Analisis, Desember 2013, Vol.2 No.2 : ISSN PERLINDUNGAN HUKUM INDIKASI GEOGRAFIS TERHADAP BERAS PULUT MANDOTI DI KABUPATEN ENREKANG

dokumen-dokumen yang mirip
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL KOMUNAL ATAS EKSPRESI BUDAYA TRADISIONAL DI BALI

I. PENDAHULUAN. Hak Kekayaan Intelektual (yang selanjutnya disingkat HKI) merupakan

PERLINDUNGAN HUKUM HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL TERHADAP PENGETAHUAN TRADISIONAL DI INDONESIA

PERLINDUNGAN HUKUM ATAS KARYA DESAIN INDUSTRI KREATIF DITINJAU DARI PERSYARATAN KEBARUAN MENURUT UNDANG UNDANG NOMOR 31 TAHUN 2000

ASPEK HUKUM PERLINDUNGAN INDIKASI GEOGRAFIS DI INDONESIA

PERLINDUNGAN HUKUM ATAS HAK EKSKLUSIF PEMILIK MEREK DI INDONESIA TERHADAP PELANGGARAN MEREK DALAM BENTUK PERJANJIAN LISENSI

PENDAFTARAN KEMBALI HAK MEREK BARANG INDIKASI GEOGRAFIS

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DESAIN DAN HAK CIPTA PADA KAIN PRODUKSI PT ISKANDARTEX SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. terdapat berbagai macam keanekaragaman suku dan sangat kaya akan keragaman

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

LEGAL ASPEK PRODUK TIK IMAM AHMAD TRINUGROHO

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP INDUSTRI DALAM NEGERI DARI PRAKTEK DUMPING

Undang-undang Nomor 7/1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing the World Trade Organization (WTO)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Samosir, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : pada pertumbuhan produk Andaliman.

BAB 1 PENDAHULUAN. sangat penting. Oleh sebab itu banyak pengusaha asing yang berlomba

BAB I PENDAHULUAN. memberikan perlindungan hukum terhadap rahasia dagang sebagai bagian. perdagangan dari HKI (The TRIPs Agreement) tidak memberikan

BAB I PENDAHULUAN. informasi keunggulan produk dari merek tertentu sehingga mereka dapat

BAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasar dengan menempatkan prioritas pembangunan pada bidang

BAB I PENDAHULUAN. yang adil dan makmur berdasarkan pancasila dan UUD bertujuan untuk mencegah terjadinya suatu pelanggaran.

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG DESAIN INDUSTRI DAN MEREK. Desain Industri merupakan salah satu bidang HKI yang dikelompokan

BAB I PENDAHULUAN. meneliti dan menciptakan karya-karya intelektual selama jerih payahnya

Hak Paten Sebagai Objek Jaminan Kebendaan

BAB I PENDAHULUAN. berkembang adanya karena dilengkapi oleh ketentuan-ketentuan perdagangan

PENGATURAN HASIL KARYA INTELEKTUAL ATAS LAYANGAN JANGGAN SEBAGAI EKSPRESI BUDAYA TRADISIONAL KE DALAM HUKUM HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL

TINJAUAN TENTANG HAKI

I. PENDAHULUAN. manajemen. Waralaba juga dikenal sebagai jalur distribusi yang sangat efektif

UPAYA PENGEMBANGAN SERTA PROSEDUR PERMOHONAN DESAIN INDUSTRI KERAJINAN KAYU DI BALI

Undang-Undang Merek, dan Undang-Undang Paten. Namun, pada tahun waralaba diatur dengan perangkat hukum tersendiri yaitu Peraturan

BAB I PENDAHULUAN. pembentukan World Trade Organization (selanjutnya disebut WTO) melalui

PELAKSANAAN UNDANG -UNDANG MEREK PADA UKM (USAHA KECIL MENENGAH) KEC. CEPER KAB. KLATEN DALAM RANGKA PERLINDUNGAN HUKUM DARI TINDAK PEMALSUAN MEREK

Perkembangan ekonomi global sekarang ini menuntut tiap-tiap negara untuk

Pengenalan Kekayaan Intelektual Oleh : dr. Gita Sekar Prihanti, M Pd Ked SENTRA KI - UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

kata kunci: Hak Kekayaan Intelektual ; Merek

BAB I PENDAHULUAN. Buku sebagaimana pepatah menyatakan adalah jendela dunia. Setiap isi

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan produk-produk baru atau pengembangan dari produk-produk. penting dalam menunjang pertumbuhan ekonomi suatu bangsa.

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP MEREK TERKENAL ASING MENURUT UNDANG UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK

TINJAUAN YURIDIS ATAS TEKNIK FOTOGRAFI DAN KARYA EDITING (RETOUCH)

HAK DESAIN INDUSTRI SAKLAR PUTAR (SWITCH GEAR) DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI

AKIBAT HUKUM BERAKHIRNYA LISENSI WAJIB PADA PENGALIHAN HAK PERLINDUNGAN VARIETAS TANAMAN DI INDONESIA

Intellectual Property Right (IPR) Hak Kekayaan Intelektual (HKI) Sumber: Ditjen HKI - Republik Indonesia. Latar Belakang

PENGATURAN PENGGUNAAN DESAIN YANG SAMA PADA PRODUK MOBIL YANG MEREKNYA BERBEDA DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI

P E N J E L A S A N A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG RAHASIA DAGANG

BAB I PENDAHULUAN. Hak Kekayaan Intelektual, selanjutnya disingkat sebagai HKI timbul

BAB I PENDAHULUAN. Negara sebagai salah satu subjek hukum Internasional membawa

BAB I PENDAHULUAN. Dalam hal ini peranan pemerintah sangatlah penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pengelompokkan manusia yang seperti ini biasanya disebut dengan masyarakat,

BAB I LATAR BELAKANG

AKIBAT HUKUM BERAKHIRNYA LISENSI WAJIB PADA PENGALIHAN HAK PERLINDUNGAN VARIETAS TANAMAN DI INDONESIA

PENGANTAR KOMPUTER & SOFTWARE I

PERMOHONAN PENDAFTARAN MEREK TIDAK BERITIKAD BAIK DALAM TEORI DAN PRAKTEK DI INDONESIA BAB I PENDAHULUAN

Adiharsa Winahyu Fakultas Teknologi Informasi Universitas Mercu Buana Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan kemajuan masyarakat. Oleh karena itu, dalam era globalisasi. perdagangan, pembangunan hukum di Indonesia diharapkan mampu

Keywords: Position, Authority, Governor, Local Government Administration

Jurnal Ilmiah Niagara Vol. 1 No. 3, Oktober 2009 PERLINDUNGAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL (HKI) TERHADAP USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH (UMKM)

DAFTAR PUSTAKA. Abdul Kadir Muhammad, Kajian Hukum Ekonomi Hak Kekayaan Intelektual,

MAKALAH ETIKA PROFESI RAHASIA DAGANG

HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL DAN HAK KEKAYAAN INDUSTRI (HAKI)

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya akan kebudaayaan-kebudayaan

PANDUAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL (HaKI) DAN PATEN AKADEMI KEBIDANAN BAKTI UTAMA PATI TAHUN 2015

Oleh: I Gede Sarta I Wayan Parsa Ni Gusti Ayu Dyah Satyawati Bagian Hukum Pemerintahan, Fakultas Hukum, Universitas Udayana

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

BAB I PENDAHULUAN. Sistem yang ada di dalam hukum merupakan upaya untuk menjaga

BAB I PENDAHULUAN. Adanya perlindungan terhadap karya cipta manusia. menjadi semakin penting dengan terjadinya revolusi

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dalam upayanya memperbaiki nasib atau membangun segala

BEBERAPA KOMPONEN YANG MENDUKUNG DALAM PELAKSANAAN SISTEM ADMINISTRASI DANDOKUMENTASI HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL*

HAKI PADA TEKNOLOGI INFORMASI

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan pembahasan yang telah disampaikan maka dapat. ditarik kesimpulan bahwa :

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan hukum hak cipta terhadap produk digital. Hak cipta terhadap

BAB I PENDAHULUAN. karakter yang eksklusif. Berdasarkan Undang-undang No. 31 Tahun 2000 hak

PENGATURAN HUKUM TERHADAP BATAS LANDAS KONTINEN ANTARA INDONESIA DAN MALAYSIA DI GOSONG NIGER

PELANGGARAN HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL DAN TUNTUTAN GANTI RUGI MENGENAI HAK CIPTA LOGO DARI PENCIPTA

HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL

PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK

I. PENDAHULUAN. Hak kekayaan intelektual merupakan suatu hak milik hasil pemikiran yang bersifat

KEBERADAAN RAHASIA DAGANG BERKAITAN DENGAN PERLIDUNGAN KONSUMEN

Buku Panduan Permohonan Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu bagi Sivitas Akademika IPB

Analisis, Desember 2017, Vol. 6 No. 2: ISSN KEDUDUKAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL DALAM HARTA BERSAMA PADA PERKAWINAN

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

PENDAFTARAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL. Oleh: Chandra Dewi Puspitasari

KAJIAN YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PERUSAHAAN MULTINASIONAL. Oleh : Kadek Bisma Prayogi A.A.GA Dharmakusuma Suatra Putrawan

SILABUS 1. LEVEL KOMPETENSI I: PENDAHULUAN. a. Konsep dasar HKI. b. Teori pembenar perlindungan HKI 2. LEVEL KOMPETENSI II: SEJARAH HKI

PELANGGARAN TERHADAP HAK MEREK TERKAIT PENGGUNAAN LOGO GRUP BAND PADA BARANG DAGANGAN

BAB IV IMPLEMENTASI DAN EFEKTIFITAS PERJANJIAN TRIPS DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Komputindo, hal.2. 1 Sudarmanto, 2012, KI & HKI serta Implementasinya bagi Indonesia, Jakarta: PT Elex Media

SILABUS 1. LEVEL KOMPETENSI I: PENDAHULUAN 2. LEVEL KOMPETENSI II: SEJARAH HKI

BAB I PENDAHULUAN. Persaingan usaha dalam perdagangan barang dan jasa pada zaman modern

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Munculnya Hak Kekayaan Intelektual (HKI) atau Intellectual Property

PERLINDUNGAN HUKUM PEMILIK MEREK TERDAFTAR DAN RELEVANSINYA TERHADAP PRAKTEK PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

ETIKA PERIKLANAN. Pokok Bahasan : Contoh Pedoman Etika Periklanan Manca Negara. Yogi Prima Muda, S.Pd, M.Ikom. Modul ke:

PEMANFAATAN DAN PENGELOLAAN HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL (HKI) SEBAGAI STRATEGI PENGEMBANGAN KEWIRAUSAHAAN

PENGATURAN DAN PROSEDUR PENDAFTARAN HAK CIPTA BERBASIS ONLINE

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian World Trade Organization (WTO), membuat Indonesia harus. yang ada dalam kerangka General Agreement on Tariffs and Trade

BAGIAN EMPAT PENGELOLAAN HASIL PENELITIAN. Pedoman Penelitian Dana Internal UAD 32

BAB I PENDAHULUAN. Demi terwujudnya kewajiban Negara dalam menyejahterakan

I. PENDAHULUAN. Sejak dasawarsa delapan puluhan (era 1980-an), hak kekayaan intelektual atau

PELAKSANAAN PERLINDUNGAN HAK CIPTA BAGI PRODUKSI ALAT PERAGA PENDIDIKAN

P E N J E L A S A N A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI

Transkripsi:

Analisis, Desember 2013, Vol.2 No.2 : 181 187 ISSN 2252-7230 PERLINDUNGAN HUKUM INDIKASI GEOGRAFIS TERHADAP BERAS PULUT MANDOTI DI KABUPATEN ENREKANG Geographical Indications Protection in Pulut Mandoti Rice in Enrekang Regency Adistya Frandika Dwi Oktavianty Baramuli, Ahmadi Miru, Hasbir Paserangi Program Kenotariatan, Fakultas Hukum, Universitas Hasanuddin (E-mail: dzliciouss@yahoo.com) ABSTRAK Beras pulut mandoti merupakan salah satu beras lokal jenis ketan wangi yang langka, Beras ini berpotensi menjadi produk Indikasi Geografis karena hanya dapat tumbuh di wilayah kota enrekang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami perlindungan hukum terhadap beras Pulut Mandoti sebagai produk potensi Indikasi Geografis milik Indonesia; dan Untuk mengetahui seberapa besar peran pemerintah Enrekang dalam mendorong tumbuhnya perlindungan indikasi geografis terhadap beras pulut mandoti dalam peningkatan taraf hidup masyarakat di Kabupaten Enrekang. Penelitian ini dilakukan di wilayah Kabupaten Enrekang Provinsi Sulawesi Selatan dengan menggunakan tipe penelitian empiris. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara dan dokumentasi kemudian dianalisis secara deskriptif analitis. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Perlindungan Hukum Indikasi Geografis terhadap beras pulut mandoti di Kabupaten Enrekang belum terwujud secara optimal. Hal ini disebabkan antara lain karena kurangnya informasi dan sosialisasi kepada masyarakat tentang pendaftaran Indikasi Geografis dan pemerintah dinilai lambat dalam melakukan proses pendaftaran; secara umum dari segi perlindungan hukum, pemerintah enrekang cukup aktif memberikan proteksi terhadap produk indikasi geografis, dengan melakukan sertifikasi produk-produk, sambil menunggu hadirnya ketentuan Undang-undang tersendiri mengenai indikasi geografis. Pemerintah Kabupaten sebelumnya lambat dalam melakukan proses pengurusan pendaftran indikasi geografis namun setelah keluarnya sertifikat indikasi geografis beberapa produk lainnya, pemerintah kemudian aktif dalam melakukan pengurusan pendaftaran. Kesimpulannya pemerintah kurang memberikan informasi dan sosialisasi kepada masyarakat tentang pendaftaran indikasi geografis, dan setelah terbitnya sertifikat Indikasi Geografis beberapa produk lainnya seperti Kopi Arabika Kalosi pemerintah aktif melakukan proses kelengkapan berkas untuk pendaftaran Indikasi Geografis beras pulut mandoti. Kata Kunci: Perlindungan hukum, beras mandoti, indikasi geografis ABSTRACT Mandoti sticky rice is one of the local rice varieties of specific scented Sticky Rice, this could potentially be a geographical indication products because it can only grow in the region of Enrekang. This research aims to knowing and understanding the legal protection of Mandoti sticky rice as a potential product of Indonesia's geographical indication; and to measure how big a role of Enrekang Government in encouraging the growth of protection of geographical indications in Mandoti sticky rice to increasing welfare society in Enrekang. This research was conducted in the region of Enrekang Regency of South Sulawesi province by using a type of empirical research. Data is collected by the interview and documentation then analyzed by descriptive analytic. The results of this research indicate that the legal protection of geographical indications in Mandoti sticky rice in Enrekang has not optimally applicated yet. Those are based on the lack of information and dissemination to the public of geographical indications registration and the Government is assessed late to do the registration; in General terms of the protection of the law, the Government active enough to protect Enrekang geographical indication products, by performing the certification of products, while waiting for the newer provisions of its own legislation that concerning to geographical indications. Previous County Government was acted slowly to do the process registration geographical indications registration but after discharge certificate of geographical 181

Adistya Frandika Dwi Oktavianty Baramuli ISSN 2252-7230 indications some of the other products, the Government is recently active in conducting the registration arrangements. In conclusion, the public got less information and dissemination from the Government about the registration of geographical indications, then after the publication of a certificate of some other products such as coffee Arabica Kalosi, the government recently more active to complete the file for the registration of geographical indications Mandoti sticky rice. Keywords: Legal protection, rice mandoti, geographical indications PENDAHULUAN Setelah Indonesia menjadi anggota World Trade Organization (selanjutnya disingkat WTO), Indonesia wajib menyesuaikan ketentuan hukum nasionalnya dengan perjanjian-perjanjian yang telah disepakati dengan negara-negara anggota WTO yang lain. Perjanjian tersebut dituangkan dalam WTO Agreement, Salah satu perjanjian yang telah disepakati oleh anggota WTO adalah Agreement on Trade Related Aspect of Intellectual Property Rights atau yang disebut perjanjian TRIPs. Perjanjian TRIPs mengatur batasan bagi negara anggota WTO dalam menyusun peraturan perundang-undangan mereka untuk melindungi Hak Kekayaan Intelektual (selanjutnya disingkat HKI). Maka peraturan perundang-undangan Indonesia pun juga harus mengacu pada perjanjian TRIPs (Sutedi, 2009). HKI merupakan terjemahan atas istilah Intellectual property Right (IPR). Istilah tersebut terdiri dari tiga kata kunci, yaitu hak, kekayaan, dan intelektual. Kekayaan merupakan abstraksi yang dapat dimiliki, dialihkan, dibeli, maupun dijual. Adapun kekayaan intelektual merupakan segala hasil produksi kecerdasan daya pikir seperti teknologi, pengetahuan seni, sastra, gubahan lagu, karya tulis, karikatur, dan seterusnya (Raja, 2002). Salah satu yang di atur dalam persetujuan TRIPs yaitu indikasi geografis. Dalam Article 22 (1) persetujuan TRIPs dikemukakan penggambaran mengenai indikasi geografis. Indikasi geografis dalam persetujuan ini adalah tanda yang mengidentifikasi suatu wilayah negara anggota, atau kawasan atau daerah di dalam wilayah tersebut sebagai asal barang, di mana reputasi, kualitas dan karakteristik barang yang bersangkutan sangat ditentukan oleh faktor geografis tersebut. Berdasarkan ketentuan tersebut dapat dimengerti bahwa, asal suatu barang yang melekat dengan reputasi, karakteristik dan kualitas suatu barang yang dikaitkan dengan wilayah tertentu dilindungi secara yuridis (Saidin, 2010). Berkaitan dengan objek Indikasi Geografis, salah satu yang berpotensi menjadi produk Indikasi Geografis yaitu Beras Pulut Mandoti. Beras pulut mandoti adalah salah satu beras lokal jenis ketan wangi yang langka. Beras ini hanya dapat tumbuh di wilayah pegunungan berketinggian 700 m2 di atas permukaan laut, Desa Salukanan Kecamatan Baraka, sekitar 60 km dari Kota Enrekang, ibukota Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan. Berdasarkan Pasal 56 UU Merek, penunjukan suatu produk yang berpotensi menjadi Indikasi Geografis dapat dilihat dari daerah asal suatu barang, yang karena faktor lingkungan geografis termasuk faktor alam, faktor manusia, atau kombinasi dari kedua faktor tersebut, memberikan ciri dan kualitas tertentu pada barang yang dihasilkan. Selanjutnya dalam Pasal 2 ayat (2) PP Indikasi Geografis mengatur bahwa produk yang bisa didaftarkan menjadi Indikasi Geografis adalah berupa hasil pertanian, produk olahan, hasil kerajinan tangan, atau barang lainnya yang menunjukkan tempat asal. Dari kedua ketentuan tersebut di atas, sebagai produk asli dari masyarakat Kabupaten Enrekang dapat terlihat bahwa beras pulut mandoti ini dapat berpotensi didaftarkan menjadi indikasi geografis. Dengan demikian tujuan jurnal ini adalah 182

Perlindungan hukum, beras mandoti, indikasi geografis ISSN 2252-7230 untuk mengetahui dan memahami perlindungan hukum terhadap beras Pulut Mandoti sebagai produk potensi Indikasi Geografis milik Indonesia dan seberapa besar peran pemerintah Enrekang dalam mendorong tumbuhnya perlindungan indikasi geografis terhadap beras pulut mandoti dalam peningkatan taraf hidup masyarakat di Kabupaten Enrekang. BAHAN DAN METODE Lolasi penelitian Penelitian ini dilaksanakan di wilayah Kabupaten Enrekang Provinsi Sulawesi Selatan, hal ini tentunya disebabkan karena beras pulut mandoti hanya terdapat di kabupaten Enrekang sebagai salah satu potensi indikasi gografis yang perlu mendapat perhatian serius dari pemerintah setempat agar tidak klaim oleh daerah atau bahkan negara lain sebagai produk indikasi geografis. Tipe penelitian Berdasarkan perumusan masalah dan tujuan penelitian maka tipe penelitian yang digunakan adalah tipe penelitian empiris yaitu penelitian yang mengutamakan penelitian lapangan untuk memperoleh data primer dan juga menggunakan metode penelitian yang sifatnya yuridis normatif, yakni untuk mengkaji konsepkonsep hukum terkait dengan aspekaspek hukum indikasi geografis. Populasi dan sampel Populasi adalah keseluruhan atau himpunan objek dengan ciri yang sama. Dalam hal penelitian ini populasinya adalah Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Enrekang, Sekretariat Daerah Bagian Hukum Pemerintah Kabupaten Enrekang, Masyarakat Petani Beras Pulut Mandoti Kabupaten Enrekang. Teknik pengambilan sampel yang dilakukan dalam penelitian ini adalah purposive sampling. Dengan mengambil sampel yaitu Kepala Dinas dan staf Hukum Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Enrekang; Kepala dan staf Sekretariat Daerah Bagian Hukum Pemerintah Kabupaten Enrekang; dan 10 (sepuluh) orang masyarakat petani beras pulut di Kabupaten Enrekang. Teknik pengumpulan data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh melalui penelitian lapangan ( field research), yaitu pengumpulan data secara langsung dari pihak terkait yang berhubungan dengan objek penelitian. Metode yang digunakan yaitu dengan teknik wawancara ( interview) tidak terstruktur yang hanya memuat garis besar tentang hal yang akan ditanyakan, selanjutnya dikembangkan sendiri oleh peneliti dengan teknik wawancara bebas, guna mendapatkan data yang dibutuhkan. Wawancara dilakukan dengan wawancara langsung ke tempat para responden berada. Jenis dan sumber data Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer (yaitu peraturan -peraturan yang mengatur tentang perlindungan indikasi geografis) dan data sekunder (yaitu bahan-bahan yang erat hubungannya dengan data primer dan dapat membantu menganalisis dan memahami data primer). Analisis data Data yang diperoleh baik data primer dan data sekunder akan dianalisis secara deskriptif analitis, data yang diperoleh dari penelitian lapangan diuji kebenarannya kemudian dihubungkan dan dianalisis secara kualitatif dengan bahan hukum yang diperoleh dari penelitian kepustakaan, sehingga dapat membahas permasalahan secara menyeluruh dan objektif. HASIL Indikasi Geografis Terhadap Beras Pulut Mandoti di Kabupaten Enrekang Dengan adanya ketentuan mengenai Indikasi Geografis dari TRIPs, menjadi pembuka jalan untuk dapat diberikannya 183

Adistya Frandika Dwi Oktavianty Baramuli ISSN 2252-7230 perlindungan hukum dengan cara didaftarkannya produk-produk berpotensi Indikasi Geografis di setiap negaranegara anggota TRIPs, termasuk Indonesia. Ketentuan TRIPs ini kemudian dijabarkan ke dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek. Dapat dikatakan pengaturan tentang Indikasi Geografis masih menumpang pada Undang-Undang Merek. Ketentuan mengenai Indikasi Geografis hanya terdapat 3 pasal yaitu Pasal 56, 57, dan 58 serta 2 pasal mengenai Indikasi Asal yaitu Pasal 59 dan 60. Tentunya dengan adanya hal tersebut masyarakat daerah tempat penghasil produk Indikasi Geografis harus menyamakan pandangan tentang arti penting didaftarkannya produk Indikasi Geografis, di mana perlindungan Indikasi Geografis bertujuan sebagai perlindungan terhadap produk, mutu dari produk, nilai tambah dari suatu produk dan juga sebagai pengembangan pedesaan. Oleh karena Indikasi Geografis merupakan salah satu komponen Hak Kekayaan Intelektual yang penting dalam perdagangan, khususnya memberikan perlindungan terhadap komoditas perdagangan yang terkait erat dengan nama daerah atau tempat asal produk barang, apalagi potensi ekonomi dari Beras Pulut Mandoti sendiri cukup besar bagi komunitas masyarakat Kabupaten Enrekang khususnya di Dusun Gandeng, Desa Salukanan sebagai daerah penghasil beras tersebut. Pendaftaran produk indikasi geografis itu akan memberikan nilai tambah dan keuntungan kepada para stakeholders yang terlibat seperti petani dan eksportir. Dari sisi konsumen dengan adanya sertifikat produk Indikasi Geografis yang ditempelkan pada kemasan produk yang bersangkutan, berarti produk tersebut adalah asli sehingga konsumen akan terhindar dari barang palsu dengan adanya label pada produk Indikasi Geografis tersebut. Peran Pemerintah Kabupaten Enrekang dalam Mendorong Tumbuhnya Perlindungan Indikasi Geografis Terhadap Beras Pulut Mandoti Pemerintah Kabupaten Enrekang menyadari bahwa produk beras pulut mandoti ini merupakan suatu produk khas yang berpotensi untuk mendapatkan perlindungan hukum. Pemerintah Kabupaten Enrekang dalam hal ini Dinas Pertanian telah mengambil langkah untuk mendaftarkan beras pulut mandoti untuk mendapatkan perlindungan Indikasi Geografis. Tindakan yang diambil pemerintah untuk mendaftarkan beras pulut mandoti ini menunjukkan sudah adanya kesadaran pemerintah Kabupaten Enrekang untuk melindungi produk khas daerah mereka, tetapi ternyata dalam proses pendaftarannya tidak mudah dan menemui beberapa kendala. Kepedulian pemerintah terhadap produk-produk khas daerah Enrekang juga ditunjukkan melalui tindakan pemerintah dalam hal ini Dinas Pertanian dengan berkoordinasi dengan para tim penyuluh dan kelompok tani serta turun langsung ke masyarakat dan meninjau proses produksi beras pulut mandoti agar proses produksi oleh para petani tidak mengubah atau menghilangkan ciri khas beras pulut mandoti yang telah dikenal oleh masyarakat. Sejauh ini peran pemerintah Kabupaten Enrekang cukup aktif dalam menginventarisasi produk khas Enrekang yang berpotensi untuk memperoleh perlindungan Indikasi Geografis dan mengupayakan pendaftarannya. PEMBAHASAN Penelitian ini menunjukkan bahwa Perlindungan Hukum Indikasi Geografis terhadap beras pulut mandoti di Kabupaten Enrekang belum terwujud secara optimal. Hal ini disebabkan antara lain karena kurangnya informasi dan sosialisasi kepada masyarakat tentang pendaftaran Indikasi Geografis, pemerintah dinilai lambat dalam melakukan proses pendaftaran, maupun ketentuan mengenai Indikasi Geografis di Indonesia yang dirasa masih kurang jelas; Pemerintah 184

Perlindungan hukum, beras mandoti, indikasi geografis ISSN 2252-7230 Kabupaten Enrekang cukup aktif berperan dalam mendorong tumbuhnya perlindungan Indikasi Geografis terhadap beras pulut mandoti maupun produkproduk berpotensi Indikasi Geografis lainnya yang ada di Kabupaten Enrekang. Hal ini dibuktikan dengan telah terbitnya sertifikat Indikasi Geografis atas Kopi Arabika Kalosi dan semetara berjalannya proses kelengkapan berkas untuk pendaftaran Indikasi Geografis beras pulut mandoti. Walaupun TRIPs mengatur Indikasi Geografis sebagai salah satu rezim Hak Kekayaan Intelektual yang independen, di samping rezim-rezim lainnya yakni Merek, Paten, Hak Cipta, Desain Industri, Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu, Informasi Rahasia dan Kontrol terhadap praktik anti kompetisi dalam lisensi kontrak, akan tetapi TRIPs memungkinkan negara anggotanya menambah kuantitas maupun kualitas perlindungan. Karena itu, setelah semua ketentuan standar yang terdapat dalam TRIPs ditaati, suatu negara dapat memberlakukan perlindungan yang lebih luas atau lebih tinggi terhadap suatu objek berdasarkan kepentingan nasional. Dalam hal perlindungan terhadap Indikasi Geografis, sampai saat ini Indonesia sebagai salah satu negara anggota TRIPs memilih untuk mengintegrasikan perlindungannya ke dalam sistem Merek. (Jened, 2007). Meskipun pengaturan dan ketentuanketentuan mengenai Indikasi Geografis telah dibuat dan disepakati selama berabad-abad, namun dalam kenyataan sehari-hari tingkat persentase pendaftaran Indikasi Geografis masih sangat rendah apabila dibandingkan dengan rezim Hak Kekayaan Intelektual lainnya seperti Hak Cipta, Merek, maupun Paten. Meskipun demikian, Indikasi Geografis memiliki signifikansi yang cukup tinggi bagi Indonesia karena beberapa sebab, antara lain (Ayu, 2006). Perlindungan hukum Indikasi geografis yang akan dibahas dalam penelitian ini yaitu terhadap Beras Pulut Mandoti sebagai produk khas Kabupaten Enrekang yang sampai saat ini belum didaftarkan. Perlindungan hukum didefinisikan sebagai suatu upaya untuk melindungi kepentingan individu atas kedudukannya sebagai manusia, mempunyai hak untuk menikmati martabatnya dengan memberikan kewenangan pada-ya untuk bertindak dalam rangka kepentigannya tersebut. Perlindungan hukum juga diartikan sebagai upaya yang dapat menjamin adanya kepastian hukum, sehingga dapat memberikan perlindungan hukum kepada pihak-pihak yang bersangkutan atau yang melakukan tindakan hukum tersebut (Hasanah, 2004). Substansi hukum tentang Indikasi Geografis sangat penting dalam menentukan perlindungan hukum terhadap produk produk yang terlindungi Indikasi Geografis tersebut. Pentingnya substansi hukum dirumuskan Bernard L. Tanya, Yoan N. Simanjuntak dan Markus Y. Hage sebagai aturan main bersama (rule of game) yang menempatkan hukum sebagai unsur utama dalam integrasi sistem. Hal ini juga didukung oleh Steeman yang membenarkan bahwa apa yang secara formal membentuk sebuah masyarakat adalah penerimaan umum terhadap aturan main yang normatif. Pola normatif inilah yang perlu dipandang yang mesti dipandang sebagai unsur yang paling teras dari sebuah struktur yang terintegrasi. Dalam kerangka Bredemeier ini, hukum difungsikan untuk menyelesaikan konflik-konflik yang timbul dalam masyarakat (Tanya dkk, 2010). Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2007 seharusnya disajikan dalam bentuk yang tidak menyulitkan masyarakat namun bisa memecahkan persoalan yang terjadi di masyarakat sendiri. Pengaturan mengenai Indikasi Geografis dirasa kurang optimal pelaksanaannya apabila masih dimasukkan dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek karena perbedaan pengertian dan ruang lingkup keduanya, akibatnya masyarakat awam yang tidak 185

Adistya Frandika Dwi Oktavianty Baramuli ISSN 2252-7230 mengerti mengenai Hak Kekayaan Intelektual akan menganggap bahwa Indikasi Geografis sama dengan merek tetapi boleh menggunakan nama wilayah tertentu, bahkan kecenderungan yang terjadi masyarakat hanya mengenal merek dan tidak tahu tentang Indikasi Geografis sama sekali. Ketidakjelasan tersebut dapat menjadi salah satu penyebab tidak tumbuhnya perlindungan hukum Indikasi Geografis di Kabupaten Enrekang dan daerah-daerah lainnya di seluruh Indonesia. Oleh karena itu pemerintah perlu membuat Undangundang tentang Indikasi Geografis yang berdiri sendiri. Hal ini sesuai dengan syarat pembentukan suatu undangundang yang dikemukakan oleh A. Hamid S. Attamimi, yaitu suatu undangundang yang dibentuk harus memenuhi asas tujuan yang jelas ( Indriati, 2007). Kesadaran hukum masyarakat pada prinsipnya mempertanyakan juga aspek penegakan hukum. Telaah yang pernah dilakukan oleh Soerjono Soekanto tentang Kesadaran dan Kepatuhan Hukum di tahun 1982, dalam mematuhi secara sadar konsepsi hukum yang telah disahkan dan dilaksanakan secara kosekuen dalam komunikasi/ hubungan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara bahkan berpolitik (Saifullah, 2007). Tidak sama dengan alternatif penyelesaian sengketa, penyelesaian sengketa melalui arbitrase merupakan cara penyelesaian sengketa yang memang dari awal diserahkan kepada pihak ketiga untuk memberikan keputusan yang mengikat para pihak, yang putusannya bersifat final dan mempunyai kekuatan hukum tetap dan mengikat para pihak (Miru, 2007). Di era perdagangan bebas ini, banyak negara yang mulai mencari alternatif produk produk baru yang memiliki keunikan untuk diperdagangkan. Untuk itu mereka mulai mencari-cari produk-produk khas yang berbasis pengetahuan tradisional ( traditional knowledge) dari negara berkembang seperti Indonesia yang memiliki kekayaan budaya untuk diakuisisi serta dikembangkan lebih jauh, sehingga produk tersebut mampu menguasai pasar dunia tanpa ada kontribusi terhadap negara atau masyarakat pemilik produk tersebut (Sudarmanto, 2012) KESIMPULAN DAN SARAN Perlindungan Hukum Indikasi Geografis terhadap beras pulut mandoti di Kabupaten Enrekang belum terwujud secara optimal. Hal ini disebabkan antara lain karena kurangnya informasi dan sosialisasi kepada masyarakat tentang pendaftaran Indikasi Geografis, serta lambatnya pemerintah dalam melakukan pengurusan proses pendaftaran dan ketentuan mengenai Indikasi Geografis di Indonesia yang dirasa masih kurang jelas. Mulai aktifnya Pemerintah Kabupaten Enrekang dalam mendorong tumbuhnya perlindungan Indikasi Geografis terhadap beras pulut mandoti maupun produkproduk berpotensi Indikasi Geografis lainnya yang ada di Kabupaten Enrekang. Hal ini dibuktikan dengan telah terbitnya sertifikat Indikasi Geografis atas Kopi Arabika Kalosi dan semetara berjalannya proses kelengkapan berkas untuk pendaftaran Indikasi Geografis beras pulut mandoti. Pemerintah harus lebih giat dalam melakukan sosialisasi mengenai Indikasi Geografis dan pentingnya pendaftaran Indikasi Geografis agar masyarakat lebih memahami mengenai Indikasi Geografis dan pentingnya melindungi produk khas daerah mereka. Pendaftaran Beras Pulut Mandoti sebagai Indikasi Geografis yang kini tengah dalam proses juga harus senantiasa diinformasikan kepada masyarakat agar masyarakat mengetahui sudah sejauh mana proses berlangsung dan tidak terjadi kesalahpahaman antara masyarakat dan pemerintah Kabupaten Enrekang. Pemerintah juga harus mengupayakan dan terus mengawal proses pendaftaran Indikasi Geografis beras Pulut Mandoti agar segera mendapatkan sertifikat sebagai produk khas Kabupaten Enrekang. Bukan hanya sampai beras 186

Perlindungan hukum, beras mandoti, indikasi geografis ISSN 2252-7230 pulut mandoti tetapi pemerintah kiranya terus menginventarisasi produk-produk khas Enrekang lain yang memiliki potensi didaftarkan sebagai produk Indikasi Geografis. Pemerintah perlu membuat undang-undang tersendiri mengenai Indikasi Geografis yang mengatur secara lengkap dan rinci mengenai Indikasi Geografis. Dirjen HAKI Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia perlu membentuk tim khusus yaitu Direktorat Indikasi Geografis sehingga urusan Indikasi Geografis dapat ditangani secara khusus dan tidak lagi ditangani Direktorat Merek. Selain itu Pemerintah Daerah Enrekang juga perlu membuat Peraturan Daerah mengenai Indikasi Geografis untuk melindungi produkproduk Indikasi Geografis milik Kabupaten Enrekang. DAFTAR PUSTAKA Ayu, Risang Miranda (2006). Memperbincangkan Hak Kekayaan Intelektual Indikasi Geografis, Bandung; PT. Alumni. Hasanah, Hetty (2004). Perlindungan Konsumen dalam Perjanjian Pembiayaan Konsumen atas Kendaraan Bermotor dengan Fidusia (www.google.com) diakses pada tangga 1 januari 2013. Indrati, Farida Maria (2007). Ilmu Perundang-undangan (1) (Jenis, Fungsi, Muatan), Yogyakarta; Kanisius. Jened, Rahmi (2007). Hak Kekayaan Intelektual Penyalahgunaan Hak Eksklusif, Surabaya; Airlangga University Press. Miru, Ahmadi (2007). Hukum Merek: Cara Mudah Mempelajari Undang- Undang Merek, Jakarta; Raja Grafindo Persada. Raja, Lumban Maringan (2002). Bahan Penelitian HKI tanggal 15 Februari 2002, Klinik HKI Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Semarang. Saidin, Ok (2010). Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Intellectual Property Rights), Jakarta;: PT. RajaGrafindo Persada. Saifullah (2010). Refleksi Sosiologi Hukum (Cet. 2), Bandung; Refika Aditama. Sudarmanto (2012). KI&HKI Serta Implementasinya Bagi Indonesia, Pengantar tentang Hak Kekayaan Intelektual, Tinjauan Aspek Edukatif dan Marketing, Jakarta; Elex Media Komputindo. Sutedi, Adrian (2009). Hak Atas Kekayaan Intelektual, Jakarta; Sinar Grafika. Tanya, L Bernad, Yoan N. Simanjuntak dan Markus Y. Hage (2010). Teori Hukum Strategi Tertib Manusia Lintas Ruang dan Generasi, Yogyakarta; Genta Publishing. 187