EMISI GAS BUANG DAN LAMBDA PADA ENGINE STAND EFI BERBAHAN BAKAR GASOHOL (E10) DENGAN PERUBAHAN SUDUT PENGAPIAN TAUFIQ HIDAYAT Teknik Mesin, Universitas Nahdlatul Ulama Surakarta E-mail : viqdmangan@yahoo.co.id ABSTRACT Implementation of this research is motivated about gasohol fuel quality especially the E10 which is applied as a fuel substitute for gasoline, E10 is 10% ethanol and 90% petrol (gasoline), the purpose of this study is to see how big the effect of E10 on exhaust gas emissions with memvariabelkan ignition angle in the stationary engine speed (1000 rpm), the methods used to carry out this research are: decision-conditioning equipment including the data (exhaust emissions), data retrieval, the data collection, processing. Results from this study is that the use of E10 ignition angle is the best angle to 50 BTDC based on the amount of HC, CO and CO2 smallest most, the inverse relationship between HC, CO to CO2. Keywords: Gasohol, Angle Ignition, Suudut throutel, Exhaust Emissions A. PENDAHULUAN Perkembangan otomotif sebagai alat transportasi, baik di darat maupun di laut, sangat memudahkan manusia dalam melaksanakan suatu pekerjaan. Selain mempercepat dan mempermudah aktivitas, di sisi lain penggunaan kendaraan bermotor juga menimbulkan dampak yang sangat buruk terhadap lingkungan, terutama gas buang dari hasil pembakaran bahan bakar yang tidak terurai atau terbakar dengan sempurna. Seperti diketahui bahwa proses pembakaran bahan bakar dari motor bakar menghasilkan gas buang yang secara teoritis mengandung unsur CO, NO2, HC, C, H2, CO2, H2O dan N2, dimana banyak yang bersifat mencemari lingkungan sekitar dalam bentuk polusi udara. Unsur gas karbon monoksida (CO) yang berpengaruh bagi kesehatan makhluk hidup perlu mendapat kajian khusus, karena unsur karbon monoksida hasil pembakaran bersifat racun bagi darah manusia pada saat pernafasan. Pemakaian ethanol murni secara langsung pada mesin bensin akan sulit karena diperlukan banyak modifikasi. Pada temperatur rendah ethanol akan sulit terbakar, sehingga dengan Emisi Gas Buang 116
ethanol murni mesin akan sulit starting. Pencampuran ethanol dengan bensin akan mempermudah starting pada temperatur rendah. Sifat ethanol murni yang korosif dapat merusak komponen mesin seperti alumunium, karet, timah, plastik dll. Mencampur ethanol dengan bensin akan menghasilkan gasohol. Komposisi campuran dapat bervariasi. Selama ini pabrikan mobil Ford telah mengembangkan mobil berbahan bakar ethanol mulai dari E20 sampai E85, E20 berarti 20% ethanol dan 80% bensin. Keuntungan dari pencampuran ini adalah bahwa ethanol cenderung akan menaikkan bilangan oktan dan mengurangi emisi CO2. Berdasarkan penelitian B2TP BPPT gasohol dengan porsi bioethanol hingga 20% bisa langsung digunakan pada mesin otomotif tanpa menimbulkan masalah teknis dan sangat ramah lingkungan. Kadar C dari hasil uji pada rpm 2500 untuk gasohol 20% tercatat 0.76% CO, sedangkan premium 3.66% dan pertamax 2.85. Beberapa upaya untuk mengurangi polusi udara dapat dinyatakan sebagai berikut ini: 1. Mengembangkan substitusi bahan bakar dengan tujuan untuk mengurangi polutan (substitusi ini bisa berupa bahan bakar tanpa timbal ataupun gas). 2. Mengembangkan sumber tenaga alternatif yang rendah polusi (sumber tenaga bisa berupa tenaga listrik, tenaga surya, ataupun tenaga angin). 3. Memodifikasi mesin untuk mengurangi jumlah polutan yang terbentuk (modifikasi mesin bisa dilakukan baik dengan menggunakan turbo cyclone, memperbaiki sistem pencampuran bahan bakar, maupun dengan mengatur pendinginan di dalam ruang bakar). 4. Mengembangkan sistem pembuangan yang lebih sempurna (sistem pembuangan dari gas buang bisa disempurnakan dengan menggunakan semacam reheater yang telah dikembangkan di Program Studi Teknik Mesin Universitas Udayana, ataupun Penurunan kadar emisi gas buang yang bisa dilakukan dengan penggantian jenis bahan bakar bisa juga dilakukan dengan penambahan alat bantu penurun emisi gas buang, hal ini telah dilakukan oleh I Gusti Bagus Wijaya Kusuma telah melakukan penelitian bekerja sama dengan Bapedalda Propinsi Bali, menyiratkan bahwa gas karbon monoksida yang berasal dari gas buang kendaraan akan sangat tinggi pada saat motor dioperasikan pada beban yang besar dan putaran yang rendah. Hal ini identik dengan kondisi saat macet, karena pada kondisi macet inilah maka motor beroperasi pada beban yang tinggi namun putaran rendah. Ini berarti, gas karbon monoksida yang dilepas Emisi Gas Buang 117
ke lingkungan akan semakin tinggi pada saat macet. Semakin banyak simpul simpul kemacetan, semakin banyak pula pelepasan gas karbon monoksida dan karbon dioksida ke lingkungan. Untuk pemakaian pada motor tempel dan stationer engine, maka pengoperasian motor adalah identik dengan kondisi macet tersebut di atas, karena keduanya beroperasi pada beban yang tinggi dan putaran yang rendah. B. TINJAUAN PUSTAKA Wei-Dong Hsieh, dkk., (2002), dalam penelitiannya dengan judul Engine Performance And Pollutant Emission Of An SI Engine Using Ethanol Gasoline Blended Fuels. Hasil penelitiannya dapat disimpulkan bahwa mesin yang menggunakan bahan bakar etanol-bensin dengan kadar (0%, 5%, 10%, 20%, 30%) menunjukkan bahwa dengan meningkatnya kadar etanol, nilai kalor bahan bakar yang dicampur menjadi menurun, sedangkan angka oktan dari campuran bahan bakar akan meningkat. Torsi output dan konsumsi bahan bakar mesin sedikit meningkat. Emisi CO dan HC menurun secara dramatis sebagai akibat dari pengaruh penambahan etanol dan CO2 emisi meningkat. Akhirnya dapat disimpulkan bahwa emisi NOx tergantung pada kondisi mesin yang beroperasi. Dan Cordon, dkk., (2002), dalam penelitiannya dengan judul: Catalytic Igniter to Support Combustion of Ethanol-Water/Air Mixtures in Internal Combustion Engines. Hasil dari penelitiannya dapat disimpulkan campuran ethanol-water/air Lean memiliki potensi untuk mengurangi emisi NOx dan CO dalam pembakaran internal mesin. Membakar campuran jenis tersebut tidak mungkin dengan sistem pengapian konvensional. Sebuah ide sebagai solusinya adalah penggunaan katalitik. Atok Setiyawan, (2007), melakukan penelitian dengan judul: Pengaruh Ignition Timing Dan Compression Ratio Terhadap Unjuk Kerja dan Emisi Gas Buang Motor BENSIN Berbahan Bakar Campuran Etanol 85% dan Premium 15% (e-85), didapat hasil Pemajuan ignition timing dan peningkatan compression ratio dapat meningkatkan unjuk kerja motor bensin berbahan bakar E-85 bila dibandingkan dengan kondisi standar, Ignition timing terbaik dicapai pada 30_ BTDC sedangkan compressio ratio tercapai pada kondisi maksimum, yaitu 10,2:1. Berdasarkan variasi ignition timing dan compression ratio yang diteliti, hasil peneletian menunjukkan bahwa menentukan igntion timing yang tepat dapat memberikan perbaikkan unjuk kerja motor bensin secara signifikan dibandingkan dengan compression ratio. Mereduksi CO dan mengcompered emisi HC lebih baik pada sudut pengapian ini. Emisi Gas Buang 118
P Giansetti, dkk., (2007) dalam penelitiannya dengan judul: Residual Gas Fraction Measurement And Computation, hasil penelitiannya dapat disimpulkan untukmengurangibiaya eksperimen maka penggunaan CFD dapat dipakai sebagai pijakan awal sebelum eksperimen sesungguhnya. Yu-Liang Chen, dkk., (2010) melakukan penelitian dengan judul: Effects Of Ethanol Gasoline Blends On Engine Performance And Exhaust Emissions In Motorcycle, hasil dari penelitiannya dapat disimpulkant: Untuk mengurangi jumlah polusi udara, desain baru kendaraan, seperti pengisian bahan bakar elektronik (EFI) mesin atau menggunakan bahan bakar alternatif adalah kebutuhan yang C. MEODE PENELITIAN mendesak. Pengaruh campuran ethanol-bensin pada kriteria polutan udara emisi diselidiki dalam mesin sepeda motor empatstroke dengan karburator asli. Dan etanol dicampur dengan bensin tanpa timbel di tujuh persentase (3, 5, 10, 15, 20, 25 dan 30% v / v). Secara umum, output mesin, emisi gas buang CO dan NOx menurun dengan meningkatnya kandungan etanol dalam bahan bakar. Etanol campuran bensin-tinggi rasio (> 20%) menghasilkan pengurangan emisi lebih kecil dibandingkan rasio campuran rendah (<15%). Selain itu, jumlah konsentrasi aerosol menurun sebagai kadar etanol meningkat, konsentrasi jumlah berkurang 65 ~ 90% dan konsentrasi massa berkurang 20 ~ 85%. 1. Tahapan pelaksanaan penelitian bbm: E10 variabel sudut pengapian: 5 O ; 8 O ; 10 O ; 12 O ; 15 O rpm mesin: stasioner : ± 1000 PERSIAPAN PENGAMBILAN DATA PENGOLAHAN DATA KESIMPULAN Pemilihan engine stand bensin Setting engine stand/toyota efi toyota 7k Penyediaan bahan bakar gasohol (E10) Pengechekan alat ukur dan pengkondisian sistem pengukuran Gambar 1. : Tahapan Pelaksanaan Penelitian Emisi Gas Buang 119
2. Tahapan pengambilan data PENGAMBILAN DATA ENGINE PADA RPM STATIONER SUDUT THROETEL: 0 0 BBM : BENSIN BBM: E10 5 0 SEBELUM TDC 8 0 SEBELUM TDC 10 0 SEBELUM TDC PENGAMBILAN DATA 2-5X PER ITEM 12 0 SEBELUM TDC 15 0 SEBELUM TDC EMISI GAS BUANG CO; C0 2 ; 0 2 ; HC; λ Gambar 2 : Tahapan Pengambilan Data A. HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini mempergunakan bahan bakar E 10 dan dilakukan pada putaran sudut throetel 0 o atau pada kondisi stationer (± 1000 Rpm). Pengambilan data dengan memvariabelkan besaran sudut pengapian (5 o, 8 o, 10 o, 12 o, 15 o ) sebelum TMA/BTDC. Adapun data hasil pengambilan adalah sebagai berikut: Emisi Gas Buang 120
Tabel 1. Hasil emisi gas buang rpm 1000 O BTDC E10 HASIL EMISI GAS BUANG CO CO2 HC (PPm (%Vol) (%Vol) Vol) λ B E10 B E10 B E10 5 0 6,69 5.94 2,7 9,8 2296 698 0.79 8 0 9,99 8.67 4,8 3,0 2711 2720 0.53 10 0 9,90 7,69 4,3 8.77 2445 514 1.32 12 0 9,99 7,94 4,5 8,8 3376 590 1.27 15 0 4,03 4,87 1,6 5,5 1596 688 1.36 Pengambilan data pada posisi rpm stationer adalah didasarkan bahwa beban besar tetapi putaran rendah menyebabkan emisi gas buang mempunyai kandungan kadar komponen yang terbesar hal ini juga disampaikan oleh I Gusti Bagus Wijaya Kusuma bahwa gas karbon monoksida yang berasal dari gas buang kendaraan akan sangat tinggi pada saat motor dioperasikan pada beban yang besar dan putaran yang rendah. Hal ini identik dengan kondisi saat macet, karena pada kondisi macet inilah maka motor beroperasi pada beban yang tinggi namun putaran rendah. Ini berarti, gas karbon monoksida yang dilepas ke lingkungan akan semakin tinggi pada saat macet. Semakin banyak simpul simpul kemacetan, semakin banyak pula pelepasan gas karbon monoksida dan karbon dioksida ke lingkungan. Apabila pembakaran dianggap sempurna maka reaksinya adalah: 9[C 8 H 18] + [C 2 H 5 OH] + [16 O 2 ] [10CO 2 ] + [12H 2 O] Hasil dari pembakaran sempurna adalah gas buang hanya terdapat kandungan CO 2 Dan H 2 O. Kadar CO, Apabila unsur-unsur oksigen (udara) tidak cukup, akan terjadi proses pembakaran tidak sempurna, sehingga karbon di dalam bahan bakar terbakar dalam suatu proses sebagai berikut: C + ½ O2 CO Kadar CO adalah kadar yang perlu ditekan karena CO adalah racun. Kadar CO dipengaruhi oleh kecilnya nilai lambda, harga lambda yang dibawah 1 maka campuran dianggap kaya, naiknya jumlah bahan bakar yang masuk keruang bakar menyebabkan jumlah oksigen yang terpakai bisa 100%. Pengaturan jumlah bahan bakar apabila mesin memakai karburator maka dilakukan pengkondisian pada karburator akan tetapi apabila mesin EFI yang perlu dilakukan pengkondisian adalah nosel, ataupun proses pembakarannya khususnya kondisi busi. Kadar CO 2, Bila karbon di dalam bahan bakar terbakar habis dengan sempurna maka terjadi reaksi berikut: C + O 2 CO 2 Konsentrasi CO 2 menunjukkan secara langsung status proses Emisi Gas Buang 121
pembakaran di ruang bakar. Semakin tinggi maka semakin baik. Saat afr berada di angka ideal, emisi CO 2 berkisar antara 12% sampai 15%. Apabila afr terlalu kurus atau terlalu kaya, maka emisi CO 2 akan turun secara drastis. Apabila CO 2 berada dibawah 12%, maka kita harus melihat emisi lainnya yang menunjukkan apakah afr terlalu kaya atau terlalu kurus. Perlu diingat bahwa sumber dari CO 2 ini hanya ruang bakar dan CC. Apabila CO 2 terlalu rendah tapi CO dan HC normal, menunjukkan adanya kebocoran exhaust pipe. Kadar HC, Bensin adalah senyawa hidrokarbon, jadi setiap HC yang didapat di gas buang kendaraan menunjukkan adanya bensin yang tidak terbakar dan terbuang bersama sisa pembakaran. Apabila suatu senyawa hidrokarbon terbakar sempurna (bereaksi dengan oksigen) maka hasil reaksi pembakaran tersebut adalah karbondioksida (CO 2 ) dan air (H 2 O). Walaupun rasio perbandingan antara udara dan bensin (afr=air-to-fuel-ratio) sudah tepat dan didukung oleh desain ruang bakar mesin saat ini yang sudah mendekati ideal, tetapi tetap saja sebagian dari bensin seolah-olah tetap dapat bersembunyi dari api saat terjadi proses pembakaran dan menyebabkan emisi HC pada ujung knalpot tinggi. Untuk engine stand EFI ini tidak dilengkapi dengan Catalytic Converter (CC), emisi yang bisa ditolerir sebesar 500 ppm. Pengkondisian emisi HC ini dapat ditekan dengan cara memberikan tambahan panas dan oksigen diluar ruang bakar untuk menuntaskan proses pembakaran. Proses injeksi oksigen tepat setelah exhaust port akan dapat menekan emisi HC secara drastis. Saat ini, beberapa mesin mobil sudah dilengkapi dengan electronic air injection reaction pump yang langsung bekerja saat cold-start untuk menurunkan emisi HC sesaat sebelum CC mencapai suhu kerja ideal. Hasil dari data tampilan didapat bahwa hasil melebihi ambang batas kondisi seperti ini disebabkan antara lain apabila memakai CC, CC tidak berfungsi, afr yang tidak tepat (terlalu kaya) atau bensin tidak terbakar dengan sempurna di ruang bakar. afr yang terlalu kaya akan menyebabkan emisi HC menjadi tinggi. Ini biasa disebabkan antara lain kebocoran fuel pressure regulator, setelan karburator tidak tepat, filter udara yang tersumbat, sensor temperature mesin yang tidak normal dan sebagainya yang dapat membuat afr terlalu kaya. Injector yang kotor atau fuel pressure yang terlalu rendah dapat membuat butiran bensin menjadi terlalu besar untuk terbakar dengna sempurna dan ini juga akan membuat emisi HC menjadi tinggi. Apapun alasannya, afr yang terlalu kaya juga akan membuat emisi CO menjadi tinggi Emisi Gas Buang 122
dan bahkan menyebabkan outlet dari CC mengalami overheat, tetapi CO dan HC yang tinggi juga bisa disebabkan oleh rembasnya pelumas ke ruang bakar. Apabila hanya HC yang tinggi, maka harus ditelusuri penyebab yang membuat ECU memerintahkan injektor untuk menyemprotkan bensin hanya sedikit sehingga afr terlalu kurus yang menyebabkan terjadinya intermittent misfire. Untuk mobil yang dilengkapi dengan sistem EFI dan CC, gejala misfire ini harus segera diatasi karena apabila didiamkan, ECU akan terus menerus berusaha membuat afr menjadi kaya karena membaca bahwa masih ada oksigen yang tidak terbakar ini. Akibatnya CC akan mengalami overheating. Kadar O 2, Konsentrasi dari oksigen di gas buang kendaraan berbanding terbalik dengan konsentrasi CO 2. Untuk mendapatkan proses pembakaran yang sempurna, maka kadar oksigen yang masuk ke ruang bakar harus mencukupi untuk setiap molekul hidrokarbon. Dalam ruang bakar, campuran udara dan bensin dapat terbakar dengan sempurna apabila bentuk dari ruang bakar tersebut melengkung secara sempurna. Kondisi ini memungkinkan molekul bensin dan molekul udara dapat dengan mudah bertemu untuk bereaksi dengan sempurna pada proses pembakaran. Tapi sayangnya, ruang bakar tidak dapat sempurna melengkung dan halus sehingga memungkinkan molekul bensin seolah-olah bersembunyi dari molekul oksigen dan menyebabkan proses pembakaran tidak terjadi dengan sempurna.untuk mengurangi emisi HC, maka dibutuhkan sedikit tambahan udara atau oksigen untuk memastikan bahwa semua molekul bensin dapat bertemu dengan molekul oksigen untuk bereaksi dengan sempurna. Ini berarti afr 14,7:1 (lambda = 1.00) sebenarnya merupakan kondisi yang sedikit kurus. Inilah yang menyebabkan oksigen dalam gas buang akan berkisar antara 0.5% sampai 1%. Pada mesin yang dilengkapi dengan CC, kondisi ini akan baik karena membantu fungsi CC untuk mengubah CO dan HC menjadi CO 2. Mesin tetap dapat bekerja dengan baik walaupun afr terlalu kurus bahkan hingga afr mencapai 16:1. Tapi dalam kondisi seperti ini akan timbul efek lain seperti mesin cenderung knocking, suhu mesin bertambah dan emisi senyawa NOx juga akan meningkat drastis. Normalnya konsentrasi oksigen di gas buang adalah sekitar 1.2% atau lebih kecil bahkan mungkin 0%. Tapi kita harus berhati-hati apabila konsentrasi oksigen mencapai 0%. Ini menunjukkan bahwa semua oksigen dapat terpakai semua dalam proses pembakaran dan ini dapat berarti bahwa afr cenderung kaya. Dalam kondisi demikian, rendahnya konsentrasi oksigen akan berbarengan dengan tingginya emisi CO. Apabila konsentrasi oksigen Emisi Gas Buang 123
tinggi dapat berarti afr terlalu kurus tapi juga dapat menunjukkan beberapa hal lain. Apabila dibarengi dengan tingginya CO dan HC, maka pada mobil yang dilengkapi dengan CC berarti CC mengalami kerusakan. Untuk mobil yang tidak dilengkapi dengan CC, bila oksigen terlalu tinggi dan lainnya rendah berarti ada kebocoran di exhaust system. Lambda (γ) afr = (laju aliran massa udara) / (laju aliran bbm) γ = (afr campuran ) / (afr stoich ) dari tampilan data diatas bahwa dengan penggantian bahan bakar jenis E10 pada dasarnya tidak perlu melakukan pengkondisian pada alat suplaian E10 dengan udara, bahan bakar ini bisa langsung dipergunakan. Sesuai dengan literatur bahwa peningkatan kualitas bahan bakar perlu dilakukan pengecilan sudut pengapian, dan dari data diatas yang terbaik adalah dilihat dari hasil CO 2 terendah maka sudut yang terbaik adalah 5 o BTDC. Tabel 2. Kondisi Mesin Berdasarkan Kombinasi Emisi Gas Buang CO CO 2 HC O 2 PENYEBAB H L H H AFR terlalu kaya dan pengapian mengalami misfre H L H L AFR terlalu kaya dan kerusakan pada thermostat atau coolant sensor L L L H Kebocoran pada exhaust system L H L H Kegagalan pada injector H L M H AFR terlalu kaya H H H H Kegagalan pada injektor, kombinasi antara AFR terlalu kaya dan kebocoran pada saluran intake L L H H Kegagalan pada sistem pengapian, AFR terlalu kurus, kebocoran udara pada saluran antara air flow sensor dan throttle body l H L L Kondisi yang tepat E. KESIMPULAN 1. Semakin kecil kadar CO semakin sempurna proses pembakarannya, ini menunjukan bagaimana bahan bakar dan udara tercampur dan terbakar. Semakin tinggi kadar CO semakin boros bensinnya, ini menunjukan kurangnya udara dalam campuran 2. Semakin kecil kadar HC pembakaran semakin sempurna, ini menunjukan sedikitnya bahan bakar yang terbuang. Semakin tinggi kadar HC semakin banyak sisa bahan bakar mentah (gas yang tidak terbakar setelah gagal pengapian) yang terbuang pada proses pembakaran, ini Emisi Gas Buang 124
menunjukan banyaknya bahan bakar yang terbuang percuma. 3. Semakin tinggi kadar CO 2 semakin sempurna pembakarannya dan semakin bagus akselerasinya. Semakin rendah kadar CO 2 ini menandakan kerak diblok mesin sudah pekat kudu overhoul engine. 4. Semakin tinggi kadar CO 2 semakin sempurna pembakarannya dan semakin bagus akselerasinya. Semakin rendah kadar CO 2 ini menandakan kerak diblok mesin sudah pekat kudu overhoul engine. 5. Semakin tinggi kadar O 2 menandakan knalpot ada masalah baik itu bocor atau mampet, hal ini menunjukan banyaknya udara dalam campuran. Semakin kecil kadar O 2 menandakan knalpot dalam keadaan normal. B. DAFTAR PUSTAKA Atok Setiyawan, (2007), Pengaruh Ignition Timing Dan Compression Ratio Terhadap Unjuk Kerja dan Emisi Gas Buang Motor BENSIN Berbahan Bakar Campuran Etanol 85% dan Premium 15% (e-85). D.P. Gardiner, dkk., (2010), An Experimental and Modeling Study of the Flammability of Fuel Tank Headspace Vapors from Ethanol/Gasoline Fuels, Subcontract Report NREL/SR-540-47819 April 2010 Kingston, Ontario, Canada Giansetti P., dkk., (2007), Residual Gas Fraction Measurement And Computation, The manuscript was accepted after revision for publication on 29 March 2007. DOI: 10.1243/14680874JER00407 I Gusti Bagus Wijaya, (2002), Kusuma Alat Penurun Emisi Gas Buang Pada Motor, Motor Tempel Dan Mesin Pembakaran Tak Bergerak, MAKARA, TEKNOLOGI, VOL. 6, NO. 3, Desember 2002. Wei-Dong Hsieh, dkk., (2002), Engine Performance And Pollutant Emission Of An SI Engine Using Ethanol Gasoline Blended Fuels Atmospheric Environment 36 (2002) 403 410, Taiwan. Yu-Liang Chen, dkk., (2010), Effects Of Ethanol Gasoline Blends On Engine Performance And Exhaust Emissions In Motorcycle, Proceedings of the 5th International Symposium on Machinery and Mechatronics for Agriculture and Biosystems Engineering (ISMAB) 5-7 April 2010, Fukuoka, Japan Emisi Gas Buang 125