PROMOSI KESEHATAN DALAM PENGENDALIAN FILARIASIS HEALTH PROMOTION IN THE CONTROL OF FILARIASIS

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. kaki gajah, dan di beberapa daerah menyebutnya untut adalah penyakit yang

Proses Penularan Penyakit

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan infeksi cacing filaria yang ditularkan melalui gigitan

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang disebabkan oleh berjangkitnya penyakit-penyakit tropis. Salah satu

BAB 1 : PENDAHULUAN. Filariasis adalah penyakit yang disebabkan oleh cacing filaria yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Filariasis (penyakit kaki gajah) adalah penyakit menular yang

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh cacing filaria dan ditularkan oleh nyamuk Mansonia, Anopheles,

BAB 1 PENDAHULUAN. Deklarasi Milenium yang merupakan kesepakatan para kepala negara dan

Bab I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1

ANALISIS FAKTOR FAKTOR RISIKO KEJADIAN FILARIASIS

BAB I PENDAHULUAN. Akibat yang paling fatal bagi penderita yaitu kecacatan permanen yang sangat. mengganggu produktivitas (Widoyono, 2008).

BAB 1 PENDAHULUAN. agar peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dapat

BAB I PENDAHULUAN. menetap dan berjangka lama terbesar kedua di dunia setelah kecacatan mental (WHO,

BAB I PENDAHULUAN. Prioritas pembangunan kesehatan dalam rencana strategis kementerian

BAB I PENDAHULUAN. menular (emerging infection diseases) dengan munculnya kembali penyakit menular

BAB I PENDAHULUAN.

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh infeksi cacing filaria dan ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk.

BAB 1 PENDAHULUAN. Filariasis atau yang dikenal juga dengan sebutan elephantiasis atau yang

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penyakit Filariasis Limfatik atau penyakit Kaki Gajah merupakan salah

BAB I PENDAHULUAN. penyakit yang disebabkan oleh infeksi cacing filaria yang penularannya melalui

Prevalensi pre_treatment

FAKTO-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN FILARIASIS DI PUSKESMAS TIRTO I KABUPATEN PEKALONGAN

Risk factor of malaria in Central Sulawesi (analysis of Riskesdas 2007 data)

PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP FILARIASIS DI KABUPATEN MAMUJU UTARA, SULAWESI BARAT. Ni Nyoman Veridiana*, Sitti Chadijah, Ningsi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 RANGKUMAN Judul Penelitian yang Diusulkan Penelitian yang akan diusulkan ini berjudul Model Penyebaran Penyakit Kaki Gajah.

Filariasis cases In Tanta Subdistrict, Tabalong District on 2009 After 5 Years Of Treatment

FAKTOR DOMINAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN FILARIASIS DI KOTA PADANG TAHUN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada tahun 2013 jumlah kasus baru filariasis ditemukan sebanyak 24 kasus,

Analisis Spasial Distribusi Kasus Filariasis di Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh plasmodium yang

ANALISIS SITUASI FILARIASIS LIMFATIK DI KELURAHAN SIMBANG KULON, KECAMATAN BUARAN, KABUPATEN PEKALONGAN Tri Wijayanti* ABSTRACT

Faktor Risiko Kejadian Filarisis Limfatik di Kecamatan Maro Sebo Kabupaten Muaro Jambi

KERANGKA ACUAN KERJA ( KAK ) KEGIATAN POMP FILARIASIS PUSKESMAS KAWUA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Filariasis limfatik merupakan penyakit tular vektor dengan manifestasi

ABSTRAK STUDI KASUS PENENTUAN DAERAH ENDEMIS FILARIASIS DI DESA RANCAKALONG KABUPATEN SUMEDANG JAWA BARAT TAHUN 2008

DESCRIPTION OF KNOWLEDGE, ATTITUDE AND BEHAVIOR OF THE PEOPLE AT NANJUNG VILLAGE RW 1 MARGAASIH DISTRICT BANDUNG REGENCY WEST JAVA ABOUT FILARIASIS

GAMBARAN KARAKTERISTIK PENDERITA FILARIASIS DI DESA SANGGU KABUPATEN BARITO SELATAN KALIMANTAN TENGAH

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. distribusinya kosmopolit, jumlahnya lebih dari spesies, stadium larva

GAMBARAN PEMBERIAN OBAT MASAL PENCEGAHAN KAKI GAJAH DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS WELAMOSA KECAMATAN WEWARIA KABUPATEN ENDE TAHUN ABSTRAK

BAB 4 HASIL PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ABSTRAK. Pembimbing I : Rita Tjokropranoto, dr., M.Sc Pembimbing II : Hartini Tiono, dr.,m. Kes

Juli Desember Abstract

PENGOBATAN FILARIASIS DI DESA BURU KAGHU KECAMATAN WEWEWA SELATAN KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA

PENYELIDIKAN KEJADIAN LUAR BIASA DI GIANYAR. Oleh I MADE SUTARGA PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA 2015

IDENTIFIKASI FILARIASIS YANG DISEBABKAN OLEH CACING NEMATODA WHECERERIA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penyakit menular menahun yang disebabkan oleh infeksi cacing filaria dan ditularkan

Gambaran Pengobatan Massal Filariasis ( Studi Di Desa Sababilah Kabupaten Barito Selatan Kalimantan Tengah )

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat yang utama di Indonesia, salah satunya penyakit Demam

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia. Penyakit ini mempengaruhi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Kata Kunci : Kelambu, Anti Nyamuk, Kebiasaan Keluar Malam, Malaria

Kondisi Filariasis Pasca Pengobatan Massal di Kelurahan Pabean Kecamatan Pekalongan Utara Kota Pekalongan

FAKTOR RISIKO KEJADIAN FILARIASIS DI KELURAHAN JATI SAMPURNA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 4 HASIL PENELITIAN

UPAYA KELUARGA DALAM PENCEGAHAN PRIMER FILARIASIS DI DESA NANJUNG KECAMATAN MARGAASIH KABUPATEN BANDUNG

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Kelurahan Kayubulan Kecamatan Limboto terbentuk/lahir sejak tahun 1928 yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

KUESIONER ANALISIS FAKTOR KEJADIAN RELAPS PADA PENDERITA MALARIA DI KABUPATEN BIREUEN TAHUN 2010

BAB 1 PENDAHULUAN. (Harijanto, 2014). Menurut World Malaria Report 2015, terdapat 212 juta kasus

BAB I. Pendahuluan. A. latar belakang. Di indonesia yang memiliki iklim tropis. memungkinkan nyamuk untuk berkembang biak dengan baik

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. dan ibu melahirkan serta dapat menurunkan produktivitas tenaga kerja (Dinkes

PERILAKU MINUM OBAT ANTI FILARIASIS DI KELURAHAN RAWA MAMBOK Anti-filariasis Medicine Drinking Behavior in Rawa Mambok Village

SKRIPSI. Oleh Thimotius Tarra Behy NIM

The occurrence Factor of Filariasis Transmission In Lasung Health Centers Kusan Hulu Subdistrict, Tanah Bumbu Kalimantan Selatan

BAB 1 PENDAHULUAN. Malaria merupakan salah satu penyakit tropik yang disebabkan oleh infeksi

BAB I PENDAHULUAN. yang masuk ke peredaran darah manusia melalui gigitan snyamuk dari genus Aedes,

BAB 1 : PENDAHULUAN. yang akan memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial ekonomis.

Kata kunci: filariasis; IgG4, antifilaria; status kependudukan; status ekonomi; status pendidikan; pekerjaan

BAB I PENDAHULUAN. lebih dari 2 miliar atau 42% penduduk bumi memiliki resiko terkena malaria. WHO

PENYAKIT-PENYAKIT DITULARKAN VEKTOR

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TINGKAT KEBERHASILAN PROGRAM PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN FILARIASIS DI PUSKESMAS SE-KOTA PEKALONGAN TAHUN 2016

BAB I PENDAHULUAN. harus dipenuhi oleh setiap bangsa dan negara. Termasuk kewajiban negara untuk

BAB I PENDAHULUAN. Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang menjadi masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit demam berdarah dengue merupakan penyakit yang disebabkan oleh

LAMPIRAN I DOKUMENTASI PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Diana Andriyani Pratamawati 1*, Siti Alfiah 1. Jl. Hasanudin No.123 Salatiga 50721

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit kusta merupakan salah satu jenis penyakit menular yang masih

KUESIONER. Hari/Tanggal : Waktu : Pukul... s/d... No. Responden : 1. Nama (inisial) : 2. Umur :

BAB I PENDAHULUAN. tahunnya terdapat sekitar 15 juta penderita malaria klinis yang mengakibatkan

BAB I PENDAHULUAN. tropis dan subtropis di seluruh dunia. Dalam beberapa tahun terakhir terjadi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. klinis, penyakit ini menunjukkan gejala akut dan kronis. Gejala akut berupa

BAB I PENDAHULUAN. serta semakin luas penyebarannya. Penyakit ini ditemukan hampir di seluruh

Cakupan Pemberian Obat Pencegahan Massal Filariasis di Kabupaten Sumba Barat Daya Tahun

BAB I PENDAHULUAN. dijumpai adalah Plasmodium Falciparum dan Plasmodium. Vivax. Di Indonesia Timur yang terbanyak adalah Plasmodium


Fajarina Lathu INTISARI

BAB 1 : PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Millenium Development Goal Indicators merupakan upaya

TUGAS PERENCANAAN PUSKESMAS UNTUK MENURUNKAN ANGKA KESAKITAN FILARIASIS KELOMPOK 6

Studi Kondisi Lingkungan Rumah dan Perilaku Masyarakat Sebagai Faktor Risiko Kejadian Filariasis di Kecamatan Buaran dan Tirto Kabupaten Pekalongan

BAB 1 PENDAHULUAN. dari genus Plasmodium dan mudah dikenali dari gejala meriang (panas dingin

Unnes Journal of Public Health

ARTIKEL PENINGKATAN PERAN SERTA MASYARARAT DALAM PENGOBATAN FILARIASIS LIMFATIK DI KECAMATAN TIRTO KABUPATEN PEKALONGAN. Tri Ramadhani *, M.

Promotif, Vol.3 No.2, April 2014 Hal

Transkripsi:

BALABA Vol. 10 No. 02, Desember 2014: 89-96 PROMOSI KESEHATAN DALAM PENGENDALIAN FILARIASIS HEALTH PROMOTION IN THE CONTROL OF FILARIASIS Ahmad Erlan* Balai Litbang P2B2 Donggala Jalan Masitudju No 58 Labuan Panimba, Labuan, Donggala, Sulawesi Tengah, Indonesia *E_mail: erlan3001@gmail.com Received date: 26/8/2014, Revised date: 30/10/2014, Accepted date: 04/11/2014 ABSTRAK Promosi kesehatan adalah cara yang efektif untuk mengubah perilaku masyarakat agar menjadi lebih sehat dan terhindar dari penyakit. Penularan filariasis dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu lingkungan, perilaku dan sosial budaya. Hasil dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa faktor yang memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian filariasis dari faktor lingkungan yaitu rawa-rawa di sekitar permukiman (OR=2,433); faktor perilaku seperti kebiasaan menggunakan kelambu, tidak menggunakan pakaian lengan panjang dan tidak menggunakan kasa di ventilasi (p<0,05); faktor pengetahuan dan stigma (p=0,07). Promosi kesehatan melalui penyuluhan ke masyarakat dapat dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat dan perubahan perilaku untuk memutuskan rantai penularan filariasis. Kata kunci: promosi kesehatan, filariasis, lingkungan, perilaku, sosial budaya ABSTRACT Health promotion is an effective way to change people's behavior to become more healthy and avoid illness. Filariasis transmission is influenced by three factors: environmental, social and cultural behavior. The results of several studies suggest that the factors that have a significant relationship with the occurrence of filariasis were environmental factors that marshes around settlements have (OR=2.433); behavioral factors such as the habit of using nets, do not use long-sleeved clothes and do not use gauze in ventilation (p <0.05); knowledge factor and stigma (p=0.07). Health promotion through counseling to the community was done to improve public knowledge and behavior change to cut the transmission of filariasis Keywords: health promotion, filariasis, environmental, behavioral, social and cultural PENDAHULUAN Promosi kesehatan adalah ilmu dan seni membantu masyarakat menjadikan gaya hidup mereka sehat optimal. Kesehatan yang optimal didefinisikan sebagai keseimbangan kesehatan fisik, emosi, sosial, spiritual, dan intelektual. Hal ini bukan sekedar pengubahan gaya hidup saja, namun berkaitan dengan pengubahan lingkungan yang diharapkan dapat lebih mendukung dalam membuat keputusan yang sehat. Perubahan gaya hidup dapat difasilitasi melalui penggabungan, menciptakan lingkungan yang mendukung, mengubah perilaku, 1 dan meningkatkan kesadaran. Promosi kesehatan pada hakikatnya adalah suatu kegiatan atau usaha menyampaikan pesan kesehatan kepada masyarakat, kelompok, atau individu. Dengan adanya pesan tersebut diharapkan masyarakat, kelompok atau individu dapat memperoleh pengetahuan tentang kesehatan yang lebih baik. Promosi kesehatan menurut Leavel and Clark adalah upaya pencegahan penyakit dalam lima tingkatan yang dapat dilakukan pada masa sebelum sakit dan pada masa sakit. Pada masa sebelum sakit upaya yang dilakukan adalah mempertinggi nilai kesehatan (health promotion) dan memberikan perlindungan khusus terhadap sesuatu penyakit (specific protection). Pada masa sakit upaya yang dilakukan adalah mengenal dan mengetahui jenis pada tingkat awal, serta mengadakan pengobatan yang tepat dan segera (early diagnosis and treatment). Pembatasan kecacatan dan berusaha untuk menghilangkan gangguan kemampuan bekerja yang diakibatkan sesuatu penyakit (disability limitation), dan rehabilitasi (rehabilitation). Promosi kesehatan menurut piagam Ottawa 1986 adalah suatu proses memberdayakan atau memandirikan masyarakat untuk memelihara, meningkatkan dan melindungi kesehatannya melalui 89

Promosi kesehatan...(ahmad Erlan) 90 peningkatan kesadaran, kemauan dan kemampuan, tinggi, penting sekali mengetahui dengan tepat serta pengembangan lingkungan sehat. Promosi bionomik dari vektor nyamuk, prevalensi dan kesehatan mencakup aspek perilaku, yaitu upaya insidensi penyakit, dan faktor lingkungan yang 7 untuk memotivasi, mendorong dan membangkitkan berperan dalam penularan di setiap daerah. kesadaran akan potensi yang dimiliki masyarakat Alternatif lain pengendalian vektor filariasis yang agar mereka mampu memelihara dan meningkatkan dapat dilaksanakan adalah melalui penyuluhan 2 kesehatannya. Pada tahun 2004, filariasis telah kesehatan masyarakat agar masyarakat di daerah menginfeksi 120 juta penduduk di 83 negara di endemik filariasis dapat mengurangi kontak dengan seluruh dunia. Di Indonesia dilaporkan 22 provinsi nyamuk vektor, sehingga memperkecil diperkirakan telah terinfeksi filariasis sebanyak 150 kemungkinan terjadinya penularan. Peran lintas 3 juta manusia dan tertinggi di Irian Jaya. Di daerah sektor dan lintas program dalam pengendalian endemik, risiko terinfeksi filariasis sebesar 10-50% vektor sangat diperlukan, terutama dalam 8 dan 10% diantaranya adalah wanita yang memberi mengurangi tempat perkembangbiakannya. 4 dampak sosial dan psikologis. Di Indonesia jumlah kabupaten/kota endemis Filariasis mempunyai ciri dan kekhasan filariasis sebanyak 335 kabupaten/kota (67%), 3 tersendiri, penyakit ini sifatnya menahun (kronis) kabupaten/kota tidak endemis (0,6%), dan 176 dan bila tidak mendapatkan pengobatan dapat kabupaten/kota belum dilakukan survei endemisitas menimbulkan cacat menetap berupa pembesaran filariasis. Pada tahun 2009 telah dilakukan survei 5 kaki. Gejala klinis akut berupa limfadenistis, pada kabupaten/kota yang belum melakukan survei limfangitis, adenolimfangitis yang disertai demam, tahun 2008. Jumlah kabupaten/kota yang endemis sakit kepala, rasa lemah dan timbulnya abses. Abses filariasis meningkat menjadi 356 kabupaten/kota dapat pecah dan kemudian mengalami dari 495 kabupaten/kota di Indonesia atau sebesar penyembuhan dengan meninggalkan parut, terutama 71,9%, sedangkan 139 kabupaten/kota (28,1%) 6 didaerah lipatan paha dan ketiak. Penyakit ini tidak endemis filariasis. Bila dilihat per-kabupaten memberikan dampak sosial budaya yang cukup dari laporan tahun 2009, tiga kabupaten dengan Mf besar, dampak ekonomi serta mental secara rate tertinggi adalah Bonebolango dengan Mf rate psikhologis, sehingga tidak dapat bekerja secara 40%, diikuti oleh Manokwari (Mf rate 38,57%) dan 9 optimal dan hidupnya selalu tergantung pada orang Kota Cilegon (Mf rate 37,50 %). lain. Penelitian tentang upaya promosi kesehatan Penularan filariasis terjadi apabila ada lima untuk mencegah penularan filariasis belum banyak unsur utama yaitu sumber penular (manusia dan dilakukan di Indonesia, selama ini yang sudah hewan sebagai reservoir), parasit (mikrofilaria), dilakukan pemerintah adalah pengobatan massal vektor (nyamuk), manusia yang rentan (host), (MDA) pada populasi yang berisiko dengan obat lingkungan (fisik, biologik, ekonomi dan sosial DEC, albendazole dan paracetamol, setahun sekali budaya). Cara infeksi atau siklus dari mikrofilaria selama minimal 5 tahun berturut-turut. Upaya dalam tubuh sampai menimbulkan penyakit adalah lainnya yang sudah dilakukan adalah dengan dalam tubuh nyamuk betina, mikrofilaria masuk ke penyuluhan tetapi hasilnya belum efektif dalam dinding lambung dan berkembang dalam thorax menurunkan kasus filariasis. hingga menjadi larva infektif (L3) yang kemudian berpindah ke proboscis. Ketika nyamuk menghisap METODE darah host, larva infektif (L3) akan ikut terbawa dan Kajian dilakukan dengan studi literatur aspek masuk melalui lubang bekas tusukan nyamuk di promosi kesehatan dalam penanggulangan filariasis, kulit. Larva infektif tersebut akan bergerak faktor lingkungan, faktor perilaku dan faktor sosial mengikuti saluran limfa kemudian akan mengalami budaya yang mempengaruhi kejadian filarisis di perubahan bentuk sebanyak dua kali sebelum beberapa daerah endemis di Indonesia. menjadi cacing dewasa. Masa inkubasi ekstrinsik Pengumpulan data dilakukan dengan cara pada parasit mikrofilaria sampai menjadi cacing penelusuran data sekunder dari jurnal dan laporan dewasa adalah 3,5 bulan, cacing dewasa ini hidup hasil penelitian serta penelusuran internet melalui 6 dalam tubuh hospes 5-10 tahun. google search. Data yang ditampilkan adalah hasil Pengendalian vektor adalah upaya yang penelitian dari beberapa sumber dan dikaji aspek paling utama, di daerah dengan tingkat endemisitas promosi kesehatan dalam penanggulangan filariasis

BALABA Vol. 10 No. 02, Desember 2014: 89-96 dilihat dari faktor lingkungan, perilaku dan sosial Lingkungan sekitar yang buruk dalam hal ini adanya budaya dari masyarakat. r a w a - r a w a y a n g m e r u p a k a n t e m p a t perkembangbiakan nyamuk penular dekat PEMBAHASAN pemukiman penduduk dengan jarak kurang lebih Pada tahun 2012 jumlah Kabupaten/Kota 100 meter. Jarak terbang nyamuk yang kurang dari endemis filariasis sebanyak 300 kabupaten/kota, 200 meter akan sangat memberikan peluang hanya 87 kabupaten/kota yang melaksanakan terjadinya penularan filariasis di daerah tersebut. Hal Pemberian Obat Massal Pencegahan (POMP) ini sesuai dengan teori bahwa nyamuk pada filariasis dan 32 kabupaten/kota yang telah selesai umumnya mempunyai daya terbang sejauh 50-100 POMP filariasis selama 5 tahun berturut-turut. meter. Dilaporkan pula beberapa jenis nyamuk Kondisi tersebut disebabkan kurangnya komitmen antara lain nyamuk Aedes mampu terbang sejauh 320 pemerintah daerah dalam menyediakan biaya meter. Keadaan lingkungan seperti daerah hutan, operasional POMP selama minimal 5 tahun berturut- persawahan, rawa-rawa yang sering ditumbuhi turut yang menjadi tanggung jawab Pemda, tumbuhan air dan saluran air limbah dan parit adalah sedangkan tanggung jawab pemerintah pusat adalah salah satu habitat yang baik untuk pertumbuhan 10 menyediakan obat. 14 nyamuk spesies tertentu. Perbedaan lokasi tempat Berdasarkan penelitian yang dilakukan di tinggal responden (di perdesaan dengan perkotaan) wilayah Kabupaten Pekalongan pada tahun 2010 dan saluran pembuangan air limbah rumah tangga terhadap 68 responden. Ditemukan hubungan yang yang terbuka, mempunyai hubungan dan pengaruh bermakna secara biologis pada semua variabel yang signifikan terhadap kejadian filariasis dalam 12 diteliti, sedangkan secara statistik tidak ada 15 bulan terakhir. hubungan yang bermakna antara umur, jenis kelamin dan perilaku terhadap filariasis, dan terdapat Faktor Perilaku hubungan yang bermakna antara pekerjaan dengan Beberapa penelitian menunjukkan bahwa 11 kejadian filariasis. Survei mikrofilaria pada faktor perilaku antara lain kebiasaan menggunakan penderita kronis dengan elefantiasis dari tiga kelambu, kebiasaan memakai lengan panjang dan kabupaten yaitu Cilacap, Banyumas, dan pemakaian kasa pada ventilasi mempunyai Pekalongan ternyata sudah tidak ditemukan hubungan yang signifikan terhadap kejadian mikrofilaria dalam darah tepi. Keadaan ini dapat filariasis dengan p<0,05. Hasil uji statistik disebabkan penderita telah lama (lebih dari lima multivariat kebiasaan menggunakan kelambu tahun bahkan ada yang lebih dari 10 tahun) p=0,049 dengan Exp.B=9,568, kebiasaan menderita elefantiasis sehingga cacing dewasanya menggunakan pakaian lengan panjang p=0,014 12 sudah mati dan tidak memproduksi mikrofilaria. dengan Exp.B=2,870, pemakaian kasa pada ventilasi Pada beberapa penelitian yang pernah dilakukan ada p=0,151 Exp.B=1,945 sehingga pemakaian kasa tiga faktor yang berperan dalam penularan filariasis tidak lagi berhubungan dengan kejadian filariasis. yaitu faktor lingkungan, perilaku dan sosial budaya. Penelitian ini berbeda dengan penelitian filariasis di Oleh karena itu, perlu dilakukan pencegahan dan Kecamatan Cempaka Mulia yang menunjukkan penanggulangan filariasis dengan memperhatikan bahwa pemakaian kelambu tidak mempunyai faktor risiko yang dominan mempengaruhi kejadian hubungan dengan kejadian filariasis dengan p=1,00, filariasis. Kebijakan kementerian kesehatan dalam sedangkan hubungan kebiasaan penduduk pengendalian filariasis adalah pengobatan massal berpakaian lengkap saat bekerja di hutan mempunyai bagi daerah endemis dan menghindari kontak gigitan hubungan yang bermakna p=0,00 dengan nilai 6 nyamuk. OR=0,27. 16 Hasil penelitian lainnya menunjukkan bahwa Faktor Lingkungan perilaku yang berhubungan dengan pencarian P e n e l i t i a n y a n g d i l a k u k a n o l e h pengobatan didapatkan yang ke puskesmas 102 Mahdiniansyah menunjukkan bahwa faktor orang (72,9%), praktik dokter 15 orang (10,7%), lingkungan mempunyai pengaruh terhadap obat sendiri 49 orang (35%), dan dukun 32 orang penularan filariasis. Keadaan lingkungan yang buruk 3 (22,9%). Hal ini menunjukkan bahwa walaupun mempunyai resiko 2 sampai 3 kali lebih besar akses ke tempat pelayanan kesehatan sudah cukup 13 tehadap penularan filariasis dengan OR=2,433. tinggi namun usaha dalam mengobati sendiri dan 91

Promosi kesehatan...(ahmad Erlan) minta pertolongan dukun masih dilakukan, sehingga menunjukkan hubungan yang bermakna. Orang penularan filariasis tetap berlangsung. yang terinfeksi filarisis tidak seluruhnya memperlihatkan gejala dan tidak selamanya Faktor Sosial Budaya menunjukkan gejala seperti pembengkakan, gejala- Upaya pengendalian vektor agar tidak kontak gejala klinis yang muncul sangat bervariasi 17 dengan nyamuk vektor, dapat dilakukan dengan tergantung respon imun masing-masing penderita. penggunaan kelambu tanpa atau dengan insecticide Berdasarkan manifestasi klinis filariasis dibedakan impregnation seperti misalnya permethrin atau menjadi empat tingkatan yaitu asymtomatic deltamethrin. Kelambu sebaiknya direndam larutan microfilaraemia, acute manifestations, chronic insektisida dosis 0,5 g/m2 kemudian dikeringkan, manifestations dan tropical pulmonary eosinophilia 18 daya insektisida tersebut dapat bertahan sampai 6 (occult filarisis). Penelitian terhadap illnes history bulan. Nyamuk yang hinggap pada kelambu variables, penyakit filariasis menjadi masalah dalam mengandung insektisida lethal dose seperti tersebut kehidupan sehari-hari p<0,01 terutama responden diatas akan segera mati. Cara ini memang praktis merasa malu dan tidak merasa nyaman jika kaki namun tidak mudah diterima masyarakat dengan menjadi besar yang ditunjukkan dengan nilai 6 tingkat pendidikan masih rendah. Program ini p<0,05. Pengetahuan responden mengenai gejala pernah dilaksanakan di Flores dan tidak banyak filariasis sudah cukup baik yaitu diatas 90% yang bermanfaat, karena penduduk enggan tidur di dalam menjawab benar terhadap tanda-tanda filariasis. kelambu pada suhu terlalu panas. Kelambu dilepas, Adanya pemahaman yang menunjukkan filariasis dilipat, dan diletakkan di sudut ruangan dan ada yang merupakan penyakit keturunan (44,3%), akibat disimpan di dalam almari, atau kelambu tetap menginjak daerah terlarang (25,7%), dan dipasang namun tidurnya di luar kelambu karena dukun/guna-guna (17,1%) membuktikan merasa lebih nyaman walaupun tetap digigit pengetahuan masyarakat masih dipengaruhi hal-hal nyamuk. Penyuluhan terhadap masyarakat tentang yang membudaya yaitu yang berkaitan dengan masalah filariasis dan dampaknya perlu ditingkatkan kepercayaan yang sudah turun-temurun, sehingga demi keberhasilan program eliminasi filariasis. a k a n b e r p e n g a r u h p a d a p e r u b a h a n Pengalaman tersebut merupakan pengalaman perilaku/kebiasaan dalam pencegahan filariasis. berharga bagi penentu kebijakan (stakeholder) Pengetahuan tentang pencegahan filariasis bahwa mengubah sosial budaya penduduk tidaklah menunjukkan hubungan tidak bermakna, tetapi semudah membalik telapak tangan dan perlu nampak jelas bahwa dari pendapat responden mendapatkan perhatian sungguh-sungguh jika menyatakan bahwa pencegahan yang paling tinggi diinginkan penanggulangan filariasis dapat berhasil adalah dengan cara penyemprotan. Untuk dengan baik. 8 menghindari kontak gigitan dengan nyamuk pilihan Hasil penelitian menunjukkan bahwa kedua. Ini menandakan bahwa peluang terjadinya pengetahuan mempunyai hubungan yang signifikan penularan filarisis masih cukup tinggi. Beberapa terhadap kejadian filariasis. Pengetahuan rendah perilaku/kebiasaan didapatkan proporsi kasus akan memberi peluang dua kali lebih besar terjadi mempunyai kegiatan di luar rumah pada malam hari filariasis dibandingkan dengan yang mempunyai antara lain kegiatan ronda keamanan lingkungan, pengetahuan tinggi. Penelitian filariasis di berbincang-bincang di luar rumah, menonton di luar Kecamatan Cempaka Mulia Kabupaten rumah, penjaja keliling/berjualan, berada di tempat Kotawaringin didapatkan pengetahuan mempunyai terbuka, buang air besar di luar rumah, berkumpul di hubungan yang signifikan dengan kejadian filariasis luar rumah malam hari, dan memasang obat nyamuk 19 p=0,07 dan OR=0,49. 13 di luar rumah. Kondisi ini menggambarkan peluang Pengetahuan tentang penyebab filariasis yang kontak dengan nyamuk lebih besar. Hasil ini menunjukkan hubungan yang signifikan adalah didukung oleh teori Greene bahwa salah satu faktor pendapat yang menyatakan bahwa filariasis yang mempengaruhi perubahan perilaku yaitu salah disebabkan karena selalu kontak dengan dengan air satunya adalah faktor-faktor penguat (reinforcing dan kelebihan bekerja. Pengetahuan responden yang factors) yaitu faktor-faktor yang mendorong atau menimbulkan stigma bahwa filarisis adalah penyakit memperkuat terjadinya perilaku. Kadang-kadang, yang disebabkan oleh guna-guna, tidak meskipun seseorang tahu dan mampu untuk 20 berperilaku sehat, tetapi tidak melakukannya. Hal 92

BALABA Vol. 10 No. 02, Desember 2014: 89-96 yang sama didapatkan pada penelitian penduduk di Namun demikian karena keterbatasan sumber daya, wilayah puskesmas Cempaka Mulia Sampit, akan tidak efektif apabila upaya atau kegiatan Kalimantan Tengah menunjukkan tidak ada promosi kesehatan langsung kepada masyarakat. perbedaan yang bermakna antara tingkat pendidikan Oleh sebab itu, perlu dilakukan pentahapan sasaran dalam hal pengetahuan tentang filariasis (X2=6,72, promosi kesehatan. Berdasarkan pentahapan upaya 16 p>0,05). Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh promosi kesehatan ini, maka sasaran dibagi dalam 2 data bahwa frekuensi penderita berdasarkan tiga kelompok sasaran. kepatuhan minum obat pada penderita didapatkan 1. Sasaran Primer frekuensi tertinggi pada penderita yang tidak patuh Masyarakat pada umumnya menjadi sasaran meminum obat, yaitu sebanyak 57,5% (23 orang langsung segala upaya pendidikan atau promosi dari 40 responden) dan frekuensi terendah adalah kesehatan. Sesuai dengan permasalahan penderita patuh meminum obat, yaitu sebanyak kesehatan, sasaran ini terdiri dari keluarga yaitu 21 42.5% (17 orang dari 40 responden). Pengobatan ayah, ibu dan anak-anaknya. Upaya promosi massal filaria yang dilakukan di Kelurahan Simbang kesehatan yang dilakukan terhadap sasaran Kulon, Kecamatan Buaran, Kabupaten Pekalongan primer ini sejalan dengan strategi pemberdayaan 22 hanya 23,4% responden yang minum obat filaria. masyarakat. Hal ini menyebabkan penularan filaria masih akan 2. Sasaran Sekunder terus berlangsung karena banyak warga yang Para tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh menolak minum obat. Dalam pengobatan filariasis adat, dan sebagainya. Disebut sasaran sekunder, perlu penjelasan dan pemahaman mengenai adanya karena dengan memberikan pendidikan kejadian ikutan pasca pengobatan filariasis kepada kesehatan kepada kelompok ini diharapkan masyarakat sebelum pelaksanaan pengobatan. untuk selanjutnya kelompok ini akan Bahwa dengan adanya kejadian ikutan sejalan memberikan pendidikan kesehatan kepada dengan suksesnya pengobatan agar mereka tidak masyarakat di sekitarnya. Disamping itu, merasa takut. Kejadian ikutan tersebut akan dengan perilaku sehat para tokoh masyarakat berkurang pada pengobatan tahun berikutnya, sebagin hasil pendidikan kesehatan yang sehingga mereka tidak menolak untuk diobati pada diterima, maka para tokoh masyarakat ini akan 23 tahun selanjutnya. menjadi teladan bagi masyarakat sekitarnya. Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Upaya promosi kesehatan yang ditujukan Pardede mengenai evaluasi promosi kesehatan kepada sasaran sekunder ini adalah sejalan dalam program eliminasi filariasis di Kabupaten dengan strategi dukungan sosial. Banyuasin Propinsi Sumatera Selatan menyatakan 3. Sasaran Tersier bahwa pengetahuan masyarakat tentang filariasis Para pembuat keputusan atau penentu kebijakan masih belum mencukupi terutama pada aspek baik ditingkat pusat, maupun daerah adalah gejala, cara penularan dan cara pencegahannya. sasaran tersier promosi kesehatan. Dengan Kurangnya promosi kesehatan dan media kebijakan-kebijakan atau keputusan yang penyuluhan yang digunakan kurang memadai dikeluarkan oleh kelompok ini akan mempunyai sehingga perilaku masyarakat kurang mendukung dampak terhadap perilaku para tokoh dalam eliminasi filariasis juga masyarakat tidak masyarakat (sasaran sekunder), dan juga kepada minum obat sesuai aturan karena ketakutan efek masyarakat umum (sasaran primer). Upaya samping obat filariasis. Lingkungan tempat tinggal promosi kesehatan yang ditujukan kepada masyarakat memungkinkan tempat berkembang sasaran tersier ini sejalan dengan strategi biaknya nyamuk terutama nyamuk yang advokasi. menularkan filariasis. Partisipasi masyarakat dalam Promosi kesehatan dalam program eliminasi filariasis belum optimal, terutama pada Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis 24 aspek pemberdayaan masyarakat. Masyarakat (PAMSIMAS), menyatakan bahwa Visi promosi kesehatan adalah kemampuan promosi kesehatan bukan hanya proses penyadaran masyarakat untuk memelihara dan meningkatkan masyarakat atau pemberian dan peningkatan kesehatan mereka sendiri. Hal tersebut pengetahuan masyarakat tentang kesehatan saja, menunjukkan bahwa yang menjadi sasaran utama tetapi juga disertai upaya-upaya memfasilitasi adalah masyarakat, khususnya perubahan perilaku. perubahan perilaku. Dengan demikian promosi 93

Promosi kesehatan...(ahmad Erlan) kesehatan adalah program-program kesehatan yang 6. Departemen Kesehatan RI. Pedoman pengendalian dirancang untuk membawa perubahan (perbaikan) filariasis. Jakarta: Direktorat Jenderal PP&&PL; baik dalam masyarakat sendiri maupun dalam 2005. organisasi dan lingkungannya (lingkungan fisik, 7. Adrial. Pengendalian vektor filariasis.[diakses 26 sosial budaya, politik dan sebagainya). Atau dengan F e b r u a r i 2 0 1 4 ]. D i u n d u h d a r i : h t t p s kata lain promosi kesehatan tidak hanya mengaitkan ://4cardio.files.wordpress.com/2013/09/pengendalia diri pada peningkatan pengetahuan, sikap dan n-vektor-filariasis.pdf perilaku kesehatan saja, tetapi juga meningkatkan 8. Soeyoko. Penyakit kaki gajah (filariasis limfatik) atau memperbaiki lingkungan (fisik dan non-fisik) permasalahan dan alternatif penanggulangannya. dalam rangka memelihara dan meningkatkan 25 Yogyakarta: Universitas Gajah Mada; 2002. kesehatan masyarakat. 9. Endemisitas Filariasis. Bull Jendela Epidemiol. KESIMPULAN 2010; 1. Faktor perilaku/kebiasaan tidak memakai 10. Kementerian Kesehatan RI. Profil Pengendalian kelambu, tidak memakai pakaian lengan panjang dan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Tahun 2012. faktor lingkungan (rawa-rawa), serta faktor sosial 11. Riftiana N, Soeyoko. Hubungan Sosiodemografi budaya (pengetahuan rendah) merupakan faktor Dengan Kejadian Filariasis di Kabupaten risiko terhadap kejadian filariasis. Hasil penelitian Pekalongan. J Kesehat Masy. 2010; 4 (1): 59-65. menunjukkan masih banyaknya masyarakat yang tidak mengetahui cara-cara penularan filariasis, dan 12. Endang Srimurni K, Soeyoko SS. Pengobatan masih adanya kepercayaan bahwa filariasis adalah Filariasis dengan Target Utama Endosymbiont penyakit keturunan, penyakit kutukan dan penyakit Bakteri Wolbachia sp. Maj Kedokt Indon. 2008; 58 karena guna-guna. Hal tersebut perlu diluruskan (10): 377-82. dengan promosi kesehatan melalui penyuluhan yang 13. Mahdiniansyah. Faktor-faktor yang berhubungan intensif dan tepat sasaran. Promosi kesehatan dengan kejadian filariasis malayi di Kecamatan melalui penyuluhan kepada masyarakat dapat Cempaka Mulia Kabupaten Kotawaringin Timur memberikan pengetahuan tentang cara penularan, Kalimantan Tengah. Tesis. Yogyakarta: Universitas tanda-tanda, dan gejala klinis filariasis, cara Gadjah Mada; 2002. pencegahan dan kepatuhan minum obat bagi 14. Sigit H. Hama pemukiman Indonesia: pengenalan, penderita. Metode penyuluhan yang tepat dapat biologi dan pengendalian. Fakultas Kedokteran memberikan pengaruh yang signifikan terhadap Hewan Institut Pertanian Bogor; 2006. perubahan perilaku kepada masyarakat sehingga 15. Mardiana, Lestari EW, Perwitasari D. Faktor-faktor mereka sadar dan mandiri untuk memelihara, yang mempengaruhi kejadian filariasis di Indonesia meningkatkan dan melindungi kesehatannya. (Data Riskesdas 2007). J Ekol Kesehat. 2011;10 (2): DAFTAR PUSTAKA 83-92. 16. Sumarni S, Soeyoko. Filariasis malayi di wilayah 1. Maulana HD. Promosi kesehatan. Jakarta: EGC; Puskesmas Cempaka Mulia, Sampit, Kalimantan 2009. Tengah. Ber Kedokt Masy. 1998; XIV (3): 143-8. 2. Notoatmodjo S. Promosi kesehatan teori & aplikasi. 17. Soeyoko. Pengembangan antibodi monoklonal Revisi. Jakarta: Rineka Cipta; 2010. spesifik terhadap antigen beredar Brugia malayi 3. Uloli R, Soeyoko, Sumarni. Analisis faktor faktor untuk diagnosis filariasis malayi. Disertasi. risiko kejadian filariasis. Ber Kedokt Masy. 2008; 24 Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada; 2002. (1): 44-50. 18. Atmadja A. Management of lymphatic filariasis. Maj 4. WHO. Regional strategic plan for elimination of Kedokt Indones. 1999; 49 (4): 144-6. lymphatic filariasis 2010-2015. New Delhi. 19. Haryuningtyas D, Subekti DT. Dinamika filariasis di 5. WHO. Lymphatic filariasis. [Diakses 30 April 2014]. Indonesia. Lokakarya Nasional Penyakit Zoonosis. Diunduhdari:http.who.int/media_centre/fasctsheeets 2004: 242 250. /fs_102/en. 94

BALABA Vol. 10 No. 02, Desember 2014: 89-96 20. Greene W. Introduction health education. University 23. K e m e n t e r i a n K e s e h a t a n R I. P e d o m a n of Texas Medical Branch; 1991. penanggulangan kejadian ikutan pasca pengobatan 21. Kumboyono, Setyorini I, Fransisca D. Hubungan filariasis; 2007. tingkat pengetahuan dengan kepatuhan minum obat 24. Hodmar PP. Evaluasi promosi kesehatan dalam pada penderita filariasis di Kelurahan Batu Gajah program eliminasi filariasis di Kabupaten Banyuasin Kecamatan Sirimau Kota Ambon. [Diakses 30 April Propinsi Sumatera Selatan; 2010. 2 0 1 4 ]. D i u n d u h 25. Anonim. Promosi kesehatan masyarakat dalam dari:http://id.scribd.com/doc/219623692/dorsina- program pamsimas. [Diakses 20 April 2014]. Fransisca-Dahoklory. Diunduh dari: new.pamsimas.org/index. 22. Septriani O. Studi prevalensi dan gambaran perilaku minum obat filariasis pada pengobatan massal filariasis tahun kedua (Studi di Kelurahan Simbang Kulon Kecamatan Buaran Kabupaten Pekalongan). Skripsi. Semarang: Fakultas Kesehatan Masyarakat UNDIP; 2010. 95

96 Promosi kesehatan...(ahmad Erlan)