HUBUNGAN ANTARA RIWAYAT PENYAKIT INFEKSI DENGAN KEJADIAN STUNTING PADA ANAK USIA 1336 BULAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TUMINTING KOTA MANADO Glaudia P. Gerungan*, Nancy S.H. Malonda*, Dina V. Rombot* *Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado ABSTRAK Anak balita merupakan kelompok umur yang rawan gizi dan rawan penyakit. Masalah gizi, khususnya anak pendek (stunting), menghambat perkembangan anak dengan dampak negatif yang akan berlangsung dalam kehidupan selanjutnya. Stunting dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya penyakit infeksi, seperti diare dan Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA). Menurut data Riskesdas 2013, masalah stunting/pendek pada balita masih cukup serius, dengan angka nasional sebesar 37,2%. Penelitian ini menggunakan metode survei analitik dengan pendekatan crosssectional. Populasi pada penelitian ini adalah anak usia 1336 bulan yang berjumlah 3005 anak di Wilayah kerja Puskesmas Tuminting Kota Manado. Untuk sampel menggunakan teknik purposive sampling dengan jumlah sampel minimum yaitu 97 anak. Uji statistik yang digunakan untuk menganalisis hubungan antara variabel menggunakan Fisher s Exact dengan α = 0,05 ; CI = 95%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 99,0% anak usia 1336 bulan memiliki riwayat penyakit infeksi. Sementara 39,2% anak usia 1336 bulan mengalami stunting, serta hasil uji menunjukkan tidak terdapat hubungan antara riwayat penyakit infeksi dengan kejadian stunting dimana p = 0,392 (p > 0,05). Tidak ada hubungan yang bermakna antara riwayat penyakit infeksi dengan kejadian stunting pada anak usia 1336 bulan di wilayah kerja puskesmas Tuminting Kota Manado. Disarankan kepada orang tua anak agar lebih meningkatkan pengawasan terhadap anak agar dapat terbebas dari penyakitpenyakit infeksi. Kata Kunci : Penyakit infeksi, stunting, anak usia 1336 bulan. ABSTRACT Children under five were age category who had nutrient and illness troubled. Nutrient problem, stunting especially, would hamper children development with negative impact in the next life. Stunting influenced by some factor among infectious disease, such as diarrhea and acute duct respiration infection. According to basic health research 2013, stunting on child was still serious problem enough, with national rate as big as 37,2%. This research showed analitic survey with crosssectional approach. Population in this study were child aged 13 36 months who aggregate 3005 children in Tuminting Health Center Manado City. Sample was used purposive sampling with minimum sample, i.e 97 children. Statistical test was used to analyze relationship between variable were using Fisher s Exact with α = 0,05 ; CI = 95%. The result showed that 99,0% child aged 1336 months have infectious disease history. Meanwhile 39,2% child aged 1336 months were stunting. The test result shows that there is no relationship between infectious disease history with stunting incident wherein p = 0,392 (p > 0,05). There is no significant relationship between infectious disease history with stunting incident on child aged 1336 months in Tuminting Health Center, Manado city. Suggested to parents so that more increase the control towards children in order to be free from infectious disease. Keywords : Infectious Disease, Stunting, Child Aged 1336 Months
PENDAHULUAN Masalah gizi anak secara garis besar merupakan dampak dari ketidakseimbangan antara asupan dan keluaran zat gizi (nutritional imbalance), yaitu asupan yang melebihi keluaran atau sebaliknya dan kesalahan dalam memilih bahan makanan untuk disantap, penyebab dari ketergantungan ini utamanya berupa penyakit kronis, berat badan lebih dan kurang, pica, karies dentis, serta alergi (Arisman, 2010). Periode seribu hari, yaitu 270 hari selama kehamilan dan 730 hari pada kehidupan pertama bayi yang dilahirkan, merupakan periode sensitif karena akibat yang ditimbulkan terhadap bayi pada masa ini akan bersifat permanen. Kekurangan gizi yang terjadi dalam kandungan dan awal kehidupan menyebabkan janin melakukan reaksi penyesuaian. Penyesuaian tersebut meliputi perlambatan pertumbuhan dengan pengurangan jumlah dan pengembangan selsel tubuh termasuk sel otak dan organ tubuh lainnya. Hasil reaksi penyesuaian akibat kekurangan gizi terlihat pada usia dewasa dalam bentuk tubuh yang pendek, rendahnya kemampuan kognitif atau kecerdasan sebagai akibat tidak optimalnya pertumbuhan dan perkembangan otak (Kerangka Kebijakan 1000 HPK, 2012). Masalah gizi, khususnya anak pendek, menghambat perkembangan anak dengan dampak negatif yang akan berlangsung dalam kehidupan selanjutnya. Anakanak pendek menghadapi kemungkinan yang lebih besar untuk tumbuh menjadi orang dewasa yang kurang berpendidikan, miskin, kurang sehat dan lebih rentan terhadap penyakit tidak menular. Oleh karena itu, anak pendek merupakan prediktor buruknya kualitas sumber daya manusia yang diterima secara luas, yang selanjutnya menurunkan kemampuan produktif suatu bangsa di masa yang akan datang (UNICEF, 2012). Stunting (tubuh yang pendek) menggambarkan keadaan gizi kurang yang sudah berjalan lama dan memerlukan waktu bagi anak untuk berkembang serta pulih kembali (Gibney dkk, 2009). Stunting sudah dimulai sejak sebelum kelahiran disebabkan karena gizi ibu selama kehamilan buruk, pola makan yang buruk, kualitas makanan juga yang buruk, dan intensitas frekuensi menderita penyakit yang sering (Wiyogowati, 2012). Prevalensi kependekan secara nasional tahun 2010 sebesar 35,6% yang berarti terjadi penurunan dari keadaan tahun 2007 dimana prevalensi kependekan sebesar 36,8%. Prevalensi kependekan sebesar 35,6% terdiri dari 18,5% sangat pendek dan 17,1 % pendek (Kemenkes, 2010). Berdasarkan Riset Kesehatan dasar tahun 2013 prevalensi pendek (stunting) secara nasional tahun 2013 adalah 37,2% yang terdiri dari 18,0% sangat pendek dan 19,2% pendek.
METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode survei analitik dengan pendekatan cross sectional yang dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Tuminting Kota Manado pada bulan Mei sampai Desember 2014. Populasi adalah seluruh anak usia 1336 bulan yang berada di wilayah kerja Puskesmas Tuminting yang berjumlah 3005 anak. Teknik pengambilan sampel menggunakan metode purposive sampling dengan jumlah sampel minimum yaitu 97 anak dan yang menjadi responden untuk diwawancarai adalah orang tua dari anak tersebut yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Data karakteristik subjek dan responden diperoleh dengan cara wawancara menggunakan kuesioner dan untuk tinggi badan anak dilakukan pengukuran. Pengolahan data meliputi Editing, Coding, Entry data, dan Cleaning. Analisis data menggunakan tabel distribusi frekuensi untuk memperoleh informasi secara umum mengenai karakteristik subjek dan responden. Sedangkan analisis bivariat menggunakan uji Fisher s Exact dengan α = 0,05 ; CI = 95%. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Subjek Dari hasil penelitian yang dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Tuminting Kota Manado di peroleh sampel sebanyak 97 anak. Hasil penelitian menunjukkan 47,4% berjenis kelamin lakilaki dan 52,6% perempuan, selanjutnya kategori umur yang paling banyak terdapat pada kelompok umur 1324 bulan yaitu 51 anak atau 52,6%. Berdasarkan kejadian stunting di peroleh 38 anak mengalami stunting (39,2%) sedangkan yang normal 59 anak (60,8%), selanjutnya untuk anak yang mengalami stunting paling banyak terdapat pada anak lakilaki yaitu 22 anak (22,68%) dan untuk kelompok umur yang paling banyak mengalami stunting umur 1324 bulan yaitu 21 anak (21,64%) dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1. Distribusi Berdasarkan Karakteristik Karakteristik Subjek Jenis Kelamin Lakilaki Perempuan Umur 1324 bulan 2536 bulan Subjek dengan Kejadian Stunting B. Karakteristik Orang Tua Status Gizi TB/U Stunting Normal n % n % 22 16 21 17 22,68 16,49 21,64 17,52 24 35 30 29 Berdasarkan hasil penelitian di peroleh pendidikan terakhir ayah yaitu SMA/MA (59,8%), SMP (18,6%), SD (13,4%), Sarjana (7,2%), Diploma (1%), sedangkan untuk pendidikan terakhir ibu yaitu SMA/MA (64,9%), SMP (16,5%), SD (13,4%), Diploma (4,1%) dan Sarjana (1%). Hasil penelitian di peroleh untuk pekerjaan ayah yaitu pegawai swasta (33%), dagang/wiraswasta (24,7%), ojek/supir/pekerja bangunan (20,6%), nelayan (10,3%), PNS/TNI/POLRI (6,2%), tidak bekerja (3,1%), dan yang bekerja sebagai honorer & pelaut masingmasing (1%), sedangkan untuk pekerjaan ibu, yang tidak bekerja (79,4%), dagang/wiraswasta (10,3%), pegawai swasta (8,2%), PNS dan honorer masingmasing 24,74 36,08 30,92 29,89
(1%). Pendapatan orang tua per bulan di peroleh 52,6% Rp 1.900.000 dan 47,4% < Rp 1.900.000. C. Riwayat Penyakit Infeksi Berdasarkan hasil penelitian diperoleh 96 atau sebanyak (99%) anak memiliki riwayat penyakit infeksi dan hanya 1 atau (1%) anak tidak memiliki riwayat penyakit infeksi, selanjutnya untuk anak yang memiliki riwayat penyakit infeksi paling banyak terdapat pada anak perempuan yaitu 51 anak (52,60%) dan untuk riwayat penyakit infeksi umur 1324 bulan yaitu 50 anak (52%) dapat dilihat pada tabel 2. Tabel 2. Distribusi Subjek Berdasarkan Ada Tidaknya Penyakit Infeksi Menurut Karakteristik Subjek Karakteristik Subjek Jenis Kelamin Lakilaki Perempuan Umur 1324 bulan 2536 bulan Riwayat penyakit infeksi Ada Tidak n % n % 45 51 50 46 46,40 52,60 52,0 47,0 1 1 1,0 1,0 D. Hubungan Antara Riwayat Penyakit Infeksi dengan Kejadian Stunting Tabel 3. Hubungan Riwayat Penyakit Infeksi dengan Kejadian Stunting Status Gizi TB/U Total Riwayat Penyakit Infeksi n Stunting % n Normal % n % Ada 37 38,54 59 61,46 96 100 Tidak Ada 1 100 1 100 p Value 0,392 Berdasarkan tabel 3 di atas, hasil perhitungan menggunakan uji Fisher s Exact diperoleh nilai p = 0,392 (p > 0,05), maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan antara riwayat penyakit infeksi dengan kejadian stunting pada anak usia 1336 bulan di wilayah kerja Puskesmas Tuminting Kota Manado. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan di Kecamatan Semarang Timur yang menunjukkan bahwa riwayat penyakit infeksi dalam hal ini infeksi saluran pernapasan atas akut merupakan faktor resiko kejadian stunting yang tidak bermakna (p=0,297: OR =1,73) (Nasikhah, 2012). Nurcahyo (2010) dalam hasil penelitiannya juga di dapatkan hasil bahwa kejadian ISPA pada anak balita tidak ada hubungan dengan status gizi TB/U (p > 0,05). Berbeda dengan penelitian Anshori (2013) dalam
penelitiannya menyatakan bahwa anak dengan riwayat penyakit infeksi seperti ISPA berisiko 4 kali lebih besar untuk mengalami stunting (p=0,023) dibandingkan dengan anak yang tidak memiliki riwayat penyakit infeksi. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Welasasih (2012) dalam penelitiannya menyatakan bahwa sebagian besar kelompok balita stunting sering menderita sakit sebanyak 14 orang (53,8%), sedangkan pada kelompok balita normal sebagian besar jarang yang mengalami sakit yaitu sebanyak 21 orang (80,8%). Berdasarkan uji ChiSquare didapatkan p = 0,021 (p < α), artinya ada hubungan yang bermakna antara frekuensi sakit dengan status gizi balita stunting. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa : 1. Anak usia 1336 bulan yang memiliki riwayat penyakit infeksi yaitu sebanyak 99%. 2. Anak usia 1336 bulan yang mengalami stunting sebanyak 39,2%. 3. Tidak terdapat hubungan antara riwayat penyakit infeksi dengan kejadian stunting pada anak usia 1336 bulan di wilayah kerja Puskesmas Tuminting Kota Manado. SARAN Berdasarkan kesimpulan di atas, dapat dikemukakan saran, antara lain : 1. Bagi Instansi tempat penelitian yaitu Puskesmas Tuminting dapat digunakan sebagai bahan informasi bagi Puskesmas dalam meningkatkan gizi dan kesehatan anak. 2. Orang tua anak agar lebih meningkatkan pengawasan terhadap anak agar dapat terbebas dari penyakitpenyakit infeksi. 3. Bagi peneliti yang ingin melakukan penelitian sejenis, sebaiknya dapat membahas faktor risiko yang lain yang berhubungan dengan kejadian Stunting pada anak usia 1336 bulan dan menggunakan jumlah sampel yang lebih besar. DAFTAR PUSTAKA Anshori, H. 2013. Faktor Risiko Kejadian Stunting Pada Anak Usia 1224 Bulan di Kecamatan Semarang Timur. Skripsi. Semarang : Program Studi Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. (http://eprints.undip.ac.id). Diakses April 2014. Arisman. 2009. Gizi dalam Daur Kehidupan. Jakarta : Buku Kedokteran EGC Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2010. Laporan Riset Kesehatan Dasar 2010. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2013. Laporan Riset Kesehatan Dasar 2013. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Gibney M, Margetts B, Kearney J, Arab L. 2009. Kementerian Kesehatan RI. 2012. Kerangka Kebijakan Gerakan Sadar Gizi Dalam Rangka Seribu Hari Pertama Kehidupan (1000 HPK).Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Nasikhah R, Margawati A. Faktor risiko kejadian Stunting Pada Balita Usia 2436 Bulan Di Kecamatan Semarang Timur. Journal of Nutrition College, Vol. 1, No. 1. (Online) (http://eprints.undip.ac.id). Di akses Oktober 2014. Nurcahyo K, Briawan D. 2010. Konsumsi Pangan, Penyakit Infeksi, dan Status Gizi Anak Balitia Pasca Perawatan Gizi Buruk. Jurnal Gizi dan pangan, 2010, 5 (3): 164 170 (online) (http://journal.ipb.ac.id). Di akses Agustus 2014. UNICEF. 2012. Ringkasan Kajian Gizi Ibu Dan Anak. Jakarta : UNICEF Indonesia. Welasasih B, Wirjatmadi R. 2012. Beberapa Faktor yang Berhubungan dengan Status Gizi Balita Stunting. The Indonesian Journal of Public Health, volume 8, Nomor 3, tahun 2012, 99104 (online) (http://journal.unair.ac.id). Diakses Oktober 2014 Wiyogowati C. 2012. Kejadian Stunting Pada Anak Berumur Dibawah Lima Tahun (0 59 bulan) di provinsi Papua Barat Tahun 2010 (Analisis Data Riskesdas 2010). Skripsi. Depok : Program Studi Ilmu Kesehatan Kesehatan Masyarakat. (http://lib.ui.ac.id). Diakses Oktober 2014.