Prosedur Operasional Standard Pemotongan Hewan di RPH

dokumen-dokumen yang mirip
Gambar 2.1. Telur Fasciola hepatica (Sumber : CDC, 2012)

Lampiran I kuisioner GSP pada Tempat Pemotongan Kambing

Animal Agricultural Journal, Vol. 1. No. 1, 2012, p Online at :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Rumah Pemotongan Hewan (RPH) Mambal Kabupaten Badung

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Syarat-syarat Rumah Pemotongan Hewan dan Ijin Usaha Pemotongan Hewan,

Seleksi dan Penyembelihan Hewan Qurban yang Halal dan Baik. Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian RI

II. TINJAUAN PUSTAKA. Rumah Pemotongan Hewan adalah suatu bangunan atau kompleks bangunan

METODE. Materi. Pakan Pakan yang diberikan selama pemeliharaan yaitu rumput Brachiaria humidicola, kulit ubi jalar dan konsentrat.

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Daging merupakan salah satu bahan makanan yang hampir sempurna,

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Hewan

WALIKOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG RUMAH POTONG UNGGAS

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

MENETAPKAN KESIAPAN HEWAN UNTUK DISEMBELIH

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 114/Permentan/PD.410/9/2014 TENTANG PEMOTONGAN HEWAN KURBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH

2 3. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Nomor 501

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Ternak Percobaan Kandang Bahan dan Alat Prosedur Persiapan Bahan Pakan

b. Sapi/kerbau: Berumur di atas 2 (dua) tahun ditandai dengan tumbuhnya sepasang gigi tetap. (Lihat Gambar 1b).

DINAS PETERNAKAN DAN PERIKANAN KABUPATEN GROBOGAN MEMILIH DAGING ASUH ( AMAN, SEHAT, UTUH, HALAL )

TINJAUAN PUSTAKA Ternak Kerbau Populasi Ternak Kerbau di Indonesia

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PEMOTONGAN HEWAN DAN PENANGANAN DAGING

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Ternak Pakan

Tanya Jawab Seputar DAGING AYAM SUMBER MAKANAN BERGIZI

KIAT-KIAT MEMILIH DAGING SEHAT Oleh : Bidang Keswan-Kesmavet, Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat (disadur dari berbagai macam sumber)

PENDAHULUAN. Tujuan utama dari usaha peternakan sapi potong (beef cattle) adalah

BAB I PENDAHULUAN. ke tahun. Berdasarkan data yang didapat dari Badan Pusat Statistik D.I

MODUL PROGRAM KEAHLIAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN KODE MODUL SMKP2/3L01/U01THP

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. Sapi Bali (Bos sondaicus) merupakan salah satu bangsa sapi lokal asli

Lampiran 1 Check list standard sanitation operating procedure (SSOP) Rumah PotongHewan (RPH) FORM MONITORING SSOP

BAB I PENDAHULUAN. mencukupi kebutuhan gizi masyarakat, karena daging merupakan sumber protein

MENERAPKAN PRINSIP KESEJAHTERAAN HEWAN

PENERAPAN KESEJAHTERAAN HEWAN DI RUMAH POTONG HEWAN Oleh. drh. Aryani Widyawati

MATERI DAN METODE PENELITIAN

Mutu karkas dan daging ayam

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. adalah Day Old Duck (DOD) hasil pembibitan generasi ke-3 sebanyak 9 ekor itik

EVALUASI GOOD SLAUGHTERING PRACTICES DI RPH KATEGORI II

Gambar 1. Domba Penelitian.

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Kandang Hewan Percobaan, Laboratorium fisiologi dan biokimia, Fakultas

BAB I PENDAHULUAN. yang lebih maju, kesadaran kebutuhan nutrisi asal ternak semakin meningkat,

PEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan Metode

I. MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan April sampai dengan Mei 2015 di

KAJIAN KEPUSTAKAAN. hewan bagi konsumsi masyarakat umum dan digunakan sebagai tempat

PEMERINTAH KOTA PONTIANAK PERATURAN DAERAH KOTA PONTIANAK NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG

Hubungan antara Umur dengan Berat Karkas Depan (Fore Quarter) Ditinjau dari Potongan Primal Sapi Bali Jantan

ANALISIS KELAYAKAN DAN STRATEGI PENGELOLAAN RUMAH POTONG HEWAN DI KOTA METRO LAMPUNG. Tesis. Oleh Rohmatul Anwar

Standar Kerja dan Perencanaan Kualitas Potongan Daging Sapi dari RPH Sampai Display Pasar Tradisional

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan selama 1 bulan setiap pukul WIB,

TINJAUAN PUSTAKA. Daging domba berdasarkan kualitas dapat dibedakan atas umur domba,

BAB I PENDAHULUAN. energi. Makanan dan minuman yang dikonsumsi manusia haruslah makanan. dalam Al-Qur an surat Al-Baqarah ayat 172:

POKOK BAHASAN VII VII. MANAJEMEN PEMASARAN. Mengetahui kelas dan grade ternak potong yang akan dipasarkan

PENANGANAN DAGING KURBAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 20 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO

I PENDAHULUAN. beberapa tahun terakhir ini mengalami peningkatan. Keadaan ini disebabkan oleh

MATERI DAN METODE. Materi

I. PENDAHULUAN. Daging merupakan makanan yang kaya akan protein, mineral, vitamin, lemak

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI BANYUASIN NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN

IV PEMBAHASAN. yang terletak di kota Bekasi yang berdiri sejak tahun RPH kota Bekasi

MEMERIKSA KELAYAKAN PROSES PENYEMBELIHAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masing-masing berlokasi di Denpasar dan Tabanan, Tempat Pemotongan Ayam

MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari-Februari 2014 di

PENANGANAN DAN DISTRIBUSI KARKAS DAN NON KARKAS DARI TEMPAT PEMOTONGAN BABI JELETRENG GUNUNG SINDUR BOGOR MARIA ANITA GOBA

I. PENDAHULUAN. dan semua produk hasil pengolahan jaringan yang dapat dimakan dan tidak

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG RETRIBUSI PEMERIKSAAN KESEHATAN DAN PEMOTONGAN HEWAN TERNAK

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO

Sistem Ekskresi Manusia

BAB III MATERI DAN METODE. Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro, Semarang.

BAB I PENDAHULUAN. media pertumbuhan mikroorganisme. Daging (segar) juga mengandung enzim-enzim

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Daging sapi didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua produk

IV. MACAM DAN SUMBER PANGAN ASAL TERNAK

PEMOTONGAN HEWAN HARI RAYA IDUL ADHA (QURBAN)

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG RETRIBUSI PEMERIKSAAN KESEHATAN DAN PEMOTONGAN HEWAN TERNAK

SALINAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 13 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG

TEORI FENOMENA ORGAN

Badan Standardisasi Nasional

GUBERNUR BENGKULU PERATURAN DAERAH PROVINSI BENGKULU NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENGENDALIAN TERNAK SAPI DAN KERBAU BETINA PRODUKTIF

Gambar 2. (a) Kandang Individu (b) Ternak Domba

WALIKOTA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 141 TAHUN 2009 TENTANG

Gambaran Pelaksanaan Rumah Pemotongan Hewan Babi (Studi Kasus di Rumah Pemotongan Hewan Kota Semarang)

WALIKOTAMADYA KEPALA DAERAH TINGKAT II YOGYAKARTA

MENERAPKAN TEKNIK PENYEMBELIHAN HEWAN

BAB I PENDAHULUAN. semakin meningkat menuntut produksi lebih dan menjangkau banyak konsumen di. sehat, utuh dan halal saat dikonsumsi (Cicilia, 2008).

PEMERINTAH KOTA KEDIRI

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. hewan (Animal Welfare) menjadi hal yang sangat penting karena tidak saja

Mam MAKALAH ISLAM. Mengapa Daging Halal Berkualitas Tinggi?

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MANGGARAI BARAT NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN

EDIBLE PORTION DOMBA LOKAL JANTAN DENGAN PAKAN RUMPUT GAJAH DAN POLLARD

MENERAPKAN HIGIENE SANITASI

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Penelitian

Klik Dibatalkan dan Ditindaklanjuti dgn Instruksi Bupati No 8 Tahun 2006 PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 22 TAHUN 2001 TENTANG

TINJAUAN PUSTAKA Konversi Otot Menjadi Daging

PEMERINTAH KOTA BATU

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kawasan RPHU Rawa Kepiting berbentuk kompleks dengan beberapa

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT

BAB III MATERI DAN METODE. berbeda dilaksanakan mulai bulan Maret sampai Agustus 2016 di kandang domba

PENGAWASAN TERHADAP PEREDARAN DAGING SAPI POTONG OLEH DINAS PERTANIAN PETERNAKAN PERKEBUNAN DAN KEHUTANAN (DISPERNAKBUNHUT)KOTA PADANG ARTIKEL

WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 26 TAHUN 2012 TENTANG

Gambar 3a. Sapi Australian Commercial Cross (ACC)

Transkripsi:

Prosedur Operasional Standard Pemotongan Hewan di RPH Pemotongan hewan di Rumah Pemotongan Hewan (RPH) harus dilakukan dengan memperhatikan kaidah-kaidah yang telah ditetapkan oleh pemerintah, yang dalam hal ini Departemen Pertanian. Penetapan aturan maupun teknis pelaksanaan pemotongan di RPH dimaksudkan sebagai upaya penyediaan pangan asal hewan khususnya daging ASUH (aman, sehat, utuh dan halal). Untuk mendapatkan daging ASUH yang bersumber dari RPH maka sudah seharusnya RPH memiliki prosedur operasional standar yang dijadikan dasar atau patokan dalam menyelenggarakan fungsi RPH sebagai tempat pemotongan, pengulitan, pelayuan dan akhirnya penyediaan daging untuk konsumen. Perlakuan Ternak sebelum Dipotong Kondisi ternak sebelum dipotong harus bersyarat sehat dan segar, oleh sebab itu setelah ternak tiba di rumah potong harus diistirahatkan terlebih dulu sampai kondisi ternak kembali segar. Pada ternak besar, betina bertanduk boleh dipotong dengan syarat : 1. Tidak dipotong untuk diperjualbelikan 2. Betina tersebut mendapat kecelakaan 3. Betina tersebut terkena penyakit yang menimbulkan kematian 4. Betina tersebut membahayakan manusia 5. Menurut peraturan yang dibuat harus disembelih (umumnya dalam rangka memberantas penyakit menular) Kandang untuk tempat peristirahat ternakpun harus cukup luas dan nyaman. Dan pada saat ternak beristirahat harus segera dilakukan pemeriksaan ante mortem karena hal ini merupakan salah satu pencegahan penyakit terhadap konsumen. Perlakuan yang kasar terhadap ternak yang akan dipotong akan menyebabkan memar pada daging sehingga menurunkan kualitas karkas. Ternak sebelum disembelih sebaiknya dipuasakan dahulu selama 12 sampai 24 jam. Ternak diistirahatkan mempunyai maksud agar ternak tidak stres, darah dapat keluar sebanyak mungkin dan cukup tersedia energi agar proses rigormortis berjalan sempurna. Pengistirahatan ternak penting karena ternak yang habis dipekerjakan jika langsung disembelih tanpa pengistirahatan akan menghasilkan daging yang berwarna gelap yang biasa disebut dark cutting meat, karena ternak mengalami stress (Beef Stress Syndrome), sehingga sekresi hormon adrenalin meningkat yang akan menggangu metabolisme glikogen pada otot. Pengistirahatan ternak dapat dilaksanakan dengan pemuasaan atau tanpa pemuasaan. Pengistirahatan dengan pemuasaan mempunyai maksud untuk memperoleh berat tubuh kososng (BTK = bobot tubuh setelah dikurangi isi saluran pencernaan, isi kandung kencing dan isi saluran empedu) dan mempermudah proses penyembelihan bagi ternak 1

agresif dan liar. Pengistirahatan tanpa pemuasaan bermaksud agar ketika disembelih darah dapat keluar sebanyak mungkin dan ternak tidak mengalami stress. Cara Pemotongan Ternak Proses pemotongan ternak di Indonesia harus benar benar memperhatikan hukum hukum agama Islam. Ada dua (2) cara yang digunakan di Indonesia : 1. Tanpa pemingsanan Kegiatan ini banyak dilakukan di rumah potong rumah potong hewan (RPH) tradisional. Proses penyembelihan dengan cara ini, ternak direbahkan secara paksa menggunakan tali ttemali yang diikatkan pada kaki kaki ternak yang dihubungkan dengan ring ring besi yang tertanam pada pada lantai RPH. 2. Dengan pemingsanan Kegiatan ini banyak dilakukan di RPH RPH modern, dengan maksud agar ternak tidak menderita dan aman bagi yang memotong. Ada beberapa cara proses pemingasanan : : a. Pemingsanan dengan cara memukulkan palu yang terbuat dari kayu keras pada bagian atas dahi sehingga, sehingga ternak jatuh dan tidak sadar. b. Pemingsanan dilakukan dengan menggunakan senapan yang mempunyai pen dengan tujuan pen ini akan mengenai tempuring otak sehingga ternak roboh dan pingsan. c. Pemingsanan menggunakan sengatan listrik, dengan voltase rendah menggunakan arus bolak balik pada frekuensi 50 cycles/menit, tegangan 75 volt, kuat arus 250 ma selama 10 detik atau volatse tinggi dengan tegangan 200 400 volt selama 2 detik Cara pemotongan dengan metode pemingsanan banyak menimbulkan perbincangan halal dan tidaknya daging yang dihasilkan. Pada kondisi pingsan, ternak akan ambruk dan tidak bergerak lagi, praktis pada saat pemotongan ternak tidak meronta dan tidak merasakan sakit. Tetapi pada kenyataannya berdasarkan hasil Elektro Cardiogram ternak lebih merasakan tekanan rasa kesakitan dan proses pengeluaran darah tidak sempurna sehingga menghasilkan daging yang tidak ssehat Unhealthy Meat. Berdasarkan hasil paparan Elektro Enchepalogram oleh Prof Schultz dan Drs. Hazim menyatakan bahwa ketajaman yang mengiris leher sapi tidak menyentuh saraf rasa sakit. Sapi meronta dan menegangkan otot bukan ekspresi kesakitan tetapi ekspresi keterkejutan otot pada saat darah mengalir keluar dengan deras. Prosedur operasional standar yang ditetapkan oleh Dirjen Peternakan Departemen Pertanian adalah sebagai berikut: A. Tahap Penerimaan dan Penampungan Hewan, prosedur operasional meliputi: 1. Hewan ternak yang baru datang di RPH harus diturunkan dari alat angkut dengan hati-hati dan tidak membuat hewan stress. 2

2. Dilakukan pemeriksaan dokumen (surat kesehatan hewan, surat keterangan asal hewan, surat karantina, dsb). 3. Hewan ternak harus diistirahatkan terlebih dahulu di kandang penempungan minimal 12 jam sebelum dipotong. 4. Hewan ternak harus dipuasakan tetapi tetap diberi minum kurang lebih 12 jam sebelum dipotong. 5. Hewan ternak harus diperiksa kesehatannya sebelum dipotong (pemeriksaan antemortem). B. Tahap Pemeriksaan Antemortem: 1. Pemeriksaan antemortem dilakukan oleh dokter hewan atau petugas yang ditunjuk di bawah pengawasan dokter hewan sesuai dengan prosedur yang ditetapkan (Surat Keputusan Bupati/Walikota/Kepala Dinas). 2. Hewan ternak yang dinyatakan sakit atau diduga sakit dan tidak boleh dipotong atau ditunda pemotongannya, harus segera dipisahkan dan ditempatkan pada kandang isolasi untuk pemeriksaan lebih lanjut. 3. Apabila ditemukan penyakit menular atau zoonosis, maka dokter hewan/petugas yang ditunjuk di bawah pengawasan dokter hewan harus segera mengambil tindakan sesuai dengan prosedur yang ditetapkan. C. Persiapan Penyembelihan/Pemotongan, prosedur operasionalnya: 1. Ruang proses produksi dan peralatan harus dalam kondisi bersih sebelum dilakukan proses penyembelihan/pemotongan. 2. Hewan ternak harus ditimbang sebelum dipotong. 3. Hewan ternak harus dibersihkan terlebih dahulu dengan air (disemprot air) sebelum memasuki ruang pemotongan. 4. Hewan ternak digiring dari kandang penampungan ke ruang pemotongan melalui gang way dengan cara yang wajar dan tidak membuat stress. D. Penyembelihan: 1. Hewan ternak dapat dipingsankan atau tidak dipingsankan. 2. Apabila dilakukan pemingsaan, maka tata cara pemingsanan harus mengikuti Fatwa MUI tentang tata cara pemingsanan hewan yang diperbolehkan. 3. Apabila tidak dilakukan pemingsanan, maka tata cara menjatuhkan hewan harus dapat meminimalkan rasa sakit dan stress (missal menggunakan re-straining box). 4. Apabila hewan ternak telah rebah dan telah diikat (aman) segera dilakukan penyembelihan sesuai dengan syariat Islam yaitu memotong bagian ventral leher dengan menggunakan pisau yang tajam sekali tekan tanpa diangkat sehingga memutus saluran makan, nafas dan pembuluh darah sekaligus. 3

5. Proses selanjutnya dilakukan setelah hewan ternak benar-benar mati dan pengeluaran darah sempurna. 6. Setelah hewan ternak tidak bergerak lagi, leher dipotong dan kepala dipisahkan dari badan, kemudian kepala digantung untuk dilakukan pemeriksaan selanjutnya. 7. Pada RPH yang fasilitasnya lengkap, kedua kaki belakang pada sendi tarsus dikait dan dikerek ( hoisted), sehingga bagian leher ada di bawah, agar pengeluaran darah benar-benar sempurna dan siap untuk proses selanjutnya. 8. Untuk RPH yang tidak memiliki fasilitas hoist, setelah hewan benar-benar tidak bergerak, hewan dipindahkan ke atas keranda/penyangga karkas ( cradle) dan siap untuk proses selanjutnya. E. Tahap Pengulitan: 1. Sebelum proses pengulitan, harus dilakukan pengikatan pada saluran makan di leher dan anus, sehingga isi lambung dan feses tidak keluar dan mencemari karkas. 2. Pengulitan dilakukan bertahap, diawali membuat irisan panjang pada kulit sepanjang garis dada dan bagian perut. 3. Irisan dilanjutkan sepanjang permukaan dalam (medial) kaki. 4. Kulit dipisahkan mulai dari bagian tengah ke punggung. 5. Pengulitan harus hati-hati agar tidak terjadi kerusakan pada kulit dan terbuangnya daging. F. Pengeluaran Jeroan: 1. Rongga perut dan rongga dada dibuka dengan membuat irisan sepanjang garis perut dan dada. 2. Organ-organ yang ada di rongga perut dan dada dikeluarkan dan dijaga agar rumen dan alat pencernaan lainnya tidak robek. 3. Dilakukan pemisahan antara jeroan merah (hati, jantung, paru-paru, tenggorokan, limpa, ginjal dan lidah) dan jeroan hijau (lambung, usus, lemak dan esophagus). G. Tahap Pemeriksaan Postmortem: 1. Pemeriksaan postmortem dilakukan oleh dokter hewan atau petugas yang ditunjuk di bawah pengawasan dokter hewan. 2. Pemeriksaan postmortem dilakukan terhadap kepala, isi rongga dada dan perut serta karkas. 3. Karkas dan organ yang dinyatakan ditolak atau dicurigai harus segera dipisahkan untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. 4. Apabila ditemukan penyakit hewan menular dan zoonosis, maka dokter hewan/petugas yang ditunjuk di bawah pengawasan dokter hewan harus segera mengambil tindakan sesuai dengan prosedur yang ditetapkan. 4

H. Pembelahan Karkas, dengan tahapan: 1. Karkas dibelah dua sepanjang tulang belakang dengan kampak yang tajam atau mesin yang disebut automatic cattle splitter. 2. Karkas dapat dibelah dua/empat sesuai kebutuhan. I. Pelayuan: 1. Karkas yang telah dipotong/dibelah disimpan diruang yang sejuk 2. Karkas selanjutnya siap diangkut ke pasar. J. Pengangkutan Karkas: 1. Karkas/daging harus diangkut dengan angkutan khusus daging yang didesain dengan boks tertutup, sehingga dapat mencegah kontaminasi dari luar. 2. Jeroan dan hasil sampingannya diangkut dengan wadah dan atau alat angkut yang terpisah dengan alat angkut karkas/daging. 3. Karkas/daging dan jeroan harus disimpan dalam wadah/kemasan sebelum disimpan dalam boks alat angkut. 4. Untuk menjaga kualitas daging dianjurkan alat angkut karkas/daging dan jeroan dilengkapi dengan alat pendingin (refrigerator). Sumber : prosedur-operasional-standard-pemotongan-hewan-di-rph POTONGAN PRIMAL KARKAS SAPI Potongan setengah dari karkas sapi, dipotong lagi menjadi seperempat yang meliputi : 1. Potongan seperempat bagian depan yang terdiri dari bahu (chuck) termasuk leher, rusuk, paha depan, dada (breast) yang terbagi menjadi dua, yaitu dada depan (brisket) dan dada belakang (plate) 2. Bagian seperempat belakang yang terdiri dari paha (round), dan paha atas (rump), loin yang terdiri sirloin dan shortloin, flank beserta ginjal dan lemak yang menyeliputinya Pemisahan bagian karkas seperempat depan dan seperempat belakang dilakukan diantara rusuk 12 dan 13 (rusuk terakhir diikutkan pada seperempat belakang). Cara pemotongan primal karkas adalah sebagai berikut: 1. Hitung tujuh vertebral centra kearah depan (posisi karkas tergantung ke bawah), dari perhubungan sacralumbar. 2. Potong tegak lurus vertebral column dengan gergaji. 3. Pisahkan bagian seperempat depan dari seperempat belakang dengan pemotongan melalui otot-otot intercostals dan abdominal mengikuti bentuk melengkung dari rusuk ke-12. 4. Pisahkan bagian bahu dari rusuk dengan memotong tegak lurus melalui vertebral column dan otot-otot intercostals atau antara rusuk ke-5 dan ke-6. 5

5. Pisahkan rusuk dari dada belakang dengan membuat potongan dari anterior ke posterior. 6. Pisahkan bahu dari dada depan dengan memotong tegak lurus rusuk ke-5, kirakira arah proksimal terhadap tulang siku (olecranon). 7. Paha depan juga dapat dipisahkan. Cara pemotongan primal karkas seperempat belakang sebagai berikut : 1. Pemisahan ekses lemak dekat pubis dan bagian posterior otot abdomianal. 2. Pisahkan flank dengan memotong dari ujung distal tensor fascialata, anterior dari rectus femoris ke arah rusuk ke-13 (kira-kira 20 cm dari vertebral column). 3. Pisahkan bagian paha dari paha atas dengan memotong melalui bagian distal terhadap ichium kira-kira berjarak 1 cm, sampai bagian kepala dari femur. 4. Pisahkan paha atas dari sirloin dengan potongan melewati antara vertebral sacral ke-4 dan ke-5 dan berakhir pada bagian ventral terhadap acetabulum pelvis. 5. Sirloin dipisahkan dari shortloin dengan suatu potongan tegak lurus terhadap vertebral column dan melalui vertebral lumbar antara lumbar ke-5 dan ke-6. 6