HUBUNGAN KUALITAS FISIS AIR SUNGAI KRUENG ACEH DENGAN INTENSITAS HUJAN

dokumen-dokumen yang mirip
ANALISA KEKERUHAN DAN KANDUNGAN SEDIMEN DAN KAITANNYA DENGAN KONDISI DAS SUNGAI KRUENG ACEH


BAB I PENDAHULUAN. Analisis Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Karakteristik Hidrologi Di SUB DAS CIRASEA

Analisis Konsentrasi dan Laju Angkutan Sedimen Melayang pada Sungai Sebalo di Kecamatan Bengkayang Yenni Pratiwi a, Muliadi a*, Muh.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

Pendahuluan I-1 BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Tapanuli Tengah merupakan salah satu wilayah yang berada di Pantai Barat Sumatera. Wilayahnya berada 0

Pemodelan Penyebaran Polutan di DPS Waduk Sutami Dan Penyusunan Sistem Informasi Monitoring Kualitas Air (SIMKUA) Pendahuluan

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANALISIS ALIRAN PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI CIMANUK HULU (STUDI KASUS CIMANUK-BOJONGLOA GARUT)

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 8. SUPLEMEN PENGINDRAAN JAUH, PEMETAAN, DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG)LATIHAN SOAL 8.1.

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. hidrologi di suatu Daerah Aliran sungai. Menurut peraturan pemerintah No. 37

ANALISIS KUALITAS AIR SUNGAI KONAWEHA PROVINSI SULAWESI TENGGARA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

ALOKASI AIR BAKU DAN IRIGASI DALAM MENGHADAPI MUSIM KERING PADA DAS TIRO-PROVINSI ACEH

Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Nilai Koefisien Limpasan di DAS Krueng Meureudu Provinsi Aceh

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki banyak sungai,

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG

1. PENDAHULUAN. masih merupakan tulang pungung pembangunan nasional. Salah satu fungsi lingkungan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

2016 EVALUASI LAJU INFILTRASI DI KAWASAN DAS CIBEUREUM BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur

PRISMA FISIKA, Vol. V, No. 1 (2017), Hal ISSN:

sumber daya lahan dengan usaha konservasi tanah dan air. Namun, masih perlu ditingkatkan intensitasnya, terutama pada daerah aliran sungai hulu

BAB I PENDAHULUAN. Di bumi terdapat kira-kira sejumlah 1,3-1,4 milyard km 3 : 97,5% adalah air

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Sungai Bone mempunyai panjang 119,13 Km 2 yang melintasi wilayah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Gambar 2.1. Diagram Alir Studi

A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Evaluasi Ketersediaan dan Kebutuhan Air Daerah Irigasi Namu Sira-sira.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Air merupakan komponen lingkungan yang penting bagi kehidupan yang

Pengaruh Drainase Terhadap Lingkungan Jalan Mendawai dan sekitar Pasar Kahayan

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem merupakan suatu interaksi antara komponen abiotik dan biotik

3 BAB III METODOLOGI

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dewasa ini, masalah lingkungan telah menjadi isu pokok di kota-kota

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dimilikinya selain faktor-faktor penentu lain yang berasal dari luar. Hal ini

PENDUGAAN TINGKAT SEDIMEN DI DUA SUB DAS DENGAN PERSENTASE LUAS PENUTUPAN HUTAN YANG BERBEDA

PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENGGUNAAN DAN PELESTARIAN AIR DI LINGKUNGANNYA (Studi kasus di Daerah Aliran Sungai Garang, Semarang) Purwadi Suhandini

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. (catchment area) yang berperan menyimpan air untuk kelangsungan hidup

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi

TINJAUAN HIDROLOGI DAN SEDIMENTASI DAS KALI BRANTAS HULU 1

commit to user BAB I PENDAHULUAN

ANALISIS DAN KARAKTERISASI BADAN AIR SUNGAI, DALAM RANGKA MENUNJANG PEMASANGAN SISTIM PEMANTAUAN SUNGAI SECARA TELEMETRI

Bab 1 Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG

MONITORING DAN EVALUASI SUB DAERAH ALIRAN SUNGAI KAWATUNA DI SULAWESI TENGAH

Sungai berdasarkan keberadaan airnya dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu (Reid, 1961):

PERENCANAAN BENDUNGAN PAMUTIH KECAMATAN KAJEN KABUPATEN PEKALONGAN BAB I PENDAHULUAN

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Tinjauan Umum 1.2 Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. yang merupakan kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak-anak sungainya

I. PENDAHULUAN. digunakan untuk seluruh mahluk hidup di muka bumi ini dengan. ketersediaannya di alam semesta dalam jumlah yang tetap.

Kata kunci: Fungsi hutan, opini masyarakat, DAS Kelara

ANALISA ANGKUTAN SEDIMEN DI SUNGAI JAWI KECAMATAN SUNGAI KAKAP KABUPATEN KUBU RAYA

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

DAMPAK PEMBANGUNAN DAN PENANGANANNYA PADA SUMBERDAYA AIR

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya jumlah populasi penduduk pada suatu daerah akan. memenuhi ketersediaan kebutuhan penduduk. Keterbatasan lahan dalam

ABSTRAK Faris Afif.O,

BAB III TINJAUAN DAERAH STUDI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PRA - STUDI KELAYAKAN RENCANA PEMBANGUNAN PLTMH SUBANG

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

Analisis Karakteristik Intensitas Curah Hujan di Kota Bengkulu

DAYA DUKUNG DAS BRANTAS BERDASARKAN EVALUASI KRITERIA TATA AIR

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil analisis mengenai dampak perubahan penggunaan lahan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu daerah irigasi di Sumatera Utara adalah Bendungan Namu Sira-sira.

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... iv DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR xiii BAB I PENDAHULUAN... 1

BAB I PENDAHULUAN. Sumberdaya air bersifat dinamis dalam kualitas dan kuantitas, serta dalam

BAB III LANDASAN TEORI

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Desa Tulabolo adalah bagian dari wilayah Kecamatan Suwawa Timur,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG

STUDI PERBANDINGAN ANTARA HIDROGRAF SCS (SOIL CONSERVATION SERVICE) DAN METODE RASIONAL PADA DAS TIKALA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. dengan erosi geologi atau geological erosion. Erosi jenis ini tidak berbahaya

DAFTAR ISI. Kata Pengantar. Daftar Isi. Daftar Tabel. Daftar Gambar

BAB III METODOLOGI. 2. Mengumpulkan data, yaitu data primer dan data sekunder

AMDAL. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan By Salmani, ST, MS, MT.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sebagai Taman Nasional Way Kambas (TNWK) dengan luas ,30 ha. Tujuan penetapan kawasan ini untuk melindungi dan melestarikan

Tahun Penelitian 2005

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Geografis LS dan BT. Beriklim tropis dengan

PERENCANAAN PENGELOLAAN DAS TERPADU. Identifikasi Masalah. Menentukan Sasaran dan Tujuan. Alternatif kegiatan dan implementasi program

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Gambar 2 Peta administrasi DAS Cisadane segmen hulu.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Lokasi Kabupaten Pidie. Gambar 1. Siklus Hidrologi (Sjarief R dan Robert J, 2005 )

Dr. EDWARD Saleh FORUM DAS SUMATERA SELATAN 2013

POLA DISTRIBUSI HUJAN JAM-JAMAN DI DAS TONDANO BAGIAN HULU

KAJIAN SPASIAL FISIKA KIMIA PERAIRAN ULUJAMI KAB. PEMALANG

Transkripsi:

HUBUNGAN KUALITAS FISIS AIR SUNGAI KRUENG ACEH DENGAN INTENSITAS HUJAN Muhammad Syukri, Maulidia, dan Nurmalita Jurusan Fisika, FMIPA Universitas Syiah Kuala, Darussalam-Banda Aceh Email: m.syukri@gmail.com ABSTRAK Kualitas fisis air sungai merupakan parameter yang sangat penting dikaji sebagai langkah awal untuk menghindari berbagai permasalahan lingkungan, yang disebabkan berbagai faktor. Salah satu faktor penting adalah pengaruh dari variabilitas intensitas curah hujan. Metode yang digunakan adalah dengan melakukan mengukuran secara insitu di lapangan. Pengukuran dilakukan selama 2 (dua tahun) pada 7 (tujuh) stasiun penting di sepanjang sub DAS sungai Krueng Aceh di kawasan Aceh Besar, yaitu di Sungai Krueng Teureubeh, Krueng Inong, Bendungan Sungai Krueng Aceh, Krueng Capeung, Krueng Keumireu, Krue Ie Alang dan Krueng Indrapuri. Beberapa parameter fisis yang penting adalah warna dan bau, temperatur, konduktivitas listrik, dan ph. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada intensitas hujan tinggi (musim penghujan) dan intensitas hujan rendah (musim kemarau). Perbedaan pada warna dan bau, temperatur (26.0-30.3 0 C) dan konduktivitas listrik (93.7-201.2 µmhos), ph (6.14-8.0) masih dalam ambang baku mutu, walaupun terlihat fluktuasi nilai yang cukup berarti pada stasiun di bagian hilir. Hasil penelitian cukup relevan untuk dijadikan acuan dalam pemantauan kualitas air sungai tersebut. Kata kunci: kualitas air, sungai Krueng Aceh, intensitas hujan, DAS. I. Pendahuluan Air merupakan bahan alam yang merupakan sumber kehidupan bagi manusia dan makhluk hidup lainnya. Kebutuhan air rata-rata adalah 60 liter/orang/hari untuk segala keperluannya. Pada tahun 2000 jumlah penduduk dunia adalah 6,1 milyar memerlukan air bersih sebanyak 367 km 3, tahun 2025 dibutuhkan 492 km 3 dan pada tahun 2100 dibutuhkan sebanyak 611 km 3 air bersih per hari (Suripin, 2002). Di Kabupaten Aceh Besar sungai merupakan sumber air utama untuk berbagai keperluan, sehingga perlu dipelihara kondisinya baik secara kualitas dan kuantitas (BPAH, 2006). Kondisi alam lingkungan sekitar DAS dengan berbagai aktifitas dapat menimbulkan permasalahan yang mempengaruhi kualitas air sungai. Rendahnya kualitas air dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain meningkatnya beban pencemaran akibat limbah industri, domestik dan pertanian (Fardiaz, 1992). Selain itu juga disebabkan oleh alam, seperti curah hujan. Data selama 10 tahun (2000-2009) menunjukkan bahwa iklim di Das Krueng Aceh termasuk tipe curah hujan kelas B (basah) dengan rata-rata curah hujan tahunan

adalah sebesar 1225,9 mm dan rata-rata hari hujan sebanyak 145 hari. Sejak tahun 2000 sampai 2009, jumlah curah hujan paling tinggi terjadi pada pada tahun 2009 yaitu 1.772 mm/tahun, sedangkan yang paling rendah pada tahun 2008 dengan curah hujan 1.207,4 mm/tahun (Alemina, et. al. 2011). Kondisi fisik Sungai Krueng Aceh rata-rata sudah terjadi erosi di dasar sungai, longsor, banjir, kekeringan, perubahan bentang alam, dan diduga terjadi penurunan kualitas air, dan fluktasi debit pada musim kemarau dan musim hujan (Faisal, 2006). Bila terjadi perubahan kondisi hidrologi DAS sebagai dampak aktivitas masyarakat yang tidak terkendali, yaitu tanpa memperhatikan kaidah-kaidah konservasi tanah dan air seringkali mengakibatkan dampak negatif terhadap lingkungan yaitu peningkatan erosi dan sedimentasi, penurunan produktivitas lahan dan percepatan degradasi lahan. Berdasarkan latar belakang tersebut, perlu dilakukan penelitian secara berkelanjutan dan pemantauan secara teliti agar diperoleh kualitas air yang baik. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis kualitas air sungai Krueng Aceh dan hubungan dengan variabilitas intensitas hujan. II. Metode Penelitian 2.1 Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di sungai Krueng Aceh di Kabupaten Aceh Besar yang terletak pada garis 5.2 0-5.8 0 LU dan 95.0 0-95.8 0 BT (Gambar 1). Pengukuran dilakukan pada 7 (tujuh) stasiun di sepanjang sub DAS aliran sungai Krueng Aceh mulai dari hulu hingga bagian hilir dalam kawasan Aceh Besar (Tabel 1). Tabel 1. Lokasi penelitian sepanjang sud DAS dan koordinat stasiun pengukuran. Titik Koordinat No Sub DAS Sungai Pengamatan Utara (N) Timur (E) 1. Krueng Teureubeh 1 05.366 0 095.571 0 2. Krueng Inong 2 05.299 0 095.583 0 3. Bendungan Krueng Aceh 3 05.370 0 095.563 0 4. Krueg Desa Capeung 4 05.372 0 095.538 0 5. KruengKeumireu 5 05.396 0 095.491 0 6. Krueng Ie Alang 6 05.403 0 095.491 0 7. Krueng Indrapuri 7 05.412 0 095.446 0

Gambar 1. Peta lokasi penelitian. 2.2 Metode Penelitian Pengukuran dan data pengamatan yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang terdiri dari data curah hujan untuk 2 (dua) tahun pengukuran (2008-2009) yang diperoleh dari Klimatologi pada Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Indrapuri, dan data fisis kualitas air yaitu warna dan bau, temperatur, konduktivitas listrik, dan ph untuk 2 (dua) tahun yang sama diperoleh dari Badan Lingkungan Hidup, Pertamanan, dan Kebersihan (BLHPK) Jantho Aceh Besar. Penelitian dilakukan melalui tahapan pengamatan awal ke lapangan, pengukuran parameter fisis kualitas air sungai, pengolahan dan analisa data. Pengukuran warna dan bau dilakukan secara langsung dengan indra penglihatan dan penciuman, sedangkan temperatur, konduktivitas listrik dan ph dilakukan dengan termometer, conductivity meter, dan ph meter. III. Hasil dan Pembahasan 3.1 Warna dan Bau Pengamatan warna dan bau air dilakukan dengan menggunakan indera penglihatan dan pencium. Bagian hulu terlihat kondisi air tidak keruh, sedangkan bagian hilir kondisi air lebih keruh. Hal ini disebabkan adanya erosi tanah yang terbawa hujan

Temperatur ( C) Temperatur ( C) Temperatur ( C) Temperatur Seminar Nasional Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Berbasis Masyarakat Menuju Hutan Aceh sehingga banyak mengandung lumpur serta pengikisan tanah pada tepian sungai akibat aliran air yang begitu deras, terutama pada musim penghujan (Tabel 2). Selain itu secara umum kondisi air sungai tidak berbau, baik untuk musim penghujan maupun kemarau. Hal ini menunjukkan bahwa dari paramater bau, kondisi air sungai Krueng Aceh menunjukkan kondisi yang baik. Karena pada dasarnya bau yang muncul pada air sungai sangat tergantung pada sumbernya, yaitu yang disebabkan oleh ganggang, plankton atau tumbuhan dan hewan air, baik hidup maupun yang sudah mati. Tabel 2. Warna dan bau air yang di pantau di Sungai Krueng Aceh pada 2008-2009. Parameter Warna Bau Warna Bau Pengukuruan 2008 St. 1 St. 2 St. 3 St. 4 St. 5 St. 6 St. 7 keruh keruh Keruh Keruh Keruh Keruh Keruh berbau berbau berbau berbau berbau berbau berbau keruh berbau Keruh berbau Pengukuran 2009 keruh keruh keruh berbau berbau berbau Keruh berbau Keruh berbau 3.2 Temperatur Hasil pengukuran temperatur pada tiap stasiun pengamatan menunjukkan bahwa temperatur di perairan Sungai Krueng Aceh berkisar antara 26-31.6 0 C (Gambar 2). 30 30 29,5 29 29 28 28,5 27 28 26 35 33 31 29 27 25 31 30 29 28 27 Gambar 2. Hasil pengukuran temperatur pada musim kemarau (kiri atas) dan musim penghujan (kanan atas) pada 2008 dan 2009 (bawah)

Konduktivitas(µmhs) Konduktivitas(µmhos) Konduktivitas(µmho s) Konduktivitas Seminar Nasional Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Berbasis Masyarakat Menuju Hutan Aceh Secara umum pada musim penghujan temperatur air lebih rendah dibandingkan musim kemarau.temperatur terendah terdapat pada bagian hulu yaitu Sungai Krueng Inong dan tertinggi pada bagian hilir yaitu Sungai Krueng Indrapuri. Adanya perbedaan nilai temperatur di sungai Krueng Aceh lebih disebabkan oleh karena perbedaan ketinggian tempat (lokasi) masing-masing titik pengamatan (stasiun) dan adanya perbedaan waktu pengukuran. Secara umum, temperatur perairan dapat mengalami perubahan sesuai dengan musim, letak lintang suatu wilayah, ketinggian dari permukaan laut, letak tempat terhadap garis edar matahari, waktu pengukuran dan kedalaman air. 3.3 Konduktivitas Listrik Hasil pengukuran konduktivitas listrik tertinggi terjadi pada stasiun 5 di sungai Krueng Keumireu yaitu 201,2 µmhos pada musim kemarau dan stasiun 4 di sungai Krueng Capeung sebesar 230 µmhos pada musim penghujan. Sedangkan konduktivitas listrik terendah terjadi pada stasiun 6 di sungai Krueng Ie Alang sebesar 95 µmhos pada musim kemarau dan stasiun 2 di sungai Krueng Inong, sebesar 107,1 µmhos pada musim penghujan (Gambar 3). 250 250 200 150 100 50 200 150 100 250 250 200 200 150 150 100 100 50 50 Gambar 3. Hasil pengukuran konduktivitas listrik pada musim kemarau (kiri atas) dan musim penghujan (kanan atas) pada 2008 dan 2009 (bawah) Hal ini menunjukkan bahwa konduktivitas listrik adanya fluktuasi nilai konduktivitas listrik dengan pola tertentu, dimana secara umum temperatur di bagian hulu relatif lebih rendah dibandingkan di bagian hilir. Adanya perbedaan ini disebabkan oleh karena

perbedaan material tersuspensi yang masuk dari sumber sungai yang bermuara ke sungai Krueng Aceh. 3.4 ph Parameter ph sangat penting sebagai faktor kualitas air karena dapat mengontrol jenis dan kecepatan reaksi beberapa bahan dalam air. ph pada suatu sungai memiliki ciri yang khusus yaitu adanya keseimbangan antara asam dan basa dalam air dan yang diukur adalah konsentrasi ion hidrogen. Nilai derajat keasaman (ph) perairan Sungai Krueng Aceh antara 6.2 8.8 (Tabel 3), hal ini menunjukkan bahwa perairan Sungai Krueng Aceh cenderung bersifat basa. Secara umum ph air di sepanjang sungai yang diamati relatif seragam, walaupun ada dibeberapa stasiun mempunyai ph yang lebih tinggi (basa). Hal ini karena sumber air dari sungai-sungai kecil yang bermuara ke sungai Krueng Aceh masih memiliki nilai derajat keasamaan yang relatif netral. Berdasarkan pengukuran pada setiap titik pengamatan, nilai derajat keasamannya maka perairan Sungai Krueng Aceh masih tergolong pada kategori layak dan memenuhi kriteria baku mutu kualitas air. Tabel 3. Nilai ph yang di ukur di Sungai Krueng Aceh pada 2008-2009. ph No pengukuran November Juni 2008 2009 2008 2009 1 1 7.39 6.26 7,49 6,30 2 2 8.85 6.14 8,01 6,70 3 3 6.37 6.76 7,8 7,12 4 4 7.03 7.29 8,01 7,01 5 5 6.65 6.20 7,8 6,40 6 6 6.63 5.88 8,01 6,58 7 7 6.61 6.37 8 6,68 IV. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1. Secara umum kondisi kualitas air Sungai Krueng Aceh di kawasan Aceh Besar dari hulu ke hilir masih menurut sifat fisik air belum mengalami pencemaran, dan masih dalam baku mutu yang ditentukan.

2. Terdapat perbedaan yang signifikan pada intensitas hujan tinggi (musim penghujan) dan intensitas hujan rendah (musim kemarau), yaitu perbedaan parameter warna dan bau, temperatur (26.0-30.3 0 C) dan konduktivitas listrik (93.7-201.2 µmhos) dan ph (6.14-8.0), dimana terdapat fluktuasi nilai yang cukup berarti pada stasiun di bagian hilir. Penghargaan Penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih pada pihak Klimatologi pada Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Indrapuri dan Badan Lingkungan Hidup, Pertamanan, dan Kebersihan (BLHPK) Jantho Aceh Besar, yang telah memberikan dukungan data-data yang diperlukan, sehingga studi ini dapat berjalan lancar. Daftar Pustaka Alemina E, Hairul B, Muzailin A, Agus H, Alvisyahhrin T, 2011. Penyimpangan Penggunaan Lahan di DAS Krueng Aceh Berdasarkan Zona Agroekologi, TDMRC-Unsyiah Banda Aceh. Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi, 2006, Alih Fungsi Lahan dan Perubahan Karakteristik Debit DAS Krueng Aceh, Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian, vol. 28, no.1. Fardiaz, S.1992. Polusi air dan udara, Kanisius, Yogyakarta. Faisal, S, 2006. Penelitian Kualitas Air Sungai Pada Sumber Air Di Kabupaten Aceh Besar. Tugas Akhir, Fakultas Teknik, Universitas Serambi Mekkah, Banda Aceh. Suripin. 2002. Pelestarian Sumberdaya Tanah dan Air. Penerbit ANDI. Yogyakarta.