BAB I PENDAHULUAN. setiap orang memiliki harapan untuk membentuk sebuah keluarga dan untuk

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. sunnatullah yang umumnya berlaku pada semua mahkluk-nya. Hal ini merupakan

BAB I PENDAHULUAN. oleh karena itu manusia wajib berdoa dan berusaha, salah satunya dengan jalan

BAB I PENDAHULUAN. (selanjutnya ditulis dengan UUP) menjelaskan, Perkawinan ialah ikatan lahir bathin

BAB I PENDAHULUAN. perbuatan yang bernilai ibadah adalah perkawinan. Shahihah, dari Anas bin Malik RA, Ia berkata bahwa Rasulullah SAW

BAB I PENDAHULUAN. Demikian menurut pasal 1 Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang. manusia dalam kehidupannya di dunia ini. 1

BAB I PENDAHULUAN. mahluk Allah SWT, tanpa perkawinan manusia tidak akan melanjutkan sejarah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama

BAB 1 PENDAHULUAN. menyangkut urusan keluarga dan urusan masyarakat. 1. tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ke-tuhanan Yang Maha Esa.

BAB5 PERKAWINAN MENURUT UNDANG-UNDANG PERKAWINAN NOMOR 1 TAHUN 1974.

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1974 (1/1974) Tanggal: 2 JANUARI 1974 (JAKARTA)

BAB III PUTUSNYA PERKAWINAN KARENA MURTAD MENURUT HUKUM POSITIF. A. Putusnya Perkawinan karena Murtad dalam Hukum Positif di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini dibuktikan dengan adanya peraturan khusus terkait dengan perkawinan yaitu

IMPLIKASI PERKAWINAN DI BAWAH TANGAN DALAM PRESFEKTIF HUKUM ISLAM DAN UU NO. 1 TAHUN 1974

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk ciptaan Allah merupakan makhluk sosial yang

BAB I PENDAHULUAN. Qur anul Karim dan Sunnah Rosullulloh saw. Dalam kehidupan didunia ini, Firman Allah dalam Q.S. Adz-Dzaariyat : 49, yang artinya :

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan Tuhan Yang Maha Esa secara berpasangpasangan. yaitu laki-laki dan perempuan. Sebagai makhluk sosial, manusia

BAB I PENDAHULUAN. tangga. Melalui perkawinan dua insan yang berbeda disatukan, dengan segala

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II KONSEP PERKAWINAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN sembarangan. Islam tidak melarangnya, membunuh atau mematikan nafsu

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1975 dan Peraturan Menteri Agama Nomor 3 dan 4 Tahun 1975 bab II

II. TINJAUAN PUSTAKA. UU Perkawinan dalam Pasal 1 berbunyi Perkawinan adalah ikatan lahir batin

BAB I PENDAHULUAN. antara suami, istri dan anak akan tetapi antara dua keluarga. Dalam UU

PEMBATALAN PERKAWINAN DAN PENCEGAHANNYA Oleh: Faisal 1

BAB IV. ANALISIS DASAR DAN PERTIMBANGAN MAJELIS HAKIM DALAM PENETAPAN PENGADILAN AGAMA BLITAR NO. 0187/Pdt.P/2014/PA.BL

I. PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan kebutuhan hidup seluruh umat manusia sejak zaman. dibicarakan di dalam maupun di luar peraturan hukum.

AKIBAT HUKUM PERCERAIAN TERHADAP HARTA. BERSAMA di PENGADILAN AGAMA BALIKPAPAN SKRIPSI

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.

2002), hlm Ibid. hlm Komariah, Hukum Perdata (Malang; UPT Penerbitan Universitas Muhammadiyah Malang,

yang dapat membuahi, didalam istilah kedokteran disebut Menarche (haid yang

BAB I PENDAHULUAN. yang ditakdirkan untuk saling berpasangan dan saling membutuhkan 1. Hal

Lex Privatum, Vol. IV/No. 3/Mar/2016

BAB I PENDAHULUAN. senantiasa hidup bersama dengan orang lain. Naluri untuk hidup bersama

HAK JANDA/DUDA ATAS PEMBAGIAN HARTA BERSAMA AKIBAT PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA LUBUK-LINGGAU SKRIPSI

H.M.A Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat Kajian Fikih Nikah Lengkap (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h.6

BAB IV ANALISIS PANDANGAN TOKOH MUI JAWA TIMUR TERHADAP PENDAPAT HAKIM PENGADILAN AGAMA PASURUAN TENTANG STATUS ISTRI SETELAH PEMBATALAN NIKAH

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita

BAB IV WALI NIKAH PEREMPUAN HASIL PERNIKAHAN SIRI MENURUT UNDANG-UNDANG PERKAWINAN. Undang-undang perkawinan di Indonesia, adalah segala

MENGENAL PERKAWINAN ISLAM DI INDONESIA Oleh: Marzuki

SOAL SEMESTER GANJIL ( 3.8 )

BAB III AKTA NIKAH DALAM LINTAS HUKUM. A. Akta Nikah dalam Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974

IZIN POLIGAMI AKIBAT TERJADI PERZINAAN SETELAH BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DI PENGADILAN AGAMA YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. kelaminnya (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarikmenarik

BAB I PENDAHULUAN. 1 Peunoh Daly, Hukum Perkawinan Islam, Bulan Bintang, Jakarta, 1988, hlm. 104

BAB IV ANALISIS PERSAMAAN DAN PERBEDAAN IMPLIKASI HUKUM PERKAWINAN AKIBAT PEMALSUAN STATUS CALON SUAMI DI KUA

Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010 Terhadap Ketentuan Pasal 2 Ayat (2) Undang-Undang Perkawinan.

BAB I PENDAHULUAN. Perlindungan dan pengakuan terhadap penentuan status pribadi dan status

BAB 1 PENDAHULUAN. dan perempuan dari kedua jenis tersebut Allah menjadikan mereka saling

PROSEDUR BERPERKARA DI PENGADILAN AGAMA JEMBER

b. Hutang-hutang yang timbul selama perkawinan berlangsung kecuali yang merupakan harta pribadi masing-masing suami isteri; dan

commit to user BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. keluarga, perkawinan tidak hanya mengandung unsur hubungan manusia. harus memenuhi syarat maupun rukun perkawinan, bahwa perkawinan

PEMBATALAN PERKAWINAN MENURUT UNDANG-UNDANG NO 1 TAHUN 1974 DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM FAKTOR PENYEBAB SERTA AKIBAT HUKUMNYA

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Perkawinan ini menjadi sebuah ikatan antara seorang laki-laki dan seorang

BAB I PENDAHULUAN. Aristoteles, seorang filsuf yunani yang terkemuka pernah berkata bahwa

BAB I PENDAHULUAN. antara mereka dan anak-anaknya, antara phak-pihak yang mempunyai

BAB IV ANALISIS HUKUM TERHADAP PERKAWINAN DI BAWAH UMUR TANPA DISPENSASI KAWIN PENGADILAN AGAMA

PEMBATALAN PERKAWINAN KARENA PEMALSUAN IDENTITAS

BAB IV ANALISIS TENTANG STATUS PERWALIAN ANAK AKIBAT PEMBATALAN NIKAH

SKRIPSI PERTIMBANGAN HAKIM MENETAPKAN WALI ADHAL DALAM PERKAWINAN BAGI PARA PIHAK DI PENGADILAN AGAMA KELAS 1A PADANG

BAB I PENDAHULUAN. menginginkan bahagia dan berusaha agar kebahagiaan itu tetap menjadi

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN. perkawinan, tujuan hak dan kewajiban dalam perkawinan.

Nikah Sirri Menurut UU RI Nomor 1 Tahun 1974 Wahyu Widodo*


BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEMBATALAN PERKAWINAN. A.1. Pengertian Pembatalan Perkawinan menurut Undang-undang No.1

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan

BAB IV ANALISIS YURUDIS TERHADAP KEBIJAKAN KEPALA DESA YANG MENAMBAH USIA NIKAH BAGI CALON SUAMI ISTRI YANG BELUM

BAB I PENDAHULUAN. hidup seluruh umat manusia, sejak zaman dahulu hingga kini. Perkawinan

I. PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial, manusia akan selalu membutuhkan orang lain untuk

TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, suami istri memikul suatu tanggung jawab dan kewajiban.

BAB I PENDAHULUAN. etnis,suku, agama dan golongan. Sebagai salah satu negara terbesar di dunia,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Allah SWT dari kaum laki-laki dan perempuan

PEMBATALAN PERKAWINAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN TAMI RUSLI

BAB III KEDUDUKAN JAKSA DALAM PEMBATALAN PERKAWINAN DALAM PASAL 26 AYAT (1) UNDANG-UNDANG NO. 1 TAHUN 1974

Prosiding SNaPP2014Sosial, Ekonomi, dan Humaniora ISSN EISSN Sri Turatmiyah

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 tahun 1974 Tentang perkawinan BAB I DASAR PERKAWINAN. Pasal 1. Pasal 2

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk sosial yang tidak dapat lepas dari hidup

Lex Crimen Vol. V/No. 5/Jul/2016

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1989, dan telah diubah dengan Undang-undang No. 3 Tahun 2006,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHAESA. Presiden Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. adalah untuk dapat membentuk keluarga yang bahagia dan kekal, untuk

PELAKSANAAN PERKAWINAN DENGAN WALI HAKIM DI KANTOR URUSAN AGAMA KECAMATAN GROGOL KABUPATEN SUKOHARJO

Munakahat ZULKIFLI, MA

BAB I PENDAHULUAN. mensyariatkan perkawinan sebagai realisasi kemaslahatan primer, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. mulia dibanding makhluk lainnya. Manusia memiliki fitrah untuk saling

BAB IV ANALISIS TERHADAP PENETAPAN HAKIM PENGADILAN AGAMA. MALANG NOMOR 0038/Pdt.P/2014/PA.Mlg

BAB I PENDAHULUAN. bersama yang disebut dengan lembaga perkawinan. merupakan ibadah (Pasal 2 Kompilasi Hukum Islam). 2

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan dalam agama Islam mempunyai kedudukan yang sangat

BAB IV. Setelah mempelajari putusan Pengadilan Agama Sidoarjo No. 2355/Pdt.G/2011/PA.Sda tentang izin poligami, penulis dapat

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan, LN tahun 1974 Nomor 1, TLN no. 3019, Perkawinan ialah ikatan

SAHNYA PERKAWINAN MENURUT HUKUM POSITIF YANG BERLAKU DI INDONESIA. Oleh : Akhmad Munawar ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan kebutuhan kodrat manusia, setiap manusia

BAB IV WASIAT KEPADA NON MUSLIM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF. dan ditegakkan oleh atau melalui pemerintah atau pengadilan dalam negara

KAJIAN YURIDIS TERHADAP PERKAWINAN KEDUA SEORANG ISTRI YANG DITINGGAL SUAMI MENJADI TENAGA KERJA INDONESIA (TKI) KE LUAR NEGERI

Undang-undang Republik Indonesia. Nomor 1 Tahun Tentang. Perkawinan

BAB I PENDAHULUAN. Islam dilarang melangsungkan perkawinan dengan seorang laki-laki yang

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN BAGI PEGAWAI NEGERI PADA POLRI. sehari-hari orang Arab dan banyak terdapat dalam Al-Quran dan

BAB I PENDAHULUAN. kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. 1 Sedangkan menurut

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN Perkawinan memiliki arti penting bagi setiap orang, didalam kehidupan setiap orang memiliki harapan untuk membentuk sebuah keluarga dan untuk membentuk sebuah keluarga itu maka setiap orang harus melakukan perkawinan, didalam UU No. 1 Tahun 1974 pasal 1 menyebutkan : wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Perkawinan adalah ikatan lahir bathin bahwaperkawinan tidak cukup dengan adanya ikatan lahir saja atau ikatan bathinsaja. Akan tetapi hal ini harus ada kedua-duanya, sehingga akan terjalin ikatan lahir dan ikatan bathin yang merupakan pondasi yang kuat dalam membentukdan membina keluarga yang bahagia dan kekal. 1 Kompilasi Hukum Islam mengartikan perkawinan didalam pasal 2 yaitu: Perkawinan menurut hukum Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau miitsaaqan ghaliizhan untuk menaati perintah Allah dan melakukannya merupakan ibadah. Dalam hukum Islam dijelaskan bahwa untuk menyatukan dua insan yang berlainan jenis maka ditempuhlah jalan berdasar ketentuan Allah yang terdapat 1 Djoko Prakoso dan I Ketut Murtika,1985,Azas-azas Hukum Perkawinan Di Indonesia. Jakarta, Bina Aksara, hlm. 10

dalam syariat Islam, dengan mengadakan akad perkawinan dengan dasar kecintaan dan salingrela antara keduanya yang dilakukan oleh pihak wali, menurut sifat dan syarat yang telah ditentukan agar menjadi halal percampuran antara keduanya. 2 Didalam agama islam dianjurkan bagi setiap orang untuk kawin, apabila ditinjau dari keadaan melaksanakannya maka perkawinan dapat dikenai hukum wajib, sunah, haram, makruh, dan mubah. 3 1. Perkawinan yang wajib, yaitu bagi orang yang telah mempunyai keinginan kuat untuk kawin dan telah mempunyai kemampuan untuk melaksanakan dan memikul beban kewajiban dalam hidup perkawinan serta ada kekhawatiran, apabila tidak kawin, ia akan mudah tergelincir untuk berbuat zina. 2. Perkawinan yang sunah, yaitu bagi orang yang telah mempunyai keinginan kuat untuk kawin dan telah mempunyai kemampuan untuk melaksanakan dan memikul beban kewajiban dalam hidup perkawinan, tetapi jika tidak kawin juga tidak ada kekhawatiran akan berbuat zina. 3. Perkawinan yang haram, yaitu bagi orang yang belum berkeinginan serta tidak mempunyai kemampuan untuk melaksanakan dan memikul kewajiban-kewajiban hidup perkawinan sehingga apabila kawin juga akan berakibat menyusahkan istrinya. press, hlm. 14. 2 Sosroatmojo,2003, Hukum Perkawinan di Indonesia, Jakarta, Bulan Bintang, hlm. 53. 3 KH. Ahmad Azhar Basyir, MA, 2007,Hukum Perkawinan Islam, Yogyakarta, UII

4. Perkawinan yang makruh, yaitu bagi orang yang mampu dalam segi materiil, cukup mempunyai daya tahan mental dan agama hingga tidak khawatir akan terseret dalam perbuatan zina, tetapi mempunyai kekhawatiran tidak dapat memenuhi kewajiban-kewajibannya terhadap istrinya, meskipun tidak akan berakibat menyusahkan pihak istri. 5. Perkawinan yang mubah, yaitu bagi orang yang mempunyai harta, tetapi apabila tidak kawin tidak merasa khawatir akan berbuat zina dan andaikata kawin pun tidak merasa khawatir akan menyia-nyiakan kewajibannya terhadap istri. Dalam agama islam ada prinsip-prinsip perkawinan, yaitu : 1. Pilihan jodoh yang tepat. 2. Perkawinan didahului dengan peminangan. 3. Ada ketentuan tentang larangan perkawinan antara lelaki dan perempuan. 4. Perkawinan didasarkan atas sukarela antara pihak-pihak yang bersangkutan. 5. Ada persaksian dalam akad nikah. 6. Perkawinan tidak ditentukan untuk waktu tertentu. 7. Ada kewajiban membayar maskawin atas suami. 8. Ada kebebasan mengajukan syarat dalam akad nikah. 9. Tanggung jawab pimpinan keluarga pada suami.

10. Ada kewajiban bergaul dengan baik dalam kehidupan rumah tangga. 4 Para pihak yang hendak melaksanakan perkawinan haruslah sesuai dengan prosedur dan memenuhi syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh undangundang untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan pada saat dilangsungkannya perkawinan tersebut. Pihak-pihak yang melaksanakan perkawinan harus memenuhi syarat-syarat perkawinan yaitu: 1. Telah baligh dan mempunyai kecakapan yang sempurna. 2. Jadi kedewasaan disini selain ditentukan oleh umur masing- masing pihak juga kematangan jiwanya. Sebab untuk membentuk suatu rumah tangga sebagai salah satu dari tujuan perkawinan itu sendiri supaya dapat terlaksana seperti yang diharapkan maka kedua belah pihak yaitu suami istri harus sudah matang jiwanya. 3. Berakal sehat. 4. Tidak karena adanya paksaan, artinya harus berdasarkan kesukarelaan kedua belah pihak. 5. Wanita-wanita yang hendak dinikahi atau dikawini oleh seorang pria bukan termasuk salah satu macam wanita yang haram untuk dinikahi. 5 Setelah semua syarat bagi setiap pihak terpenuhi dan tidak ada hal lagi yang bertentangan dengan undang-undang maka perkawinan dapat dilaksanakan 4 Ibid, KH. Ahmad Azhar Basyir, MA,hlm. 17. 5 Ny. Soemiyati, SH., 1982, Hukum Perkawinan Islam dan Undang- Undang Perkawinan, Yogyakarta, Liberty, hlm. 30.

sesuai dengan aturan yang telah diatur dan agar perkawinan yang dilaksanakan sah maka dalam pasal 2 UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan diatur bahwa: 1. Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masingmasing agama dan kepercayaannya itu. 2. Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pencatatan perkawinan itu bertujuan untuk menjadikan peristiwa perkawinan itu menjadi jelas, baik bagi yang bersangkutan maupun bagi orang lain dan masyarakat, karena dapat dibaca dalam suatu surat yang bersifat resmi dan termuat pula dalam suatu daftar dapat dipergunakan dimana perlu terutama sebagai suatu alat bukti tertulis yang otentik. Dengan adanya surat bukti itu dapatlah dibenarkan atau dicegah suatu perbuatan lain. 6 Suatu perkawinan dapat batal demi hukum dan dapat dibatalkan oleh pengadilan. Secara sederhana ada penyebab terjadinya pembatalan perkawinan.pertama pelanggaran prosedur perkawinan. Kedua, pelanggaran terhadap materi perkawinan. Contoh pertama adalah tidak terpenuhinya syaratsyarat wali nikah, tidak dihadiri para saksi. Contoh kedua adalah perkawinan dilangsungkan dibawah ancaman, terjadi salah sangka mengenai calon suami atau istri. 7 6 K. Wantjik Saleh, 1980, Hukum Perkawinan Indonesia, Jakarta,Ghalia Indonesia, hlm. 16. 7 Amir Nurudin A. Trigan, 2004,Hukum perdata Islam di Indonesia studi kritis perkembangan hukum Islam dari fiqh, UU No.1/1974 sampai KHI, jakrta, kencana, hlm 107-108.

Suatu perkawinan yang sudah dilangsungkan kemudian diketahui tidak memenuhi syarat-syaratnya dapat dibatalkan. Pasal 22 UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menyebutkan emenuhi syarat- Dalam KHI masalah batalnya perkawinan diatur dalam Pasal 70-76, yang pada prinsipnya materi rumusan batalnya perkawinan yang diatur dalam KHI hampir sama dengan rumusan yang ada dalam UUP, hanya saja rumusan KHI, lebih memperjelas pembedaan alasan pembatalan perkawinan. 8 Didalam pasal 71 KHI disebutkan bahwa, Suatu perkawinan dapat dibatalkan apabila: 1. Seorang suami melakukan poligami tanpa izin Pengadilan Agama; 2. Perempuan yang dikawini ternyata kemudian diketahui masih menjadi istri pria lain yang mafqud; 3. Perempuan yang dikawini ternyata masih dalam iddah dari suami lain; 4. Perkawinan yang melanggar batas umur perkawinan, sebagaimana ditetapkan dalam pasal 7 UU No. 1 Tahun 1974; 5. Perkawinan dilangsungkan tanpa wali atau dilaksanakan oleh wali yang tidak berhak; 6. Perkawinan yang dilaksanakan dengan paksaan. Jika syarat yang telah ada tidak terpenuhi oleh para pihak maka pembatalan perkawinan dapat dilakukan, dan yang dapat mengajukan pembatalan perkawinan sesuai dengan pasal 23 UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yaitu : 1. Para keluarga dalam garis keturunan lurus ke atas dari suami atau isteri. 8 M. Yahya, Moh. Mahfud dkk.,1993,peradilan agama dan KHI dalam tata hukum Indonesia,Yogyakarta, UUI Press, hlm. 87

2. Suami atau isteri. 3. Pejabat yang berwenang hanya selama perkawinan belum diputuskan. 4. Pejabat yang ditunjuk tersebut ayat (2) Pasal 16 Undang-undang ini dan setiap orang mempunyai kepentingan hukum secara langsung terhadap perkawinan tersebut, tetapi hanya setelah perkawinan itu putus. Sedangkan menurut Kompilasi Hukum Islam yang dapat mengajukan pembatalan perkawinan sesuai dengan pasal 73 Kompilasi Hukum Islam, yang dapat mengajukan permohonan pembatalan perkawinan adalah: 1. Para keluarga dalam garis keturunan lurus keatas dan kebawah dari suami atau istri; 2. Suami atau istri; 3. Pejabat yang berwenang mengawasi pelaksanaan perkawinan menurut undang-undang; 4. Para pihak yang berkepentingan yang mengetahui adanya cacat dalam rukun dan syarat perkawinan menurut hukum islam dan peraturan perundang-undangan sebagaimana tersebut dalam pasal 67. Didalam UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam tidak terdapat banyak perbedaan antara siapa saja yang dapat mengajukan pembatalan perkawinan namun memiliki maksud dan tujuan yang sama, asalkan pihak yang ingin mengajukan pembatalan memiliki alasan yang jelas untuk membatalkan sebuah perkawinan, untuk mengajukan pembatalan perkawinan harus memiliki alasan agar perkawinan itu dapat dibatalkan, yaitu: 1. Perkawinan dilangsungkan di bawah ancaman yang melanggar hukum (pasal 27 UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan). 2. Salah satu pihak memalsukan identitas dirinya (pasal 27 UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan). Identitas palsu misalnya tentang status, usia atau agama.

3. Suami atau istri yang masih mempunyai ikatan perkawinan melakukan perkawinan tanpa seijin dan sepengetahuan pihak lainnya (pasal 24 UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan). 4. Perkawinan yang tidak sesuai dengan syarat-syarat perkawinan (pasal 22 UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan) Ada batas waktu pengajuan pembatalan perkawinan, pengajuan itu dibatasi hanya dalam waktu enam bulan setelah perkawinan terjadi. Jika sampai lebih dari enam bulan masih hidup bersama sebagai suami istri, maka hak untuk mengajukan permohonan pembatalan perkawinan dianggap gugur (pasal 27 UU No. 1 tahun 1974). Batalnya perkawinan dimulai setelah keputusan Pengadilan mempunyai kekuatan hukum yang tetap dan berlaku sejak saat berlangsungnya perkawinan. Keputusan Pembatalan Perkawinan tidak berlaku surut terhadap anak-anak yang dilahirkan dari perkawinan tersebut. Artinya anak-anak dari perkawinan yang dibatalkan, tetap merupakan anak yang sah dari perkawinan yang telah dibatalkan dan berhak atas pemeliharaan dan pembiayaan serta waris (pasal 28 UU No. 1 Tahun 1974). Dari uraian tersebut diatas maka saya merasa tertarik untuk mengetahui dan memahami serta meneliti lebih lanjut dengan mengambil judul skripsi : asar pertimbangan hakim dalam pengambilan putusan pembatalan perkawinan menurut undang-undang nomor 1 tahun 1974 (studi kasus putusan PA Sleman no. 1041/ pdt. G/ 2010/ PA.Smn)

Berdasarkan latar belakang diatas maka masalah yang penulis teliti adalah: bagaimana dasar pertimbangan yang digunakan oleh hakim dalam pengambilan putusan pembatalan perkawinan di Pengadilan Agama Sleman? Berpedoman pada rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Tujuan obyektif Untuk mengetahui dasar pertimbangan hakim dalam pengambilan putusan pembatalan perkawinan 2. Tujuan subyektif Untuk memperoleh data dan informasi yang diperlukan penulis dalam menyusun penulisan hukum guna memenuhi persyaratan yang diwajibkan dalam meraih gelar sarjana strata 1 bidang ilmu hukum di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.