BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Infrastruktur menurut Grigg (Nurmadimah, 2012:19) adalah semua fasilititas

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. telepon, jaringan gas dan pemadam kebakaran. Utilitas umum ini membutuhkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian Infrastruktur menurut American Public Works Association (Stone,

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Tengah didapat nilai D, dengan persentase rating sebesar 69,79%. Analisa data ini

CANN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR :_3 TAHUN 2010 TAHUN TENTANG PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN TAHUN JAMAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR :_3 TAHUN 2010 TAHUN TENTANG PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN TAHUN JAMAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 8 TAHUN 2009 SERI : E NOMOR : 2

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 5 TAHUN 2012 SERI E.1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG

Implementasi Perpres 67/2005 di Daerah

No. Program Sasaran Program Instansi Penanggung Jawab Pagu (Juta Rupiah)

BAB I PENDAHULUAN. menerus berupaya untuk mensejahterakan rakyatnya. Salah satu hal yang dapat

BUPATI JOMBANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.118, 2009 DEPARTEMEN KEUANGAN. Infrastruktur. Perusahaan. Pembiayaan.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2009 NOMOR : 24 PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR : 24 TAHUN 2009 TENTANG MEKANISME KERJASAMA ASET DAERAH

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG

PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 29/POJK.05/2014 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA PERUSAHAAN PEMBIAYAAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Infrastruktur memegang peranan penting sebagai salah satu roda

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT

Sebagai upaya untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan di

BUPATI PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG

V BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN

WALIKOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH

KEPPRES 81/2001, KOMITE KEBIJAKAN PERCEPATAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 164/PMK.06/2014 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 3 TAHUN 2017 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 03 dan Oxford Dictionary). Istilah ini umumnya merujuk kepada hal

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 164 /PMK.06/2014 TENTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan didaerah-daerah tertentu,. Untuk itu sektor yang kini menjadi pusat

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 105 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN PEMERINTAH

Tentang: BADAN PENETAPAN DAN PENGENDALIAN PENYEDIAAN PRASARANA DAN SARANA PEKERJAAN UMUM

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PROVINSI PAPUA BUPATI MERAUKE PERATURAN DAERAH KABUPATEN MERAUKE NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG

Tujuan Penyediaan Prasarana

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2014 TENTANG PERCEPATAN PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PRIORITAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi yang berlaku walaupun terjadi secara berlanjut dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. fisik pengorganisasian sistem struktur yang diperlukan untuk jaminan ekonomi

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH. A. Pengertian Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG

Undang-Undang No. 2 tahun 2012

SALINAN NO : 14 / LD/2009

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

5. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh keterbatasan dari daya saing produksi (supply side), serta

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMBAHASAN KERANGKA PANDUAN UMUM PELAKSANAAN KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA (KPBU) DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR

RAPERDA PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

SALINAN PERATURAN MENTERI NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONALI KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN

MATRIKS 2.2.B ALOKASI PENDANAAN PEMBANGUNAN TAHUN 2011 Bidang: Sarana dan Prasarana

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 20

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP

BUPATI BANGLI PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGLI NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN PROVINSI SULAWESI TENGAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan ekonomi (Grigg, 1988 dalam Kodoatie, 2003). Sistem infrastruktur. yang dikatakan Kwiatkowski (1986) dalam Hudson (1997).

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2.4. Permasalahan Pembangunan Daerah

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 142/PMK.07/2007 TENTANG PENETAPAN ALOKASI DANA ALOKASI KHUSUS TAHUN ANGGARAN 2008 MENTERI KEUANGAN,

WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI NOMOR 18 TAHUN 2013 TENTANG KAWASAN INDUSTRI KOTA KENDARI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI GUNUNGKIDUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL NOMOR TAHUN 2017 TENTANG

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN

PERATURANPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2014 TENTANG PERCEPATAN PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PRIORITAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat bertambah sehingga akan meningkatkan kemakmuran masyarakat

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN PROVINSI SULAWESI TENGAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DUKUNGAN KEMENTERIAN UNTUK PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR KEMENTERIAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEBIJAKAN DAN PENANGANAN PENYELENGGARAAN AIR MINUM PROVINSI BANTEN Oleh:

GORR Dipastikan Tuntas 2019, Khusus Segmen I,II, Segmen III Tersendat Pembebasan Lahan

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 140/PMK.06/2014 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK

Bab II. Tujuan, Kebijakan, dan Strategi 2.1 TUJUAN PENATAAN RUANG Tinjauan Penataan Ruang Nasional

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 81/Permentan/OT.140/8/2013 TENTANG PEDOMAN TEKNIS TATA CARA ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2012 TENTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya;

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum. Tentang PEDOMAN PEMANTAUAN DAN EVALUASI PEMANFAATAN RUANG WILAYAH KOTA BERBASIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

BAB 2 LANDASAN TEORI

I. PENDAHULUAN. prioritas nasional dalam proses pencapain pertumbuhan ekonomi yang tinggi.

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH

I. Permasalahan yang Dihadapi

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78/PMK.06/2014 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN PEMANFAATAN BARANG MILIK NEGARA

LAMPIRAN VII PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SLEMAN TAHUN

PROVINSI PAPUA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PUNCAK JAYA NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. upaya terus ditempuh pemerintah guna mendorong pembangunan ekonomi

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN

SALINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPANULI UTARA NOMOR 08 TAHUN 2016 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA KAWASAN INDUSTRI

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Infrastruktur Infrastruktur menurut Grigg (Nurmadimah, 2012:19) adalah semua fasilititas fisik yang sering disebut dengan pekerjaan umum. Menurut AGCA (associated General Conctractor of America), mendefinisikan infraktruktur adalah semua aset berumur panjang yang dimiliki oleh pemerintah setempat, pemerintah daerah maupun pusat dan utilitas yang dimiliki oleh para pengusaha (Nurmadimah, 2012:20). Grigg (Nurmadimah, 2012:19) menjelaskan bahwa infrastruktur merujuk pada sistem fisik yang menyediakan transportasi, pengairan, drainase, bangunanbangunan gedung dan fasilitas publik yang lain yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia dalam lingkup sosial dan ekonomi. Menurut peraturan Presiden Republik Indonesia nomor 67 tahun 2005, dijelaskan bahwa penyediaan infrastruktur adalah kegiatan yang meliputi pekerjaan konstruksi untuk membangun atau meningkatkan kemampuan infrastruktur dan/atau kegiatan pengelolaan infrastruktur dan/atau pemeliharaan infrastruktur dalam rangka meningkatkan kemanfaatan infrastruktur. 2.2. Sistem infrastruktur Menurut Grigg (Nurmadimah, 2012:20), Sistem infrastruktur merupakan merupakan pendukung utama fungsi-fungsi sistem sosial dan sistem ekonomi 6

7 dalam kehidupan sehari-hari masyarakat. Sistem infrastruktur dapat didefinisikan sebagai fasilitas-fasilitas atau struktur-struktur dasar, peralatan-peralatan, instalasi yang dibangun dan yang dibutuhkan untuk berfungsinya sistem sosial dan sistem ekonomi masyarakat. Menurut peraturan Presiden Republik Indonesia nomor 67 tahun 2005, jenis Infrastruktur mencakup : 1. infrastruktur transportasi, meliputi pelabuhan laut, sungai atau danau, bandar udara, jaringan rel dan stasiun kereta api; 2. infrastruktur jalan, meliputi jalan tol dan jembatan tol; 3. infrastruktur pengairan, meliputi saluran pembawa air baku; 4. infrastruktur air minum yang meliputi bangunan pengambilan air baku, jaringan transmisi, jaringan distribusi, instalasi pengolahan air minum; 5. infrastruktur air limbah yang meliputi instalasi pengolah air limbah, jaringan pengumpul dan jaringan utama, dan sarana persampahan yang meliputi pengangkut dan tempat pembuangan; 6. infrastruktur telekomunikasi, meliputi jaringan telekomunikasi; 7. infrastruktur ketenagalistrikan, meliputi pembangkit, transmisi atau distribusi tenaga listrik; dan 8. infrastruktur minyak dan gas bumi meliputi pengolahan, penyimpanan, pengangkutan, transmisi, atau distribusi minyak dan gas bumi. Infrastruktur dinyatakan pula sebagai aset fisik yang dirancang dalam sistem pelayanan publik yang penting terbagi dalam 7 kategori utama. Namun dalam penetapan kategori infrastruktur ini terdapat beberapa perbedaan antara program pembangunan prasarana kota terpadu (P3KT) dengan Grigg (1988), Hudson

8 (1997), Kodoatie (2003) maupun Supirin (2003) (dalam Nurmadimah, 2012:20). Pengkategorian dalam program pembangunan prasarana kota terpadu (P3KT) tidak menyertakan bagunan gedung dan fasilitas rekreasi, serta memisahkan pengelolaan air bersih dengan air kotor, sedang Grigg maupun Hudson mengkategorikan pengelolaan air bersih, air limbah dan drainase pada satu kategori dan menyertakan serta memasukan bangunan gedung dan fasilitas rekreasi pada kategori terpisah (Nurmadimah, 2012:20). 2.3. Krisis infrastruktur Krisis adalah suatu proses yang mengubah keadaan menjadi buruk. Adanya krisis infrastruktur menjadikan situasi pada infrastruktur tersebut menjadi lebih buruk. Akibat yang ditimbulkan dari krisis infrastruktur menurut Grigg dalam Kodoatie (2003:39): 1. Kegagalan pembuatan (modal, desain, konstruksi/teknologi) 2. Runtuh (ambruk, teknologi) 3. Rusak/aus (umur, pemakaian, salah pakai) 4. Bencana alam (banjir, gempa, kebakaran) 5. Tidak ada penambahan/penyesuaian (kapasitas kurang) 6. Tidak ada/minim pemeliharaan Penyebab-penyebab dari kesalahan manajemen yaitu : 1. Pemotongan anggaran/investasi kurang 2. Kesalahan pemilihan infrastruktur

9 3. Pemakaian melewati umur/life-cycle tidak diperhatikan 4. Kecenderungan mengabaikan pemeliharaan 5. Mahalnya teknologi baru. Berdasarkan uraian tentang penyebab terjadinya krisis dalam kelayakan infrastruktur diatas dalam hal ini sistem manajemen juga berpengaruh besar terhadap perkembangan suatu infrastruktur, maka akan lebih jika suatu infrastruktur selalu diperhatikan kelayakanya. Agar tidak terjadinya krisis dalam bidang infrastruktur. 2.4 Sistem manajemen infrastruktur Cara untuk menggunakan sumber daya yang terbatas untuk mencapai tujuan tertentu adalah manajemen. Sumber daya dapat dikatakan dengan 5M yaitu, menurut (Grigg dalam Kodoatie, 2003:43): 1. Men (manusia) 2. Materials (bahan) 3. Machines (peralatan/mesin) 4. Methods (cara kerja/metode) 5. Money (modal) Cara untuk menggunakan sumber daya alam, dapat dilakukan dengan cara : 1. Perencanaan investasi (investment planning); 2. Perancangan (designing); 3. Pelaksanaan konstruksi (construction); 4. Pemakaian/penggunaan (operation), pemeliharaan (muintenance);

10 5. Pemantauan (monitoring) dan evaluasi (evaluation) tingkat pelayanan infrastruktur, meliputi (Grigg dalam Kodoatie, 2003:44).: a. Sistem manajemen pemeliharaan b. Sistem manajemen operasi c. Sistem pendukung keputusan d. Sistem manajemen kerja & organisasi e. Rencana dan program kerja f. Kepala Pengoperasian g. Budget h. Sistem manajemen financial i. Sistem manajemen proyek j. Sistem infrastruktur Berdasarkan data, kualitas infrastruktur Indonesia berada di peringkat 72, sedangkan Malaysia berada di peringkat 20 dan negara Singapura berada di urutan 2. Kualitas pelabuhan di Indonesia dinilai masih rendah peringkatnya, kualitas pelabuhan Indonesia menurut urutan di didunia pada peringkat 77, sementara Malaysia di peringkat 19, dan Singapura di peringkat 2 (Dhany, 2014 di akses dari http://finance.detik.com/read/2014/11/26/123319/2759531/1036/kualitasinfrastruktur-ri-no72-di-dunia-malaysia-no20-dan-singapura-no2). Menurut Global Competitiveness Index 2014-2015 kualitas infrastruktur Indonesia masih relatif lebih rendah dibandingkan rata-rata negara ASEAN. Peringkat kualitas infrastruktur Indonesia ke-72 dari 144 negara, dibawah Singapore dan Malaysia. Panjang jalan tol di Indonesia relatif lebih rendah

11 dibandingkan negara lainnya. Dari sisi fisik infrastruktur, saat ini Indonesia memiliki jalan tol sepanjang 918 km sementara Malaysia memiliki jalan tol sepanjang 3.000 km dan China sepanjang 65.065 km. Sebagian besar kapasitas terminal bandara nasional juga sudah mengalami overload. Bandara Soekarno- Hatta tingkat overloadnya sudah mencapai 260,9% dan bandara Juanda mencapai 141,7% pada tahun 2013 (opini dalam Industri Update, office of Chief Economist Volume 15, Septeber 2014 di akses dari http://www.bankmandiri.co.id/indonesia/eriview-pdf/oipn18056493.pdf.). 2.5 Jawa Tengah Jawa Tengah adalah sebuah provinsi Indonesia yang terletak di bagian tengah Pulau Jawa. Provinsi ini berbatasan dengan Provinsi Jawa Barat di sebelah barat, Samudra Hindia dan Daerah Istimewa Yogyakarta di sebelah selatan, Jawa Timur di sebelah timur, dan Laut Jawa di sebelah utara. Luas wilayahnya 32.548 km², atau sekitar 25,04% dari luas pulau Jawa. Provinsi Jawa Tengah juga meliputi Pulau Nusakambangan di sebelah selatan (dekat dengan perbatasan Jawa Barat), serta Kepulauan Karimun Jawa di Laut Jawa. Secara administratif, Provinsi Jawa Tengah terdiri atas 29 kabupaten dan 6 kota. Administrasi pemerintahan kabupaten dan kota ini terdiri atas 545 kecamatan dan 8.490 desa/kelurahan. Sebelum diberlakukannya Undang-undang Nomor 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah, Jawa Tengah juga terdiri atas 4 kota administratif, yaitu Purwokerto, Purbalingga, Cilacap, dan Klaten. Namun

12 sejak diberlakukannya Otonomi Daerah tahun 2001 kota-kota administratif tersebut dihapus dan menjadi bagian dalam wilayah kabupaten. Menyusul otonomi daerah, 3 kabupaten memindahkan pusat pemerintahan ke wilayahnya sendiri, yaitu Kabupaten Magelang (dari Kota Magelang ke Kota Mungkid), Kabupaten Tegal (dari Kota Tegal ke Slawi), serta Kabupaten Pekalongan (dari Kota Pekalongan ke Kajen). Pemerintah Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2014 menganggarkan dana dari APBD 2014 sebesar 1,2 triliun rupiah untuk pembangunan infrastruktur. Dari jumlah itu, sekitar 982 miliar rupiah di antaranya diperuntukkan bagi pembangunan dan peningkatan jalan serta jembatan yang tersebar di berbagai titik. Pada tahun 2013 alokasi anggaran untuk peningkatan kualitas jalan dan jembatan hanya sekitar 600 miliar rupiah, sedangkan pada tahun 2014 naik jadi 982 miliar rupiah (SM/Ant, 2014. diakses dari http://koran-jakarta.com/?6724- jateng%20prioritaskan%20pembangunan%20infrastruktur). Pertumbuhan infrastruktur di Jawa Tengah menunjukkan data yang berfluktuatif meliputi infrastruktur ekonomi (panjang jalan, listrik yang terjual, air minum yang disalurkan, dan luas lahan sawah yang teririgasi), infrastruktur sosial (sarana pendidikan, kesehatan, dan perumahan) dan infrastruktur administrasi (jumlah PNS, dan pengeluaran pembangunan). Adapun data pertumbuhan infrastruktur di Jawa Tengah adalah sebagai berikut:

13 Gambar 2.1 Persentase Pertumbuhan Infrastruktur di Jawa Tengah Berdasarkan Gambar 1. di atas dapat dilihat pertumbuhan infrastruktur di Jawa Tengah. Di beberapa tahun infrastruktur di Jawa Tengah ada pertumbuhanya yang negatif, mengindikasikan penawaran yang ada masih kurang baik (Zamzami, 2014:4). Infrastruktur jalan merupakan infrastruktur yang penting, sehingga dibutuhkan infrastruktur jalan dalam kondisi baik untuk mempermudah mobilitas masyarakat ke daerah disekitarnya serta untuk memperlancar arus perpindahan barang dan jasa. Air bersih dan energi listrik dapat mempengaruhi secara langsung maupun tidak langsung untuk meningkatkan produksi rumah tangga maupun industri agar dapat memaksimalkan output yang dihasilkan. Infrastruktur sumber daya air pada dasarnya adalah upaya untuk memberikan akses secara adil kepada

14 seluruh masyarakat untuk mendapatkan air bersih agar mampu berkehidupan yang sehat, bersih dan produktif. Infrastruktur tenaga listrik sebagai salah satu bentuk energi final memegang peranan yang sangat penting untuk mendorong berbagai aktivitas ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dan infrastruktur pertanian dalam hal ini jaringan irigasi merupakan prasarana penting dalam mendukung pembangunan pertanian untuk mencapai output yang maksimal dan ketahanan pangan (Zamzami, 2014:5-6). Dalam implementasi MP3EI di Jateng perlu menmperhatikan aspek lingkungan dan sumber daya alam sebagai pendukung pengembangan indsutri makanan-minuman dan industri tekstil, yang meliputi (Retno, 2012 di akses dari http://drdjateng.org/?p=242): a. Konversi lahan. b. Kandungan lokal (berkaitan dengan pertanian lokal). c. Keamanan air (water security). d. Beban pencemaran. e. Kebutuhan energi Jawa Tengah perlu memperhatikan 3 hal untuk mengukur kesiapan terhadap implementasi MP3EI, yaitu (Retno, 2012 di akses dari http://drdjateng.org/?p=242): a. Struktur ekonomi Jawa Tengah. Perlu mengetahui potensi pengembangannya termasuk aspek perdagangan dan investasi serta berhati-hati terhadap konsumsi pemerintah dan investasi yang relatif rendah proporsinya.

15 b. Penyerapan tenaga kerja. Industri cenderung belum mampu menjadi penyerap tenaga kerja terbesar. c. Kemiskinan. Kemiskinan desa lebih tinggi dibandingkan dengan kemiskinan kota sehingga memerlukan kebijakan khusus. Perlu mempertimbangkan pertumbuhan ekonomi inklusif yang memberikan peluang bagi semua, yang berarti memberikan peluang ekonomi kepada mereka yang dalam pertumbuhan saat ini tersingkirkan. Serta merupakan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan yang berarti proses tidak akan berhenti pada saat ini juga pada masa yang akan datang. Pemerintah Provinsi Jawa Tengah perlu melakukan langkah untuk (Retno, 2012 di akses dari http://drdjateng.org/?p=242): a. Penyelarasan RPJPD, RPJMD, dengan MP3EI. b. Mempertimbangkan skema MP3EI dengan memperhatikan potensi yang ada. c. Pembangunan ekonomi lokal. d. Peningkatan kualitas dan kuantitas infrastruktur. e. Keterlibatan antara industri hulu dan hilir. f. Intervensi lebih banyak untuk kemiskinan. g. Peningkatan Pendidikan dan training. Sektor pertanian perlu dikembangkan dengan dukungan penuh pemerintah untuk mengatasi pengangguran, kemiskinan, keterbelakangan (kebodohan) serta meningkatkan pertukaran barang dan jasa (Retno, 2012 di akses dari http://drdjateng.org/?p=242).