II. TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN


BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PERBAIKAN KINERJA PERTUMBUHAN ANAK DOMBA MELALUI SUPEROVULASI INDUK SEBELUM PERKAWINAN DAN PEMBERIAN EKSTRAK TEMULAWAK PLUS SELAMA KEBUNTINGAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman dahulu hingga sekarang banyak masyarakat Indonesia

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada awalnya kedelai dikenal dengan beberapa nama botani yaitu Glycine soja

TINJAUAN PUSTAKA Siklus Reproduksi Kuda

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Darah adalah cairan yang terdapat pada semua makhluk hidup (kecuali

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kabupaten Bone Bolango merupakan salah satu kabupaten diantara 5

I. PENDAHULUAN. jika ditinjau dari program swasembada daging sapi dengan target tahun 2009 dan

Y PENGARUH EKSTRAK RIMPANG TEMULAWAK

Proses-proses reproduksi berlangsung di bawah pengaturan NEURO-ENDOKRIN melalui mekanisme HORMONAL. HORMON : Substansi kimia yang disintesa oleh

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Domba atau Ovis aries (Anonim 1999)

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL BUDIDAYA TEMULAWAK. Mono Rahardjo dan Otih Rostiana

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan broiler dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu broiler modern

BAB I PENDAHULUAN. Brotowali (Tinospora crispa, L.) merupakan tumbuhan obat herbal dari family

HUBUNGAN HORMON REPRODUKSI DENGAN PROSES GAMETOGENESIS MAKALAH

Anatomi/organ reproduksi wanita

II. TINJAUAN PUSTAKA. Broiler adalah ayam-ayam muda jantan atau betina yang umumnya dipanen umur

BAB I PENDAHULUAN. hewan betina. Menurut Shabib (1989: 51-53), bentuk aktif estrogen terpenting

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. tujuan produksi daging dikenal dengan ayam broiler, sedangkan untuk produksi

I. PENDAHULUAN. Paru-paru, jantung, pusat syaraf dan otot skelet bekerja berat dalam melakukan

MAKALAH BIOTEKNOLOGI PETERNAKAN PENINGKATAN POPULASI DAN MUTU GENETIK SAPI DENGAN TEKNOLOGI TRANSFER EMBRIO. DOSEN PENGAMPU Drh.

BAB I PENDAHULUAN. penelitian, pengujian dan pengembangan serta penemuan obat-obatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. unggas air yang cocok untuk dikembangbiakkan di Indonesia. Sistem

BAB I. PENDAHULUAN A.

xanthorrhiza Roxb atau lebih dikenal dengan nama temulawak (Afifah, 2005). Kandungan temulawak yang diduga bertanggung jawab dalam efek peningkatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Jawarandu merupakan kambing lokal Indonesia. Kambing jenis

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian. Gambaran mikroskopik folikel ovarium tikus putih betina ((Rattus

I. PENDAHULUAN. hari. Dalam perkembangannya, produktivitas kerbau masih rendah dibandingkan dengan sapi.

5 KINERJA REPRODUKSI

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan timbulnya sifat-sifat kelamin sekunder, mempertahankan sistem

HAYATI Journal of Biosciences, June 2007, p Vol. 14, No. 2 ISSN:

Anatomi sistem endokrin. Kerja hipotalamus dan hubungannya dengan kelenjar hormon Mekanisme umpan balik hormon Hormon yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tampil cantik merupakan dambaan setiap orang terlebih lagi kaum wanita.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. tikus putih (Rattus norvegicus, L.) adalah sebagai berikut:

I. PENDAHULUAN. Selatan. Sapi pesisir dapat beradaptasi dengan baik terhadap pakan berkualitas

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat desa dengan keadaan desa yang alami dan mampu memberikan suplai

I. PENDAHULUAN. dengan tujuan untuk menghasilkan daging, susu, dan sumber tenaga kerja sebagai

PEMBAHASAN. Pengaruh Perlakuan Borax Terhadap Performa Fisik

1. Perbedaan siklus manusia dan primata dan hormon yang bekerja pada siklus menstruasi.

Jurnal Kajian Veteriner Desember 2015 Vol. 3 No. 2 : ISSN :

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ayam pedaging yang sering disebut sebagai ayam broiler merupakan jenis

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

BAB I PENDAHULUAN. Obat adalah zat yang digunakan untuk terapi, mengurangi rasa nyeri, serta

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Dalam usaha meningkatkan penyediaan protein hewani dan untuk

BAB I PENDAHULUAN. menduduki peringkat kedua setelah karies (Amalina, 2011). Periodontitis

Sexual behaviour Parturient behaviour Nursing & maternal behaviour

TINJAUAN PUSTAKA. Domba Priangan merupakan hasil persilangan segitiga antara domba

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Peranakan Ongole (PO) merupakan salah satu sapi yang banyak

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Syarat Tumbuh Tanaman

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. TINJAUAN PUSTAKA. Gladiol (Gladiolus hybridus L) tergolong dalam famili Iridaceae yang

I. PENDAHULUAN. memiliki aktifitas penghambat radang dengan mekanisme kerja

BAB I PENDAHULUAN. (dengan cara pembelahan sel secara besar-besaran) menjadi embrio.

BAB I PENDAHULUAN. atau kesehatan, tetapi juga budaya. Budaya minum jamu ini masih terpelihara di

TINJAUAN PUSTAKA Temulawak ( Curcuma xanthorrhiza Roxb)

II. TINJAUAN PUSTAKA

PERKEMBANGAN EMBRIO PRAIMPLANTASI MENCIT

I. PENDAHULUAN. Cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu komoditas sayuran yang banyak

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanaman Temulawak ( Curcuma xanthorrhiza Roxb.)

DAFTAR ISI ABSTRAK... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...

III. METODE 3.1. Waktu dan Tempat 3.2. Alat dan Bahan 3.3. Tahap Persiapan Hewan Percobaan Aklimatisasi Domba

PENDAHULUAN. pemotongan hewan (TPH) adalah domba betina umur produktif, sedangkan untuk

Sistem hormon wanita, seperti pada pria, terdiri dari tiga hirarki hormon, sebagai berikut ;

BAB II LANDASAN TEORI

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan Gonad Ikan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. tikus putih (Rattus norvegicus, L.) adalah sebagai berikut:

Performans Reproduksi Induk Babi yang Diovulasi Ganda dengan PMSG dan hcg sebelum Pengawinan. Abstrak

TINJAUAN PUSTAKA. tumbuhan, termasuk klasifikasi sebagai berikut; divisio : spermatophyta;

HASIL DAN PEMBAHASAN. pejantan untuk dikawini. Diluar fase estrus, ternak betina akan menolak dan

TINJAUAN PUSTAKA Domba Garut Gambar 1

SW PENGARUH EKSTRAK RIMPANG TEMU PUTIH

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 2. Sistem Reproduksi ManusiaLatihan Soal 2.1

SDP. YG MENDPT TEKANAN CUKUP BERAT

II. TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA Temulawak

I. PENDAHULUAN. yang mayoritas adalah petani dan peternak, dan ternak lokal memiliki beberapa

BAB I PENDAHULUAN. mengeluarkan hormon. Di dalam setiap ovarium terjadi perkembangan sel telur

PENGARUH PEMUPUKAN PADA KUALITAS SIMPLISIA TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza) DI KULON PROGO, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

TINJAUAN PUSTAKA Sistem Reproduksi Sapi Betina Superovulasi

Peningkatan Produktivitas Domba pada Skala Peternakan Rakyat Melalui Pemberian Hormon Pregnant Mare Serum Gonadotrophin

Siklus menstruasi. Nama : Kristina vearni oni samin. Nim: Semester 1 Angkatan 12

BAB I PENYERENTAKAN BERAHI

HUBUNGAN ANTARA JUMLAH FOLIKEL YANG MENGALAMI OVULASI TERHADAP KEBERHASILAN KEBUNTINGAN DOMBA PADA BERAHI PERTAMA SETELAH PENYUNTIKAN PGF2,

OLEH : HERNAWATI. Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Biologi

BAB I PENDAHULUAN. secara mental dan merupakan sesuatu hal yang penting karena dengan kesehatan

KAJIAN KEPUSTAKAAN. susu untuk peternak di Eropa bagian Tenggara dan Asia Barat (Ensminger, 2002). : Artiodactyla

Transkripsi:

3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Superovulasi Superovulasi merupakan suatu teknologi reproduksi yang mampu meningkatkan jumlah korpus luteum yang dihasilkan (Manalu et al. 1996). Jumlah korpus luteum ini memiliki kaitan erat dengan tingkat sekresi hormon kebuntingan dan hormon mamogenik seperti estradiol dan progesteron selama kebuntingan (Dzuik 1992; Kleeman et al. 1994; Manalu et al. 2000). Hormonhormon tersebut selain berperan dalam memantapkan proses kebuntingan juga berfungsi dalam modulasi ekspresi sejumlah protein (Wheeler et al. 1987). Selain itu, hormon-hormon ini berperan sebagai faktor penentu pertumbuhan yang selanjutnya akan memelihara komunikasi antara embrio dan uterus serta memandu pertumbuhan embrio untuk menjadi fetus dengan pertumbuhan yang baik, bobot lahir anak menjadi meningkat dan tingkat mortalitas menjadi menurun (Schultz et al. 1993). Gonadotrophin seperti FSH atau PMSG sering digunakan dalam metode superovulasi. Banyak penelitian yang bertujuan merangsang pertumbuhan folikel dan mengendalikan ovulasi pada hewan piara menggunakan sediaan hormon gonadotrophin hipofisis, akan tetapi kebanyakan perlakuan selama 20 tahun terakhir ini menggunakan sedian hormon gonadotrophin asal plasenta, terutama pregnant mare serum gonadotrophin (PMSG) yang kaya akan aktivitas FSH dan human chorionic gonadotrophin (hcg) yang kaya aktivitas LH (Hunter 1981). Hormon PMSG memiliki aktivitas ganda yang mirip dengan FSH dan LH yang dapat merangsang pertumbuhan folikel, menunjang sintesis estradiol, merangsang proses ovulasi, dan luteinisasi (Armstrong et al. 1982; Piper dan Bidon 1984; Gonzalez et al. 1994). Superovulasi merupakan teknik reproduksi dalam meningkatkan jumlah sel telur yang diovulasikan. Jumlah sel telur yang dilontarkan dari ovarium dalam satu periode ovulasi bergantung pada jenis hewannya. Pada ternak monotokous biasanya hanya sebuah sel telur yang dilontarkan, sedangkan pada ternak politokous sel telur yang dilontarkan lebih dari satu (Hafez 1980). Superovulasi sebelum perkawinan dapat meningkatkan jumlah korpus luteum sehingga terjadi

4 peningkatan konsentrasi estradiol dan progesteron, yang dapat memacu pertumbuhan prenatal anak dalam kandungan (Adriani et al. 2007). Peningkatan progesteron ini terjadi karena meningkatnya jumlah korpus luteum yang dihasilkan pada induk yang disuperovulasi sebelum perkawinan baik pada induk beranak tunggal maupun induk yang beranak kembar. Semakin banyak korpus luteum dan sel-sel lutein yang matang pada korpus luteum maka aktivitas progesteron dan sekresi progesteron akan meningkat (Adriani et al. 2007). Korpus luteum pada kambing merupakan organ utama penghasil progesteron (Nalbandov 1976; Reeves 1987). Hormon progesteron memiliki fungsi merangsang uterus mempersiapkan implantasi zigot untuk memelihara fetus selama kebuntingan (McDonald 1980; Stabendfelt dan Edqvist 1993; Manalu et al. 1996). Peningkatan sekresi estradiol dan progesteron juga dapat meningkatkan jumlah sel-sel sekretoris kelenjar ambing yang terbentuk dan aktivitas sintesisnya. Hal ini dapat meningkatkan produksi susu baik pada induk kambing beranak tunggal maupun pada induk kambing beranak kembar (Adriani et al. 2007). Hal ini bermanfaat untuk menunjang kebutuhan susu anak sebelum disapih. Superovulasi pada domba dapat meningkatkan produksi susu sampai 59% (Manalu et al. 2000). Pemberian progesteron pada awal kebuntingan pada domba menghasilkan perbaikan pertumbuhan fetus (Kleeman et al. 1994), sementara penambahan estradiol pada babi dapat meningkatkan sistem pembuluh darah kapiler uterus (Keys dan King 1995). Perangsangan sekresi endogen hormon kebuntingan (estradiol dan progesteron) melalui superovulasi dapat meningkatkan jumlah korpus luteum, sehingga merangsang peningkatan sekresi endogen hormon kebuntingan dalam darah induk (Manalu et al. 1998, Manalu et al. 2000), yang berperan dalam meningkatkan pertumbuhan uterus, embrio dan fetus, perkembangan plasenta, dan kelenjar ambing (Manalu et al. 2000). Perlakuan superovulasi mampu menurunkan tingkat mortalitas anak kambing sebesar 79% (Adriani et al. 2004a). Kejadian ini disebabkan karena induk kambing yang disuperovulasi melahirkan anak dengan bobot lahir dan bobot sapih yang lebih tinggi dibandingkan dengan anak yang dilahirkan oleh induk kambing yang tidak disuperovulasi, sehingga anak kambing memiliki daya hidup yang lebih tinggi pula (Adriani et al. 2004a). Namun, potensi tersebut tidak

5 selamanya berjalan dengan baik, kecenderungan tingkat kematian anak yang tinggi pada jumlah kelahiran yang lebih dari tiga ekor (Andriyanto dan Manalu 2010). Salah satu penyebab tingginya mortalitas anak yang dilahirkan adalah rendahnya bobot lahir, semakin banyak jumlah anak per kelahiran semakin tinggi pula tingkat mortalitasnya (Sutama et al. 1993). Kematian anak yang baru dilahirkan untuk induk ternak yang beranak 1, 2, 3, dan 4 masing-masing adalah 17, 18, 26, dan 43% (Sutama et al. 1999). Hal ini dikarenakan pada saat terjadinya implantasi, sel-sel blastosis akan membelah (mitosis) dengan cepat sehingga terjadi pertambahan jumlah dan massa sel yang pesat (Albert et al. 1994). Keadaan ini menyebabkan cadangan makanan dalam ovum sudah tidak mencukupi lagi, sehingga perkembangan dan daya tahan hidup embrio akan sangat bergantung pada sekresi zat-zat makanan yang dihasilkan oleh kelenjar uterus, selain pada lingkungan fisik dan kimia uterus secara keseluruhan (McDonald 1980; Miller dan Zhang 1984; Yamashita et al. 1990). Pada domba yang disuperovulasi, aktivitas ovarium kiri lebih aktif dibandingkan dengan ovarium kanan berdasarkan jumlah korpus luteum, sementara pada domba yang tidak disuperovulasi tidak terlihat perbedaan aktivitas antara ovarium kanan dan ovarium kiri (Manalu dan Sumaryadi 1997). Hal ini yang menyebabkan hubungan antara jumlah korpus luteum dan konsentrasi hormon progesteron dan estrodiol dalam serum induk tidak linear. Semakin banyak jumlah korpus luteum pada satu sisi ovarium semakin sedikit aliran darah per individu korpus luteum (Manalu dan Sumaryadi 1997). Akibatnya, semakin sedikit perolehan zat-zat makanan dan substrat sehingga ukuran dan aktivitas sintetik per individu korpus luteum menjadi turun (Manalu dan Sumaryadi 1995). 2.2. Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) Menurut Purgeslove et al. (1981), klasifikasi tumbuhan temulawak ialah temulawak berasal dari divisi Spermatophyta, subdivisi Angiospermae, Kelas Monocotyledonae, Ordo Zingiberales, Keluarga Zingiberaceae, Genus Curcuma, dan Spesies Curcuma xanthorrhiza Roxb. Tanaman ini merupakan tanaman monokotil yang tidak memiliki akar tunggang melainkan rimpang (rhizoma),

6 berbatang semu dengan tinggi kurang dari 2 m, berwarna hijau atau cokelat gelap. Akar rimpang terbentuk dengan sempurna dan bercabang kuat, berwarna hijau gelap. Setiap batang mempunyai daun antara 2-9 helai dengan bentuk bundar memanjang sampai bangun lanset, warna daun hijau atau cokelat keunguan terang sampai gelap, panjang daun antara 31-84 cm dan lebar antara 10-18 cm dengan panjang tangkai daun antara 43-80 cm,. perbungaan lateral, tangkai ramping dan sisik berbentuk garis, panjang tangkai antara 9-23 cm dan lebar antara 4-6 cm, berdaun pelindung banyak yang panjangnya melebihi atau sebanding dengan mahkota bunga, mahkota bunga berwarna putih berbulu, panjang antara 8-13 mm, mahkota bunga berbentuk tabung dengan panjang keseluruhan antara 4-5 cm, helai bunga berbentuk bundar memanjang berwarna putih dengan ujung yang berwarna merah dadu atau merah, panjang antara 1,25-2 cm dan lebar 1 cm (Sidik dan Muhtadi 1997). Karena penyebarannya yang cukup luas di beberapa daerah, tanaman ini mempunyai nama tersendiri, masyarakat Jawa Barat menyebut tanaman ini koneng gede dan di Sumatera disebut tetemulawak (Affifah 2003). Masyarakat memanfaatkan tanaman rempah ini dalam pemeliharaan, peningkatan derajat kesehatan, pengobatan penyakit, maupun dalam industri obat tradisional dan komestika (Hernani 2001). Selain itu, tanaman temulawak ini bermanfaat sebagai antiinflamasi, antioksidan, antimikroba, pencegah kanker, antitumor, dan menurunkan kadar lemak di dalam darah (Sudewo 2004). Rimpang temulawak memiliki kemampuan aktivitas kolagoga, yaitu meningkatkan produksi dan sekresi empedu (Hendrawati 1999). Antiinflamasi ekstrak temulawak dengan dosis 3 g/kg bobot badan menunjukkan aktivitas penghambatan pembengkakan yang disebabkan oleh induksi karagenan (Ozaki 1988). Rimpang temulawak mengandung zat kuning kurkumin, minyak atsiri, pati, protein, lemak, selulosa, dan mineral. Di antara komponen yang dikandung oleh temulawak, yang paling banyak kegunaannya adalah pati, kurkuminoid, dan minyak atsiri (Husein 2008). Minyak atsiri dalam temulawak mengandung phelandren, kamfer, borneol, xanthorrizol, turmerol, turunan lisabolen, bisakuron A, bisakuron B, turmeron, germakron, seskuiterpen, dan sineal. Kandungan

7 kurkumin dalam rimpang temulawak sekitar 1,6%-2,22% (Sidik dan Muhtadi 2004). Kandungan utama dalam minyak atsiri temulawak adalah xanthorriza 21%, germaken, isofuranogermaken, trisiklin, dan alfa-aromadenren. Xanthorriza merupakan komponen volatile yang merupakan senyawa aktif yang terdapat dalam minyak atsiri temulawak (Nur 2006). Curcumin dan xanthorrhizol adalah komponen minyak atsiri khas temulawak (Sidik dan Muhtadi 1997).