PELAKSANAAN PROGRAM PEMANTAUAN LINGKUNGAN H M M C J WIRTJES IV ( YANCE ) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara



dokumen-dokumen yang mirip
BAB III LANDASAN TEORI

Mata Ajaran : Manajemen Lingkungan Rumah Sakit Topik : Lingkungan Hidup & Sistem Manajemen Lingkungan RS Minggu Ke : II

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG BAKU MUTU LINGKUNGAN HIDUP DAN KRITERIA BAKU KERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP

BUPATI KEPULAUAN MERANTI PROVINSI RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 26 TAHUN 2010 TENTANG

Departemen Administrasi & Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA KEPUTUSAN GUBERNUR PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR : 5 TAHUN 2003

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG

PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA. Bab II

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

Pendekatan Pengelolaan Lingkungan. Investigasi Kerusakan Lingkungan. PengelolaanLingkunganHidup:

H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP

H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP

H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP

Dasar Hukum yang Digunakan dalam Penyusunan Dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL)

BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PELINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

Ikhtisar Eksekutif TUJUAN PEMBANGUNAN LINGKUNGAN HIDUP

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2008 NOMOR 7 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KERINCI NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG

KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 63 TAHUN 2001 TENTANG

KERANGKA ACUAN KERJA (KAK)

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR : 515 TAHUN : 2001 SERI : C PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 13 TAHUN 2001 TENTANG PENGENDALIAN LIMBAH

BUPATI BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 40 TAHUN 2008 TENTANG

BUPATI BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG IZIN LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR,

WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BLITAR TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG IZIN LINGKUNGAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2017 NOMOR : 27

GUBERNUR SULAWESI BARAT

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 066 TAHUN 2017

WALIKOTA JAMBI PROVINSI JAMBI

C. BIDANG LINGKUNGAN HIDUP SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URAIAN

PERATURAN DAERAH KOTA PRABUMULIH NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGENDALIAN PEMBUANGAN LIMBAH CAIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PRABUMULIH

PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG PENGELOLAAN, PENGENDALIAN LINGKUNGAN DAN LIMBAH CAIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI KEBUMEN PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 87 TAHUN 2008 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 19

PEMBINAAN PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN DI PROVINSI DKI JAKARTA

BAB 1 : PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-undang Kesehatan nomor 36 tahun 2009 menyatakan

Makalah Baku Mutu Lingkungan

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : KEP-42/MENLH/10/1996 TENTANG BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN MINYAK DAN GAS SERTA PANAS BUMI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II KUTAI NOMOR 23 TAHUN 1998 TENTANG

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang Kesehatan RI Nomor 36 Tahun 2009 menyatakan bahwa

PEMBINAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN DI PROVINSI DKI JAKARTA

BUPATI JOMBANG PROVINSI JAWA TIMUR

BAB V RENCANA PROGRAM, KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA DAN KELOMPOK SASARAN

DAMPAK PEMBANGUNAN PADA KUALITAS UDARA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HALMAHERA TIMUR NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG IZIN PEMBUANGAN LIMBAH CAIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP. Baku Mutu Air Limbah. Migas. Panas Bumi.

PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 52 TAHUN 2011 TENTANG IJIN PEMBUANGAN DAN/ATAU PEMANFAATAN AIR LIMBAH DI KABUPATEN CILACAP

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1990 TENTANG BADAN PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN

BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

STANDAR KOMPETENSI MANAJER PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR. 1. Kualifikasi : Penanggung Jawab Pengendalian Pencemaran Air 2. Definisi

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP-15/MENLH/4/1996 TENTANG PROGRAM LANGIT BIRU MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 45 Tahun 1997 Tentang : Indeks Standar Pencemar Udara

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 9 TAHUN 2003 TENTANG

TATA CARA PENILAIAN KETAATAN DAN PENILAIAN KINERJA LEBIH DARI KETAATAN

Peraturan perundangan mengenai lingkungan hidup

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Air merupakan komponen lingkungan yang penting bagi kehidupan yang

Peraturan...

IZIN PEMBUANGAN LIMBAH CAIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUARA ENIM,

Globalisasi perekonomian menimbulkan pencemaran dan memunculkan kepedulian terhadap lingkungan. ISO mengembangkan standar spesifik lingkungan bagi

AMDAL PERTAMBANGAN I. UMUM

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 2 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG

VII. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DAN BAKU MUTU LINGKUNGAN

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

H. URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DI BIDANG LINGKUNGAN HIDUP

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN MOJOKERTO

BUPATI TANA TORAJA PROVINSI SULAWESI SELATAN

Geografi LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN II. K e l a s. xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013

BUPATI JOMBANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG IZIN PEMBUANGAN AIR LIMBAH DAN PEMANFAATAN AIR LIMBAH

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

LEMBARAN DAERAH KOTA DEPOK PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

BADAN LINGKUNGAN HIDUP PROVINSI JAWA TENGAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI RAWAS NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG PENGENDALIAN PEMBUANGAN AIR LIMBAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

DAFTAR PERATURAN PERUNDANGAN LINGKUNGAN HIDUP

WALIKOTA PASURUAN SALINAN PERATURAN WALIKOTA NOMOR 69 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN LINGKUNGAN HIDUP

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

NOMOR : 101 TAHUN 2007 NOMOR : B/5576/VII/2007/Datro NOMOR : B-3845/0.1/GP/06/2007 NOMOR : Kep-41B/PPLH-R.eg.4/06/2007 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. secara besar besaran, maka akan terjadi perubahan ekosistem yang mendasar. Agar

KEPUTUSAN GUBERNUR KEPALA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR : 157A/KPTS/1998

BUPATI SIGI PROVINSI SULAWESI TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

Seminar Nasional. Basri. Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Riau ABSTRAK

BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 31 TAHUN 2008 TENTANG RINCIAN TUGAS DAN FUNGSI KANTOR LINGKUNGAN HIDUP KABUPATEN SUKAMARA

Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 1999 Tentang : Pengendalian Pencemaran Dan/Atau Perusakan Laut

Transkripsi:

PELAKSANAAN PROGRAM PEMANTAUAN LINGKUNGAN H M M C J WIRTJES IV ( YANCE ) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara A. Dasar Pemikiran Sejak satu dasawarsa terakhir masyarakat semakin menyadari pentingnya upaya mengatasi masalah-masalah lingkungan hidup. Di antara masalah-masalah lingkungan yang banyak mendapat perhatian publik adalah keterbatasan ketersediaan sumber daya alam, penurunan kualitas lingkungan yang disebabkan oleh tingginya tingkat pencemaran, eksploitasi sumber daya alam secara berlebihan. Jika masalah tersebut tidak segera diatasi dapat mengancam kelangsungan pembangunan. Untuk menjamin tercapainya kesinambungan pembangunan dikembangkan konsep Pembangunan Berkelanjutan. Penerapan konsep Pembangunan Berkelanjutan membutuhkan beberapa persyaratan, antara lain : 1. Perangkat Hukum dan Peraturan Perundang-undangan. Sampai saat ini Indonesia telah memiliki perangkat hukum lingkungan yang memadai, seperti berbagai Undang-undang, Peraturan Pemerintah (PP), Keputusan Presiden (KEPRES), Keputusuan Menteri (KEPMEN) dan Peraturan Daerah (PERDA) yang mengatur pengelolaan lingkungan hidup. 2. Perangkat Kelembagaan. Saat ini Indonesia juga telah memiliki lembaga yang bersifat teknik operasional dalam mengelola lingkungan, baik pada tingkat nasional, regional maupun daerah, yaitu BAPEDAL Pusat, BAPEDAL Regional, BAPEDALDA Propinsi, BAPEDALDA Kabupaten dan Kota. 3. Ketersediaan Sumber Daya Manusia. Untuk menghasilkan sumber daya manusia dalam bidang pengelolaan lingkungan, sejak dua dasawarsa terakhir beberapa Universitas Negeri terkemuka telah menyelenggarakan Program Studi Ilmu Lingkungan, baik pada tingkat Strata Satu (S1) maupun tingkat Strata Dua dan Strata Tiga (Pasca Sarjana). Walaupun segala persyaratan di atas telah dipenuhi namun tidak menjamin terlaksananya gagasan pembangunan berkelanjutan. Hal ini terlihat dari banyaknya kasus-kasus lingkungan yang dikeluhkan oleh masyarakat, pengamat dan pencinta lingkungan yang diungkapkan oleh berbagai media massa. Skala besaran dan frekuensi terjadinya kasus linkungan selalu mengalami peningkatan, hal ini sejalan dengan semakin meningkatnya kegiatan pembangunan di segala bidang sebagai upaya memenuhi berbagai kebutuhan hidup, terutama pelaksanaan pembangunan yang tidak berwawasan lingkungan. Menurut berbagai hasil kajian selama ini, kondisi di atas disebabkan oleh : 1. Lemahnya upaya penegakan hukum di bidang lingkungan. 2. Belum berjalannya mekanisme pemantauan lingkungan yang bersifat rutin. Secanggih apapun dokumen AMDAL atau dokumen Audit Lingkungan yang dihasilkan tanpa upaya pemantauan yang sistematis dan terjadwal tidak banyak manfaatnya. Secara umum kelemahan utama pihak Pemrakarsa (pemilik/pengelola usaha) selama ini adalah mengabaikan aspek pemantauan. Perbaikan sistem hanya dapat dilaksanakan setelah dilakukan evaluasi, dan evaluasi hanya dapat dilakukan berdasarkan hasil pemantauan rutin. Oleh karena itu upaya pemantauan lingkungan memiliki peran strategis didalam sistem pengelolaan lingkungan, disamping upaya penegakan hukum. Melihat pentingnya 1

aspek pemantauan di dalam sistem pengelolaan lingkungan, dengan ini kami mengembangkan konsep pemantauan lingkungan yang bersifat komphrehensif dan menawarkannya kepada Pemeritah Daerah dan para pelaku bisnis di Sumatera Utara. B. Definisi Konseptual Pemantauan lingkungan adalah proses pengamatan, pencatatan, pengukuran, pendokumentasian secara verbal dan visual menurut prosedur standard tertentu terhadap satu atau beberapa komponen lingkungan dengan menggunakan satu atau beberapa parameter sebagai tolok ukur yang dilakukan secara terencana, terjadwal dan terkendali dalam satu siklus waktu tertentu. C. Landasan Hukum Kegiatan Pemantauan Lingkungan 1. Undang-undang RI Nomor 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. 2. Peraturan Pemerintah RI Nomor 20 Tahun 1990 Tentang Pengendalian Pencemaran Air. 3. Peraturan Pemerintah RI Nomor 18 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Beracun (B3). 4. Peraturan Pemerintah RI Nomor 19 Tahun 1999 Tentang Pengendalian Pencemaran Udara dan/atau Perusakan Laut. 5. Peraturan Pemerintah RI Nomor 27 Tahun 1999 Tentang AMDAL. 6. Peraturan Pemerintah RI Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Pengendalian Pencemaran Udara. D. Ciri Khas Pemantauan Lingkungan 1. Dilakukan secara terencana dan terkendali. 2. Setiap perlakuan didokumentasi secara verbal dan visual. 3. Dilakukan menurut prosedur metodologi ilmiah yang ketat. 4. Menggunakan instrumen pengukuran yang standard dan sesuai. 5. Dilakukan dengan frekuensi dan siklus waktu tertentu yang tetap. E. Fungsi Pemantauan Lingkungan Pemantauan lingkungan berfungsi sebagai alat evaluasi terhadap mekanisme kerja suatu sistem pengelolaan lingkungan. F. Manfaat Pemantauan Lingkungan 1. Dapat mengetahui keunggulan dan kelemahan mekanisme kerja suatu sistem pengelolaan lingkungan. 2. Dapat memonitor secara dini perubahan kualitas lingkungan. 3. Memperkecil risiko dan potensi gugatan hukum dari pihak eksternal tehadap dampak kegiatan dan kehandalan sistem pengelolaan lingkungan yang dijalankan. 4. Dapat menguji ketepatan prediksi dampak kegiatan dan menyempurnakan rekomendasi mitigasi dampak dari sistem pengelolaan lingkungan yang dijalakan. 5. Menjadi alat bukti dalam menilai ketaatan/kepatuhan pemrakarsa/penanggung jawab kegiatan terhadap peraturan perundangundang. 6. Dapat mendeteksi secara dini kerusakan/gangguan pada sistem operasi dan dampaknya terhadap kualitas lingkungan. 7. Meningkatkan citra baik perusahaan di kalangan pemerintah, konsumen, mitra bisnis dan masyarakat. 2

G. Jenis-jenis Pemantauan Lingkungan Diantara berbagai jenis pemantauan lingkungan yang dikenal sampai saat ini, ada tiga jenis pemantauan lingkungan yang paling banyak dilakukan yaitu : 1. Pematauan Kualitas Efluen (limbah) Limbah adalah bahan keluaran berbentuk benda padat, cair dan gas yang dihasilkan dari suatu sistem proses produksi. Menurut jenisnya limbah digolongkan kedalam beberapa kategori yaitu limbah organik, limbah anorganik, limbah radioaktif. Pada umumnya limbah yang tidak dikelola dengan baik dapat menurunkan kualitas lingkungan. Volume limbah dari suatu sistem produksi dapat dikurangi dengan cara : (1). Pengurangan dan penggunaan bahan baku dan bahan campuran secara efisien (reduce), (2). Penggunaan kembali (reuse), (3). Daur ulang (recycling), (4). Perolehan kembali materi dan energi (recovery), (5). Memperpanjang daur hidup materi (life cycle assessment), yang seluruhnya merupakan konsep minimisasi limbah. Kadar racun limbah dapat dikurangi dengan cara melakukan treatment tertentu. Beberapa teknik pengolahan limbah yang dikenal luas antara lain pengolahan secara biologis, mekanis, kimia dan radiasi. Untuk menjamin limbah yang dilepas ke alam bebas tidak membahayakan makhluk hidup dan untuk menjaga agar kualitas lingkungan tetap berada dalam batas yang ditoleransi, pemerintah menetapkan Baku Mutu Limbah yang boleh dilepas ke alam bebas. Baku mutu adalah ukuran kuantitatif yang menunjukkan batas maksimal kadar bahan yang dikandung di dalam beberapa parameter tertentu antara lain BOD, COD, ph dan Lemak. Untuk memperoleh kualitas limbah yang berada di bawah ambang batas baku mutu, harus dilakukan uapya pengelolaan yang memadai secara teknis. Untuk menilai hasil pengelolaan limbah perlu dilakukan upaya pemantauan lingkungan secara rutin. Tolok ukur yang digunakan untuk mengevaluasi kualitas efluen adalah : a. KEP-35/MEN LH/10/1993 Tentang Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor. b. KEP-13/MEN LH/3/1995 Tentang Baku Mutu Emisi Sumber Tidak Bergerak. c. KEP-51/MEN LH/10/1995 Tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Industri Lampiran B. d. KEP-52/MEN LH/10/1995 Tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Hotel. e. KEP-58/MEN LH/12/1995 Tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Rumah Sakit. f. KEP-42/MEN LH/10/1996 Tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Eksplorasi Dan Produksi Migas. g. KEP-48/MEN LH/11/1996 Tentang Baku Tingkat Kebisingan. h. KEP-49/MEN LH/11/1996 Tentang Baku Tingkat Getaran i. KEP-50/MEN LH/11/1996 Tentang Baku Tingkat Kebauan. 2. Pematauan Kualitas Ambien Ambien adalah komponen lingkungan seperti air, udara, tanah, flora dan fauna. Untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya semua makhluk hidup membutuhkan kualitas lingkungan hidup yang memadai. Limbah yang dihasilkan dari suatu proses produksi kemudian dilepas ke alam bebas tanpa melalui suatu proses pengolahan, dapat menurunkan kualitas lingkungan. Jika kualitas lingkungan sudah sedemikian buruk dapat mengancam kelangsungan hidup organisme. Oleh karena itu setiap limbah yang akan di lepas ke alam bebas harus diolah terlebih dahulu. Untuk menjaga kualitas lingkungan agar tetap berada dalam batas toleransi, pemerintah menetapkan berbagai Baku Mutu Lingkungan Ambien seperti Baku Mutu Udara, Baku Mutu Air, Baku Mutu Kebisingan. Baku mutu air terkait dengan penggolongan air menurut peruntukannya. Ada beberapa golongan peruntukan air yaitu air 3

golongan A (air yang dapat langsung digunakan untuk keperluan hidup sehari-hari), golongan B (air yang dapat digunakan untuk keperluan hidup sehari-hari setelah melalui proses pengelolaan), golongan C (air yang digunakan untuk keperluan irigasi dan budidaya biota air), dan golongan D (di luar peruntukan A, B dan C misalnya untuk industri). Air golongan A memiliki kualitas terbaik dari air golongan D memiliki kualitas terburuk. Suatu badan air yang belum ditentukan golongannya, otomatis dianggap sebagai air golongan B. untuk menentukan apakah suatu badan air telah tercemar perlu diperhatikan beberapa variabel yaitu debit limbah, debit badan air penerima, beban pencemaran maksimum, baku mutu air yang dikaitkan dengan penggolongan air menurut peruntukannya. Untuk mencegah agar tidak terjadi kondisi tercemar, perlu dilakukan pemantauan rutin terhadap kualitas limbah yang dihasilkan dan badan air penerima. Tolok ukur yang digunakan untuk mengevaluasikan kualitas ambien adalah : a. PP 20 Tahun 1990 Tentang Pengendalian Pencemaran Air. b. KEP-43/MEN LH/10/1996 Tentang Kriteria Kerusakan Lingkungan Bagi Usaha Atau Kegiatan Penambangan Bahan Galian Golongan C Jenis Lepas Di Daratan. c. PP 19 Tahun 1999 Tentang Pengendalian Pencemaran Udara dan/atau Perusakan Laut. d. PP 41 Tahun 1999 Tentang Pengendalian Pencemaran Udara. 3. Pematauan Pelaksanaan Rekomendasi RKL dan RPL Dokumen AMDAL terdiri dari 4 bagian yang merupakan suatu kesatuan dan saling berhubungan yaitu Kerangka Acuan (KA), Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL), Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL), Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL). Sebagian besar perusahaan yang telah memiliki dokumen AMDAL tidak melaksanakan seluruh rekomendasi/arahan yang terdapat di dalam dokumen RKL, RPL dan hal itu telah menyebabkan timbulnya masalah pencemaran/perusakan linkungan. Untuk mencegah terjadinya pencemaran dan perusakan lingkungan, seluruh rekomendasi dan arahan yang terdapat di dalam RKL dan RPL harus dilaksanakan. Pelaksanaan rekomendasi/arahan RKL dan RPL harus dievaluasi dan jika terdapat kekeliruan rekomendasi harus diperbaiki. Untuk kepentingan evaluasi tersebut, instrumen yang sangat berperan adalah pemantauan lingkungan secara rutin. Untuk memastikan bahwa rekomendasi RKL dan RPL telah dilaksanakan adalah adanya laporan pemantauan pelaksaan RKL dan RPL yang disusun berdasarkan KEPKA BAPEDAL-105/1997 Tentang Pemantauan Pelaksanaan RKL dan RPL. H. Ruang Lingkup Kegiatan Pemantauan Lingkungan 1. Menyusun rencana kerja pemantauan lingkungan. 2. Menentukan aspek, komponen, dampak dan parameter lingkungan yang akan dipantau. 3. Menyusun prosedur pelaksanaan pemantauan yang sesuai dengan prosedur standard operasi. 4. Membuat format-format dan formulir pemantuan serta mengisinya dengan data yang relevan. 5. Membuat buku jurnal harian dan bulanan serta format berita acara kegiatan pemantauan. 6. Melakukan pengukuran terhadap parameter lingkungan yang dipantau. 7. Melakukan pemeriksaan laboratorium terhadap sampel efluen dan ambien. 8. Membuat sistem informasi lingkungan. 9. Mengelola dan menganalisis data. 10. Menyusun laporan bulanan dan rekomendasi kepada pimpinan perusahaan. 4

11. Menyusun laporan per triwulan kepada, BAPEDALDA Kabupaten dan Kota, BAPEDALDA Propinsi, BAPEDAL Regional dan BAPEDAL Pusat. I. Tahap-tahap Pelaksanaan Pemantauan Lingkungan 1. Survey dan sosialisasi program. 2. Menyusun rencana kerja, kerangka acuan dan format pemantauan lingkungan. 3. Pelaksanaan pemantauan lingkungan. 4. Evaluasi pelaksanaan pemantauan lingkungan. 5. Improvement/penyempurnaan program pemantauan lingkungan. J. Ruang Lingkup Tugas Konsultan Dalam Pemantauan Lingkungan Tugas konsultan dalam pemantauan lingkungan di perusahaan-perusahaan meliputi aspek perencanaan, supervisi dan advisory terhadap seluruh ruang lingkup tugas pemantauan lingkungan. Untuk melaksanakan tugas tersebut konsultan bekerja berdasarkan Kerangka Acuan dan Kontrak Perjanjian Kerja Sama denga pihak perusahaan. Perusahaan-perusahaan yang menjadi klien dari konsultan meliputi perusahaan yang bergerak dalam bidang : - Industri Manufacture - Agro Industri - Industri Jasa - Industri Pertambangan - Jasa Kontruksi Mitra kerja konsultan dalam kegiatan pemantauan lingkungan adalah BAPEDAL Pusat, BAPEDAL Regional, BAPEDALDA Propinsi, BAPEDALDA Kabupaten dan Kota, dan Laboratorium Rujukan. K. Laporan Pelaksanaan Pemantauan Lingkungan Ada dua jenis laporan pelaksanaan pemantauan lingkungan yaitu : 1. Laporan Internal yang dikeluarkan setiap bulan dan ditujukan kepada pimpinan perusahaan. 2. Laporan Eksternal yang dikeluarkan setiap 3 (tiga) bulan dan ditujukan kepada BAPEDALDA Kabupaten dan Kota, BAPEDALDA Propinsi, BAPEDAL Regional, dan BAPEDAL Pusat. L. Evaluasi dan Tolok Ukur Keberhasilan kinerja Pelaksanaan Pemantauan Lingkungan Untuk menilai keberhasilan kinerja sistem pemantauan lingkungan yang dikembangkan, digunakan beberapa indikator sebagai tolok ukur : 1. Kualitas Efluen yang dihasilkan tidak melampaui ambang batas Baku Mutu Efluen. 2. Kualitas Ambien tidak melampaui batas Baku Kerusakan Lingkungan, Baku Getaran, Baku Kebisingan dan Baku Kebauan. 3. Kepemilikan dokumen pengelolaan dan pemantauan lingkungan yang lengkap dan memenuhi ketentuan Peraturan Perundang-undangan. 4. Berkurangnya keluhan, pengaduan, tuntutan dan gugatan dari warga masyarakat yang menyangkut dengan masalah lingkungan terhadap perusahaan. 5

DIAGRAM ALIR MEKANISME KERJA PEMANTAUAN LINGKUNGAN PEMANTAUAN SISTEM OPERASI PRODUKSI KUALITAS EFLUEN KUALITAS AMBIEN PELAKSANAAN RKL / RPL Mitigasi Perbaikan Hasil di bawah ambang batas Hasil tidak melampaui Hasil Mitigasi berhasil Baku Mutu Efluen batas kriteria Baku mempertahankan kualitas Kerusakan Ambien lingkungan 6