BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anita Novianti, 2013

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Vita Rosmiati, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Berpikir merupakan proses kejiwaan yang menghubung-hubungkan atau

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran fisika saat ini adalah kurangnya keterlibatan mereka secara aktif

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi, politik, ilmu pengetahuan dan teknologi, kesehatan serta sosial dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

2015 PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN THINK TALK WRITE (TTW) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN ANALISIS PESERTA DIDIK DALAM PEMBELAJARAN GEOGRAFI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN SEARCH, SOLVE, CREATE, AND SHARE

I. PENDAHULUAN. Pembahasan dalam bab ini difokuskan pada beberapa subbab yang terdiri dari

BAB 1 PENDAHULUAN. kualitas proses pembelajaran, dimana peserta didik kurang mampu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu bagian yang tidak dapat lepas dari kehidupan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN TEORI. Rahmawati, 2013:9). Pizzini mengenalkan model pembelajaran problem solving

PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF SSCS

Diajukan Oleh : IRFAKNI BIRRUL WALIDATI A

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakag Masalah

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengembangkan kemampuan berpikir. Pemahaman konsep merupakan ide

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. kualitas pendidikannya. Menurut Dimyati dan Mujiono (2006:7) Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN TEORETIS

I. PENDAHULUAN. Beberapa prinsip pembelajaran yang dapat meningkatkan kualitas proses

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ai Nunung Muflihah,2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan kualitas sumber daya manusia. Pasal 31 ayat 2 Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. mengajar. Pokok dari proses pendidikan adalah siswa yang belajar. Adapun

2015 PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING DAN THINK PAIR SHARE (TPS) TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DITINJAU DARI KEMAMPUAN AWAL SISWA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lia Liana Iskandar, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. kimia adalah pengetahuan yang berupa fakta, teori, prinsip,dan hukum. Proses

BAB I PENDAHULUAN. Proses pembelajaran di dalam kelas umumnya diarahkan kepada

BAB I PENDAHULUAN. Belajar dan pembelajaran merupakan konsep yang saling berkaitan.

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menyebabkan kurikulum

I. PENDAHULUAN. sumber daya manusia yang berkualitas guna membangun bangsa yang maju. Kesuksesan di bidang pendidikan merupkan awal bangsa yang maju.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan faktor terpenting dalam era globalisasi, sebagai

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

2015 UPAYA MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP DENGAN MENGGUNAKAN MODEL MIND MAP PADA PEMBELAJARAN GEOGRAFI

I. PENDAHULUAN. manusia, karena melalui pendidikan manusia dapat berproses ke arah yang lebih

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan pembelajaran adalah suatu proses interaksi atau hubungan timbal balik

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

PENINGKATAN KEAKTIFAN DAN MOTIVASI SISWA DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA MELALUI ASSESSMENT FOR LEARNING (AFL) DENGAN PENDEKATAN UMPAN BALIK

BAB I PENDAHULUAN. kesamaan, perbedaan, konsistensi dan inkonsistensi. tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba.

Arnasari Medekawati Hadi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan STKIP Bima

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam kegiatan belajar mengajar yang terjadi, guru selalu memiliki

percaya diri siswa terhadap kemampuan yang dimiliki.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. dan tingkah laku yang sesuai. Sanjaya (2006:2) mengatakan bahwa pendidikan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan pada dasarnya merupakan salah satu upaya untuk memberikan pengetahuan, keterampilan, dan

Skripsi. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan. Guna Mencapai Derajat S-1. Pendidikan Matematika. Diajukan Oleh : RISMAWATI RATNA ESTRI A

BAB III PROSEDUR PENELITIAN. kolaboratif realistis terhadap permasalahan-permasalahan dari penerapan suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pemecahan masalah dipandang sebagai suatu proses untuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan cara untuk memenuhi dan meningkatkan mutu

BAB I PENDAHULUAN. berpikir yang melibatkan berpikir konkret (faktual) hingga berpikir abstrak tingkat

I. PENDAHULUAN. Memasuki abad ke-21, sistem pendidikan nasional menghadapi tantangan yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Heni Sri Wahyuni, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nurningsih, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan salah mata

BAB I PENDAHULUAN. dalam dunia pendidikan. Melalui kegiatan menulis, para siswa dilatih untuk

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan yang sangat penting dalam mempersiapkan manusia yang berkualitas bagi

BAB I PENDAHULUAN. Geografi merupakan satu dari sekian banyak disiplin ilmu yang dipelajari,

BAB I PENDAHULUAN. menghadapi berbagai tantangan dan hambatan. Salah satu tantangan yang cukup

Oleh: Mulyani SD Negeri 3 Karanggandu, Watulimo, Trenggalek

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. menghubungkannya dengan kehidupan sehari-hari. Hal semacam itulah yang

BAB I PENDAHULUAN. observasi, eksperimen, penyimpulan, penyusunan teori dan seterusnya. mengkait antara cara yang satu dengan cara yang lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. perubahan demi mencapai suatu keberhasilan. usaha, kemauan dan tekat yang sungguh-sungguh.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Menurut UU No.20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional menyatakan. bahwa:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. disampaikan oleh guru matematika, kesulitan siswa dalam menalar dan

I. PENDAHULUAN. pesat. Manusia dituntut memiliki keterampilan berpikir kritis, sistematis,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

EFEKTIFITAS PEMBELAJARAN IPS DENGAN MENERAPKAN TEKNIK BRAINSTORMING DI KELAS VIII-C SMP NEGERI 1 LUBUK PAKAM

BAB I PENDAHULUAN. berkembang dalam masyarakat tentang matematika sebagai pelajaran yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. untuk memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Dalam mengajarkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kemampuan komunikasi merupakan salah satu kompetensi yang

BAB I PENDAHULUAN. yang wajib dipelajari di Sekolah Dasar. Siswa akan dapat mempelajari diri

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan kebutuhan utama manusia, karena dengan pendidikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fathimah Bilqis, 2014

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. kreatif, terampil, bertanggung jawab, produktif, dan berakhlak. Fungsi lain dari

BAB I PENDAHULUAN. dibutuhkan sumber daya manusia yang berkualitas agar kualitas

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembelajaran merupakan sebuah upaya yang dilakukan untuk memperoleh kompetensi atau berupa pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang diperlukan dalam melakukan suatu pekerjaan. Upaya untuk meningkatkan efektivitas proses pembelajaran selalu dilakukan tanpa henti. Belajar dan mengajar merupakan dua konsep yang saling berhubungan dan tidak dapat dipisahkan guna mencapai tujuan pembelajaran yang efektif. Dua konsep tersebut menjadi terpadu manakala terjadi interaksi antara guru dengan peserta didik dan antara peserta didik dengan peserta didik pada saat pembelajaran itu berlangsung. Hal ini seperti yang disampaikan oleh Sudjana (2010) bahwa interaksi guru peserta didik sebagai makna utama proses pembelajaran memegang peranan penting untuk mencapai tujuan pembelajaran yang efektif. Sehingga, guru dan peserta didik adalah penentu terjadinya atau tidak terjadinya proses pembelajaran. Dalam proses pembelajaran terdapat komponen-komponen yang saling berpengaruh dan mempengaruhi satu sama lain. Sebagai suatu sistem, tentu saja kegiatan pembelajaran mengandung sejumlah komponen yang meliputi tujuan, bahan pelajaran, kegiatan belajar mengajar, metode, alat dan sumber, serta evaluasi (Djamarah dan Zain, 2006). Kelemahan yang ada pada satu komponen dapat melemahkan komponen lainnya. Dalam kegiatan belajar mengajar melibatkan semua komponen pembelajaran, kegiatan belajar akan menentukan pencapaian tujuan yang telah ditetapkan (Djamarah dan Zain, 2006). Semua komponen diupayakan secara maksimal agar dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Proses pembelajaran di sekolah saat ini dapat dikatakan masih lemah, karena belum ditetapkannya standar yang menjadi pedoman rujukan bagaimana seharusnya proses pembelajaran itu berlangsung. Dewasa ini, proses pembelajaran yang terjadi di dalam kelas dilaksanakan tergantung dengan kemampuan dan

2 selera guru. Tidak ada standar yang jelas dan tegas yang wajib dipedomani oleh semua guru di sekolah secara nasional, sehingga hasil dari proses pembelajaran tersebut tidak efisien, tidak efektif, dan tidak produktif. Selain itu, menurut Sanjaya (2008), Dalam proses pembelajaran, peserta didik kurang didorong untuk mengembangkan kemampuan berpikir dan kemampuan pemahaman. Proses pembelajaran di dalam kelas diarahkan kepada kemampuan peserta didik untuk menghafal informasi, otak peserta didik dipaksa untuk mengingat dan menimbun berbagai informasi tanpa dituntut untuk memahami informasi yang diingatnya itu untuk menghubungkannya dengan kehidupan seharihari. Alhasil, peserta didik hanya pintar secara teoritis tetapi kurang dalam mengaplikasikan teori yang didapatnya tersebut dalam memecahkan masalah yang mereka temukan. Guru memiliki peranan yang penting dalam mengembangkan suasana belajar yang dapat menarik perhatian peserta didik. Sehingga peserta didik dapat mengekspresikan ide-ide dan kreativitasnya dalam pembelajaran. Selain itu, guru juga berperan sebagai model bagi peserta didik, dimana wawasan dan pengetahuan guru akan mengantarkan peserta didik untuk dapat berpikir secara kritis dan kreatif dalam menyelesaikan masalah yang dihadapinya, sehingga peserta didik dapat memahami isi dari materi pelajaran dengan baik. Berdasarkan hasil pengamatan kelas yang dilakukan oleh peneliti di SMA Negeri 4 Bandung tanggal 14 September 2012 di kelas X-1 pada pembelajaran geografi materi Hakekat Geografi sub materi Prinsip-prinsip geografi, diperoleh fakta sebagai berikut; pada kegiatan awal, setelah guru mengecek kehadiran peserta didik, guru tidak memberitahu standar kompetensi, kompetensi dasar, dan tujuan pembelajaran, akan tetapi langsung membahas materi pelajaran. Selain itu, pada saat kegiatan inti berlangsung, setelah guru menjelaskan materi pelajaran, guru membagi peserta didik menjadi sepuluh kelompok, masing-masing kelompok beranggotakan empat orang. Setelah itu, guru membagikan Lembar Kerja Peserta didik (LKS) kepada masing-masing kelompok. Kemudian peserta didik mengerjakan LKS yang telah dibagikan hingga selesai jam pelajaran. Pengerjaan LKS dilanjutkan di rumah dan dikumpulkan pada pertemuan berikutnya. Pada kegiatan akhir, guru menutup pelajaran.

3 Pada saat menerangkan materi pelajaran, guru menggunakan papan tulis sebagai media belajar, walaupun didalam kelas sudah tersedia laptop, dan infocus/proyektor. Selain itu, diketahui bahwa tidak semua peserta didik memiliki buku pelajaran sebagai sumber belajar mereka. Kondisi kelas saat guru menerangkan materi pelajaran terlihat jarang peserta didik yang mengajukan pertanyaan mengenai materi yang disampaikan oleh guru, begitupun ketika guru mengajukan pertanyaan, peserta didik cenderung serentak dalam menjawab dan itu pun hanya beberapa peserta didik, terlihat pula beberapa peserta didik yang membuka handphone, dan berbicara atau ngobrol dengan teman sebangku. Begitupun saat mengerjakan Lembar kerja Siswa (LKS) yang hanya didominasi oleh beberapa anggota kelompok saja, anggota lainnya hanya melihat anggota yang lain mengerjakan. Sampai dengan jam pelajaran selesai, tidak terlihat proses peserta didik mengkomunikasikan atau mempresentasikan hasil kerja kelompok. Pengerjaan LKS dilanjutkan di rumah dan dikumpulkan pada pertemuan berikutnya. Sebelum membubarkan peserta didik, guru memberikan tes evaluasi dengan soal berbentuk pilihan ganda berjumlah lima soal guna menilai kemampuan peserta didik dalam memahami materi pelajaran. Selain melakukan pengamatan kelas, pada hari dan tanggal yang sama, peneliti melakukan juga kegiatan wawancara kepada guru dan peserta didik setelah selesai pelaksanaan kegiatan pembelajaran. Pada saat wawancara dengan guru, penulis mendapatkan keterangan bahwa guru merasa model pembelajaran yang diterapkan masih kurang efektif, masih banyak peserta didik yang sibuk dengan kegiatannya sendiri dan kurang memperhatikan penjelasan yang disampaikan oleh guru, alokasi yang dimiliki untuk pelajaran geografi pun dinilai guru masih kurang, yaitu 2 x 45 menit dalam satu kali pertemuan selama seminggu, padahal materi yang harus disampaikan sangat banyak. Hal yang sama dikemukakan oleh peserta didik pada saat wawancara, mereka berpendapat bahwa materi pelajaran geografi itu terlalu banyak dan mereka merasa kesulitan dalam menghafal semua materi yang diajarkan bahkan mengenai konsep-konsep dalam pelajaran geografi. Seperti yang dikemukakan oleh Sudaryono (2007), bahwa:

4 Pemahaman terhadap geografi itu sering terganggu karena kurangnya penjabaran terhadap konsep-konsep dalam kajian geografi. Melalui penjabaran secara kontekstual dan operasional terhadap setiap konsep yang dikemukakan, maka pemahaman tentang geografi dapat dicapai seperti yang diharapkan. Hal-hal diatas mengugkapkan bahwa dalam pelaksanaan pembelajaran geografi dinilai masih kurang efektif, memiliki kecenderungan pada metode tertentu, dan kadang-kadang tidak memperhatikan tingkat kemampuan peserta didik dalam memahami informasi yang disampaikan. Selain itu, peserta didik kurang aktif dalam proses belajar, peserta didik lebih banyak mendengar dan menulis, menyebabkan isi pelajaran sebagai hafalan sehingga peserta didik tidak memahami konsep yang sebenarnya, pembelajaran lebih berpusat pada guru sehingga peserta didik kurang kreatif, materi serta sumber belajar yang digunakan masih kurang, serta penggunaan media pembelajaran yang kurang optimal. Selain itu, berdasarkan pengalaman mengajar guru mata pelajaran geografi, guru menilai bahwa materi Hakekat Geografi merupakan materi yang dianggap paling sulit oleh peserta didik dalam mempelajari pelajaran geografi. Hal itu karena melihat perolehan nilai peserta didik dalam ulangan harian materi Hakekat Geografi yang mendapat nilai rata-rata dibawah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) dan secara keseluruhan tidak ada satu orang pun peserta didik yang mendapat nilai diatas KKM. Pernyataan guru tersebut didukung dengan data sekunder yang dimiliki guru mengenai nilai ulangan harian peserta didik, baik pada tahun ajaran 2011-2012 maupun pada tahun ajaran 2012-2013. Pada hasil yang diperoleh oleh peserta didik pada ulangan harian mata pelajaran geografi materi Hakekat Geografi, dapat terjelaskan bahwa pada tahun pelajaran 2011-2012 dengan KKM 70, didapat nilai dengan rata-rata 45,97 dan pada tahun pelajaran 2012-2013 dengan KKM 75, didapat nilai dengan rata-rata 49,78. Hal demikian mengungkapkan bahwa perolehan nilai peserta didik masih jauh dibawah KKM yang telah ditetapkan oleh sekolah. Perolehan nilai ulangan geografi yang masih di bawah KKM dan masih adanya peserta didik yang mendapatkan nilai dibawah KKM menunjukkan bahwa peserta didik kurang paham tentang materi pelajaran. Hasil pengamatan data sekunder tersebut

5 menunjukkan bahwa peserta didik masih kesulitan dalam memahami konsep geografi sehingga berpengaruh pada hasil belajar yang dicapainya. Materi Hakekat Geografi merupakan materi yang diberikan pada awal pelajaran geografi di SMA dan merupakan dasar dalam memahami ilmu geografi yang berisi pengertian geografi, konsep-konsep geografi, pendekatan geografi, aspek-aspek geografi, prinsip-prinsip geografi dan manfaat ilmu geografi. Seperti yang dikemukakan oleh Waluya (2009), bahwa dengan mempelajari tentang hakekat geografi sebagai disiplin ilmu dan manfaatnya bagi kehidupan manusia di permukaan bumi, diharapkan peserta didik memahami berbagai konsep, pendekatan, dan prinsip yang digunakan dalam ilmu geografi, serta ruang lingkup yang menjadi kajiannya. Selain itu, materi Hakekat Geografi merupakan materi yang dapat mengarahkan peserta didik untuk lebih memahami gejala-gejala yang ada dalam kehidupan sehari-hari. Hal tersebut sesuai dengan tujuan dalam pembelajaran geografi yang dilihat dari aspek keterampilan yaitu mengembangkan keterampilan mengumpulkan, mencatat data dan informasi yang berkaitan dengan aspek-aspek keruangan serta mampu mengembangkan keterampilan analisis, sintesis dan kecenderungan dan hasil-hasil interaksi berbagai gejala geografis (Depdiknas: 2004). Sejalan dengan itu, Sudaryono (2007) mengemukakan, Tujuan pengajaran geografi adalah mengembangkan kemampuan berpikir geografis, untuk dapat melihat dan memahami interaksi dan interrelasi keruangan dari gejala-gejala fisikal maupun sosial, serta memiliki pengetahuan dan keterampilan teknologi di bidang geografi, untuk diterapkan dalam kegiatan produksi dan pelayanan kepada masyarakat. Tujuan tersebut tentu tidak akan pernah tercapai tanpa adanya pemahaman terhadap geografi secara benar. Maka dari itu, keterampilan dalam memahami konsep materi pelajaran geografi perlu diterapkan dalam pembelajaran geografi agar peserta didik cepat tanggap dan dapat memecahkan masalah dalam pembelajaran. Kemampuan memahami konsep materi pelajaran diperlukan karena kemampuan tersebut dapat memberikan arahan yang tepat dalam berpikir dan bekerja sehingga mendapat pemecahan masalah yang akurat. Orang yang dapat

6 memahami suatu konsep dengan baik mampu memberikan argumen yang logis berdasarkan pengetahuan yang dimilikinya sehingga mampu menghadapi berbagai tantangan yang dihadapinya dalam kehidupan di lingkungan sekolah, masyarakat maupun negara. Berdasarkan data yang telah diperoleh, mulai dari pengamatan kelas, hasil wawancara guru dan peserta didik serta data sekunder nilai ulangan harian mata pelajaran geografi pada materi Hakekat Geografi didapat hasil bahwa dalam proses pembelajaran di kelas, mata pelajaran geografi dianggap sebagai mata pelajaran yang mengandung banyak istilah-istilah yang sulit dihapal oleh peserta didik, model pembelajaran yang digunakan oleh guru dalam mengajar kurang mengedepankan kemampuan peserta didik dalam memahami konsep yang ada pada pelajaran geografi, pencapaian hasil belajar peserta didik pada ulangan harian menunjukkan tingkat pemahaman peserta didik yang rendah terhadap materi pelajaran. Kondisi seperti diatas tidak dapat dibiarkan secara terus menerus, untuk itu diperlukan upaya yang harus dilakukan agar pembelajaran lebih mengutamakan kemampuan peserta didik dalam memahami konsep geografi, bukan hanya menghafal materi pelajaran seperti yang dikemukakan oleh peserta didik. Hal ini menunjukkan perlu adanya usaha guru untuk lebih meningkatkan kualitas pembelajaran geografi. Salah satunya dengan memilih model pembelajaran yang bisa mengatasi permasalahan peserta didik yang kesulitan dalam memahami materi pelajaran. Model pembelajaran yang dipilih adalah model pembelajaran yang benar-benar menekankan pada aspek pemahaman konsep sehingga peserta didik dapat memahami materi pelajaran dengan baik. Dalam upaya memahami konsep tersebut diharapkan peserta didik sendirilah yang dengan aktif membentuknya bukan hasil dari meniru atau menghapal apa yang dijelaskan oleh guru. Peserta didik memperoleh pengetahuan berupa pemahaman konsep melalui pengenalan konsep pada benda atau fenomena yang konkrit dan pengalaman mereka sendiri yang dapat berupa kegiatan mengenali, mengeksplorasi, dan kemudian mengaplikasikan konsep tersebut dalam kehidupan sehari-hari.

7 Perubahan dalam proses pembelajaran geografi perlu dilakukan, hal ini karena melihat dalam dua tahun pelajaran secara berturut-turut, khususnya pelajaran geografi di SMA Negeri 4 Bandung, yakni tahun ajaran 2011-2012 dan 2012-2013 pada materi Hakekat Geografi memperlihatkan hasil belajar peserta didik yang kurang memuaskan. Sehingga, agar hal tersebut tidak terulang kembali pada tahun ini, yaitu pada tahun ajaran 2013-2014 diperlukan adanya solusi yang tepat untuk memperbaiki proses pembelajaran geografi agar peserta didik kelas X mampu memahami konsep geografi dengan baik dan mendapatkan hasil belajar yang maksimal. Misalnya, dengan menggunakan model pembelajaran yang dapat meningkatkan pemahaman peserta didik terhadap konsep ilmu geografi. Model pembelajaran yang memiliki kriteria seperti yang dikemukakan diatas adalah model pembelajaran Search, Solve, Create, and Share (SSCS). Oleh karena itu, pada penelitian ini, peneliti akan melakukan penelitian pada pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Search, Solve, Create, and Share (SSCS). Model pembelajaran Search, Solve, Create, and Share (SSCS) adalah model pembelajaran yang menggunakan pendekatan problem solving (Ramson: 2010). Model ini didesain untuk meningkatkan pemahaman terhadap konsep ilmu. Model pembelajaran Search, Solve, Create, and Share (SSCS) melibatkan peserta didik dalam menyelidiki sesuatu, membangkitkan minat bertanya serta memecahkan masalah nyata. Pizzini (Ramson, 2010) menjelaskan bahwa terdapat empat tahapan dalam model ini, yaitu tahapan Search, tahapan Solve, tahapan Create, dan tahapan Share. Pada tahap search peserta didik mengajukan pertanyaan-pertanyaan penyelidikan tentang topik yang mereka sukai untuk diselidiki. Selanjutnya pada tahap solve peserta didik membuat desain untuk rancangan yang akan digunakan untuk penyelidikan tersebut. Setelah melakukan penyelidikan, peserta didik melakukan analisa dan menginterpretasikan data yang diperolehnya. Peserta didik selanjutnya menentukan cara yang akan digunakan untuk mengkomunikasikan temuannya, dan tahap ini merupakan tahap create. Tahap terakhir dalam model

8 pembelajaran SSCS adalah share. Pada tahap ini peserta didik membagi atau memberikan hasil dan evaluasi dari penyelidikan yang dilakukannya. Model pembelajaran SSCS ini sudah dikaji oleh Ramson (2010), dalam skripsinya yang berjudul Model Pembelajaran Search, Solve, Create, and Share (SSCS) untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep dan Keterampilan Berpikir Kritis Peserta didik SMP Pada Topik Cahaya, yang menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran SSCS berpengaruh lebih baik terhadap kemampuan pemahaman konsep dan berpikir kritis peserta didik dari pada pembelajaran secara konvensional. Selain itu, Rifani (2013) juga mengkaji dalam tesisnya yang berjudul Pengaruh Model Pembelajaran Learning Cycle dan Model Pembelajaran Search, Solve, Create, and Share (SSCS) terhadap Pemahaman Konsep Pada Pembelajaran Geografi di SMA (Studi Eksperimen Kelas XI di SMAN 1 Cihaurbeuti, Ciamis) mengungkapkan bahwa penerapan model pembelajaran Search, Solve, Create, and Share (SSCS) dapat meningkatkan pemahaman konsep peserta didik dan meningkatkan efektifitas aktifitas peserta didik dalam pembelajaran yang tercermin dalam pertemuan kesatu, kedua, dan ketiga yang mengalami perkembangan ke arah yang lebih baik. Salah satu penelitian yang dapat memberikan perbaikan pada proses belajar mengajar adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Penelitian Tindakan Kelas (PTK) menerapkan suatu bentuk penelitian yang bersifat reflektif sehingga mendorong untuk dilakukannya perbaikan, tindakan perbaikan yang tepat dan didukung melalui suatu model yang dapat mendukung upaya peningkatan pemahaman konsep pada peserta didik. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan di atas, maka penelitian ini mengangkat judul Penerapan Model Pembelajaran Search, Solve, Create, and Share (SSCS) untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Peserta didik Kelas X IPS 1 SMA Negeri 4 Bandung (Penelitian Tindakan Kelas Pada Mata Pelajaran Geografi Materi Hakekat Geografi)

9 Rumusan masalah diatas dapat dijabarkan menjadi pertanyaan-pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimana penerapan Model Pembelajaran Search, Solve, Create, and Share (SSCS) pada proses pembelajaran geografi di kelas X IPS 1? 2. Apakah penggunaan Model Pembelajaran Search, Solve, Create, and Share (SSCS) dapat meningkatkan pemahaman konsep peserta didik kelas X IPS 1 pada indikator translasi, interpretasi, dan ekstrapolasi? 3. Apa saja kendala penerapan Model Pembelajaran Search, Solve, Create, and Share (SSCS) pada proses pembelajaran geografi di kelas X IPS 1? 1.3 Tujuan Penelitian Secara umum, tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah mengetahui gambaran mengenai penerapan model pembelajaran Search, Solve, Create, and Share (SSCS) untuk meningkatkan pemahaman konsep peserta didik pada proses pembelajaran geografi di kelas X IPS 1. Secara khusus, penelitian ini bertujuan: 1. Untuk mendeskripsikan penerapan Model Pembelajaran Search, Solve, Create, and Share (SSCS) pada proses pembelajaran geografi di kelas X IPS 1. 2. Untuk meningkatkan pemahaman konsep peserta didik kelas X IPS 1 pada indikator translasi, interpretasi, dan ekstrapolasi dengan menggunakan Model Pembelajaran Search, Solve,Create, and Share (SSCS). 3. Untuk mengidentifikasi kendala yang ditemukan dalam penerapan Model Pembelajaran Search, Solve, Create, and Share (SSCS) pada proses pembelajaran geografi di kelas X IPS 1. 1.4 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan yang berarti dan sebagai sumbangan pemikiran terhadap berbagai pihak, baik secara teoritis maupun praktis, yakni: 1.4.1 Manfaat Teoritis

10 Dengan diterapkannya model pembelajaran Search, Solve, Create, and Share (SSCS) dapat membantu guru menghasilkan pengetahuan yang shahih dan relevan bagi kelas mereka dan untuk memperbaiki mutu pembelajaran dalam jangka pendek. 1.4.2 Manfaat Praktis a. Bagi Peserta Didik 1. Memberikan pengalaman belajar yang secara langsung dirasakan saat pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Search, Solve,Create, and Share (SSCS). 2. Meningkatnya kemampuan peserta didik dalam translasi, interpretasi, dan ekstrapolasi konsep dalam pembelajaran geografi. 3. Mengembangkan pola berfikirnya dalam pembelajaran geografi. 4. Meningkatkan hasil belajar pada mata pelajaran geografi. b. Bagi Guru atau Pendidik, dapat memberikan inovasi baru kepada guru dan pendidik lainnya dalam model pengajaran yang nantinya akan digunakan saat kegiatan belajar mengajar. Dengan demikian tujuan pembelajaran dan proses pembelajaran berhasil dan lebih efektif. c. Bagi sekolah, diharapkan dapat dijadikan sebagai alternatif model pembelajaran dan memberikan kontribusi terhadap pencapaian Standar Kelulusan sehingga dapat meningkatkan prestasi sekolah. d. Bagi guru lain, termotivasi untuk melakukan peningkatan kualitas belajar peserta didik melalui tindakan kelas. e. Bagi peneliti, yaitu sebagai calon pendidik dapat memperoleh pengalaman baru dalam proses perbaikan pembelajaran, khususnya dalam meningkatkan kemampuan pemahaman konsep peserta didik. 1.5 Penjelasan Istilah 1.5.1 Model Pembelajaran Search, Solve, Create, and Share (SSCS)

11 Model pembelajaran Search, Solve, Create, and Share (SSCS) adalah model pembelajaran yang memakai pendekatan Problem Solving, didesain untuk meningkatkan pemahaman terhadap konsep ilmu. Model pembelajaran SSCS melibatkan peserta didik dalam menyelidiki sesuatu, membangkitkan minat bertanya, mengungkapkan argumen atau jawaban sementara, serta memecahkan masalah-masalah yang nyata. Penggunaan model pembelajaran SSCS ini terdiri dari empat fase, yakni fase Search, fase Solve, fase Create, dan fase Share. 1.5.2 Pemahaman Konsep Pemahaman konsep yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kemampuan peserta didik dalam memahami konsep-konsep baik dalam translasi, interpretasi, dan ekstrapolasi konsep. Setelah mengamati penjelasan diatas mengenai model pembelajaran Search, Solve, Create, and Share (SSCS) dan Pemahaman Konsep beserta indikatorindikatornya, peneliti akan mencoba menerapkan model pembelajaran tersebut pada topik Hakekat Geografi di kelas X IPS 1, untuk mengetahui pemahaman konsep pada peserta didik. Masing-masing indikator yang dicapai oleh peserta didik untuk peningkatan kemampuan pemahaman peserta didik dalam memahami suatu konsep ilmu dapat dilihat dari jawaban peserta didik pada tugas kelompok dan tes yang diberikan di akhir pembelajaran. 1.6 Struktur Organisasi Skripsi Struktur organisasi skripsi berisi rincian tentang urutan penulisan dari setiap bab dan bagian bab dalam skripsi, yakni dari bab 1 sampai dengan lampiran. Struktur organisasi dalam skripsi ini, antara lain: BAB I Pendahuluan Menguraikan latar belakang masalah penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan penjelasan istilah. BAB II Kajian Teori

12 BAB III BAB IV BAB V Menguraikan berbagai kajian teori yang terkait dengan permasalahan yang diambil, meliputi model pembelajaran Search, Solve, Create, and Share (SSCS) dan pemahaman konsep serta hipotesis tindakan. Metode Penelitian Menjelaskan mengenai beberapa hal yang berkaitan dengan kegiatan ataupun proses yang ditempuh dalam penelitian. Sehubungan dengan hal tersebut, bab ini meliputi beberapa penjelasan mengenai setting penelitian, faktor-faktor yang diteliti/ aspek yang dikaji, metode penelitian, desain penelitian, prosedur penelitian, penjelasan istilah, instrumen penelitian, teknik pengumpulan data, analisis data, dan indikator keberhasilan. Hasil dan Pembahasan Membahas pengolahan atau analisis data untuk menghasilkan temuan yang berkaitan dengan masalah penelitian, pernyataan penelitian, tujuan penelitian, dan pembahasan dan atau analisis temuan. Kesimpulan dan Saran Menyajikan penafsiran dan pemaknaan peneliti terhadap hasil analisis temuan penelitian dan saran yang diberikan dari hasil penelitian.