J. Sains MIPA, Desember 2007, Vol. 13, No. 3, Hal.: 206-210 ISSN 1978-1873 PENGARUH TEMPERATUR PENUAAN (AGEING) TERHADAP PENGERASAN PRESIPITASI PADUAN AlMgSi ABSTRACT Simon Sembiring Jurusan Fisika FMIPA, Universitas Lampung Jl. S. Brojonegoro No. 1 Bandar Lampung 35145 Diterima 24 April 2007, perbaikan 17 Januari 2008, disetujui untuk diterbitkan 22 Januari 2008 The influences of ageing temperatures on the precipitation hardening of AlMgSi alloy have been investigated. The precipitation hardening was treated with solution treatment at temperature of 550 o C, followed by quenching in water and artificial ageing at temperatures of 160 o C, 180 o C, and 200 o C. The results show that the optimum hardness of the sample was not achieved at temperature ageing of 160 o C. The sample gain hardness optimum of 132 kg/mm 2 and 131 kg/mm 2 at temperatures ageing of 180 o C and 200 o C, respectively. Keywords: Hardness, microstructure, Metal, Heat Treatment 1. PENDAHULUAN Aluminium adalah material yang sudah banyak digunakan pada industri, kontruksi bangunan dan alat transportasi, yang memiliki sifat tahan korosi, penghantar listrik dan panas, namun kekuatannya rendah. Untuk memodifikasi sifat aluminium seperti keuletan, kekuatan, dan kekerasan, aluminium dapat dipadukan dengan menambahkan unsur additif seperti Mg, Si, Fe, Mn dan Cr 1). Penambahan unsur paduan terhadap aluminium untuk meningkatkan kekerasan dan kekuatan luluh (yield strength) telah dilakukan dengan perlakuan panas 2). Salah satu bahan paduan aluminium adalah AlMgSi yang terdiri dari 0.8%-1.5% berat Mg dan Si 3), memiliki sifat mekanik yang baik, tahan korosi, mudah dibentuk, liat (ductility) 4), sudah banyak digunakan sebagai alat transportasi, dan pipa irigasi 5). Berdasarkan penelitian terdahulu, penambahan unsur Mg dapat meningkatkan kekuatan tarik, kekerasan, menghambat korosi dan mudah di las (weldability) 3,6), sedangkan dengan penambahan unsur Si selain meningkatkan sifat mekanik seperti kekuatan tarik/luluh, kekerasan, juga menambah respon pada penuaan (ageing), keliatan dan meningkatkan titik lebur 7). Pengerasan presipitasi yang dikenal dengan pengerasan ageing merupakan metode pengerasan melalui proses perlakuan panas (heat treatment) yang menggunakan presipitat (endapan) sebagai agen pengerasnya 8). Proses perlakuan panas paduan AlMgSi untuk pengerasan presipitasi meliputi beberapa tahapan diantaranya, pelarutan panas (solution treatment), pendinginan (quenching) dan penuaan (ageing). Proses pengerasan presipitasi pada paduan AlMgSi terjadi akibat adanya perlakuan panas yang dilakukan secara perlahan lahan dan penurunan batas kelarutan (solubility limit), sehingga mengalami kondisi lewat jenuh yang mengakibatkan terbentuknya presipitat 8). Presipitasi yang terbentuk akibat penambahan Mg dan Si adalah Mg2Si, ketika temperatur perlakuan panas diantara 510 o C-600 o C 9). Pendinginan cepat (quenching) merupakan langkah kedua dalam proses pengerasan presipitasi. Pada proses pendinginan, paduan AlMgSi didinginkan dengan cepat, biasanya pada temperatur ruang menggunakan media pendingin air 10), sehingga paduan akan mengalami kondisi larutan padat lewat jenuh (supersaturated solid solution) yang menghasilkan tenaga penggerak dalam proses presipitasi. Untuk meningkatkan kekerasan paduan yang telah mengalami presipitasi melalui heat treatment dan quenching dilanjutkan dengan proses penuaan (ageing). Paduan AlMgSi mengalalami peningkatan kekuatan tarik/luluh pada saat temperatur ageing 175 o C 6). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa pengaruh temperatur dan waktu ageing terhadap kekerasan dan keterkaitannya dengan struktur mikro paduan AlMgSi, sehingga diperoleh kekerasan optimum. Pengujian kekerasan paduan AlMgSi digunakan uji kekerasan Vickers dan analisis mikrostruktur digunakan mikroskop optik (MO). 2. METODE PENELITIAN Sampel paduan AlMgSi diperoleh dari Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN), Puspitek Tangerang, dipotong dengan ukuran 1 cm x 1cm sebanyak 3 buah, kemudian dimasukkan ke dalam tungku pemanas/furnace merk Advantec Type KL600 dan dipanaskan pada temperature 550 o C selama 30 menit. Untuk 206
J. Sains MIPA, Desember 2007, Vol. 13, No. 3 mendapatkan kondisi lewat jenuh (supersaturasi), sampel didinginkankan secara cepat (quenching) ke dalam media air pada temperatur kamar selama 10 detik. Sampel selanjutnya dipanaskan kembali di dalam furnace dengan temperatur masing masing 160 o C180 o C dan 200 o C dengan variasi waktu 1, 3, 10, 100, 300, 3000 dan 10.000 menit. Untuk melihat presipitasi sampel yang telah dipanaskan, diuji kekerasannya dengan menggunakan uji Vickers merk Frank Finotest sebanyak 9 titik tiap sampel dengan waktu penekanan 30 detik. Sampel yang telah di uji kekerasannya, dilanjutkan dengan proses metalografi untuk analisis mikrostruktur dengan menggunakan mikroskop optik (MO) merk Nikon. Sebelum analisis mikrostruktur, sampel terlebih dahulu di mounting dan etsa selama 30 60 detik menggunakan Keller reagent yang berisi campuran 48 % HF (1 ml), HCl (1.5 ml) HNO3 (2.5 ml) dan air 95 ml. Pengetsaan dilakukan untuk memperoleh gambar struktur mikro dengan batas butir yang maximal. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Analisis Kekerasan Proses ageing pada temperatur yang diberikan menimbulkan perubahan kekerasan yang bervariasi 200 dengan waktu ageing yang berbeda beda. Dengan meningkatnya temperatur dan waktu ageing, kekerasan paduan semakin meningkat. Gambar 1 menunjukkan kurva kekerasan pada temperatur ageing 160 o C, 180 o C dan 200 o C terhadap waktu ageing. Proses ageing dengan perubahan tingkat kekerasan (hardness) dapat dijelaskan dengan beberapa tahap diantaranya tahap awal, tahap pra puncak, tahap puncak dan tahap akhir. Pada tahap awal ageing (1 menit), nilai kekerasan paduan AlMgSi meningkat dengan meningkatnya temperatur ageing akibat pembentukan presipitat. Hal ini telah diteliti sebelumnya bahwa temperatur ageing yang tinggi dapat menghasilkan pembentukan presipitat dengan jumlah banyak dan cepat dibandingkan dengan temperatur ageing yang lebih rendah 11). Tahap pra puncak (3-100 menit), menunjukkan bahwa nilai kekerasan meningkat dengan bertambahnya waktu ageing, namun nilai kekerasan pada temperatur 180 C lebih besar dibandingkan dengan kekerasan pada temperatur 200 C dan keduanya lebih besar dibandingkan dengan kekerasan pada temperatur 160 C. Fenomena ini sama dengan yang telah dilakukan sebelumnya bahwa pada temperatur ageing yang tinggi paduan telah melebihi batas kelarutan (solubility limit) sehingga paduan menghasilkan presipitat yang kurang homogen mengakibatkan proses ageing tidak merata dan tidak berjalan dengan sempurna 12,4). Kekerasan Vickers (Kg/mm 2 ) 175 160 o C 150 180 o C 125 100 200 o C 75 50 1 10 100 1000 10000 Gambar 1. Kurva kerubahan kekerasan pada temperatur ageing 160 C, 180 C dan 200 C terhadap waktu ageing. Error bar menunjukkan 2 deviasi rata-rata (±). Tabel 1. Nilai Puncak kekerasan Paduan AlMgSi Waktu Penuaan (menit) Suhu Ageing ( o C) 160 180 200 Kekerasan Optimum (Kg/mm 2 ) 182,1 ± 2,6 (belum mencapai puncak) 132,2 ± 3,2 (puncak) 131,3 ± 1,5 (puncak) Waktu Ageing (Menit) 10000 1000 300 207
Simon Sembiring Pengaruh Temperatur Penuaan (Ageing) Pada tahap puncak ageing yaitu antara waktu ageing 300-1.000 menit, menunjukkan bahwa pada temperatur ageing 160 C belum menghasilkan nilai puncak kekerasan sampai dengan waktu yang digunakan, sedangkan pada temperatur ageing 180 C dan 200 C menghasilkan nilai puncak kekerasan seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1. Tabel 1 menunjukkan bahwa puncak kekerasan pada temperatur ageing 200 o C menghasilkan nilai puncak kekerasan lebih rendah dibandingkan puncak kekerasan pada temperatur 180 o C, namun waktu ageing untuk mencapai puncak kekerasan lebih cepat dibandingkan dengan temperatur 180 o C. Hasil ini menunjukkan bahwa proses kinetika presipitasi dimana laju presipitat lebih cepat terjadi pada temperatur ageing lebih tinggi, sehingga puncak kekerasan didapatkan lebih cepat pada temperatur yang lebih tinggi 1). Pada tahap akhir ageing yaitu antara waktu ageing 3.000-10.000 menit, menunjukkan bahwa nilai kekerasan pada temperatur ageing 160 o C terus meningkat, sedangkan pada temperatur ageing 180 o C dan 200 o C menurun, namun penurunan kekerasan pada temperatur 180 o C lebih besar dibandingkan penurunan kekerasan pada temperatur 200 o C atau dengan kata lain kekerasan pada temperatur 180 o C lebih tinggi dari kekerasan pada temperatur 200 o C. Phenomena penurunan kekerasan ini berkaitan dengan terjadinya over ageing yang lebih cepat terjadi pada temperatur tinggi, karena semakin cepat puncak kekerasan terjadi mengakibatkan semakin cepat terjadinya over ageing 11,13,14). Kekerasan meningkat dengan waktu ageing bertambah, namun pada waktu ageing tertentu (over ageing) kekerasan menurun. Pada over ageing pergerakan dislokasi antar presipitat terhambat akibat kekerasan meningkat dan kekerasan menurun akibat pergerakan dislokasi mudah melewati presipitat 8,15,16). 3.2. Analisis Struktur Mikro Selain berpengaruh terhadap kekerasan, perlakuan panas juga dapat mempengaruhi struktur mikro AlMgSi. Gambar 2 (a), (b), dan (c) menunjukkan mikrostruktur paduan AlMgSi pada temperatur ageing 160 o C, 180 o C Mg2Si (a) c (b) (c) Gambar 2. Struktur mikro dengan ageing 160 o C, 180 o C dan 200 o C dengan waktu ageing 10.000 menit. Tampak warna hitam adalah partikel Mg2Si. 208
J. Sains MIPA, Desember 2007, Vol. 13, No. 3 dan 200 o C dengan waktu ageing 10.000 menit. Hasil struktur mikro paduan AlMgSi menunjukkan bahwa permukaan Mg2Si terdistribusi (warna hitam) dan dasar paduan aluminium (matriks). Dari penelitian sebelumnya diketahui bahwa paduan AlMgSi terdiri dari pembentukan struktur Mg2Si yang tersebar pada permukaan paduan 17). Pada temperatur ageing (180 o C), pembentukan partikel Mg2Si merata, namun ukuran dan jarak antar partikel lebih besar dibandingkan dengan ukuran dan jarak pada temperatur ageing (160 o C). Sebaliknya pada temperatur ageing (200 o C), pembentukan partikel Mg2Si tidak merata dengan ukuran dan jarak antar partikel lebih besar. Hubungan perubahan kekerasan dengan perubahan struktur mikro terlihat nyata dari hasil nilai puncak kekerasan tercapai melalui proses awal, puncak dan akhir yakni pada temperatur ageing 180 o C dan 200 o C. Pada tahap awal mempunyai nilai kekerasan yang rendah (Gambar 1) ditunjukkan dengan struktur mikro pembentukan Mg2Si tidak merata dan ukuran partikel dengan jarak antar partikel yang lebih kecil (Gambar 2). Pada keadaan puncak menghasilkan nilai kekerasan yang lebih rendah (Tabel 1) dengan pembentukan Mg2Si yang merata dengan jarak antar partikel lebih besar, sehingga nilai kekerasan pada temperatur ageing 200 o C lebih kecil dibandingkan dengan 180 o C (Tabel 1). Pada tahap over ageing kekerasan menurun mengakibatkan pembentukan partikel Mg2Si lebih sedikit dengan jarak antar patrikel yang lebih jauh (Gambar 2). 4. KESIMPULAN DAN SARAN 4.1. Kesimpulan Dari hasil penelitian dilakukan, diperoleh beberapa kesimpulan berkaitan dengan pengaruh temperatur ageing pada paduan AlMgSi sebagai berikut: (1) Pada temperatur ageing 160 o C belum menghasilkan nilai optimum puncak kekerasan, namun pada temperatur 180 o C diperoleh nilai optimum puncak kekerasan dengan nilai masing masing 132 kg/mm 2 dengan waktu ageing 1000 menit dan pada temperatur 200 o C diperoleh nilai optimum puncak kekerasan 131 kg/mm 2 dengan waktu ageing 300 menit; (2) Dengan meningkatnya temperatur ageing semakin cepat puncak kekerasan diperoleh, namun mempunyai nilai kekerasan yang lebih rendah; (3) Pada temperatur ageing 160 o C180, dan 200 o C diperoleh pembentukan struktur Mg2Si pada permukaan paduan AlMgSi. 4.2. Saran Untuk mendapatkan hasil yang lebih rinci disarankan melakukan karakterisasi dengan menggunakan Scanning electron Microscopy (SEM) dan Tranmission Electron Microscopy (TEM) untuk mendapatkan struktur mikro dengan distribusi presipitat Mg2Si pada permukaan. DAFTAR PUSTAKA 1 Oguzie, E.E, Unaegbu, C.C, Ogukwe, B.N, Okolue and Onuchukwu, Charakterisasation of Mild Steel in Sulphuric acid using Synergistic Halide Additives, 2004, Material Chem. Phys., 84: 363-368. 2 Bennet, P and Boffardi, 2004, Corrosion Control of Industrial Cooling Water Systems, Materials Performance, 17-24. 3 Zhao, J.M, and Zuo, Y, 2002, The effects of Molybdate and Dichromate anions on pit propagation of Mild Steel in Bicarbonate Solution Containing Cl, Corrosion Science, 44: 2119-2130.. 4 Cobden, R, 1994. Aluminium : Physical Properties, Characteristics and Alloy. Lecture 1501. TALAT (Training in Aluminium Aplication Technologies). Banbury. UK. pp19-31. 5 Pozrikidis, C, 2003, A Practical Guide to Boundary Element Methods, Chapman @ Hall/CRC, London. 6 Rooy, E.L. 2004. Introduction to Aluminum and Aluminum Alloys. ASM Handbook, Formerly, 9 th ed, Metals Handbook.: 39-41. USA. 7 Lewandowski, Z.R, Avci, M, Geiser, X, Shi, K and Brughton, N.Y, 2003. Precipitation of Excess Silicon during Heat Treatment of Cast Ni- 7% w t Fe - 0,4% wt Mg Alloy. Material Science Forum, 4:. 65-72. 8 Smith, W.F. 1990. Materials Science and Engineering. Second Edition. Mc. Graw Hill. USA. pp508-516. 9 Murayama, M., Hono, K., Saga, M., and Kikuchi, K. 1997. Preprecipitation Stage of AlMgSi Alloys. National Research Instituete for Metal. Tokyo. Hal 1-2. 10 http//w.w.w.prochemecth.com/chem/cwt/cwt.html, 2003 11 Sutiarso. 1993. The Effect of Cooper and Heat Treatment on the Ageing Response of an Al-Mg- Si Alloys. Thesis S2. Faculty of Science, University of Manchester. UK. p 49. 12 Brooks, C.R. 1991. Heat Treating of Aluminium Alloys. ASM Handbook, Volume 4. USA. pp 864-865. 209
Simon Sembiring Pengaruh Temperatur Penuaan (Ageing) 13 Lodgaard, L. and Ryum, N. 1999. Precipitation of Dispersoids Containing Mn and / Cr in AlMgSi Alloys. Material Science and Engineering A 283. Elsevier Science Ltd. Britain. pp 144-152. 14 Sutiarso, Lorimer, G.A. and Parson, N.C. 2002. The Influence of Copper and Silicon Additions on the Extrudebility and Mechanical Properties of a Series of Aluminium Alloys Based on AA6111. The 8 th International Conferrence. Prociding Alluminium Alloys 2 5 Juli 2002. Cambridge. UK. pp 145-150. 15. Norman, E.D. 1999. Mechanical Behavior of Materials. Prentice Hall International Inc.London. UK. pp 142-143. 16 Kisell, J.R., Pantelakis, S.G., and Haidemenopoulus, G.N. 2002. Aluminium and Aluminium Alloys. North Carolina. USA. pp 1-2. 17 Vourt, G.F. 1985. Metallography and Microstructure. ASM Handbook, 9: pp352-357. USA 210