1 MENINGKATKAN KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIS SISWA PADA MATERI LIMAS MELALUI MODEL PENGAJARAN LANGSUNG (Suatu Penelitian Tindakan Kelas pada Siswa Kelas VIII A di MTs. Negeri Kotamobagu Selatan) Nizran Paputngan [1] Sarson W. Dj. Pomalato [2] Tedy Machmud [3] Abstrak Model pengajaran langsung merupakan model yang dirancang untuk meningkatkan penguasaan berbagai keterampilan dan pengetahuan faktual yang dapat diajarkan secara langkah demi langkah. Salah satu keterampilan yang dikembangkan adalah koneksi. Pemahaman siswa akan lebih mendalam jika siswa dapat mengkoneksikan antara konsep yang telah diketahui siswa dengan konsep baru yang akan dipelajari siswa. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas dengan tujuan untuk mengetahui peningkatan koneksi matematis siswa pada materi limas melalui model pengajaran langsung. Kesimpulan dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa koneksi matematis siswa dapat ditingkatkan melalui model pengajaran langsung. Kata Kunci: Koneksi Matematis, Model Pengajaran Langsung, Limas Matematika sebagai ilmu yang terstruktur dan sistimatik mengandung arti bahwa konsep dan prinsip dalam matematika adalah saling berkaitan antara satu dengan lainnya. Dalam belajar matematika untuk mencapai pemahaman yang bermakna siswa harus memiliki kemampuan koneksi matematis yang memadai. Kenyataan yang terjadi, kemampuan koneksi matematis siswa masih belum baik. Hasil pekerjaan siswa masih tidak sesuai dengan prosedur penyelesaian yang diajarkan. Siswa belum mampu mengaitkan konsep-konsep yang telah mereka pelajari sebelumnya dalam pemencahan masalah yang berkaitan dengan topik pelajaran, Hal tersebut ditemukan pada kelas VIII A di MTs. Negeri Kotamobagu Selatan. Oleh karena itu peneliti memutuskan mengadakan studi pendahuluan lapangan untuk menentukan permasalahan. Ternyata kemampuan pemahaman [1] Mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika Universitas Negeri Gorontalo [2] Dosen Program Studi Pendidikan Matematika Universitas Negeri Gorontalo [3] Dosen Program Studi Pendidikan Matematika Universitas Negeri Gorontalo
2 konsep siswa pada kelas VIII A tersebut masih rendah, serta kemampuan mereka untuk mengaitkan atau menerapkan suatu konsep pada operasi penyelesaian tidak tepat arah. Menurut NTCM (2000), berpikir matematis melibatkan mencari koneksi, dan membuat koneksi membangun pemahaman matematika. Tanpa koneksi, siswa harus belajar dan mengingat terlalu banyak konsep dan keterampilan. Melalui koneksi matematis, siswa dapat membangun pemahaman baru pada pengetahuan sebelumnya. Disamping itu melalui koneksi matematis, siswa dimungkinkan untuk: (a) mengenali dan menggunakan koneksi antar konsep matematika, (b) memahami interkoneksi antar konsep-konsep matematika dan mengaitkan antara satu konsep dengan konsep yang lain, dan (c) menerapkan matematika dalam konteks di luar matematika. Dalam pembelajaran matematika pemahaman siswa tentang koneksi antar konsep atau ide-ide matematika akan menfasilitasi kemampuan mereka untuk memformulasi dan memverifikasi konjektur secara induktif dan deduktif. Selanjutnya, konsep, ide dan prosedur matematis yang baru dikembangkan dapat diterapkan untuk menyelesaikan masalah lain dalam matematika atau disiplin ilmu lainya (Permana dan Sumarmo: 2007). Pada penelitian ini koneksi matematis pada materi limas dapat dijabarkan dalam beberapa indikator berikut: 1. Keterkaitan antara materi-materi yang telah dipelajari sebelumnya dengan materi limas. 2. Keterkaitan antara konsep dengan konsep yang terdapat pada limas 3. Keterkaitan antara jawaban yang didasarkan pada konsep 4. Keterkaitan antara limas dengan kehidupan sehari-hari Model pengajaran langsung bertujuan untuk memperoleh informasi dan keterampilan dasar. Model pengajaran langsung ini dirancang untuk meningkatkan penguasaan berbagai keterampilan dan pengetahuan faktual yang dapat diajarkan secara langkah demi langkah (Arends, 2008:295). Dan salah satu
3 ketererampilan dasar yang dikembangkan dalam pembelajaran matematika di Amerika tahun 1989 (Asep Jihad:2008) dalam Listyotami (2011:18) adalah connection (Koneksi matematis). Terdapat lima fase model pengajaran langsung (Arends, 2008:304). Kelima fase tersebut adalah sebagai berikut: Fase Fase 1: Mengklarifikasikan tujuan dan mempersiapkan siswa Fase 2: Mendemonstrasikan pengetahuan atau keterampilan Fase 3: Memberikan praktik dengan bimbingan Fase 4: Memeriksa pemahaman siswa dan memberikan umpan balik Fase 5: Memberikan praktik dan transfer yang diperluas Peran Guru Guru menyiapkan siswa untuk belajar dengan menjelaskan tujuantujuan pelajaran, memberikan informasi latar belakang, dan menjelaskan mengapa pelajaran itu penting. Guru mendemonstrasikan keterampilan dengan benar atau mempresentasikan informasi langkah demi langkah. Guru menginstruksikan praktik awal Guru memeriksa untuk melihat siswa apakah siswa dapat melakukan keterampilan yang diajarkan dengan benar dan memberikan umpan balik kepada siswa Guru menetapkan syarat-syarat untuk praktik yang diperluas dengan memerhatikan transfer keterampilan ke situasi-situasi yang lebih kompleks Berdasarkan penetapan standar kompetensi dan kompetensi dasar nasional matematika SMP/MTs., untuk materi bangun ruang khususnya pada limas, materi yang akan dipelajari meliputi: (a) Mengidentifikasi sifat-sifat limas; (b) Membuat jaring-jaring limas; dan (c) Menghitung luas permukaan dan volume limas. (Siswono & Latningsih:2006).
4 Tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah: untuk mengetahui peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa pada materi limas memalui model pengajaran langsung. Metode Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (PTK) yang dilaksanakan sebanyak 2 siklus pembelajaran. Penelitian ini dilaksanakan di MTs. Negeri Kotamobagu Selatan pada Kelas VIII A dengan jumlah siswa 30 orang yang terdiri dari 8 laki-laki dan 22 perempuan. Secara garis besar terdapat empat tahapan dalam PTK yaitu (1) Perencanaan, (2) pelaksanaan tindakan, (3) pengamatan, (4) refleksi (Teurah dkk, 2011:28). Dalam penelitian ini ada beberapa instrumen yang digunakan untuk menjaring data penelitian, yaitu: 1. Silabus, 2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), 3. Lembar Kerja Siswa (LKS), 4. Lembar observasi, 5. Tes kemampuan koneksi matematis 1 dan 2. Untuk menganalisis tingkat keberhasilan setelah proses belajar mengajar setiap akhir siklus dilakukan dengan cara memberikan evaluasi berupa soal tes kemampuan koneksi matematis pada setiap akhir pembelajaran. Analisis ini dihitung menggunakan statistik sederhana yaitu: 1. Untuk Lembar Observasi Pengamat 1 100%
5 Pengamat 2 100% Persentase pengamatan 2 dengan: : Pengamat 1 : Pengamat 2 2. Untuk Tingkat Koneksi Matematis : Jumlah item muncul baik atau sangat baik : Jumlah item yang diamati : Persentase hasil pengamatan a. Capaian masing-masing indikator kemampuan koneksi matematis dikatakan berhasil jika: dengan: 70% = skor capaian perindikator = skor ideal perindikator b. Kemampuan koneksi matematis siswa secara keseluruhan dikatakan berhasil jika: 70% dengan: = Jumlah skor capaian keseluruhan indikator c. Persentase keberhasilan dengan: = Jumlah skor ideal keseluruhan indikator 100% P = Persentase Keberhasilan
6 Hasil dan Pembahasan Hasil dari penelitian diperoleh sebagai berikut. a) Siklus I Kegiatan pembelajaran ditinjau dari aktivitas siswa yang hanya mencapai 76,92% untuk aktivitas guru dan 65% untuk aktivitas siswa Kemampuan koneksi pada indikator 3 mencapai 17,24% dan pada indikator 4 mencapai 75,86%. Yang artinya kedua indikator tersebut belum memenuhi kriteria keberhasilan. Akitivitas guru yang masih kurang optimal pada aspek kegiatan bimbingan dan pemberian contoh-contoh. Aktivitas siswa yang masih kurang pada aspek persiapan, perhatian, pengerjaan latihan, serta menjawab pertanyaan. b) Siklus 2 Aktivitas guru dan aktivitas siswa berturut-turut meningkat menjadi 92,31% dan 90%. Untuk koneksi matematis pada indikator 1, indikator 2, indikator 3, indikator 4, masing-masing mencapai tingkat keberhasilan 100%. Koneksi matematis siswa secara keseluruhan mencapai persentase keberhasilan 100% atau sebanyak 27 dari 27 siswa yang dikenai tindakan memperoleh skor kriteria minimal 70% dari skor ideal. Pembelajaran siklus 1 sudah bisa dikategorikan baik, meskipun masih terdapat beberapa kekurangan yang ditemukan. Khususnya pada indikator 3 yang hanya mencapai 17,24% dan indikator 4 yang hanya mencapai 75,86%. Hasil tersebut disebabkan oleh masih kurang optimalnya pembelajaran pada fase 3 model pengajaran langsung, yakni fase memberikan praktik dengan bimbingan. Guru masih kurang baik dalam membimbing siswa mengerjakan contoh latihan serta membimbing siswa dalam mengerjakan LKS. Hal itu juga ditunjukkan oleh hasil observasi yang hanya mencapai 75,92% untuk aktivitas guru dan 65% untuk
7 aktivitas siswa. Hasil tersebut belum memenuhi kriteria keberhasilan yang ditetapkan. Pada siklus II, terjadi peningkatan ditinjau dari observasi kegiatan pembelajaran dan penilaian indikator koneksi yang diukur. Hasil observasi menunjukkan bahwa aktivitas guru mencapai 92,31% dan aktivitas siswa mencapai 90%. Begitu juga dengan indikator kemampuan koneksi yang keseluruhanya mencapai 100%. Dengan demikian kriteria keberhasilan tindakan telah terpenuhi ditinjau dari hasil pemberian tindakan yang diperoleh pada siklus II. Kesimpulan dan Saranm Kesimpulan Kesimpulan dari penelitian ini adalah: 1. Kegiatan pembelajaran silklus I ditinjau dari aktivitas guru dan siswa berturut-turut mecapai 76,92% dan 65%. Kegiatan pembelajaran siklus II ditinjau dari aktivitas guru dan siswa berturut-turut mencapai 92,31% dan 90%. Indikator koneksi berturut-turut untuk indikator 1, indikator 2, indikator 3, dan indikator 4 pada siklus 1 mencapai 100%; 89,66%; 17,24%; dan 75,86% dan pada siklus II masing-masing indikator mencapai 100%. 2. Koneksi matematis siswa secara keseluruhan pada siklus I mencapai 82,76% atau 24 dari 29 siswa memperoleh skor kriteria minimal 70% dari skor ideal. Dan pada siklus II mencapai 100% atau 27 dari 27 siswa memperoleh skor kriteria minimal 70% dari skor ideal. Saran Penilaian pada penelitian dihitung berdasarkan banyaknya siswa yang mampu mencapai skor kriteria minimal pada masing-masing indikator dan koneksi matematis secara keseluruhan. Artinya pada penelitian ini tidak
8 menghitung seberapa besar skor capaian siswa. Jika telah memenuhi kriteria, penelitian ini sudah dikatakan berhasil. Oleh sebab itu, guru maupun pihak terkait lainya diharapkan mampu mengembangan penilaian lebih lanjut. Daftar Rujukan Arends, Richard. (2008). Learning to Teach. Terjemahan oleh Helly Prajitno Soetjipto dan Sri Mulyatini Soetjipto. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Listyotami, Mega Kusuma. (2011). Upaya Meningkatkan Koneksi Matematika Siswa Kelas VIII A SMP N 15 Yogyakarta Melalui Model Pembelajaran Learning Cycle 5E (Implementasi pada Materi Bangun Ruang Kubus dan Balok).SKRIPSI. UNY. Yogyakarta. Tersedia pada http://eprints.uny.ac.id/2043/ [13 juni 2013]. NCTM. (2000). Principles and Standards for School Mathematics. Tersedia pada www.nctm.org. [13 Mey 2013] Permana, Yanto dan Utari Sumarmo. (2007). Mengembangkan Kemampuan Penalaran dan Koneksi Matematik Siswa SMA Melalui Pembeljaran Berbasis Masalah. Jurnal Educationist Vol. I No. 2. Juli 2007. ISSN: 1907-8838. Tersedia pada: http://jurnal.upi.edu/educationist/view/34/ [13 Mey 2013] Siswono & Latningsih. (2006). Matematika SMP dan MTs Kelas VIII Semester 2. Yogyagkarta: ESIS. Teurah dkk, (2011). Model-Model Pembelajaran. Materi Pendidikan dan Latihan Profesi Guru Rayon 27 Universitas Negeri Manado Tahun 2011. Manado. Teurah dkk. (2011). Penelitian Tindakan Kelas. Materi Pendidikan dan Latihan Profesi Guru Rayon 27 Universitas Negeri Manado Tahun 2011. Manado.