Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian

dokumen-dokumen yang mirip
Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian

Tersedia online di: Jurnal Teknik Lingkungan, Vol 5, No 1 (2016)

PENGENDALIAN OVERLAND FLOW SEBAGAI SALAH SATU KOMPONEN PENGELOLAAN DAS. Oleh: Suryana*)

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... iv DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR xiii BAB I PENDAHULUAN... 1

Gambar 2.1. Diagram Alir Studi

SILABUS. Kode : GG 309

HASIL DAN PEMBAHASAN. Neraca Kebutuhan dan Ketersediaan Air. dilakukan dengan pendekatan supply-demand, dimana supply merupakan

SILABUS. Mata Kuliah : Hidrologi Kode : GG 309

Misal dgn andalan 90% diperoleh debit andalan 100 m 3 /det. Berarti akan dihadapi adanya debit-debit yg sama atau lebih besar dari 100 m 3 /det

KAJIAN SISTEM DRAINASE KOTA BIMA NUSA TENGGARA BARAT

SATUAN ACARA PERKULIAHAN (SAP)

BAB IV ANALISIS PEMBAHASAN

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG

BAB I PENDAHULUAN. 31 km di atas area seluas 1145 km² di Sumatera Utara, Sumatera, Indonesia. Di

HIDROLOGI. 3. Penguapan 3.1. Pendahuluan 3.2. Faktor-faktor penentu besarnya penguapan 3.3. Pengukuran Evaporasi 3.4. Perkiraan Evaporasi

MENUJU KETERSEDIAAN AIR YANG BERKELANJUTAN DI DAS CIKAPUNDUNG HULU : SUATU PENDEKATAN SYSTEM DYNAMICS

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Evaluasi Ketersediaan dan Kebutuhan Air Daerah Irigasi Namu Sira-sira.

TUGAS AKHIR PERHITUNGAN DEBIT ANDALAN SEBAGAI. Dosen Pembimbing : Dr. Ali Masduqi, ST. MT. Nohanamian Tambun

Gambar 3.1 Peta lokasi penelitian Sub DAS Cikapundung

BAB I PENDAHULUAN. Di bumi terdapat kira-kira sejumlah 1,3-1,4 milyard km 3 : 97,5% adalah air

Tabel 4.31 Kebutuhan Air Tanaman Padi

Rencana Program dan Kegiatan Pembelajaran Semester (RPKPS)

STUDI PENERAPAN SUMUR RESAPAN DANGKAL PADA SISTEM TATA AIR DI KOMPLEK PERUMAHAN

BAB I: PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. sampai 2013, kecuali tahun 2012 karena data tidak ditemukan. Jumlah ketersediaan

BAB I PENDAHULUAN. cahaya matahari secara tetap setiap tahunnya hanya memiliki dua tipe musim

BAB III METODOLOGI. dan terorganisasi untuk menyelidiki masalah tertentu yang memerlukan jawaban.

BAB II METODOLOGI PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN. Berdasarkan data Bappenas 2007, kota Jakarta dilanda banjir sejak tahun

ANALISIS DEBIT ANDALAN

KONTRAK PERKULIAHAN. Nama Mata Kuliah : Rekayasa Hidrologi I Kode Mata Kuliah : HSKK 225

TINJAUAN PUSTAKA Siklus Hidrologi

Penerapan Beton Porous Untuk Resapan Air Injeksi Dalam Pengendalian Genangan Perkampungan Padat

PETA SUNGAI PADA DAS BEKASI HULU

I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang I.2 Tujuan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daur Hidrologi

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... iii. LEMBAR PENGESAHAN... iii. PERNYATAAN... iii. KATA PENGANTAR... iv. DAFTAR ISI... v. DAFTAR TABEL...

mencapai pinggang orang dewasa, kira-kira 110 cm. Awalnya hanya warga yang

PENGARUH TANAMAN KELAPA SAWIT TERHADAP KESEIMBANGAN AIR HUTAN (STUDI KASUS SUB DAS LANDAK, DAS KAPUAS)

ANALISIS KETERSEDIAAN AIR PULAU-PULAU KECIL DI DAERAH CAT DAN NON-CAT DENGAN CARA PERHITUNGAN METODE MOCK YANG DIMODIFIKASI.

ANALISA PENINGKATAN NILAI CURVE NUMBER TERHADAP DEBIT BANJIR DAERAH ALIRAN SUNGAI PROGO. Maya Amalia 1)

PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN MODEL TANGKI. Oleh : FIRDAUS NURHAYATI F

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

EVALUASI KETERSEDIAAN DAN KEBUTUHAN AIR DAERAH IRIGASI NAMU SIRA-SIRA

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENERAPAN SISTEM SEMI POLDER SEBAGAI UPAYA MANAJEMEN LIMPASAN PERMUKAAN DI KOTA BANDUNG

BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL

KAJIAN DRAINASE TERHADAP BANJIR PADA KAWASAN JALAN SAPAN KOTA PALANGKARAYA. Novrianti Dosen Program Studi Teknik Sipil UM Palangkaraya ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. Dalam siklus hidrologi, jatuhnya air hujan ke permukaan bumi merupakan

BAB II TEORI DASAR. 2.1 Hidrologi

BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TINJAUAN UMUM SUB-DAS CITARIK

PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENGGUNAAN DAN PELESTARIAN AIR DI LINGKUNGANNYA (Studi kasus di Daerah Aliran Sungai Garang, Semarang) Purwadi Suhandini

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berdasarkan penelitian dari Nippon Koei (2007), Bendungan Serbaguna

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENANGGULANGAN BANJIR SUNGAI MELAWI DENGAN TANGGUL

Jurnal APLIKASI ISSN X

ANALISIS CURAH HUJAN, TIPE IKLIM DAN EVAPOTRANSPIRASI POTENSIAL UNTUK KOTA MEDAN

TATA CARA PEMANFAATAN AIR HUJAN

Buletin Analisis Hujan Bulan April 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan Agustus 2013 KATA PENGANTAR

BAB I PENDAHULUAN. masuk ke dalam tanah, sebagian menjadi aliran permukaan, yang sebagian besar

PENYELIDIKAN HIDROGEOLOGI CEKUNGAN AIRTANAH BALIKPAPAN, KALIMANTAN TIMUR

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

PERUBAHAN KECEPATAN ALIRAN SUNGAI AKIBAT PERUBAHAN PELURUSAN SUNGAI

BAB II DASAR TEORI 2.1 Perhitungan Hidrologi Curah hujan rata-rata DAS

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Letak Geografis. Daerah penelitian terletak pada BT dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Buletin Analisis Hujan Bulan Februari 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan April, Mei dan Juni 2013 KATA PENGANTAR

ANALISA KEBUTUHAN AIR DALAM KECAMATAN BANDA BARO KABUPATEN ACEH UTARA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Lokasi Kabupaten Pidie. Gambar 1. Siklus Hidrologi (Sjarief R dan Robert J, 2005 )

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... iii DAFTAR TABEL... vi DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR LAMPIRAN... x

ANALISIS DEBIT SUNGAI MUNTE DENGAN METODE MOCK DAN METODE NRECA UNTUK KEBUTUHAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA AIR

I. PENDAHULUAN. angin bertiup dari arah Utara Barat Laut dan membawa banyak uap air dan

RANCANGAN SUMUR RESAPAN SEBAGAI UPAYA PENGENDALIAN ALIRAN LIMPASAN DI PERUMAHAN GRIYA TAMAN ASRI KABUPATEN SLEMAN

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Hujan

: Bagi mahasiswa Prodi D3 TS telah menempuh kuliah Matematika. : Drs. Sukadi, MPd., MT.

PENGARUH HUJAN EKSTRIM DAN KONDISI DAS TERHADAP ALIRAN

ANALISA DAN PEMBAHASAN

Lampiran 1. Peta Penutupan Lahan tahun 1990

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Perencanaan Penanggulangan Banjir Akibat Luapan Sungai Petung, Kota Pasuruan, Jawa Timur

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya pertumbuhan penduduk dan kebutuhan manusia seiring dengan

Analisis Dampak Kawasan Resapan Terhadap Kebutuhan Air Bagi Masyarakat Di Kota Surakarta Oleh : Bhian Rangga JR K Prodi Geografi FKIP UNS

EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN KARAKTERISTIK HIDROLOGI DAN LAJU EROSI SEBAGAI FUNGSI PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Buletin Analisis Hujan Bulan Januari 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan Maret, April dan Mei 2013 KATA PENGANTAR

KEANDALAN ANALISA METODE MOCK (STUDI KASUS: WADUK PLTA KOTO PANJANG) Trimaijon. Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Riau, Pekanbaru

PENDUGAAN TINGKAT SEDIMEN DI DUA SUB DAS DENGAN PERSENTASE LUAS PENUTUPAN HUTAN YANG BERBEDA

Analisis Karakteristik Intensitas Curah Hujan di Kota Bengkulu

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

MINI RISET METEOROLOGI DAN KLIMATOLOGI PERHITUNGAN CURAH HUJAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

MENGELOLA AIR AGAR TAK BANJIR (Dimuat di Harian JOGLOSEMAR, Kamis Kliwon 3 Nopember 2011)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Program Studi Meteorologi PENERBITAN ONLINE AWAL Paper ini adalah PDF yang diserahkan oleh penulis kepada Program Studi Meteologi sebagai salah satu syarat kelulusan program sarjana. Karena paper ini langsung diunggah setelah diterima, paper ini belum melalui proses peninjauan, penyalinan penyuntingan, penyusunan, atau pengolahan oleh Tim Publikasi Program Studi Meteorologi. Paper versi pendahuluan ini dapat diunduh, didistribusikan, dan dikutip setelah mendapatkan izin dari Tim Publikasi Program Studi Meteorologi, tetapi mohon diperhatikan bahwa akan ada tampilan yang berbeda dan kemungkinan beberapa isi yang berbeda antara versi ini dan versi publikasi akhir. 212 Program Studi Meteorologi Institut Teknologi Bandung

STUDI PEMAKSIMALAN RESAPAN AIR HUJAN MENGGUNAKAN LUBANG RESAPAN BIOPORI UNTUK MENGATASI BANJIR (Studi Kasus: Kecamatan Dayeuh Kolot Kabupaten Bandung) REZA WIJAYA KESUMA Program Studi Meteorologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi Bandung ABSTRAK Berkurangnya areal resapan air mengakibatkan aliran permukaan akibat hujan meningkat sehingga menyebabkan banjir. Banjir yang melanda wilayah Bandung Selatan adalah akibat tidak tertampungnya debit air hujan yang mengalir ke sungai yang berada di daerah tersebut. Metode F. J. Mock dengan konsep water balance, dapat digunakan untuk menghitung aliran permukaan (direct runoff). Pengaruh curah hujan yang tinggi dan hutan sebagai penyerap air dapat berdampak pada besar kecilnya aliran permukaan. Hasil simulasi debit direct runoff tersebut digunakan sebagai acuan rekomendasi jumlah lubang resapan biopori yang dapat diterapkan di daerah Dayeuh Kolot. Debit direct runoff per hari hujan maksimum di Kecamatan Dayeuh Kolot hampir mendekati 14 juta liter air hari hujan. Dengan kata lain diperlukan maksimum lubang resapan biopori sebanyak kurang lebih 159. lubang. Akan tetapi karena curah hujan setinggi itu jarang terjadi, maka ada rekomendasi minimum jumlah lubang resapan biopori yang didapat dari hasil rata-rata direct runoff tahun 21-21 yaitu 42. buah lubang. Kata kunci: curah hujan, Direct runoff, Lubang resapan Biopori, Metoda Mock 1. Pendahuluan Proses industrialisasi, pemukiman dan perubahan fungsi lahan mengakibatkan daerah hutan sebagai zona tangkapan, serta wilayah resapan air di sekitar Bandung menjadi berkurang. Pada 1 tahun terakhir, telah terjadi penyusutan kawasan hutan, termasuk berkurangnya luas kebun campuran serta meningkatnya wilayah industri yang signifikan. Ini berarti wilayah yang tadinya hutan dan kebun telah beralih fungsi menjadi wilayah industri dan pemukiman. Berkurangnya areal resapan air mengakibatkan aliran permukaan akibat hujan meningkat sehingga menyebabkan banjir. Banjir yang melanda wilayah Bandung Selatan adalah akibat tidak tertampungnya debit air hujan yang mengalir ke sungai yang berada di daerah tersebut. Untuk menanggulangi banjir, salah satu alternatif bagi masyarakat serta Pemda Bandung adalah membuat Lubang Resapan Biopori di daerah lingkungan permukiman maupun industri dalam jumlah yang besar. Selain itu perlu penyuluhan kepada masyarakat akan pentingnya hutan lindung serta ditaatinya Tata Guna Lahan. Sehingga peruntukan lahan untuk konservasi tidak diubah untuk hal-hal lain yang dapat merusak keseimbangan siklus hidrologi. Disamping menyebabkan banjir, berkurangnya resapan air hujan juga mengakibatkan penurunan muka air tanah dangkal di Kecamatan Dayeuh Kolot dengan fluktuasi penurunan sebesar 3-12 meter per tahun (Hasyim, 26). Untuk mengatasi hambatan resapan air tanah di area tertutup (impermeable) dan mengurangi direct runoff serta mengurangi percepatan penguapan air ke udara dalam jumlah yang besar, salah satu metoda sederhana yang efektif dan juga mudah untuk diterapkan yang dinamakan Lubang Resapan Biopori (Kamir, 27). Lubang Resapan Biopori mampu meningkatkan daya resapan air tanah hingga 3 kali lebih cepat dibanding area terbuka sekalipun (Didik dan Sibarani, 29). Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui berapa jumlah lubang resapan biopori yang dibutuhkan untuk mengatasi banjir di daerah Dayeuh Kolot. Banjir yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah banjir yang diakibatkan oleh curah hujan yang 1

terjadi di daerah Kecamatan Dayeuh Kolot saja. Data hujanpun penting keberadaannya dalam melihat pola curah hujan di masa yang akan datang agar kelak menjadi masukan bagi pengambil kebijakan pengelolaan tata air. 2. Metodologi 2.1. Daerah Penelitian Daerah penelitian adalah wilayah Kecamatan Dayeuh Kolot Kabupaten Bandung Jawa Barat (lihat pada Gambar 2.1). Stasiun hujan yang digunakan adalah stasiun yang tersebar di beberapa titik di Kabupaten Bandung, seperti Padalarang, Cemara, Soreang dan Cileunyi. Banjir yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah banjir yang diakibatkan oleh curah hujan yang terjadi di daerah Kecamatan Dayeuh Kolot saja. Gambar 2.2. Tata Guna Lahan Kecamatan Dayeuh Kolot tahun 27 Data geologi yang dibutuhkan dalam studi ini adalah data tipe tanah, hal ini penting dikarenakan tanah mempunyai pengaruh terhadap siklus hidrologi, dimana dengan tipe tanah nantinya yang menentukan persentase porositas pada batuan endapan. Gambar 2.1. Daerah Kajian Penelitian 2.2. Data Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu, data curah hujan selama sepuluh tahun (21-21) di 4 titik yang tersebar di Kabupaten Bandung. Letak posisi keempat Stasiun Pencatat Curah Hujan dapat dilihat pada Tabel 2.1. Tabel 2.1. Daftar Stasiun Curah Hujan beserta koordinat (sumber : BMKG Cemara Bandung) Stasiun Lintang Bujur Cemara -6.88 17.59 Soreang -7.2 17.53 Padalarang -6.84 17.48 Cileunyi -6.94 17.73 Data temperatur, kelembaban udara dan kecepatan angin selama sepuluh tahun (21-21) di satu titik yaitu stasiun Cemara Bandung. Data tutupan lahan (landcover) yang merupakan tutupan biofisis di permukaan bumi. Data tutupan lahan ini diperlukan untuk menentukan koefisien porositas pada perhitungan neraca air menggunakan metoda F.J Mock (lihat pada Gambar 2.2). Gambar 2.3 Peta jenis tanah di Kecamatan Dayeuh Kolot Peta jenis tanah pada Gambar 2.3 menunjukkan bahwa pada daerah Dayeuh Kolot terdapat sebaran batuan endapan berjenis aluvial. Menurut Hardjowigeno (1992), jenis tanah aluvial merupakan jenis tanah yang termasuk ke dalam ordo Entisol. 2.3. Metode Dalam pengerjaan tugas akhir ini dimulai dengan mengumpulkan data curah hujan, temperatur, kelembaban udara dan kecepatan angin pada rentang tahun 21-21 di sekitar kawasan Bandung. Ditambah juga dengan data jenis tanah dan tutupan lahan di daerah kajian. Dalam menghitung direct runoff di daerah kajian dapat menggunakan metoda F.J Mock. Metoda Mock adalah suatu metoda yang digunakan untuk memperkirakan keberadaan air berdasarkan konsep water balance. Keberadaan air yang dimaksud pada 2

metoda Mock adalah besarnya debit suatu daerah aliran sungai. Pada prinsipnya metoda Mock memperhitungakan volume air yang masuk, air yang keluar, dan volume tersimpan dalam tanah (soil storage). Volume air yang masuk dihitung berdasarkan hujan, volume keluar adalah infiltrasi, perkolasi, dan evapotranspirasi. Untuk menentukan jumlah lubang resapan biopori di daerah kajian, perlu adanya perhitungan debit direct runoff per hari hujan yang terjadi di daerah tersebut. Selain itu diperlukan juga daya resap biopori per hari hujan yang didapat melalui cara laju resapan rata-rata biopori pada jenis tanah tertentu dikalikan dengan estimasi jam hujan per hari hujan(6 jam). Waktu 6 jam didapat dari karakteristik rata-rata durasi waktu turun hujan di bulan hujan dan juga dimaksudkan agar aliran direct runoff tidak terlalu lama menggenang. Menurut Rasmita (21) laju resapan air menggunakan biopori juga dipengaruhi juga oleh perbedaan jenis tanah di masing-masing daerah (lihat pada Tabel 2). Jumlah lubang resapan biopori tersebut pula harus sesuai dengan kaidah yang berlaku. 3. Hasil dan Pembahasan 3.1. Analisa Curah Hujan Dari keempat stasiun pencatat curah hujan (lihat Tabel 2.2), kemudian dibuat sebaran curah hujan wilayah di daerah kajian menggunakan metode polygon thiessen yang dibuat menggunakan software GIS. Output model sebaran curah hujan wilayah di Kecamatan Dayeuh Kolot dapat dilihat pada Gambar 3.1. Tabel 2.2. Laju resapan biopori Ordo tanah Laju resapan biopori (liter/jam) Entisol 147,32 Inseptisol 14,56 Ultisol 25,3 Maka didapat daya resap biopori per hari hujan pada tanah entisol = 147,32(liter/jam) X 6 jam = 884 liter/ hari Dari hasil perhitungan direct runoff dan daya resap biopori per hari hujan di atas, lalu dilanjutkan dengan perhitungan jumlah lubang resapan biopori sebagai berikut: Jumlah LRB = dimana: / / Jumlah LRB = Rekomendasi jumlah lubang resapan biopori Gambar 3.1. Curah Hujan Wilayah di Kecamatan Dayeuh Kolot Dari hasil output tampilan curah hujan wilayah (lihat Gambar 3.1), daerah Kecamatan Dayeuh Kolot terbagi oleh dua wilayah hujan: Wilayah 1 yang dominan dipengaruhi oleh curah hujan stasiun Cemara, dengan luas daerah 1,32 km². Wilayah 2 yang dominan dipengaruhi oleh curah hujan stasiun Soreang, dengan luas daerah 8,72 km². Ditinjau dari wilayah kajian, maka hanya stasiun curah hujan Cemara dan Soreang saja yang akan dipakai dalam pengolahan data selanjutnya. 3

3.1.1. Analisa Curah Hujan Cemara Curah Hujan (mm) 35 3 25 2 15 1 5 Rata-rata Curah Hujan Bulanan Cemara 21-21 Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Bulan Agustus September Oktober November Desember Gambar 3.1. Pola Curah Hujan Bulanan Cemara Tahun 21-21 Curah Hujan Untuk pola curah hujan bulanan di daerah Cemara (lihat Gambar 3.1) menunjukkan pola curah hujan monsoon yang berbentuk V dengan curah hujan maksimum berada pada bulan Desember-Januari-Februari (DJF) dan minimum pada bulan Juni-Juli-Agustus (JJA). Pada bulan Maret yang memiliki curah hujan bulanan lebih dari 2 mm, menandakan bahwa wilayah 1 juga dipengaruhi oleh pola ekuatorial. 3.1.2. Analisa Curah Hujan Soreang Rata-rata Curah Hujan Bulanan Soreang 21-21 3 Curah Hujan (mm) 25 2 15 1 5 Curah Hujan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Bulan Gambar 3.2. Pola Curah Hujan Bulanan Soreang Tahun 21-21 Untuk pola curah hujan bulanan di daerah Soreang (lihat Gambar 3.2) menunjukkan pola curah hujan monsoon yang berbentuk V dengan curah hujan maksimum berada pada bulan Desember-Januari-Februari (DJF) dan minimum pada bulan Juni-Juli-Agustus (JJA). Pada bulan Maret yang memiliki curah hujan bulanan lebih dari 2 mm, menandakan bahwa wilayah 1 juga dipengaruhi oleh pola ekuatorial. 3.2. Direct Runoff Banjir di suatu daerah merupakan ciri-ciri bahwa di daerah tersebut memiliki direct runoff yang besar pada bulan hujannya. Direct runoff yang terlalu besar diakibatkan oleh curah hujan yang tinggi dan semakin berkurangnya areal resapan di daerah tersebut. Oleh sebab itu, untuk mengetahui jumlah lubang resapan biopori yang dibutuhkan di 4

suatu daerah, maka pertama-tama harus diketahui dahulu besar direct runoff di daerah tersebut. 3.2.1. Direct Runoff Bulanan Wilayah 1 dan Wilayah 2 Dari hasil perhitungan menggunakan metode Mock, maka didapat output direct runoff Kecamatan Dayeuh Kolot yang sudah dibagi menjadi 2 wilayah hujan. Direct Runoff (mm) 25. 2. 15. 1. 5.. Januari 21 Direct Runoff Bulanan Wilayah 1 Januari 22 Januari 23 Januari 24 Direct Runoff Gambar 3.3. Pola Direct Runoff Wilayah 1, Tahun 21-21 Direct Runoff (mm) 25. 2. 15. 1. 5.. Januari 21 Direct Runoff Bulanan Wilayah 2 Januari 22 Januari 23 Januari 24 Direct Gambar 3.4. Pola Direct Runoff Wilayah 2, Tahun 21-21 Direct runoff bulanan untuk wilayah 1 dan wilayah 2 (pada Gambar 3.3 dan Gambar 3.4) terlihat memang terjadi pada bulan-bulan basah yang menandakan bahwa monsoon sangat berpengaruh di daerah tersebut. Direct runoff yang tiap tahun makin meningkat menunjukkan bahwa curah hujan wilayah 1 dan wilayah 2 yang memiliki trend naik memang berpengaruh terhadap direct runoff di daerah tersebut. Direct runoff yang meningkat juga disebabkan oleh daerah resapan semakin berkurang karena tutupan lahan di daerah tersebut yang semakin meningkat pula. 3.3. Rekomendasi Jumlah Lubang Resapan Biopori di Wilayah 1 dan Wilayah 2 Menghitung jumlah lubang resapan biopori yang merupakan tujuan dari penelitian ini dapat 5

dilakukan dengan cara menghitung dahulu debit direct runoff per hari hujan di tiap wilayah. Setelah itu debit direct runoff tersebut dibagi dengan daya resap rata-rata biopori per hari. 3.3.1. Rekomendasi Jumlah Lubang Resapan Biopori yang Diperlukan Berdasarkan Debit Direct Runoff per Hari Hujan Wilayah 1 Debit (liter) 9 8 7 6 5 4 3 2 1 Januari 21 Debit Direct Runoff per Hari Hujan Wilayah 1 Januari 22 Januari 23 Januari 24 Debit Direct Runoff Gambar 3.5. Pola Debit Direct Runoff per Hari Hujan Wilayah 1, Tahun 21-21 Jumlah Biopori (Lubang) 1 9 8 7 6 5 4 3 2 1 Januari 21 Jumlah Biopori yang Dianjurkan di Wilayah 1 Januari 22 Januari 23 Januari 24 Gambar 3.6. Rekomendasi Jumlah Lubang Resapan Biopori Wilayah 1, Tahun 21-21 Jumlah Biopori Berdasarkan hasil output direct runoff per hari hujan di wilayah 1, maka dapat dilihat debit direct runoff maksimum di wilayah 1 (lihat Gambar 3.5) hampir mendekati 8 juta liter air. Dengan kata lain diperlukan maksimum lubang resapan biopori sebanyak kurang lebih 89. lubang (lihat Gambar 3.6). Akan tetapi karena curah hujan setinggi itu jarang terjadi, maka ada rekomendasi minimum jumlah lubang resapan biopori yang didapat dari rata-rata debit direct runoff per hari hujan sebesar 27,5 juta liter air yaitu 31.125 buah lubang resapan biopori. 3.3.2. Rekomendasi Jumlah Lubang Resapan Biopori yang Diperlukan Berdasarkan Debit Direct Runoff per Hari Hujan Wilayah 2 6

Debit (liter) Debit Direct Runoff per Hari Hujan Wilayah 2 7 6 5 4 3 2 1 Debit Direct Runoff Januari 21 Januari 22 Januari 23 Januari 24 Gambar 3.7. Pola Debit Direct Runoff per Hari Hujan Wilayah 2, Tahun 21-21 Jumlah Biopori (Lubang) 8 7 6 5 4 3 2 1 Jumlah Biopori yang Dianjurkan di Wilayah 2 Jumlah Biopori Januari 21 Januari 22 Januari 23 Januari 24 Gambar 3.8. Rekomendasi Jumlah Lubang Resapan Biopori Wilayah 2, Tahun 21-21 Berdasarkan hasil output direct runoff per hari hujan di wilayah 2, maka dapat dilihat debit direct runoff maksimum di wilayah 2 (lihat Gambar 3.7) hampir mendekati 6 juta liter air. Dengan kata lain diperlukan maksimum lubang resapan biopori sebanyak kurang lebih 7. lubang (lihat Gambar 3.8). Akan tetapi karena curah hujan setinggi itu jarang terjadi, maka ada rekomendasi minimum jumlah lubang resapan biopori yang didapat dari rata-rata debit direct runoff per hari hujan sebesar 22,9 juta liter air yaitu 2612 buah lubang resapan biopori. 4. Kesimpulan Secara umum, direct runoff di daerah kajian cukup besar ketika musim penghujan. Ini dikarenakan tutupan lahan di daerah kajian cukup luas karena daerah 7

tersebut merupakan daerah pemukiman penduduk padat dan industri. Debit direct runoff maksimum di wilayah 1 adalah 8 juta liter air. Diperlukan maksimum lubang resapan biopori sebanyak kurang lebih 89. lubang. Sedangkan untuk rata-rata debit direct runoff per hari hujan sebesar 27,5 juta liter air yaitu 31.125 buah lubang resapan biopori. Debit direct runoff maksimum di wilayah 2 adalah 6 juta liter air. Diperlukan maksimum lubang resapan biopori sebanyak kurang lebih 7. lubang. Sedangkan untuk rata-rata debit direct runoff per hari hujan sebesar 22,9 juta liter air yaitu 2612 buah lubang resapan biopori. Secara keseluruhan, daerah Kecamatan Dayeuh Kolot Kabupaten Bandung membutuhkan minimum 42. lubang resapan biopori dan maksimum 159. lubang resapan biopori. Linsley R.K., Kohler, M.A., and Paulhus, J.L.H., 1982, Hydrology for Engineers, McGraw- Hills. New York, USA. Lubis, Atika, Msc., 1995, Pola Infiltrasi Air Hujan Serta Implikasinya Terhadap Konservasi Lahan, Simposium Nasional PSDA, ITB- Bandung. Maidment, DR., (ed) 1989, Handbook of Hydrology, McGraw-Hill, New York, USA. Rahmat, Arif, 1995, Studi Water Balance Dengan Metode F.J. Mock Untuk Prediksi Penambahan Air Tanah (Studi Kasus Daerah Ciledug), GM-ITB, Bandung. Shaw, Elizabeth, 1994, Hidrology in Practice, Taylor & Francis, England. Sibarani, R.T., dan Bambang, D.S., MT., 29, Penelitian Biopori Untuk Menentukan Laju Resapan Air Berdasarkan Variasi Umur dan Jenis Sampah, Jurusan Teknik Lingkungan, FTSP, ITS-Surabaya. REFERENSI Hanifah, Annie dan Endarwin, 211, Analisis Intensitas Curah Hujan Wilayah Bandung Pada Awal 21, Jurnal Meteorologi dan Geofisika, Volume 12 Nomor 2, September 211. Brata, K.R. dan Nelistya, Anne, 28. Lubang Resapan Biopori, Bogor. Brata, K.R., 27, Teknik Pembuatan Lubang Resapan Biopori Untuk Konservasi Tanah dan Air Serta Penanggulangan Sampah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Chow, V.T., Maidment, DR., and Mays, L.W., 1988, Applied Hydrology, McGraw-Hills, New York, USA. Soemartono, C.D., 1999, Hidrologi Teknik, Penerbit Erlangga, Jakarta. Soewarno, 1991, Pengukuran dan Pengolahan Data Aliran Sungai (Hidrometri), Nova, Bandung. Taufik, Ahmad, 21, Groundwater Resources Conservation in Bandung Basin by Redevelop Dry Well into Recharge Well, Research Centre of Water Resource. Todd, D.K., 198, Groundwater Hydrology, John Wiley & Sons, California. Tukidi, 21, Karakter Curah Hujan di Indonesia, Jurnal Geografi, 7(2), 136-145. Viessman, W., Lewis, G.L., and Knapp, J.W., 1989, Introduction to Hydrology, Harper Collins Pub, New York, USA. Doorenbos J. and Kassam A.H., 1979, Yield Respons to Water, FAO, Rome. Ginting, Rasmita, 21, Laju Resapan Air Pada Berbagai Jenis Tanah Dan Berat Jerami Dengan Menerapkan Teknologi Biopori Di Kecamatan Medan Amplas, Universitas Sumatera Utara-Medan. Hutasoit, L.M., 29, Kondisi Permukaan Air Tanah dengan dan Tanpa Peresapan Buatan di Daerah Bandung: Hasil simulasi Numerik, Jurnal Geologi Indonesia, Vol 4 no 3 hal 177-188, ITB-Bandung. 8