B A B II ATMOSFER DAN GPS

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Halaman Latar Belakang

BAB 2 DASAR TEORI. 2.1 Global Positioning System (GPS) Konsep Penentuan Posisi Dengan GPS

BAB II GPS DAN ATMOSFER

B A B IV HASIL DAN ANALISIS

B A B I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. bab 1 pendahuluan

BAB III PENENTUAN ZENITH TROPOSPHERIC DELAY

BAB III GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS)

BAB IV ANALISIS. Gambar 4.1 Suhu, tekanan, dan nilai ZWD saat pengamatan

B A B III GPS REALTIME UNTUK PENGAMATAN TROPOSFER DAN IONOSFER

PETA TERESTRIAL: PEMBUATAN DAN PENGGUNAANNYA DALAM PENGELOLAAN DATA GEOSPASIAL CB NURUL KHAKHIM

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

Penentuan Posisi dengan GPS

BAB II GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK. walaupun tidak ada medium dan terdiri dari medan listrik dan medan magnetik

ANALISIS PENGARUH TOTAL ELECTRON CONTENT (TEC) DI LAPISAN IONOSFER PADA DATA PENGAMATAN GNSS RT-PPP

BAB II TINJAUAN MENGENAI GPS DALAM SISTEM AIRBORNE LIDAR

GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS) Mulkal Razali, M.Sc

BAB 2 DASAR TEORI. Gambar 2.1 Prinsip dasar penentuan posisi dengan GPS (Abidin, 2007)

Atmosfer Bumi. Meteorologi. Peran Atmosfer Bumi dalam Kehidupan Kita. Atmosfer Bumi berperan dalam menjaga bumi agar tetap layak huni.

BAB IV PENGOLAHAN DATA

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Gunungapi

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu alat yang dapat kita sebut canggih adalah GPS, yaitu Global

BAB 3 PENGOLAHAN DATA DAN HASIL. 3.1 Data yang Digunakan

PENENTUAN POSISI DENGAN GPS

ATMOSFER BUMI A BAB. Komposisi Atmosfer Bumi

BAB 2 DASAR TEORI. 2.1 Global Positioning System (GPS)

BAB II SISTEM SATELIT NAVIGASI GPS

Temporal Variation Analysis From Troposphere Delay Using GPS (Study: Bandung, Indonesia)

BAB VII ANALISIS. Airborne LIDAR adalah survey untuk mendapatkan posisi tiga dimensi dari suatu titik

BAB II Studi Potensi Gempa Bumi dengan GPS

Propagasi gelombang radio atau gelombang elektromagnetik dipengaruhi oleh banyak faktor dalam bentuk yang sangat kompleks kondisi yang sangat

BAB IV PENGOLAHAN DATA

BAB II PROPAGASI GELOMBANG MENENGAH

ANALISIS KETELITIAN DATA PENGUKURAN MENGGUNAKAN GPS DENGAN METODE DIFERENSIAL STATIK DALAM MODA JARING DAN RADIAL

PENGARUH GEOMETRI SATELIT DAN IONOSFER DALAM KESALAHAN PENENTUAN POSISI GPS

PENGARUH DATA METEOROLOGI TERHADAP NILAI KOORDINAT HASIL PENGAMATAN GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS)

PENERAPAN NAVSTAR GPS UNTUK PEMETAAN TOPOGRAFI

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNIK FREKUENSI TINGGI DAN GELOMBANG MIKRO

ANALISIS PERUBAHAN CUACA DENGAN MENGGUNAKAN PRECIPITABLE WATER VAPOR DARI GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS)

TUGAS PRESENTASI ILMU PENGETAHUAN BUMI & ANTARIKSA ATMOSFER BUMI

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 5. DINAMIKA ATMOSFERLATIHAN SOAL 5.1. argon. oksigen. nitrogen. hidrogen

6massa udara yg terdapat pd seluas 1 cm 2 : 1,02 kg6. Massa total atmosfer : 1,02 kg x ( luas permukaan bumi) : kg

ANALISA NILAI TEC PADA LAPISAN IONOSFER DENGAN MENGGUNAKAN DATA PENGAMATAN GPS DUA FREKUENSI PEMBIMBING EKO YULI HANDOKO, ST, MT

PENENTUAN POSISI DENGAN GPS UNTUK SURVEI TERUMBU KARANG. Winardi Puslit Oseanografi - LIPI

METODE PENENTUAN POSISI DENGAN GPS

Komputasi TEC Ionosfer Mendekati Real Time Dari Data GPS

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. bentuk spasial yang diwujudkan dalam simbol-simbol berupa titik, garis, area, dan

Karakteristik Air. Siti Yuliawati Dosen Fakultas Perikanan Universitas Dharmawangsa Medan 25 September 2017

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB III SATELIT GRACE DAN VARIASI TEMPORAL GEOID. 3.1 Satelit GRACE (Gravity Recovery and Climate Experiment).

BAB I PENDAHULUAN. Agro Klimatologi ~ 1

EFEK SINTILASI IONOSFER TERHADAP GANGGUAN KOMUNIKASI SATELIT

PENGGUNAAN TEKNOLOGI GNSS RT-PPP UNTUK KEGIATAN TOPOGRAFI SEISMIK

PEMROGRAMAN PERANGKAT LUNAK APLIKASI SISTEM PENJEJAKAN POSISI DENGAN GPS MELALUI JARINGAN GSM-CSD BERBASIS VISUAL BASIC TUGAS AKHIR

HIDROMETEOROLOGI Tatap Muka Ketiga (ATMOSFER)

Mengapa proyeksi di Indonesia menggunakan WGS 84?

ANALISA PERUBAHAN KARAKTERISTIK TEC AKIBAT LETUSAN GUNUNG MERAPI TAHUN 2010

ANALISA NILAI TEC (TOTAL ELECTRON CONTENT) PADA LAPISAN IONOSFER DENGAN MENGGUNAKAN DATA PENGAMATAN GPS DUA FREKUENSI

BAB II TEORI DASAR. Propagasi gelombang adalah suatu proses perambatan gelombang. elektromagnetik dengan media ruang hampa. Antenna pemancar memang

Seputar ATMOSFER Asal katanya dari atmos dan shaira (bahasa Yunani), yang artinya atmos : uap, shaira : bulatan. Jadi, atmosfer adalah lapisan gas

PENENTUAN KANDUNGAN UAP AIR DI ATMOSFIR DENGAN GLOBAL POSITIONING SYSTEM

I. PENDAHULUAN II. TINJAUAN PUSTAKA

RADIASI MATAHARI DAN TEMPERATUR

Radio dan Medan Elektromagnetik

Studi Kinerja Perangkat Lunak Starpoint untuk Pengolahan Baseline GPS Irwan Gumilar, Brian Bramanto, dan Teguh P. Sidiq

ATMOSFER I. A. Pengertian, Kandungan Gas, Fungsi, dan Manfaat Penyelidikan Atmosfer 1. Pengertian Atmosfer. Tabel Kandungan Gas dalam Atmosfer

Pertemuan 6 PROPAGASI GELOMBANG RADIO. DAHLAN ABDULLAH

Atmosf s e f r e B umi

PEMANASAN BUMI BAB. Suhu dan Perpindahan Panas. Skala Suhu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

STRUKTUR BUMI. Bumi, Tata Surya dan Angkasa Luar

PENGENALAN GPS & PENGGUNAANNYA Oleh : Winardi & Abdullah S.

Analisis Hujan Ekstrim Berdasarkan Parameter Angin dan Uap Air di Kototabang Sumatera Barat Tia Nuraya a, Andi Ihwan a*,apriansyah b

PENGEMBANGAN SISTEM GPS REALTIME UNTUK PENGAMATAN TROPOSFER DAN IONOSFER

PENGENALAN GPS & PENGGUNAANNYA

PENGENALAN GPS & PENGGUNAANNYA

TEORI MAXWELL Maxwell Maxwell Tahun 1864

Udara & Atmosfir. Angga Yuhistira

Ikhlasul-pgsd-fip-uny/iad. Bumi, Berlian biru alam semesta

Atmosfer Bumi. Ikhlasul-pgsd-fip-uny/iad. 800 km. 700 km. 600 km. 500 km. 400 km. Aurora bagian. atas Meteor 300 km. Aurora bagian. bawah.

STUDI KONDISI UDARA DI ATAS GUNUNGAPI BATUR DENGAN MENGGUNAKAN GPS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

SUHU, TEKANAN, & KELEMBABAN UDARA

BAB II PEMODELAN PROPAGASI. Kondisi komunikasi seluler sulit diprediksi, karena bergerak dari satu sel

BAB 2 DASAR TEORI. 2.1 Struktur Bumi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2.1 Prinsip Kerja GPS (Sumber :

Materi Pendalaman 03 GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK =================================================

SURVEI HIDROGRAFI PENGUKURAN DETAIL SITUASI DAN GARIS PANTAI. Oleh: Andri Oktriansyah

BAB IV KOMUNIKASI RADIO DALAM SISTEM TRANSMISI DATA DENGAN MENGGUNAKAN KABEL PILOT

ANALISA PERBANDINGAN ORBIT SATELIT GPS YANG DIPENGARUHI OLEH SPHERICALLY SYMMETRIC ELEMENT KEPLERIAN

Memantau apa saja dengan GPS

ATMOSFER BUMI A. Pengertian Atmosfer Bumi B. Lapisan Atmosfer Bumi

Pembuatan Program Pengolahan Data GPS Analisa Pseudorange Dan Koreksi Troposfer

sensing, GIS (Geographic Information System) dan olahraga rekreasi

BAB III TEORI DASAR (3.1-1) dimana F : Gaya antara dua partikel bermassa m 1 dan m 2. r : jarak antara dua partikel

FENOMENA ASTRONOMI SISTEM BUMI, BULAN & MATAHARI

Hidrometeorologi. Pertemuan ke I

Studi Penurunan Tanah Kota Surabaya Menggunakan Global Positioning System

Skema proses penerimaan radiasi matahari oleh bumi

Jurnal Geodesi Undip April 2015

Transkripsi:

B A B II ATMOSFER DAN GPS 2.1 Lapisan Atmosfer Atmosfer adalah campuran gas yang menyelubungi permukaan bumi. Campuran gas ini mengitari bumi karena ditarik oleh gaya gravitasi yang ada pada bumi, campuran gas ini disebut dengan udara. Lapisan gas tersebut mengelilingi bumi dengan ketebalan yang sulit untuk ditentukan secara teliti, namun ketebalan rata-rata dari atmosfer ini ditentukan kirakira sebesar 500 km [Spiegel & Grubber, 1983]. Udara bercampur secara baik di atmosfer. Meskipun bercampur, atmosfer mempunyai perbedaan-perbedaan yang signifikan dalam temperatur dan tekanan dalam setiap perbedaan ketinggiannya. Perbedaan ini didefinisikan ke dalam sejumlah lapisan atmosfer. Atmosfer ini biasanya dibagi menjadi daerah-daerah atau lapisan-lapisan tertentu menurut suhu atau temperatur, muatan listriknya, ionisasinya, medan magnetnya, perambatannya, dan lainnya sesuai dengan keperluan yang berbeda-beda [Seeber, 1993]. Tabel 2.1 Pembagian atmosfer bumi sesuai dengan karakteristiknya [Seeber, 1993] 6

halaman 7 2.1.1 Lapisan Troposfer Lapisan yang paling bawah dari atmosfer disebut dengan troposfer dengan ketinggian antara 0 40 km [Hofmann-Wellenhof, 1992]. Lapisan ini merupakan persentase terbesar dari total masa atmosfer yaitu lebih dari 75%. Sedangkan sisanya menyebar pada lapisan yang lain [Spiegel & Grubber, 1983]. Troposfer tersusun atas nitrogen (78%) dan oksigen (21%) dengan hanya sedikit konsentrasi gas lainnya. Temperatur troposfer umumnya berbanding terbalik dengan ketinggiannya, kira-kira -6,5 per km. Secara umum karakteristik dari lapisan troposfer antara lain [Soetriyono, 2006]: Lebih beragamnya penurunan suhu berdasarkan ketinggian. Meningkatnya kecepatan angin berdasarkan ketinggian merupakan lapisan dimana sebagian besar pertukaran panas antara bumi dan atmosfer terjadi [Spiegel & Grubber, 1983]. Sangat berembun pada permukaan bawah. Pergerakan udara vertikal yang cukup besar. Secara umum fenomena atmosfer yang disebut cuaca terjadi pada lapisan ini. 2.1.2 Uap Air pada Troposfer Uap air adalah air yang berada pada fase atau bentuk gas. Jumlahnya bervariasi secara spasial dan juga secara temporal. Namun secara umum diperkirakan jumlah atau konsentrasi uap air di atmosfer berkisar antara hampir 0 % sampai dengan 4 %. Perubahan yang ekstrim dari jumlah uap air disebabkan karena kemampuan air yang unik untuk berada pada tiga fase atau bentuk pada temperatur yang biasanya ada di bumi [Miller, 1983: Dikutip oleh Permana, 2002]. Kandungan uap air di troposfer menurun secara drastis dengan kenaikan ketinggian. Dari jumlah yang berkisar antara 0% sampai dengan 4 % tersebut, hampir seluruhnya (99%) berada pada lapisan troposfer. Pada troposfer, air pada bentuk cair ditemukan pada hujan, awan, kabut, dan embun. Es merupakan air dalam bentuk padat dan ditemukan pada troposfer dalam bentuk salju, hujan es dan butiran salju [Spiegel & Grubber, 1983].

halaman 8 Dalam meteorologi, presipitasi adalah setiap produk dari kondensasi uap air di atmosfer. Hal ini terjadi ketika atmosfer menjadi jenuh dan air kemudian terkondensasi lalu keluar dari larutan tersebut (terpresipitasi). Udara menjadi jenuh melalui dua proses, pendinginan atau penambahan uap air. Presipitasi yang mencapai permukaan bumi dapat menjadi beberapa bentuk, termasuk diantaranya hujan, hujan beku, hujan rintik, salju, sleet, and hujan es. 2.1.3 Lapisan Ionosfer Ionosfer adalah lapisan atmosfer paling atas yang membentang sekitar 50 km sampai dengan 1000 km di atas permukaan bumi. Ionosfer juga dikenal sebagai lapisan elektron karena tersusun dari sejumlah elektron bebas dan ion dalam jumlah yang cukup untuk dapat mempengaruhi perambatan gelombang elektromagnetik [Klobuchar, 1991: Dikutip oleh Santoso, 2004]. Ionosfer juga merupakan suatu medium dispersif, yaitu medium dimana kecepatan perambatan gelombang yang melintasnya adalah tergantung pada frekuensi gelombang tersebut. Pengaruh perbedaan ketinggian terhadap proses ionisasi dari ionosfer adalah sebagai berikut [Soetardjo, 1994: Dikutip oleh Santoso, 1994] : Pada ketinggian di atas 1000 km ionisasi yang terjadi dalam jumlah yang kecil, karena atmosfer pada ketinggian tersebut bersifat hampa udara, sehingga konsentrasi elektron yang ada hanya berjumlah sedikit. Pada ketinggian 50 km sampai dengan 1000 km, terdapat lebih banyak gas yang dapat diionisasi sehingga terdapat konsentrasi elektron yang lebih tinggi. Pada ketinggian di bawah 50 km, energi matahari sudah banyak diserap oleh atmosfer di atasnya, sehingga derajat ionisasi kembali berkurang dengan jumlah elektron bebas yang ada sangat kecil. 2.1.4 Elektron pada Ionosfer Informasi mengenai karakteristik ionosfer di suatu wilayah biasanya diwakili oleh nilai dari TEC (Total Electron Content) [Chadijah, 1996]. TEC adalah suatu besaran yang tergantung pada banyak faktor, di antaranya yaitu pada jumlah radiasi matahari. Pengaruh radiasi matahari menyebabkan terpecahnya ion-ion netral menjadi elektron bebas di ionosfer

halaman 9 sehingga nilai TEC pada siang hari lebih besar dibandingkan TEC pada malam hari, karena elektron bebas mempunyai kecenderungan untuk bergabung kembali menjadi ion-ion netral. Kecepatan perambatan gelombang radio pada titik-titik di ionosfer ditentukan oleh densitas elektron di titik-titik tersebut. Densitas elektron diukur dengan menghitung jumlah elektron di suatu kolom vertikal setinggi 1 m di ionosfer dengan penampang melintang 1 m 2. Jumlah densitas elektron di suatu kolom vertikal sepanjang lintasan sinyal dari pembangkit sinyal ke penerima sinyal dengan penampang melintang seluas 1 m 2 disebut TEC. Nilai TEC biasanya dinyatakan dalam TECU, dimana 1 TECU adalah sama dengan 10 16 elektron/m 2. Nilai TEC ionosfer pada umumnya berkisar antara 1 sampai dengan 200 TECU [Abidin, 2007]. 2.2 GPS (Global Positioning System) GPS adalah sistem radio navigasi dan penentuan posisi menggunakan satelit. Nama formalnya adalah NAVSTAR GPS, kependekan dari NAVigation Satellite Timing and Ranging Global Positioning System. Sistem yang dapat digunakan oleh banyak orang sekaligus dalam segala cuaca ini didesain untuk memberikan posisi dan kecepatan tiga dimensi yang teliti, dan juga informasi mengenai waktu secara kontinyu di seluruh dunia [Abidin, 2007]. Sistem GPS dibangun oleh tiga segmen utama, yaitu segmen ruang angkasa, segmen sistem kontrol, dan segmen penerima [Abidin, 2007]. Segmen ruang angkasa adalah satelit-satelit GPS yang mengorbit bumi. Segmen sistem kontrol GPS merupakan sistem pengontrol dan pemantau satelit secara terus menerus. Segmen ini mempunyai kedudukan di bumi, terdiri dari master control station, ground control station, monitor station. Segmen penerima merupakan segmen yang dipakai dalam mengamati data yang diberikan satelit, terdiri dari: receiver, antena, pengolah data dan penyimpanan data. Dari segmen ini dapat dihasilkan posisi tiga dimensi, informasi waktu dan juga kecepatan secara teliti. Produk utama dari GPS adalah posisi, waktu, dan kecepatan tetapi ada beberapa parameter yang dapat diturunkan dari produk tersebut menggunakan GPS yaitu percepatan, TEC (Total Electron Content), WVC (Water Vapour Content), parameter pergerakan kutub, dll. Selain

halaman 10 itu juga jika digabungkan informasi lainnya maka kita bisa mendapatkan parameter lainnya untuk bermacam-macam aplikasi contohnya tinggi ortometrik, undulasi geoid, defleksi vertikal [Abidin, 2007]. 2.2.1 Karakteristik Sinyal GPS Satelit GPS memancarkan sinyal-sinyal untuk menginformasikan tentang posisi satelit, jarak dari receiver beserta informasi waktunya, informasi kelaik-gunaan satelit, serta informasi pendukung lainnya seperti parameter untuk perhitungan koreksi jam satelit, parameter model ionosfer satu frekuensi (model Klobuchar), transformasi waktu GPS ke UTC (Universal Time Coordinated), dan status konstelasi satelit. Pada dasarnya sinyal GPS dapat dibagi atas 3 komponen yaitu: Penginformasi jarak (kode) yang berupa kode-p(y) dan kode-c/a. Kode-P(Y) (Precise atau Private) dan kode-c/a (Coarse Acquisition atau Clear Access) adalah dua kode pseudo-random noise (PRN) yang dikirimkan oleh satelit GPS dan digunakan sebagai penginformasi jarak. Gambar berikut akan menjelaskan tentang struktur dari sinyal GPS. Gambar 2.1 Struktur sinyal GPS [Abidin, 2007] Kode-kode ini merupakan suatu rangkaian kombinasi bilangan-bilangan 0 dan 1 (biner) yang secara sepintas seperti rangkaian kombinasi yang acak, tetapi sebenarnya kodekode tersebut mempunyai struktur yang unik dan tertentu yang dibangun menggunakan suatu algoritma matematis tertentu. Setiap satelit GPS mempunyai struktur kode yang unik dan berbeda sehingga memungkinkan receiver GPS untk mengenali dan membedakan sinyal-sinyal yang datang dari satelit-satelit GPS yang berbeda [Abidin, 2007].

halaman 11 Penginformasi posisi satelit (navigation message). Di samping berisi kode-kode, sinyal GPS juga berisi pesan navigasi yang berisi informasi tentang koefisien koreksi jam satelit, parameter orbit, almanak satelit, UTC, parameter koreksi ionosfer, serta informasi spasial lainnya seperti status konstelasi dan kesehatan satelit. Pesan navigasi ini ditentukan oleh segmen sistem kontrol dan dikirim (broadcast) ke pengguna menggunakan satelit GPS [Abidin, 2007]. Gelombang pembawa (carrier wave) L1 dan L2. Ada dua gelombang pembawa yang digunakan yaitu L1 dan L2. Gelombang L1 membawa kode-kode P dan C/A beserta pesan navigasi, sedangkan gelombang L2 membawa kode-p dan pesan navigasi. Agar gelombang pembawa dapat membawa data kode dan pesan navigasi, maka data tersebut harus ditumpangkan ke gelombang pembawa. Gelombang pembawa dimodulasi oleh kode dan pesan navigasi [Abidin, 2007]. Meskipun pada awalnya sinyal L1 dan L2 didesain hanya untuk membawa data kode dan pesan navigasi dari satelit ke pengamat, tetapi pada saat ini data fase dari sinyalsinyal tersebut juga digunakan untuk menentukan jarak dari pengamat ke satelit GPS. Bahkan untuk aplikasi-aplikasi yang menuntut ketelitian posisi yang tinggi (orde cmmm) data fase lebih bagus digunakan daripada data kode (pseudorange). 2.2.2 Perambatan Sinyal GPS Dalam perambatannya dari satelit hingga ke pengamat di permukaan bumi, sinyal GPS harus melalui media ionosfer dan troposfer, dimana dalam kedua lapisan tersebut, sinyal akan mengalami refraksi serta perlambatan atau percepatan (atmospheric attenuation) dalam lapisan troposfer. Di samping itu, sinyal GPS juga dapat dipantulkan oleh benda-benda di sekitar pengamat sehingga dapat menyebabkan multipath, yaitu fenomena dimana sinyal GPS yang diterima oleh antena melalui dua atau lebih jalur yang berbeda baik langsung maupun tidak langsung [Abidin, 2007]. Gambar di bawah ini menunjukkan perambatan sinyal GPS yang melalui lapisan ionosfer dan troposfer dan juga fenomena dari multipath.

halaman 12 Gambar 2.2 Propagasi sinyal GPS Kesalahan dan bias tersebut, beserta berbagai jenis kesalahan dan bias lainnya seperti kesalahan orbit dan waktu, akan menyebabkan kesalahan pada jarak ukuran dengan GPS baik itu untuk jarak pseudorange ataupun jarak fase, oleh karena itu kesalahan dan bias tersebut harus diperhitungkan dalam pemrosesan sinyal GPS untuk keperluan penentuan posisi ataupun parameter lainnya agar mendapatkan hasil yang baik. 2.2.3 Orbit Satelit GPS Berdasarkan hukum Kepler I orbit satelit akan orbit berbentuk elips dengan pusat bumi sebagai salah satu fokusnya. Bentuk, ukuran, serta orientasi orbit satelit dapat didefinisikan dengan menggunakan enam elemen Keplerian, yaitu: Tabel 2.2 Elemen Keplerian [Hofmann-Wellenhof, 1992]: Notasi Ω i ω Parameter Asensiorekta dari titik nodal (ascending node). Sudut geosentrik pada bidang ekuator antara arah ke titik semi dan arah titik nodal. Inklinasi orbit Sudut antar bidang orbit satelit dan bidang ekuator Argument of perigee

halaman 13 a e f Sudut geosentrik pada bidang orbit antara arah ke titik nodal dan arah ke perigee. Sumbu panjang dari orbit satelit Eksentrisitas dari orbit satelit Anomali sejati Sudut geosentrik pada bidang orbit antara arah ke perigee dan arah ke satelit Secara geometris elemen Keplerian di atas dapat ditunjukkan seperti pada gambar di bawah ini : Gambar 2.3 Elemen Keplerian Perlu ditekankan bahwa pergerakan satelit yang sebenarnya dalam orbit yang mengelilingi bumi umumnya tidak akan mengikuti sepenuhnya pergerakan keplerian. Satelit umumnya akan mengalami perturbasi (gangguan-gangguan) dari kondisi idealnya. Kesalahan informasi orbit yang diberikan dapat mempengaruhi posisi yang diukur. Efek dari kesalahan orbit satelit berpengaruh langsung pada pengamatan absolut yaitu bergesernya koordinat titik yang sedang diamati. Oleh karena itu orbit satelit harus ditentukan dengan sangat baik dan dengan memperhitungkan gaya-gaya yang mempengaruhi satelit pada orbit tersebut.

halaman 14 Cara untuk menyiasati hal itu adalah dengan digunakannya informasi orbit berketelitian tinggi dari IGS (International GNSS Service). Ketersediaan informasi orbit yang sangat teliti, jam satelit, informasi pergerakan kutub dan koefisien penyimpangan satelit (termasuk informasi bagaimana sifat satelit ketika mendekati dan menjauhi bayangan bumi), menjadi mutlak adanya untuk menghasilkan koordinat titik yang relatif baik. Berdasarkan waktu ketersediaannya, informasi orbit terbagi menjadi beberapa jenis, berikut adalah tabel perbandingan ketelitian dari informasi satelit: Tabel 2.3 Estimasi kualitas informasi orbit [Dach, Rolf et al., 2007] Jenis Orbit Akurasi Ketersediaan Keberadaan Data Broadcast Orbits ~ 2 m Realtime Broadcast message CODE Ultra Rapid Orbits < 10 cm Realtime CODE via FTP CODE Rapid Orbits < 5 cm Setelah 12 jam CODE via FTP CODE Final Orbits < 5 cm Setelah 5-11 hari CODE, IGS Data Centers IGS Ultra Rapid Orbit IGS Data Centers dan ~ 10 cm Realtime (pred) CBIS IGS Ultra Rapid Orbit IGS Data Centers dan < 5 cm Setelah 3 jam (obs) CBIS IGS Rapid Orbits < 5 cm Setelah 17 jam IGS Data Centers dan CBIS IGS Final Orbit < 5 cm Setelah ~ 13 hari IGS Data Centers dan CBIS 2.2.3.1 Broadcast Ephemerides Data broadcast ephemerides berdasar kepada pengamatan satelit di lima monitor station [Hofmann-Wellenhof, 1992]. Monitor Station mengamati satelit yang terlihat secara kontinyu, kemudian mengirimkan data pseudorange dan pesan navigasi dari satelit ke Master Control Segment. Master Control Segment melakukan proses data untuk dapat menentukan parameter orbit, yang selanjutnya parameter orbit ini dikirimkan ke satelit melalui Ground Antenna Station. Informasi posisi satelit dalam broadcast ephemerides berupa elemen Keplerian dari orbit satelit. Dari informasi ini receiver GPS dapat menghitung koordinat tiap satelitnya dalam

halaman 15 sistem koordinat yang geosentrik terikat bumi relatif terhadap datum WGS 84. [Abidin, 2007]. 2.2.3.2 Precise Ephemerides Informasi orbit pada precise ephemerides berdasar kepada data pengamatan satelit GPS yang diambil oleh tracking station (jaringan penjejak satelit) secara kontinyu. Semua tracking station telah memiliki koordinat dalam sistem koordinat geosentrik yang terikat bumi, sehingga koordinat suatu satelit dapat dihitung dari banyak tracking station yang melihat satelit tersebut. Data ini kemudian dihitung lalu disajikan dalam format file SP3 dimana interval epok dalam file tersebut setiap 15 menit dengan informasi berupa posisi satelit dalam sistem koordinat yang geosentrik terikat bumi beserta kecepatannya, serta koreksi jam satelit. Precise ephemerides ini menggunakan sistem referensi ITRF (International Terrestrial Reference Frame). Badan yang menghasilkan precise ephemerides antara lain IGS (International GNSS Service), IAG (International Association of Geodesy), NGS (U.S. National Geodetic Survey). Pelayanan IGS ini dilakukan oleh jaringan global stasiun-stasiun penjejak dengan secara kontinyu mengoperasikan receiver dua frekuensi. Untuk keperluan realtime maka kita bisa menggunakan produk ultra rapid untuk mendapatkan parameter informasi orbit dari estimasi prediksi untuk informasi pada waktu yang dibutuhkan. IGS hasil prediksi tersebut mempunyai tingkat keakurasian ~10 cm (lihat tabel 2.3). 2.2.4 Konsep Dasar Penentuan Posisi dengan GPS Penentuan posisi dengan GPS pada prinsipnya adalah dengan cara reseksi jarak-jarak dari receiver ke beberapa satelit sekaligus. Satelit GPS mengirimkan sinyal yang berisi infomasi mengenai posisi satelit, dan waktu pengirimannya. Dari informasi yang dikirimkan oleh beberapa satelit maka pengguna dapat menghitung besaran posisi, kecepatan, waktu, dan parameter lainnya. Karena adanya perbedaan antara waktu pada jam satelit dan jam receiver maka ada satu parameter lagi yaitu perubahan waktu (Δt) sehingga dibutuhkan minimal

halaman 16 empat buah koordinat satelit dengan pengamatan jarak setiap satelit terhadap receiver serta waktu pengamatannya untuk mendapatkan koordinat tiga dimensi receiver dalam satuan XYZ atau LBh. Koordinat tiga dimensi yang diperoleh itu dinyatakan dalam datum WGS (World Geodetic System) 1984. Nilai koordinat tersebut mempunyai ketelitian mulai dari satuan meter sampai dengan milimeter tergantung kepada metode penentuan posisi, geometri satelit, kualitas data, dan strategi pemrosesan data [Abidin, 2006]. 2.2.4.1 Pengamatan Pseudorange Dasar pengamatan pseudorange adalah penentuan jarak dari receiver ke satelit melalui pengukuran selisih waktu (Δt), yaitu waktu yang diperlukan oleh kode untuk menempuh jarak dari satelit ke receiver. Jarak yang diukur pada pengamatan menggunakan data kode bukanlah jarak yang sebenarnya melainkan suatu jarak yang semu yang disebabkan antara lain karena ketidaksinkronan antara jam di satelit dengan jam di receiver, serta adanya bias waktu (δt) yang ada pada osilator satelit maupun receiver terhadap kerangka waktu GPS. Oleh karena itu untuk pengukuran yang dilakukan dengan data kode diperoleh persamaan jarak semu (pseudorange). Untuk mendapatkan jarak ukuran, selisih waktu (Δt) dikalikan dengan besaran kecepatan cahaya di ruang hampa c = 299.792.458 m/det (dengan mengabaikan bias efek atmosfer). Secara sederhana dapat ditulis hubungan sebagai berikut : Dalam bentuk persamaan pengamatan yang telah dilinierkan dan memperhitungkan semua bias dan noise yang ada pseudorange dinyatakan sebagai berikut [Abidin, 2006]:

halaman 17 Dimana : P i ρ dρ dtrop dion dt dt MP i υp i = jarak pseudorange = jarak geometrik antara pengamat dan satelit = efek dari bias di ephemeris satelit = bias jarak yang disebabkan oleh troposfer = bias jarak yang disebabkan oleh ionosfer = bias jarak karena kesalahan waktu di receiver = bias jarak karena kesalahan waktu di satelit = efek dari multipath pseudorange = noise dari pseudorange subkrip i menunjukkan frekuensi sinyal (L1 / L2). 2.2.4.2 Pengamatan Carrier Phase Hasil ukuran fase sinyal dalam unit jarak dari pengamat ke satelit bukanlah merupakan jarak absolut, tetapi merupakan jarak yang ambigu. Untuk mengubah data fase menjadi data jarak, maka ambiguitas fase atau cycle ambiguity (N) harus ditentukan terlebih dahulu harganya. Seandainya harga ambiguitas fase dapat ditentukan secara benar, maka jarak fase tersebut akan menjadi ukuran jarak yang sangat teliti yang tingkat presisinya dalam orde mm dan dapat digunakan untuk aplikasi-aplikasi yang menuntut ketelitian posisi yang tinggi dalam orde mm-cm [Abidin, 2007]. Dalam pengamatan carrier phase, jarak antara receiver dan satelit diperoleh dengan cara mengamati selisih fase antara fase sinyal pembawa (L1/L2) yang datang dari satelit dan fase yang dibangkitkan oleh receiver. Pada pengamatan ini, karena dilakukan pengukuran dengan cara one-way maka ada sejumlah N cycle gelombang yang tidak teramati yang dikenal sebagai cycle ambiguity. Besaran N yang ada akan selalu tetap jumlahnya selama sinyal yang diterima oleh receiver tidak terhalang. Apabila sinyal terhalang maka terjadilah cycle slip dan besaran N harus ditentukan lagi. Berikut adalah persamaan jaraknya dengan memperhitungkan pengaruh bias ionosfer, bias toposfer, noise (υ p ), dan multipath (m p ) :

halaman 18 Dimana: L i ρ dρ dtrop dion dt dt N MP i υp i = pengukuran fase dalam satuan jarak = jarak geometrik antara pengamat dan satelit = efek dari bias di ephemeris satelit = bias jarak yang disebabkan oleh troposfer = bias jarak yang disebabkan oleh ionosfer = bias jarak karena kesalahan waktu di receiver = bias jarak karena kesalahan waktu di satelit = panjang gelombang sinyal = ambiguitas fase = efek dari multipath fase = noise dari fase subkrip i menunjukkan frekuensi sinyal (L1 / L2). 2.2.5 Bias Atmosfer Sinyal satelit GPS dalam penjalarannya dari satelit ke receiver melalui dua media perambatan, yaitu ruang hampa dan atmosfer. Pada ruang hampa sinyal GPS tidak mengalami gangguan tetapi berbeda halnya saat melewati atmosfer bumi. Pada saat melalui atmosfer, pada sinyal GPS tersebut terjadi variasi-variasi yang meliputi arah perambatan sinyal, kecepatan penjalaran sinyal, dan kekuatan sinyal yang datang. Yang dapat menyebabkan terjadinya kesalahan pengamatan jarak satelit ke receiver dan menyebabkan kesalahan dalam penentuan posisi titik pengamatan adalah variasi arah perambatan dan kecepatan penjalaran sinyal. Untuk mempelajari perambatan gelombang elektromagnetik di atmosfer, atmosfer dapat dibagi secara umum menjadi 2 lapisan yaitu troposfer dan ionosfer. Pembagian dua lapisan tersebut berdasarkan pengaruh tiap lapisan pada perambatan gelombang elektromagnetik yang berbeda. Pada lapisan troposfer kandungan elektron bebas yang ada berjumlah sangat kecil sehingga kontribusi dari kandungan elektron bebas pada perambatan gelombang elektromagnetik dapat diabaikan karena sebagian besar refraksi yang terjadi disebabkan oleh adanya sifat molekul gas atmosfer yang netral, sedangkan pada lapisan ionosfer kandungan elektron bebas menjadi penyebab utama terjadinya refraksi pada gelombang elektromagnetik.

halaman 19 2.2.5.1 Bias Troposfer Ketika melalui troposfer, sinyal GPS akan mengalami refraksi yang menyebabkan perubahan kecepatan dan arah sinyal GPS. Efek utama dari bias troposfer adalah terhadap hasil ukuran jarak dari satelit GPS ke receiver di permukaan bumi [Abidin, 2007]. Pengaruh refraksi troposfer pada modulasi fase dan kode adalah sama. Namun, sebagian dari energi sinyal terserap oleh gas-gas yang tidak terionisasi seperti karbondioksida dan molekul air, akibatnya hal itu menimbulkan delay atau jeda sinyal. Hal ini akan mempengaruhi secara langsung pada perjalanan sinyal dari satelit ke receiver yang akan menjadi lebih panjang. Delay ini bervariasi sebagai fungsi dari temperatur, tekanan, dan kelembaban berdasarkan lokasi spasial titik pengamatan. Secara elektrik lapisan troposfer adalah netral yaitu medium non-dispersif untuk gelombang dengan frekuensi di bawah 15 GHz [Yulanda, 1997: Dikutip oleh Soetriyono, 2006] sehingga bias yang dialami gelombang elektromagnetik dari sinyal GPS yang melalui lapisan ini tidak tergantung pada frekuensi, sehingga besarnya tidak dapat diestimasi dengan pengamatan pada dua frekuensi. Pseudorange dan fase keduanya sama diperlambat oleh troposfer, dan besar magnitude dari bias troposfer pada kedua pengamatan tersebut adalah sama. Magnitudo dari bias troposfer berkisar sekitar 2,3 m di arah zenith sampai 20 m pada 10 di atas horison [Abidin, 2000; Seeber, 1993; Wells et al, 1986: Dikutip oleh Soetriyono, 2006]. Besar penyimpangan jarak yang disebabkan oleh perlambatan waktu tempuh pada troposfer disebut dengan Zenith Tropospheric Delay (ZTD) yang merupakan delay pada arah zenit. Sedangkan bias yang dihasilkan dari komponen kering dan basah pada arah zenit dikenal dengan Zenith Hydrostatic Delay (ZHD) dan Zenith Wet Delay (ZWD) [Borbas, 1997: Dikutip oleh Permana, 2002]. Bias troposfer biasanya dipisahkan menjadi komponen kering sebesar 90 % dari bias troposfer total dan sisanya merupakan komponen basah. Dengan menggunakan model troposfer (seperti model Hopfield, Saastamoinen, Marini dan lainnya) serta data ukuran meteorologi (seperti temperatur, tekanan, dan kelembaban) di permukaan bumi, magnitudo komponen kering dari bias troposfer biasanya dapat diestimasi sampai dengan ketelitian

halaman 20 0.2 % [Wells et al, 1986: Dikutip oleh Permana, 2002]. Sedangkan magnitudo dari komponen basah, yang terutama bergantung pada kandungan uap air sepanjang lintasan sinyal biasanya lebih sulit untuk diestimasi secara teliti dari data pengamatan meteorologi di permukaan bumi [Wells et al, 1986: Dikutip oleh Permana, 2002]. Dengan menggunakan model troposfer yang telah ada, delay yang terjadi pada lapisan troposfer didefinisikan sebagai: Hubungan antara indeks refraksi (n) dengan refraktivitas (N) ditulis dengan persamaan: Sehingga dengan mensubtitusikan nilai N didapat persamaan: Dengan memperhitungkan komponen hidrostatik dan komponen basah, delay troposfer untuk satelit, adalah: Dimana adalah refraktivitas troposfer komponen kering dan adalah refraktivitas troposfer komponen basah.

halaman 21 2.2.5.2 Bias Ionosfer Diantara bias ionosfer dan troposfer, bias ionosfer adalah yang terbesar pengaruhnya dalam pengamatan GPS. Bias yang terjadi dapat mencapai 150 m pada kondisi ionosfer yang buruk [Abidin. 2007]. Pada gelombang elektomagnetik dengan frekuensi kurang dari 30 MHz, lapisan ionosfer bersifat seperti cermin, dimana gelombang yang datang dipantulkan kembali. Sedangkan untuk gelombang dengan frekuensi yang lebih dari 30 MHz, termasuk sinyal GPS, lapisan ionosfer mempengaruhi perambatan gelombang dalam hal kecepatan, polarisasi, arah, dan kekuatannya. Gejala perubahan arah dan kecepatan dalam hal ini dikenal sebagai refraksi ionosfer. Efek ionosfer yang terbesar adalah pada kecepatan sinyal. Pada lapisan ionosfer gelombang pembawa (carrier wave) akan mengalami penambahan kecepatan sedangkan gelombang yang termodulasi didalamnya akan mengalami pengurangan kecepatan. Pengaruh dari penambahan dan pengurangan kecepatan tersebut ada pada jarak antara satelit dan receiver dimana jarak dari hasil pengamatan GPS yang diperoleh dari pengamatan pseudorange akan lebih panjang daripada jarak geometri sebenarnya, sedangkan jarak hasil pengamatan carrier phase menjadi lebih pendek [Santoso, 2004]. Besarnya bias jarak ionosfer bergantung pada jumlah elektron sepanjang lintasan sinyal GPS serta frekuensi dari sinyal GPS. Jika gelombang yang datang dari satelit dimisalkan tidak mengalami refraksi ionosfer maka jarak geometris G sepanjang garis lurus dari satelit ke receiver dirumuskan berdasarkan asas fermat sebagai berikut [Seeber, 1993: Dikutip oleh Santoso, 2004]. Dengan memasukkan harga indeks refraksi n sama dengan 1 (indeks refraksi ruang hampa) dan integrasi dilakukan sepanjang jarak S o, yaitu jarak lurus lintasan sinyal dari satelit ke receiver diperoleh:

halaman 22 Jarak yang diperoleh dari pengamatan sebenarnya adalah jarak ukuran U, yaitu jarak sepanjang lintasan gelombang dari satelit ke receiver dan menempuh lintasan gelombang sepanjang S sebagai berikut: Perbedaan antara jarak ukuran U dan jarak geometris G ini didefinisikan sebagai refraksi ionosfer. Atau: Dapat terlihat pada persamaan 2.14 di atas bahwa kesalahan akibat pengaruh bias ionosfer terdiri dari dua komponen yaitu komponen perbedaan jarak akibat perubahan kecepatan dan komponen perbedaan jarak akibat pembelokan arah rambat gelombang [Soetardjo, 1994: Dikutip oleh Santoso, 2004]. Gambar 2.4 berikut adalah ilustrasi perubahan jarak akibat bias ionosfer.

halaman 23 Gambar 2.4 Refraksi ionosfer 2.2.6 Teori Pengamatan dengan GPS Pengamatan lapisan troposfer dan ionosfer pada tulisan ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik dari lapisan ionosfer dan troposfer. Untuk lapisan troposfer karakterisknya diwakili oleh nilai dari PWV (Precipitable Water Vapour) sedangkan untuk lapisan ionosfer karekteristiknya diwakili oleh nilai dari TEC (Total Electron Content). 2.2.6.1 Pengamatan PWV (Precipitable Water Vapour) Dengan mengolah data pengamatan GPS kita bisa mendapatkan nilai ZTD (Zenith Tropospheric Delay) yang kemudian diekstrak menjadi ZWD (Zenith Wet Delay) yaitu perlambatan sinyal disebabkan komponen basah dari troposfer. Perlambatan yang disebabkan ZWD ini dapat dikonversi menjadi kandungan uap air pada troposfer. Harga ZTD sebenarnya merupakan faktor koreksi untuk menentukan jarak satelit GPS ke antena receiver GPS. Karena itu harga ZTD dapat digunakan untuk mengkarakterisasi kondisi troposfer disekitar daerah pengamatan GPS. Cara mengestimasi ZTD adalah dengan menghitung besarnya kesalahan (perbedaan) posisi yang diberikan oleh hasil pengolahan data GPS dengan tidak memasukkan bias troposfer ke dalam proses hitungan, terhadap posisi sebenarnya dari titik yang bersangkutan (yang telah

halaman 24 diketahui koordinatnya) pada selang waktu tertentu. Saat semua kesalahan dieliminir dalam proses pengolahan data, maka sisa kesalahan yang muncul dianggap sebagai kesalahan akibat adanya bias yang dihasilkan troposfer [Glaess, 1997: Dikutip oleh Riyadh, 2006]. Cara ini merupakan metode inversi (inverse problem) dari penentuan posisi dengan menggunakan GPS. Teknik inverse problem dari penentuan posisi dengan GPS ini pada dasarnya adalah menentukan besarnya penyimpangan jarak dari satelit GPS ke antena receiver GPS sebagai akibat dari perlambatan waktu tempuh selama sinyal melewati lapisan troposfer. Perhitungan jarak yang digunakan dapat menggunakan jarak fase maupun jarak pseudorange. Persamaan dasar data fase untuk menghitung jarak satelit GPS ke antena receiver adalah sebagai berikut [Wedyanto, 2001: Dikutip oleh Permana, 2002]: Dimana L adalah jarak satelit GPS ke antena receiver GPS yang dianggap benar, ρ merupakan jarak satelit GPS ke antena receiver GPS yang terukur, N merupakan bias ambiguitas dan error lainnya, ZTD merupakan bias delay troposfer. Dengan menggunakan data pseudorange yang memiliki kesalahan sistematis, digunakan persamaan [Wedyanto, 2001: Dikutip oleh Permana, 2002]: Dimana adalah bias ionosfer, adalah bias troposfer, dan adalah bias sinkronisasi waktu. Sedangkan adalah jarak yang sesungguhnya dari satelit ke receiver R. Persamaan bias troposfer dapat ditulis sebagai berikut: Penggunaan dual frekuensi tidak berlaku bagi delay troposferik, karena bukan medium dispersif. Maka persamaan di atas dapat ditulis kembali menjadi:

halaman 25 Tahapan yang paling penting dalam proses penentuan ZWD adalah mendapatkan besarnya bias yang dihasilkan oleh komponen ZHD dari ZTD. Dengan mengestimasi besar nilai ZTD dan menghitung besarnya pada permukaan, maka nilai ZWD dapat diperoleh dengan cara mengurangkan ZTD dengan ZHD. Untuk menentukan komponen kering atau ZHD dapat dilakukan dengan menggunakan pemodelan hidrostatik yang berkorelasi terbalik dengan faktor ketinggian titik atau tempat pada saat pengamatan dilakukan. Pemodelan dari bias yang dihasilkan oleh komponen kering ZHD dilakukan dengan asumsi bahwa atmosfer berada pada kesetimbangan hidrostatik (Hydrostastic equillibrum). Model zenith model hidrostatik delay Saastamoinen [1973] merupakan model yang sering digunakan, yang diekspresikan dalam persamaan [Bevis, 1992: Dikutip oleh Riyadh 2006]. Dimana P s adalah tekanan total pada permukaan (hektopascal = milibar), φ adalah posisi lintang receiver GPS, h adalah tinggi elipsoid dalam satuan km. Dari persamaan di atas dapat dilihat bahwa penentuan ZHD akan sangat tergantung pada tekanan permukaan, komponen lintang dan tinggi suatu posisi. Nilai dari tekanan total pada permukaan P s dapat dihitung dengan persamaan 2.21 di bawah ini [Dikutip dari Soetriyono, 2006]: Dimana P O adalah tekanan di permukaan laut, H adalah tinggi titik pengamatan di atas MSL, dan H 0 adalah tinggi titik di atas MSL.

halaman 26 Nilai ZWD ini kemudian dikonversi menjadi besaran PWV (Precipitable Water Vapour) dengan menggunakan faktor konversi melalui hubungan sederhana [Bevis, 1992: Dikutip oleh Riyadh 2006]: Dimana: ρw = berat jenis air (kg/m 3 ) R v = konstanta gas khusus untuk uap air (J/kg-K) k 2 = 22.1 ± 2.2 (K/mb) k3 = (3.739 ± 0.012) x 10 5 (K 2 /mb) Tm = bobot temperatur rata-rata atmosfer (K). Emardson dan Derks (1999) menggunakan 0.15 sebagai nilai dari 2002] [Dikutip oleh Permana, 2.2.6.2 Pengamatan TEC (Total Electron Content) TEC (Total Electron Content) merupakan suatu besaran yang cukup rumit karena bergantung pada banyak faktor, terutama faktor aktivitas matahari, medan magnetik bumi, lokasi geografis, musim, dan waktu. Oleh karena itu penentuan suatu model yang tepat dan memuaskan untuk menghitung nilai TEC bukan merupakan hal yang mudah. Penentuan TEC dengan GPS pada dasarnya adalah suatu inverse problem dari penentuan posisi dengan GPS, dalam hal ini dengan menggunakan receiver GPS tipe geodetik dual frekuensi pada titik-titik yang telah diketahui koordinatnya maka kita bisa menghitung besarnya TEC dalam arah pengamatan ke satelit-satelit GPS [Abidin, 2006]. Besarnya bias (jarak) ionosfer bergantung pada jumlah elektron sepanjang lintasan sinyal GPS serta frekuensi sinyal. Seandainya jumlah elektron sepanjang lintasan dinamakan STEC

halaman 27 dan frekuensi dinamakan f, maka besar bias ionosfer orde pertama (d ion ) dapat dirumuskan sebagai berikut: Dimana STEC dinyatakan dalam unit elektron/m 2 dan frekuensi dalam unit Hertz. Patut dicatat di sini bahwa pada frekuensi sinyal GPS, bias ionosfer pada jarak ukuran bias lebih dari 150 m sampai kurang dari 5 m. Besarnya bias ionosfer tersebut didominasi oleh orde pertama, sedangkan orde kedua (fungsi dari 1/f 3 ) dan orde ketiga (fungsi dari 1/f 4 ) secara total hanya akan mencapai level maksimum sebesar beberapa desimeter [Wubbena, 1991: Dikutip oleh Santoso, 2004]. Model matematika untuk penentuan TEC dapat diturunkan dari persamaan pengamatan pseudorange dua frekuensi atau dari persamaan pengamatan carrier phase dua frekuensi. Dalam hal ini TEC yang dihitung adalah TEC vertikal. Berdasarkan persamaan pengamatan carrier phase dua frekuensi: Nilai TEC dapat dihitung dengan menyelisihkan kedua persamaan di atas sehingga diperoleh persamaan: