BAB I PENDAHULUAN. tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan karena

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial yang terdapat di

KEMAMPUAN MENULIS CERPEN BERDASARKAN PENGALAMAN SISWA DI SMP NEGERI 17 KOTA JAMBI

BAB I PENDAHULUAN. orang lain serta alat untuk mengidentifikasi diri. Bahasa memiliki peranan dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran bahasa Indonesia adalah menyimak, berbicara, membaca, dan. kesatuan dari aspek bahasa itu sendiri (Tarigan, 2008: 1).

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN JIGSAW UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN APRESIASI CERITA PENDEK SISWA KELAS IX SMP NEGERI 2 TENGARAN KABUPATEN SEMARANG

Peningkatan Keterampilan Menulis Cerpen dengan Strategi Copy The Master Melalui Media Audio Visual pada Siswa Kelas IX-C SMPN 2 ToliToli

II. LANDASAN TEORI. dan pengenalan yang tepat, pertimbangan, penilaian dan pernyataan yang

intrinsiknya seperti peristiwa, plot, tokoh, latar, sudut pandang, dan lain-lain yang semuanya bersifat imajinatif. Novel adalah karya fiksi yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang kaya kebudayaan. Kebudayaan tersebut

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan dan intelektual, sosial,

BAB I PENDAHULUAN. Sastra sebagai cabang dari seni, yang keduanya unsur integral dari

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan peserta didik untuk berkomunikasi dalam Bahasa Indonesia dengan. terhadap hasil karya kesastraan manusia Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. secara sadar dengan tujuan untuk menyampaikan ide, pesan, maksud,

89. Mata Pelajaran Sastra Indonesia untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Madrasah Aliyah (MA) Program Bahasa

BAB I PENDAHULUAN. maupun kehidupan sehari-hari. Seseorang dapat menggali, mengolah, dan

BAB 1 PENDAHULUAN. pada jiwa pembaca. Karya sastra merupakan hasil dialog manusia dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. Karya sastra muncul karena karya tersebut berasal dari gambaran kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. tentang kisah maupun kehidupan sehari-hari. Seseorang dapat menggali,

BAB I PENDAHULUAN. khususnya bahasa Indonesia sebagai salah satu mata pelajaran yang penting dan

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman, saling belajar dari yang lain, serta untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan suatu bangsa dan negara hendaknya sejalan dengan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB II KAJIAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA BERFIKIR, DAN HIPOTESIS TINDAKAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan pada pembelajaran sastra saat ini. Kondisi itu menyebabkan hasil belajar

BAB I PENDAHULUAN. sastra ini dapat disamakan dengan cat dalam seni lukis. Keduanya merupakan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. berpikir dan berupaya para pemerhati pendidikan merupakan hal yang bersifat. tantangan zaman dalam era globalisasi ini.

RAGAM TULISAN KREATIF. Muhamad Husni Mubarok, S.Pd., M.IKom

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra sebagai karya seni bersifat kreatif, artinya sebagai hasil ciptaan manusia

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat dalam suatu karya sastra, karena hakekatnya sastra merupakan cermin

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra sebagai karya seni bersifat kreatif, artinya sebagai hasil

BAB I PENDAHULUAN. dan ketertarikan terhadap masalah manusia serta kehidupan sosialnya atau keinginannya

SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah.

I. PENDAHULUAN. problematika yang dialaminya dalam kehidupan. Problematika dapat timbul

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Aep Suryana, 2013

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan bagi bangsa Indonesia adalah diterbitkannya Undang Undang

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran adalah sebuah proses, pada proses tersebut adanya perubahan dan

BAB I PENDAHULUAAN. kaidah-kaidah tata bahasa kemudian menyusunnya dalam bentuk paragraf.

Nim Artikel

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. ekstrinsik. Unsur intrinsik novel adalah unsur-unsur yang berada di dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. tertentu. Kenyataan ini tidak dapat dipungkiri, bahwa sastra merupakan cerminan. nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat tertentu.

I. PENDAHULUAN. Sastra merupakan cabang dari seni yang menjadikan bahasa sebagai mediumnya.

I. PENDAHULUAN. Sastra merupakan tulisan yang bernilai estetik dengan kehidupan manusia sebagai

PEMBELAJARAN SASTRA YANG KONTEKSTUAL DENGAN MENGADOPSI CERITA RAKYAT AIR TERJUN SEDUDO DI KABUPATEN NGANJUK

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran sastra disekolah. Salah satu tujuan pelajaran bahasa Indonesia di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada hakikatnya, belajar bahasa adalah belajar berkomunikasi.

BAB II PEMBELAJARAN, MENULIS CERITA PENDEK BERDASARKAN PENGALAMAN, DAN TEKNIK MENULIS CERITA SINGKAT

BAB I PENDAHULUAN. pikiran, pendapat, imajinasi, dan berhubungan dengan manusia laninnya.

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab pendahuluan ini, akan diuraikan beberapa hal sebagai berikut: (1)

I. PENDAHULUAN. tentang kisah maupun kehidupan sehari-hari. Seseorang dapat menggali, seseorang dengan menggunakan bahasa yang indah.

PENGGUNAAN MODEL COOPERATIVE SCRIPT UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENYIMAK SISWA KELAS V SDN BULAK 1 BENDO MAGETAN. Cerianing Putri Pratiwi 1

Oleh Sri Lestari Siregar Prof. Dr. Tiur Asi Siburian, M. Pd.

BAB I PENDAHULUAN. 2008:73). Pada jaman dahulu dongeng disampaikan secara lisan sebelum

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. 1). Pembelajaran menurut Sugandi (2006: 9) adalah seperangkat peristiwa

BAB I PENDAHULUAN. Secara etimologis kata kesusastraan berasal dari kata su dan sastra. Su berarti

KISI-KISI SOAL KOMPETENSI PROFESIONAL BIDANG STUDI BAHASA INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Problem pembelajaran sastra di sekolah, lagi-lagi harus berkait

ANALISIS NILAI PENDIDIKAN TOKOH UTAMA NOVELTAK SEMPURNAKARYA FAHD DJIBRAN BONDAN PRAKOSO DAN FADE2BLACK DAN SKENARIO PEMBELAJARANSASTRA DI SMA

I. PENDAHULUAN. Keterampilan berbahasa mencakup empat komponen, yaitu menyimak/

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. berbagi pengalaman, belajar dari yang lain, dan meningkatkan pengetahuan

BAB 1 PENDAHULUAN. Tingkat Satuan Kurikulum Pendidikan (KTSP) merupakan penyempurna

PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN MENULIS CERITA PENDEK DENGAN MODEL PEMBELAJARAN MIND MAPPING

BAB I PENDAHULUAN. global. Salah satu komponen penting dari sistem pendidikan tersebut adalah kurikulum,

BAB I PENDAHULUAN. keindahan dalam isi dan ungkapannya (Sugono, 2011: 159). Pembelajaran sastra

1. PENDAHULUAN. pembelajaran sastra berlangsung. Banyak siswa yang mengeluh apabila disuruh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menulis adalah suatu aspek keterampilan berbahasa dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. keduanya. Sastra tumbuh dan berkembang karena eksistensi manusia dan sastra

2015 PENERAPAN METODE IMAGE STREAMING MELALUI MEDIA GAMBAR DALAM PEMBELAJARAN MENULIS PUISI

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan sekolah, keterampilan menulis selalu dibelajarkan. Hal ini disebabkan oleh menulis

TEKNIK BERMAIN PERAN DALAM PEMBELAJARAN APRESIASI CERPEN (Studi Eksperimen Kuasi pada Siswa Kelas X SMA)

Nikke Permata Indah Pendidikan Bahasa Indonesia Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia

2015 PEMBELAJARAN APRESIASI CERPEN MELALUI MOD EL D ISCOVERY LEARNING BERBASIS NILAI - NILAI KARAKTER

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pelaksanaan pembelajaran Bahasa Indonesia masih sering dilaksanakan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam karya sastra terdapat nilai-nilai kehidupan masyarakat yang dituangkan

BAB I PENDAHULUAN. menarik perhatian siswa. Selama ini pembelajaran sastra di sekolah-sekolah

PERNYATAAN KEASLIAN TESIS

BAB I PENDAHULUAN. diajarkan. Pengajaran bahasa Indonesia pada hakikatnya merupakan salah satu

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Nikke Permata Indah, 2015

BAB I PENDAHULUN. Menulis merupakan suatu keterampilan berbahasa yang terpadu dan

34. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Menengah Atas Luar Biasa Tunarungu (SMALB B)

BAB II LANDASAN TEORI. Untuk mendeskripsikan dan menganalisis kajian penelitian ini harus ada teori

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan pengalaman dan pengamatannya terhadap kehidupan. Kehidupan

NILAI PENDIDIKAN KARAKTER DALAM NOVEL SANG PEMIMPI KARYA ANDREA HIRATA DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI KELAS XI SMSA

BAB I PENDAHULUAN. membantu peserta didik mengenal dirinya, budayanya, dan budaya orang

BAB I PENDAHULUAN. berarti di dalamnya bernuansakan suasana kejiwaan sang pengarang, baik

BAB I PENDAHULUAN. rumusan masalah penelitian, (3) tujuan penelitian, dan (4) manfaat penelitian.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam seluruh proses pembelajaran.

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Bahasa digunakan oleh manusia untuk berkomunikasi dengan manusia lain. Bahasa mempunyai fungsi intelektual, sosial, dan emosional. Dalam hal ini, setiap pengajaran bahasa pada dasarnya bertujuan agar para pembelajar atau para siswa mempunyai keterampilan berbahasa. Terampil berbahasa berarti terampil menyimak, terampil berbicara, terampil membaca, dan terampil menulis. Keempat keterampilan tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan karena keterampilan yang satu akan memengaruhi keterampilan yang lain. Dilihat dari sifatnya, keempat keterampilan tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu keterampilan berbahasa yang bersifat reseptif (menyimak dan membaca) dan keterampilan berbahasa yang bersifat produktif (menulis dan berbicara). Dalam standar kompetensi mata pelajaran Bahasa Indonesia dijelaskan bahwa belajar bahasa adalah belajar berkomunikasi dan belajar sastra adalah belajar menghargai manusia dan nilai-nilai kemanusiaan, oleh karena itu pembelajaran Bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan siswa untuk berkomunikasi dalam Bahasa Indonesia, baik secara lisan maupun tertulis serta menghargai karya cipta bangsa Indonesia. Dalam kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP 2006) disebutkan bahwa pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan 1

2 kemampuan peserta didik dalam berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar, baik secara lisan maupun tulis, serta menumbuhkan apresiasi terhadap karya sastra. Pengenalan budi pekerti yang baik, pengasahan kepekaan rasa kemanusiaan dan kepedulian sosial, penumbuhan apresiasi budaya dan penyaluran gagasan, imajinasi dan ekspresi secara kreatif dan konstruktif dapat dilakukan melalui berbagai jenis karya sastra. Sastra yang merupakan bagian dari mata pelajaran Bahasa Indonesia memiliki fungsi utama sebagai penghalus budi, peningkat kepekaan rasa kemanusiaan, dan kepedulian sosial, menumbuhkan apresiasi budaya dan penyalur gagasan, imajinasi dan ekspresi secara kreatif dan konstruktif, baik secara lisan maupun tertulis. Melalui sastra siswa diajak untuk memahami, menikmati, dan menghayati karya sastra. Pengetahuan tentang sastra hanyalah sebagai penunjang dalam mengapresiasi karya sastra. 1 Pembelajaran sastra di sekolah dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan pembelajar dalam mengapresiasikan suatu karya sastra. Dari proses apresiasi ini, diharapkan muncul daya nalar, daya kritis, dan daya khayal dari diri pembelajar. Penalaran yang runtut dan didukung oleh ketajaman analisis akan membantu pembelajar untuk mempunyai kepekaan terhadap gejala atau fenomena sosial yang terjadi dalam masyarakat. Rahmanto menyatakan bahwa pembelajaran sastra dapat membangun dan membantu pendidikan secara utuh bila pembelajaran itu selain dapat meningkatkan keterampilan berbahasa juga dapat mengembangkan cipta rasa, 1 Depdiknas. Keputusan Menteri Pendidikan Nasional RI tentang Pedoman Penyusunan Standar Pendidikan Dasar dan Menengah. (Jakarta : CV.Mini Jaya Abadi, 2002)., hlm. 10

3 menunjang pembentukan watak pembelajar, dan meningkatkan pengetahuan dan pemahaman budaya. Tujuan-tujuan itu dapat dicapai setelah pembelajar menjalani proses apresiasi terhadap karya-karya sastra. 2 Selanjutnya di dalam KTSP telah diketengahkan beberapa butir pembelajaran sastra yang bertujuan agar pembelajar (1) mampu memahami dan menghayati karya sastra, (2) mampu menulis prosa, puisi, dan drama, (3) mampu menggali nilai-nilai moral, sosial dan budaya dalam karya sastra Indonesia dan karya sastra terjemahan, (4) mampu menulis krestif, (5) mampu membuat tanggapan terhadap tulisan kreatif, dan mampu membuat kritik dan esai sastra. Dalam konteks sastra, cerita pendek merupakan salah satu jenis karya sastra yang berbentuk prosa fiksi yang bentuknya relatif pendek; tidak sepanjang novel. Namun demikian kependekan sebuah cerita pendek itu tidak berarti dangkal dalam hal maknanya. Sebuah cerita pendek yang panjangnya hanya sekitar 3-4 halaman dapat mengandung makna, dan bisa menghabiskan waktu berhari-hari untuk memahaminya. Menurut Suharianto predikat pendek yang melekat pada cerita pendek bukan ditentukan oleh banyaknya halaman untuk mewujudkan cerita tersebut atau sedikitnya tokoh yang terdapat dalam cerita tersebut, melainkan lebih disebabkan oleh ruang lingkup permasalahan yang ingin disampaikan oleh bentuk karya sastra tersebut. Jadi sebuah cerita pendek belum tentu dapat digolongkan ke dalam jenis 2 Rahmanto, B.. Metode Pengajaran Sastra: Pegangan Guru Pengajar Sastra. (Yogyakarta: Kanisius. 1993), hlm. 16

4 cerita pendek, jika ruang lingkup permasalahan yang diungkapkannya tidak memenuhi persyaratan yang dituntut oleh cerita pendek. 3 Menurut Nurgiyantoro sebuah prosa fiksi pasti terbentuk oleh unsur intrinsik dan ekstrinsik. Unsur intrinsik merupakan hal-hal yang secara langsung membangun cerita seperti peristiwa, cerita, plot, tema, tokoh dan penokohan, latar, gaya (bahasa) dan sudut pandang. Unsur ekstrinsik merupakan hal-hal di luar cerita yang turut mempengaruhi terbentuknya suatu cerita, misalnya keadaan psikologis pengarang, lingkungan pengarang, dan lain-lain. 4 Dengan demikian, cerpen sebagai jenis karya prosa fiksi banyak menyimpan nilai-nilai positif yang dapat membentuk keperibadian anak dengan pesan-pesan yang sarat akan makna. Selain itu, cerita pendek sesungguhnya mempunyai alur yang kompleks, karakter yang banyak, tema, susunan, dan settingnya yang beragam. Karya ini mengandung ide-ide, gagasan, pesan-pesan moral, nilai-nilai agama, bahkan perenungan yang diungkap dalam bentuk cerita. 5 Sehingga membaca dan memahami cerpen sangat penting sebagai salah satu media mendidik anak dan mengenalkan anak pada keragaman budaya yang tersimpan dalam cerpen. Persoalannya kemudian, tingkat motivasi membaca dan memahami buku, termasuk cerpen di negeri ini masih sangat memperihatinkan. Membaca bagi masyarakat Indonesia bukan suatu budaya atau tradisi, merupakan realitas empirik yang tak terbantahkan. Dibandingkan dengan negara-negara-negara lain, minat 3 Suharianto, S. Dasar-dasar Teori Sastra. (Surakarta: Widya Duta, 1982), hlm. 39-40 4 Nurgiyantoro, Burhan. Penilaian dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. (Yogyakarta: BPFE Yogyakarta. 2001), hlm. 36. 5 Jacob Sumarjono, Apresiasi Kesusastraan, Jakarta: Gramedia 1986), hlm. 15

5 baca masyarakat masih memperihatinkan. Jangankan minat baca, angka buta hurufpun di Indonesia masih cukup tinggi. Ironis, mengingat membaca sejatinya harus mejadi bagian terpenting bagi masyarakat. Sebab buku adalah jendela dunia, dan membaca adalah modal awal untuk membuka cakrawala dunia. Meminjam tulisannya Barbara Tuchman bahwa buku adalah pengusung peradaban. Tanpa buku, sejarah menjadi sunyi, sastra menjadi bisu, ilmu pengetahuan menjadi lumpuh, serta pikiran dan spekulasi menjadi mandek. Pernyataannya itu menggambarkan pentingnya keberadaan berbagai jenis buku dengan keragaman ilmu pengetahuan, seperti cerpen yang sarat akan nilai pembelajaran dan pengetahuan. Membaca terdapat dalam Al-Qur'an, diantaranya, Q.S. Al-Alaq ayat 1-5 yang berbunyi: Dengan demikian membaca merupakan aktivitas yang tak bisa diabaikan. Hanya saja membaca bukanlah aktivitas yang mudah dan bisa dilakukan oleh semua orang, terlebih membaca cerpen. Di sini perlu skill yang baik untuk memahami secara mendalam pesan yang disampaikan oleh buku, seperti karya cerpen. Menurut Sumardjo dan Saini sebuah cerpen terbentuk atas beberapa unsur, yaitu peristiwa cerita (alur atau plot), tokoh cerita (karakter), tema cerita, suasana cerita (mood dan atmosfir cerita), latar cerita (setting), sudut pandangan

6 cerita (point of view), dan gaya (style) pengarangnya. 6 Sehingga membaca sebuah cerpen membutuhkan kemampuan yang baik dalam memahami pesan yang ingin disampaikan oleh penulis. Didalam al-qur an juga diterangkan mengenai sebuah cerita, dan bagi yang memahaminya akan mendapatkan pesan yang bermanfaat untuk kehidupannya, yaitu Q.S al-lahab ayat 1-5 yang berbunyi : Menurut Sumardjo dan Saini, sebuah cerpen terbentuk atas beberapa unsur, yaitu peristiwa cerita (alur atau plot), tokoh cerita (karakter), tema cerita, suasana cerita (mood dan atsmosfir cerita), latar cerita (setting), sudut pandangan (point of view), dan gaya (style) pengarangnya. Sehingga membaca sebuah cerpen membutuhkan kemampuan yang baik dalam memahami pesan yang ingin disampaikan oleh penulis. Rendahnya kemampuan memahami sebuah cerpen inilah yang terjadi di MI MuhammadiyahKecamatan Kertak Hanyar. Kenyataan di lapangan menunjukkan kebanyakan siswa kurang mampu memahami tentang unsur intrinsik atau unsur yang tersirat di dalam sebuah cerpen. Artinya mereka hanya sekedar membaca cerpen tanpa bisa menerjemahkan isi yang disampaikan oleh penulis. Dalam hal ini sebagian siswa belum mampu menyebutkan dan hlm. 37 6 Sumardjo dan Saini, Apresiasi Kesustraaan, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1994),

7 memahami unsur-unsur yang terdapat pada cerpen yang baru mereka baca seperti halnya tokoh cerita, tema cerita, latar cerita dan amanat cerita tersebut. Beranjak dari permasalahan tersebut, penulis berkeinginan untuk meningkatkan pemahaman siswa dalam membaca cerpen. Adapun upaya yang dilakukan untuk meningkatkan pemahaman tentang unsur instrinsik yang terdapat dalam cerpen pada anak odel pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw. Dengan demikian judul penilitian ini adalah: Meningkatkan Kemampuan Memahami Cerita Pendek Pada Pembelajaran Bahasa Indonesia Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Kelas VI di MI. Muhammadiyah Kecamatan Kertak Hanyar. Dengan langkah tersebut diharapkan akan dapat meningkatkan pemahaman siswa dalam proses pembelajaran, sehingga pelajaran lebih bermakna dan berarti dalam kehidupan anak didik. B. Identifikasi Masalah Memperhatikan situasi di atas, kondisi yang ada saat ini adalah : 1. Pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas masih berjalan monoton. 2. Belum ditemukannya strategi pembelajaran yang tepat, khsususnya dalam membaca dan memahami sastra seperti cerpen.. 3. Belum ada kolaborasi antara guru dan siswa dalam memahami secara mendalam makna dari sebuah cerpen. 4. Metode yang digunakan dalam memahami cerpen bersifat konvensional dan monoton.

8 5. Cerpen belum dianggap sebagai media penting dalam membentuk keperibadian anak. C. Perumusan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah di atas, permasalahan yang dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimanakah menerapkan pembelajaran model kooperatif dengan tipe Jigsaw agar dapat meningkatkan aktifitas guru dalam pembelajaran bahasa Indonesia kelas VI di MI Muhammadiyah Kertak Hanyar? 2. Bagaimanakah menerapkan pembelajaran model kooperatif dengan tipe Jigsaw agar dapat meningkatkanaktifitas siswa dalam pembelajaran Bahasa Indonesia kelas VI MI MuhammadiyahKertak Hanyar? 3. Apakah penggunaan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dapat meningkatkan prestasi siswa mengenai unsur intrinsik pada cerita pendek dalam pembelajaran Bahasa Indonesia kelas VI MI Muhammadiyah Kertak Hanyar? D. Cara Memecahkan Masalah Metode pemecahan masalah yang akan digunakan dalam PTK ini yaitu model pembelajaran kooperatif dengan tipe Jigsaw. Dengan model pembelajaran ini, diharapkan hasil belajar dan aktivitas siswa dalam pembelajaran Bahasa Indonesia meningkat, khususnya dalam memahami makna yang terkandung dalam sebuah cerpen. E. Hipotesis Tindakan Berdasarkan pada rumusan masalah tersebut, maka hipotesis tindakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

9 1. Dengan diterapkannya model pembelajaran kooperatif dengan tipe Jigsaw dapat meningkatkan aktifitas guru dalam pembelajaran Bahasa Indonesia kelas VI. 2. Dengan diterapkannya model pembelajaran kooperatif dengan tipe Jigsaw dapat meningkatkan aktifitas siswa dalam pembelajaran Bahasa Indonesia kelas VI. 3. Dengan diterapkannya model pembelajaran kooperatif dengan tipe Jigsaw dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia kelas VI. khususnya dalam memahami makna yang terkandung dalam sebuah cerpen. F. Tujuan Penelitian 1. Untuk memberikan gambaran pelaksanaan pembelajaran kooperatif dengan tipe Jigsaw pada mata pelajaran Bahasa Indonesia kelas V MI Muhammadiyah Kertak Hanyar. 2. Untuk mengetahui sejauh mana sikap siswa terhadap pembelajaran kooperatif dengan tipe Jigsaw pada mata pelajaran Bahasa Indonesia, khsusunya dalam memahami sebuah cerpen kelas V MI Muhammadiyah Kertak Hanyar. G. Manfaat Penelitian 1. Bagi peneliti, penelitian ini merupakan upaya meningkatkan dan mengembangkan kemampuan professional sebagai tenaga pendidik dalam mengajar.

10 2. Bagi guru: sebagai bahan masukan bagi guru dalam pembelajaran Bahasa Indonesia. 3. Bagi siswa: membantu siswa dalam meningkatkan kemampuan memahami cerita pendek (cerpen) khususnya mata pelajaran Bahasa Indonesia. 4. Bagi sekolah: dapat memberikan sumbangan yang konstruktif dan bermanfaat dalam pembelajaran dan peningkatan mutu pendidikan. H. Sistematika Penulisan Sistematika pada penulisan Penelitian tindakan Kelas ini adalah sebagai berikut. Bab I Pendahuluan terdiri atas latar belakang masalah, identifikasi masalah, rumusan masalah, cara pemesahan masalah, hipotesis tindakan, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. Bab II Kajian Pustaka, terdiri atas hakikat model pembelajaran kooperatif, model pembelajaran jigsaw, dan kelemahan dan kelebihan pembelajaran kooperatif tipe jigsaw Bab III Metode penelitian terdiri atas setting penelitian, siklus PTK, subjek dan objek penelitian, data dan sumber data, teknik dan alat pengumupul data, indikator kinerja, teknik analisis data, prosedur penelitian dan jadwal penelitian Bab IV Laporan Hasil Penelitian terdiri atas gambaran umum lokasi penelitian, deskripsi hasil penelitian per siklus, dan pembahasan. Bab V Penutup terdiri atas simpulan dan saran-saran.