya jual beli, oleh karena itu jika seseorang yang akad jual belinya bisa diterima maka akad nikahnya pun bisa diterima. Apabila sesuatu bertentangan dengan kias ini maka harus ditakhses, dan ini adalah kaidah usul. 104

Berbeda dengan pendapat golongan Asy-Syafi i yang tidak mengqiyaskan akad nikah dengan jual beli, oleh karenanya akad nikah tidak dapat disamakan dengan akad (pentasarufan) jual beli Golongan Asy-Syafi i juga mendasarkan pada akad nikah yang dilaksanakan oleh Abu Bakar RA dalam menikahkan putrinya Aisyah untuk Rasul, ia adalah anak perempuan kecil dan perawan. Maka dapat diketahui bahwa illah (alasan) kewenangan wali adalah pada masalah perawan. Dan illah ini berlaku pula pada perawan secara umum. Berbeda dengan janda yang telah mengetahuinya maka kewenangan wali tidak boleh mendahuluinya Perbedaan istimbath dengan qiyas ini terletak pada illah kecil dan perawan. Maka pendapat Abu Hanifah : wali tidak berwenang memaksa perawan dewasa. Karena illahnya perawan. Sedangkan golongan Asy- Syafi i : wali berwenang memaksa perawan dewasa dan tidak berwenang janda sekalipun kecil karena illahnya adalah kecil Golongan Asy-Syafi i mendasari pendapatnya dengan ayat al-qur an surat al- Baqarah ayat 232 yang artinya : Maka apabila telah sampai (habis) masa iddah mereka, janganlah kalian (para wali) menghalangi mereka menikah lagi dengan bakal suaminya, apabila telah terdapat kerelaan diantara mereka dengan cara yang ma ruf Menurut pendapat Asy-Syafi i وجه الداللة (sasaran pembicaraan) ayat ini adalah para wali. Golongan Abu Hanifah mengambil dasar al-qur an surat al-baqarah ayat 230 yang artinya : Kemudian apabila suami mentalaknya (sesudah talak yang kedua) maka perempuan itu tidak halal lagi bagi hingga ia menikah dengan suami yamg lain 105

Penunjukan kata nikah sasarannya adalah perempuan, hal ini mengandung pengertian bahwa pelaksanaan akad nikah dilaksanakan atas kewenangan dan keinginan perempuan itu sendiri. 3. Hasil dari pendapat keduanya a. Pendapat Asy-Syafi i yang memberi pemahaman bahwa wali adalah yang lebih tepat memilihkan calon suami bagi perempuan mauliyahnya daripada perempuan itu sendiri. Namun tidak berarti hak penuh untuk melangsungkan akad nikah, bahkan dapat dibatalkan pernikahannya dengan seorang suami (yang tidak mendapat persetujuannya) b. Wali nikah tidak disyaratkan rasyid karena sesungguhnya rasyid diperlukan untuk menghilangkan sifat kekurangan seperti fasik dan khiyanat dalam berbagai mu amalat sedangkan dalam perwalian nikah hanya sebatas untuk dapat memberikan pilihan bagi perempuan mauliyahnya dalam hal kafa ah dan mahar misil, yang mana apabila diterapkan tanpa ada keduanya akan berakibat buruk bagi mauliyahnya dan walinya. c. Dari pendapat keduanya dapat dikompromikan bahwa sesungguhnya pernikahan terdapat hak bersekutu antara perempuan dan walinya. Tidak diperkenankan salah satu dari keduanya berdiri sendiri dalam melaksanakan akad nikah tetapi persekutuan hak yaitu dengan pernyataan persetujuan keduanya. Seorang perempuan tidak dapat menolak (begitu saja) tanpa mempertimbangkan masukan walinya karena naluri keperempuannya yang menjadikan tidak patut berbuat sendirian. Demikian pula dengan seorang wali tidak boleh mengabaikan hak perempuan mauliyahnya. Adanya sebuah hadis yang meriwayatkan seorang gadis yang datang kepada Nabi SAW dan 106

mengatakan bahwa dirinya dinikahkan oleh ayahnya dengan anak pamannya dengan tujuan meningkatkan martabatnya, lalu Nabi menyuruh agar dipanggil ayahnya, namun kemudian gadis itu menerima apa yang diperbuat ayahnya, hanya ingin memberitahu bahwa dirinya mempunyai hak. d. Tidak adanya paksaan adalah hal yang sesuai dengan kaidah syari ah oleh karenanya bagi janda yang berakal lagi cakap, ayahnya tidak mengambil peran kecuali sedikit dan atas ridlonya. Bagaimana bisa diperbolehkan menyerahkan kemerdekaan dan harga dirinya kepada orang yang dia kehendaki tanpa ridanya dan menjadikannya terikat? padahal sabda Rasul SAW : Bertakwalah kepada Allah dalam masalah perempuan karena sesungguhnya mereka adalah (اتقوا هللا فى النساء فانهن عوان عندكم ( bagimu separuh bagian 4. Perwalian nikah dalam perundang-undangan. a. Dalam pasal 20 Kompilasi Hukum Islam ayat (1) dirumuskan sebagai berikut : Yang bertindak sebagai wali nikah ialah seorang laki-laki yamg memenuhi syarat hukum Islam yakni Muslim, aqil, dan balig. Dalam pelaksanaannya, akad nikah atau ijab dan qabul penyerahannya dilakukan oleh wali mempelai perempuan atau yang mewakilinya dan qabul (penerimaan) oleh mempelai laki-laki. Dalam Undang-undang perkawinan secara eksplisit tidak diatur tentang perwalian nikah, hanya dalam pasal 26 ayat (1) dinyatakan : Perkawinan yang dilangsungkan dimuka Pegawai Pencatat Nikah yang tidak berwenang, wali nikah yang tidak sah, atau yang dilangsungkan tanpa dihadiri oleh 2 (dua) orang saksi dapat dimintakan pembatalannya oleh para keluarga dalam garis keturunan lurus keatas dari suami istri, jaksa, dan suami atau istri. 107

b. Pasal 28 menyatakan bahwa Pernikahan bagi perempuan yang tidak mempunyai wali seperti yatim dan lainnya dalam ketentuan hakim ketua didaerah perwaliannya Dalam undang-undang di Mesir bahwa perwalian jalur anak kebawah lebih diutamakan dari pada jalur ayah keatas hal ini berbeda dengan mazhab Syafi i yang tidak menjadikannya jalur anak dalam urutan perwalian. c. Di Libanon berlaku aturan sesuai golongan Sunni, tentang perwalian nikah disebutkan pada Undang-undang Hak-hak Keluarga Pasal 10 dijelaskan : Wali dalam pernikahan adalah keluarga (kerabat) yaitu : anak laki-laki, cucu lakilaki, dan terus kebawah, kemudian ayah, kakek, dan terus keatas, kemudian jalur saudara laki-laki seperti saudara laki-laki syaqiq (seayah seibu), saudara laki-laki seayah, dan anak-anak mereka, kemudian jalur saudara ayah laki-laki seperti paman syaqiq, paman seayah, dan putra-putra mereka. Kemudian sesudah urutan tersebut kewenangan menikahkan adalah bagi hakim. d. Dalam Hukum Keluarga Aljazair secara tegas wali tidak diperbolehkan menikahkan tanpa persetujuan calon pengantin perempuan, dan hukum tidak menyatakan bahwa akad pernikahan seorang wanita adalah tugas wali, meskipun dia ayahnya atau hubungan laki-laki lain dekat (atau hakim jika tidak ada wali) 5. Batasan Usia Nikah Berdasarkan pengamatan berbagai pihak menunjukkan bahwa usia nikah yang belum masak secara lahir batin dikhawatirkan kesejahteraan bagi keturunannya, bahkan sering kali menimbulkan hal-hal yang tidak sejalan 108

dengan misi dan tujuan pernikahan yakni, sakinah, mawaddah, warahmah (ketentraman dan kasih sayang). B. SARAN-SARAN Setelah mengadakan kajian dan mengetahui perwalian nikah dalam pandangan Abu Hanifah dan Asy-Syafi i, metode istimbat yang dipakai keduanya, penulis menganjurkan beberapa saran untuk bahan renungan dan kajian lebih lanjut : 1. Perlu kajian lebih mendalam dan komprehensif tentang wali nikah baik kedudukannya, kewenangan wali, perempuan mauliyahnya dan illah yang menjadikan alasan dalam pengambilan hukum perwalian nikah. Hal ini akan dapat membuka wawasan dan pemahaman dalam menyikapi keadaan sosial (kultur masyarakat) berkaitan wali nikah. 2. Perlu menumbuh-kembangkan kesadaran secara kreatif serta menelusuri norma-norma (hukum keluarga) Islam dan hukum perwalian dalam pernikahan pada khususnya. 3. Perlu kajian untuk menentukan kriteria atau batasan-batasan yang dapat dibenarkan dan dipertanggung jawabkan tentang masalah perwalian agar prinsip hukumnya bisa difahami lebih mudah serta dapat diaplikasikan dalam kehidupan masyarakat. 4. Perlu rekontruksi dan pendefinisian wali nikah selama tidak bertentangan dengan hukum Allah (al-qur an) dan Rasul-Nya (al-sunah) sehingga disamping adanya idealitas pelaksanaan norma hukum tersebut tetapi juga 109

realitas. Dengan demikian akan terbentuk image pada masyarakat bahwa ajaran Islam adalah dinamis, sempurna, berlaku setiap waktu dan tempat. C. PENUTUP Sampai disini pembahasan wali nikah semoga mendapat perhatian untuk kajian lebih lanjut secara komprehensif. Saran dan kritik membangun senantiasa penulis harapkan demi kesempurnaan penulisan hasil kajian ini. Akhirnya hanya kepada Allah SWT sandaran dan harapan semua urusan. Semoga bermanfaat. Amiin. 110