PENINGKATAN SIFAT MEKANIK BAHAN STRUKTUR PADUAN ALUMINIUM FERO NIKEL DENGAN PENGUATAN FASE KEDUA DAN STRUKTUR BUTIR

dokumen-dokumen yang mirip
PENINGKATAN SIFAT MEKANIK BAHAN STRUKTUR PADUAN ALUMINIUM FERO NIKEL DENGAN PENGUATAN FASA KEDUA DAN STRUKTUR BUTIR

KARAKTERISASI SIFAT MEKANIK DAN MIKROSTRUKTUR PADUAN INTERMETALIK AlFeNi SEBAGAI BAHAN KELONGSONG BAHAN BAKAR

FORMASI FASA DAN MIKROSTRUKTUR BAHAN STRUK- TUR PADUAN ALUMINIUM FERO-NIKEL HASIL PROSES SINTESIS

PENGARUH KADAR Ni TERHADAP SIFAT KEKERASAN, LAJU KOROSI DAN STABILITAS PANAS BAHAN STRUKTUR BERBASIS ALUMINIUM

Pengaruh Temperatur Heat-Treatment terhadap Kekerasan dan Struktur Mikro Paduan Al-Fe-Ni

SINTESIS PADUAN AIFeNi DEN CAN METODA PELEBURAN

PENGARUH TEMPERATUR TERHADAP SIFAT BAHAN PADUAN ALUMINIUM FERO NIKEL

PENGEMBANGAN PADUAN AlFeNi SEBAGAI BAHAN STRUKTUR INDUSTRI NUKLIR

PENGARUH WAKTU PEMANASAN TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN STRUKTUR FASA PADUAN ALUMINIUM FERO NIKEL

SINTESIS PADUAN ALUMINIUM FERO NIKEL SEBAGAI BAHAN STRUKTUR CLADDING ELEMEN BAKAR NUKLIR

KARAKTERISASI PADUAN AlFeNiMg HASIL PELEBURAN DENGAN ARC FURNACE TERHADAP KEKERASAN

PENCIRIAN PADUAN ALUMINIUM-BESI-NIKEL SEBAGAI KELONGSONG ELEMEN BAICAR BERDENSITAS TINGGI ASEP ARY RAMMELYADI

REAKSI TERMOKIMIA PADUAN AlFeNi DENGAN BAHAN BAKAR U 3 Si 2

KARAKTERISASI SIFAT MEKANIK DAN MIKRO- STRUKTUR U-Mo SEBAGAI KANDIDAT BAHAN BAKAR REAKTOR RISET

KARAKTERISASI INGOT PADUAN U-7Mo-Zr HASIL PROSES PELEBURAN MENGGUNAKAN TUNGKU BUSUR LISTRIK

ANALISIS SIFAT TERMAL PADUAN AlFeNi SEBAGAI KELONGSONG BAHAN BAKAR REAKTOR RISET

BAB IV PROSES PERLAKUAN PANAS PADA ALUMINIUM

HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer.

KARAKTERISASI SIFAT TERMAL PADUAN AlFe(2,5%)Ni(1,5%) DAN AlFe(2,5%)Ni(1,5%)Mg(1%) UNTUK KELONGSONG BAHAN BAKAR REAKTOR RISET

PENGUKURAN SIFAT TERMAL ALLOY ALUMINIUM FERO NIKEL MENGGUNAKAN ALAT DIFFERENTIAL THERMAL ANALYZER

BAB IV HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN

Pengaruh Waktu Penahanan Artificial Aging Terhadap Sifat Mekanis dan Struktur Mikro Coran Paduan Al-7%Si

pendinginan). Material Teknik Universitas Darma Persada - Jakarta

KARAKTERISASI INGOT PADUAN Zr-Mo-Fe-Cr PASCA PERLAKUAN PANAS

dislokasi pada satu butir terjadi pada bidang yang lebih disukai (τ r max).

BAB 1. PERLAKUAN PANAS

Diagram Fasa. Latar Belakang Taufiqurrahman 1 LOGAM. Pemaduan logam

PENGERASAN PERMUKAAN BAJA ST 40 DENGAN METODE CARBURIZING PLASMA LUCUTAN PIJAR

PENGARUH PENAMBAHAN KOMPOSISI Al PADA PADUAN Fe-Ni-Al

PENGARUH PENAMBAHAN NIKEL (Ni) TERHADAP STRUKTUR KRISTAL, MORFOLOGI, DAN KEKERASAN PADA PADUAN Al (2-x) FeNi (1+x)

BAB I PENDAHULUAN. tinggi,menyebabkan pengembangan sifat dan karakteristik aluminium terus

PENGARUH MEDIA PENDINGIN PADA PROSES HARDENING MATERIAL BAJA S45C

ANALISIS KOMPOSISI BAHAN DAN SIFAT TERMAL PADUAN AlMgSi-1 TANPA BORON HASIL SINTESIS UNTUK KELONGSONG ELEMEN BAKAR REAKTOR RISET

PENGARUH UNSUR Nb PADA BAHAN BAKAR PADUAN UZrNb TERHADAP DENSITAS, KEKERASAN DAN MIKROSTRUKTUR

Perilaku Mekanik Tembaga Fosfor C1220T-OL Pada Proses Annealing dan Normalizing

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENGARUH KANDUNGAN NIOBIUM TERHADAP MIKROSTRUKTUR, KOMPOSISI KIMIA DAN KEKERASAN PADUAN Zr Nb Fe Cr

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI PADUAN UMo SEBAGAI KANDIDAT BAHAN BAKAR NUKLIR TIPE DISPERSI

1 BAB I PENDAHULUAN. Salah satu industri yang cukup berkembang di Indonesia saat ini adalah

PENGARUH Cu PADA PADUAN Al-Si-Cu TERHADAP PEMBENTUKAN STRUKTUR KOLUMNAR PADA PEMBEKUAN SEARAH

Heat Treatment Pada Logam. Posted on 13 Januari 2013 by Andar Kusuma. Proses Perlakuan Panas Pada Baja

PERUBAHAN STRUKTUR MIKRO DAN KEKERASAN PADUAN Co-Cr-Mo-C-N PADA PERLAKUAN AGING

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Background 12/03/2015. Ayat al-qur an tentang alloy (Al-kahfi:95&96) Pertemuan Ke-2 DIAGRAM FASA. By: Nurun Nayiroh, M.Si

PENGARUH UNSUR ALUMINIUM DALAM KUNINGAN TERHADAP KEKERASAN, KEKUATAN TARIK, DAN STRUKTUR MIKRO

ANALISA PENGARUH AGING 400 ºC PADA ALUMINIUM PADUAN DENGAN WAKTU TAHAN 30 DAN 90 MENIT TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS

STUDI PENGARUH TEMPERATUR DAN WAKTU AGING TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN MIKROSTRUKTUR KOMPOSIT

BAB V DIAGRAM FASE ISTILAH-ISTILAH

PENGARUH PROSES PERLAKUAN PANAS TERHADAP KEKERASAN DAN STRUKTUR MIKRO BAJA AISI 310S

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

METODE PENINGKATAN TEGANGAN TARIK DAN KEKERASAN PADA BAJA KARBON RENDAH MELALUI BAJA FASA GANDA

BAB IV PEMBAHASAN. BAB IV Pembahasan 69

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei-Agustus 2012 di Instalasi Elemen

Kategori unsur paduan baja. Tabel periodik unsur PENGARUH UNSUR PADUAN PADA BAJA PADUAN DAN SUPER ALLOY

PENGARUH PROSES PERLAKUAN PANAS TERHADAP KEKERASAN DAN STRUKTUR MIKRO BAJA AISI 310 S. Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENGARUH NITROGEN TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN STRUKTUR MIKRO PADUAN IMPLAN Co-28Cr-6Mo-0,4Fe-0,2Ni YANG MENGANDUNG KARBON HASIL PROSES HOT ROLLING

ANALISIS STRUKTUR DAN KOMPOSISI FASE PADUAN U-7%Mo-x%Zr (x = 1, 2, 3% berat) HASIL PROSES PELEBURAN

HEAT TREATMENT PADA ALUMINIUM PADUAN

PENGARUH DEFORMASI DINGIN TERHADAP KARAKTER PADUAN Zr-0,3%Mo-0,5%Fe-0,5%Cr PASCA PERLAKUAN PANAS

TUGAS AKHIR. Tugas Akhir ini Disusun Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta

Jurnal Flywheel, Volume 1, Nomor 2, Desember 2008 ISSN :

Jl. Prof. Sudharto, SH., Tembalang-Semarang 50275, Telp * Abstrak. Abstract

PENGARUH UNSUR SILIKON PADA ALUMINIUM ALLOY (Al Si) TERHADAP SIFAT MEKANIS DAN STRUKTUR MIKRO

KARAKTERISTIK SIFAT MEKANIK DAN MIKROSTRUKTUR PADUAN UZrNb PASCA PERLAKUAN PANAS

STUDI TENTANG KEKERASANCLADDING PEB U3Sh-AL TMU RENDAH - TINGGI PRA IRADIASI

ANALISIS MIKROSTRUKTUR DAN KIMIA TERHADAP HASIL KOROSI PADA INGOT AlFeNiMg

HEAT TREATMENT. Pembentukan struktur martensit terjadi melalui proses pendinginan cepat (quench) dari fasa austenit (struktur FCC Face Centered Cubic)

MATERIAL TEKNIK DIAGRAM FASE

4.1 ANALISA STRUKTUR MIKRO

ANALISIS POLA DIFRAKSI PADA INGOT PADUAN Zr-1%Sn1%Nb-0,1%Fe DAN Zr- 1%Sn-1%Nb-0,1%Fe-0,5%Mo

Dosen Pembimbing : Sutarsis, S.T, M.Sc.Eng

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Panen adalah pemotongan tandan buah dari pohon sampai dengan. faktor penting dalam pencapain produktivitas.

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian ini dilakukan pembuatan keramik Ni-CSZ dengan metode kompaksi

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode eksperimen.

KARAKTERISASI SIFAT MEKANIK PADUAN ALUMINIUM AA.319-T6 AKIBAT PENGARUH VARIASI TEMPERATUR AGING PADA PROSES PRECIPITATION HARDENING

Pengaruh Temperatur Solution Treatment dan Aging terhadap Fasa Dan Kekerasan Copperized-AISI 1006

PENGARUH JARAK DARI TEPI CETAKAN TERHADAP KEKUATAN TARIK DAN KEKERASAN PADA CORAN ALUMINIUM

BAB III PERCOBAAN DAN HASIL PERCOBAAN

PENGARUH PROSES QUENCHING TERHADAP LAJU KOROSI BAHAN BAKAR PADUAN UZr

STUDI PENGARUH VARIASI KUAT ARUS PENGELASAN PELAT AISI 444 MENGGUNAKAN ELEKTRODA AWS E316L

PENGARUH KANDUNGAN Si TERHADAP MIKROSTRUKTUR DAN KEKERASAN INGOT Zr-Nb-Si

Simposium Nasional RAPI XI FT UMS 2012 ISSN :

PEMBENTUKAN SINGLE PHASE PADUAN U7Mo.xTi DENGAN TEKNIK PELEBURAN MENGGUNAKAN TUNGKU BUSUR LISTRIK

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Diagram Alir Penelitian Pada penelitian ini langkah-langkah pengujian mengacu pada diagram alir pada Gambar 3.1.

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian ini dilakukan pembuatan keramik komposit CSZ-Ni dengan

KARAKTERISTIK MIKROSTRUKTUR DAN FASA PADUAN Zr- 0,3%Nb-0,5%Fe-0,5%Cr PASCA PERLAKUAN PANAS DAN PENGEROLAN DINGIN

Konsep Dislokasi. Pengertian dislokasi

PENGARUH BAHAN ENERGIZER PADA PROSES PACK CARBURIZING TERHADAP KEKERASAN CANGKUL PRODUKSI PENGRAJIN PANDE BESI

PENGARUH BENDING RADIUS PADA LIGHTENING HOLES PROCESS TERHADAP KERETAKAN AL 2024 T3 SHEET

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam menunjang industri di Indonesia. Pada hakekatnya. pembangunan di bidang industri ini adalah untuk mengurangi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Foto Mikro dan Morfologi Hasil Pengelasan Difusi

PENGARUH IRADIASI-γ TERHADAP REGANGAN KISI DAN KONDUKTIVITAS IONIK PADA KOMPOSIT PADAT (LiI) 0,5 (Al 2 O 3.4SiO 2 ) 0,5

BAB VII PROSES THERMAL LOGAM PADUAN

PENGARUH PERLAKUAN TEMPERING TERHADAP KEKERASAN DAN KEKUATAN IMPAK BAJA JIS G 4051 S15C SEBAGAI BAHAN KONSTRUKSI. Purnomo *)

Analisis Kualitas Produk Alumunium yang Dicetak Dalam Fase Semi Solid Liquid ditinjau dari Sifat Fisis dan Mekanis

PENGARUH PERLAKUAN PANAS PADA ANODA KORBAN ALUMINIUM GALVALUM III TERHADAP LAJU KOROSI PELAT BAJA KARBON ASTM A380 GRADE C

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu material yang sangat penting bagi kebutuhan manusia adalah

ANALISA PERUBAHAN DIMENSI BAJA AISI 1045 SETELAH PROSES PERLAKUAN PANAS (HEAT TREATMENT)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Transkripsi:

PENINGKATAN SIFAT MEKANIK BAHAN STRUKTUR PADUAN ALUMINIUM FERO NIKEL DENGAN PENGUATAN FASE KEDUA DAN STRUKTUR BUTIR M.Husna Al Hasa Pusat Teknologi Bahan Bakar Nuklir, BATAN Kawasan Puspiptek, Serpong 15313 ABSTRAK PENINGKATAN SIFAT MEKANIK BAHAN STRUKTUR PADUAN ALUMINIUM FERO NIKEL DENGAN PENGUATAN FASE KEDUA DAN STRUKTUR BUTIR. Pengembangan paduan logam aluminium AlFeNi sebagai bahan struktu rkelongsong bahan bakar dilakukan sebagai antisipasi pengembangan bahan bakar reaktor riset berdensitas tinggi guna mengimbangi sifat kekerasan bahan bakar. Paduan AlFeNi diperoleh melalui proses sintesis dengan metode kompaksi dan peleburan. Proses sintesis ini diharapkan menghasilkan peningkatan sifat mekanik paduan logam AlFeNi. Karakterisasi sifat mekanik, mikrostruktur dan identifikasi fase dilakukan terhadap spesimen hasil sintesis. Pengujian sifat mekanik dilakukan dengan pengukuran kekerasan paduan menggunakan metode Vicker. Analisis mikrostruktur dilakukan dengan menggunakan metalografik-optikal. Analisis fase dilakukan berdasarkan pola difraksi sinar x dan diagram kesetimbangan fase. Hasil pengukuran kekerasan paduan AlFeNi dengan kadar 1,5%Fe, 2%Fe dan 3%Fe masing-masing berkisar 51HV, 54HV dan 64HV. Hasil analisis mikrostruktur memperlihatkan struktur butir berbentuk dendrit dan cenderung mengalami perubahan seiring dengan meningkatnya kadar Fe dalam paduan. Mikrostruktur butir dengan kadar 1,5%Fe, 2%Fe dan 3%Fe memperlihatkan struktur butir berbentuk dendrit yang cenderung mengecil dengan semakin tinggi kadar Fe dalam paduan. Hasil analis pola difraksi sinar x memperlihatkan kecenderungan pembentukan fase θ (FeAl 3 ) pada paduan AlFeNi dengan kadar 2%Fe dan fase τ (FeNiAl 9 ) dengan kadar 3%Fe. Sifat kekerasan paduan AlFeNi relatif semakin meningkat seiring dngan meningkatnya unsur pemadu Fe dalam paduan. Kata kunci: Paduan AlFeNi, kelongsong, kekerasan ABSTRACT MECHANICAL PROPERTIES ENHANCED OF THE NICKEL FERRO ALUMINUM ALLOY WITH SECOND PHASE REINFORCEMENT AND GRAIN STRUCTURE. Development of AlFeNi alloy for fuel cladding structure material was done as anticipation of the high density fuel development for research reactor to balance the fuel hardness. The AlFeNi alloy was got to pass synthesis process with method of compact and fusion.this synthesis was supposed will increase mechanical properties of the AlFeNi alloy. The characterization of mechanical properties, microstructure and phase identification was done towards spesimen synthesis result. Mechanical properties testing was conducted with measurement of alloy hardness by using Vicker tester. The microstructure analysis was performed by using optical metallography. The phase analysis was done based on x-ray diffraction pattern and phase equilibrium diagram. The hardness measurement result of the AlFeNi alloy with 1,5%Fe, 2%Fe and 3%Fe was about 51HV, 54HV and 64HV. The microstructure analysis result showed grain structure was dendrite formed and tend to change along with the increasing of Fe content in alloy. The grain microstructure with 1,5%Fe, 2%Fe and 3%Fe showed that grain structure was dendrite formed inclined smaller with degree excelsior Fe content in the alloy. The result of x-ray diffraction pattern analysis shows formation inclination the θ phase (FeAl 3 ) in AlFeNi 238

alloy with 2%Fe and phase (FeNAl 9 ) with 3%Fe. The hardness of AlFeNi alloy was relatively more increase along with the increasing of Fe content in blend. Key words : AlFeNi alloy, cladding, hardness. 1. PENDAHULUAN Paduan logam aluminium telah digunakan secara luas dalam berbagai bidang sebagai komponen struktur pendukung dan utama pada kegiatan konstruksi dan industri, baik industri transportasi maupun instalasi nuklir. Pada instalasi nuklir paduan aluminium digunakan sebagai bahan struktur komponen reaktor dan bahan bakar terutama untuk kelongsong bahan bakar. Kelongsong bahan bakar berbasis aluminium telah dikembangkan oleh berbagai negara di dunia seiring dengan pengembangan bahan bakar maju berdensitas tinggi. Pengembangan bahan struktur aluminium sebagai kelongsong dilakukan karena paduan aluminium memenuhi persyaratan yang diinginkan. Pengembangan bahan struktur cladding ini diharapkan akan mendapatkan paduan logam yang memiliki kekuatan yang relatif lebih baik guna mengimbangi sifat kekerasan bahan bakar densitas tinggi. Paduan aluminium yang berpotensi untuk digunakan sebagai cladding bahan bakar berdensitas tinggi dimasa mendatang, antara lain, AlMgNi dan AlFeNi [1]. Pengembangan bahan bakar maju berdensitas tinggi berorientasi kepada penggunaan uranium pengkayaan rendah sesuai dengan program RERTR (Reduced Enrichment for Research and Test Reactors) [2,3]. Program ini bertujuan untuk mengkonversi pemakaian uranium dari pengayaan tinggi ke pengayaan rendah dan semua negara yang terikat dengan perjanjian NPT (Non Proliferation Treaty) telah menindaklanjuti program ini. Perancis telah mengembangkan bahan bakar berdensitas tingi dengan menggunakan bahan struktur kelongsong paduan AlFeNi dan beberapa negara Eropa lainnya telah pula melakukan pengkajian penggunaan AlFeNi sebagai kelongsong bahan bakar [4]. Penelitian yang dilakukan oleh beberapa negara, seperti Perancis menginformasikan bahwa paduan logam AlFeNi memiliki sifat mekanik dan ketahanan korosi yang relatif baik [4,5]. Penelitian ini akan melakukan karakterisasi sifat paduan logam AlFeNi hasil eksperimen proses sintesis dengan metode metalurgi serbuk dan peleburan. Proses sintesis ini akan memberikan dampak peningkatan terhadap sifat logam terutama sifat mekanik. Proses sintesis dengan melakukan pemaduan tiga unsur logam Al, Fe dan Ni diharapkan akan meningkatkan sifat logam, seperti sifat kekuatan dan kekerasan. Menurut Dieter [6] menyatakan bahwa penguatan sifat logam dapat ditingkatkan melalui beberapa mekanisme, antara lain dengan mekanisme pengerasan regangan (strain hardening), larut padat (solid solution), dan pembentukan fase kedua (second phase). Pada penelitian ini dengan memadukan unsur logam Al dengan Fe dan Ni diharapakan sifat mekanik paduan logam akan mengalami peningkatan. Peningkatan sifat mekanik terutama sifat kekerasan paduan logam dimungkinkan terjadi melalui mekanisme larut padat dan pembentukan fase kedua serta mikrostruktur butir. Pembentukan fase dalam paduan sangat dipengaruhi oleh komposisi paduan dan suhu titik cair logam, seperti ditunjukkan oleh diagram kesetimbangan fase sistem ternary Al- Fe-Ni pada Gambar 1. [7]. Gambar 1 memperlihatkan bahwa komposisi paduan sangat besar pengaruhnya terhadap pembentukan fase dan senyawa fase yang terbentuk. Pembentukan senyawa fase akan berpengaruh pula terhadap sifat kekerasan bahan. Sifat kekerasan bahan cenderung akan semakin meningkat dengan semakin bertambah kadar unsur paduan atau komposisi. Komposisi paduan juga akan memberikan kontribusi terhadap perubahan mikrostruktur butir logam. Bentuk dan besaran mikrostruktur butir akan sangat berkaitan dengan perubahan sifat mekanik terutama kekuatan dan kekerasan bahan. 239

2. TEORI Menurut Mondolfo [7] dan Raynor [8] bahwa reaksi fase eutectik paduan aluminium dan besi mulai terjadi pada suhu 652 o C dengan kadar 1,8% Fe dan membentuk fase padat α+θ yaitu Al+FeAl3. Fase α memiliki batas kemampuan larut padat (solid solubility) Fe dalam fase α (Al) sampai maksimum 0,04%Fe pada suhu 652 o C. Fase α+θ mulai terbentuk pada daerah komposisi 0,04-37 % berat Fe di bawah suhu 652 o C. Fase α+θ ini merupakan hasil transformasi dari pemaduan Al dan Fe yang mengikuti reaksi fase eutectic, yaitu L α+θ. Besarnya fase α dan θ sangat dipengaruhi oleh kadar Fe sebagai unsur pemadu. Kadar Fe semakin tinggi mengakibatkan semakin memperbesar jumlah fase θ dalam paduan. Sementara itu, reaksi fase eutektik aluminium dengan nikel mulai terjadi pada suhu 640 o C dengan kadar nikel sekitar 6% berat dan batas larut padat Ni dalam fase α (Al) maksimum 0,04%. Suhu di bawah 1147 o C pada daerah komposisi 37-40 % Fe terbentuk fase θ seluruhnya, yaitu FeAl 3. Suhu di atas 652 o C hingga 1147 o C dengan komposisi Fe di atas 1,8% dan di bawah 37% terbentuk fase L+θ. Apabila kadar Ni dalam paduan melebihi batas larut padat di atas 0,04% memungkinkan terbentuknya fase κ (NiAl 3 ). Fase κ mulai terberntuk pada daerah komposisi 0,04-42 % berat Ni di bawah suhu 640 o C. Fase κ ini merupakan hasil transformasi dari pemaduan Al dan Ni yang mengikuti reaksi fase eutectic, yaitu L α+κ. Besarnya fase κ sangat dipengaruhi oleh tingkat prosentase kadar Ni dalam paduan. Kadar Ni semakin tinggi mengakibatkan semakin memperbesar jumlah fase κ dalam paduan. Diagram kesetimbangan fase sistem ternary Al-Fe-Ni menunjukkan bahwa mulai pada suhu 640 o C secara bersamaan dapat terjadi reaksi fase yang membentuk fase τ (FeNiAl 9 ). Hal ini dimungkinkan bila kadar Ni dan Fe memiliki jumlah yang besar dalam paduan. Menurut Dieter [6], kekuatan logam dapat ditingkatkan melalui pemaduan dengan satu atau beberapa unsur pemadu. Penambahan unsur paduan dapat menghasilkan kondisi atom yang larut padat ataupun menghasilkan senyawa fase yang membentuk fase kedua, seperti ditunjukan pada Gambar 1. Penguatan dengan fase kedua dapat ditingkatkan lagi dengan mengupayakan agar fase kedua yang terjadi berbentuk halus dan tersebar merata. Penguatan melalui mekanisme larut padat (solid solution) terjadi akibat adanya atom-atom asing yang larut padat baik secara substitusi maupun interstisi. Atom asing yang larut padat tersebut dapat berupa unsur pemadu dalam bentuk paduan maupun inklusi berupa atom pengotor. Kelarutan atom-atom asing dalam bentuk larut padat mengakibatkan timbulnya medan tegangan disekitar atom yang larut dan kondisi ini akan berdampak terhadap pergerakan dislokasi. Gambar 1. Diagram fase paduan Al-Fe-Ni [7] Dislokasi yang memiliki medan tegangan disekitarnya akan terhambat gerakannya bila melewati atom-atom yang larut padat tersebut. Pergerakan dislokasi semakin sukar dengan timbulnya medan tegangan sehingga mengakibatkan logam menjadi lebih kuat atau keras. Penguatan atau pengerasan dapat terjadi pula melalui mekanisme fase kedua karena timbulnya senyawa fase paduan. Pembentukan senyawa fase kedua dalam paduan terjadi karena penambahan unsur paduan yang melampaui batas larut padat. Senyawa fase yang terbentuk bersifat relatif keras dan pergerakan dislokasi cenderung akan terhambat oleh pembentukan fase kedua tersebut. Pergerakan dislokasi yang terhambat oleh senyawa fase kedua akan mengakibatkan memperkuat dan memperkeras logam. Penguatan dengan fase kedua dapat ditingkatkan lagi dengan metode presipitasi yang mampu menghasilkan fase kedua yang halus. Pengerasan presipitasi merupakan pengerasan melalui partikel endapan fase kedua yang halus dan menyebar. Distribusi presipitat dalam bentuk partikel endapan fase kedua ini menimbulkan tegangan dalam (internal stress). Tegangan yang ditimbulkan semakin besar akan mengakibatkan semakin 240

meningkat kekuatan atau kekerasan. Pengerasan presipitasi ini terjadi melalui proses perlakuan panas, quenching dan aging. Paduan logam dalam bentuk dua fase atau lebih dipanaskan pada suhu tertentu sehingga senyawa fase tersebut akan larut-padat dalam satu fase yang relatif homogen. Fase yang relatif homogen tersebut kemudian didinginkan secara cepat sehingga membentuk fase larut padat super jenuh. Fase larut padat super jenuh tersebut kemudian di aging sehingga terbentuk presipitat berupa partikel endapan fase kedua yang halus dan tersebar merata yang mengakibatkan bahan menjadi keras. Menurut Dieter [6], penguatan logam dapat ditingkatkan pula melalui struktur butir. Penguatan dengan cara penghalusan butir (grain refining), yaitu terjadi melalui bentuk dan ukuran butir. Struktur butir memiliki batas-batas butir dan batas butir merupakan rintangan bagi pergerakan dislokasi. Butir semakin halus cenderung akan semakin memperbanyak batas butir. Batas butir yang banyak akan mengakibatkan gerakan dislokasi semakin sukar karena semakin banyak rintangan. Penghalusan butir dapat dilakukan melalui proses pembekuan dan proses rekristalisasi. Butir logam merupakan kumpulan sel-satuan yang berorientasi sama. Polikristal memiliki butir-butir yang orientasinya berbeda satu dengan yang lain. Pada saat deformasi, dislokasi akan bergerak pada bidang slip dan berusaha mencapai permukaan luar. Oleh karena orientasi setiap butir berbeda dengan yang lain sehingga orientasi bidang slip pada butir-butir juga akan berbeda-beda. Sebagai akibatnya pergerakan dislokasi akan terhambat dan terintangi. Gerakan dislokasi yang akan menyeberangi batas butir memerlukan tegangan yang lebih besar sehingga dengan demikian batas butir akan menjadi penghalang dan penghambat gerakan dislokasi 3. TATA KERJA Penelitian ini menggunakan bahan berupa logam aluminium, ferro dan nikel berbentuk serbuk. Bahan dasar aluminium dipadukan dengan unsur pemadu utama Fe dan Ni. Pemaduan AlFeNi dilakukan berdasarkan persentase kadar berat unsur pemadu, yaitu (1,5%Fe, 1%Ni), (2%Fe, 1%Ni), dan (3%Fe, 1%Ni) dengan metode metalurgi serbuk dan peleburan menggunakan alat kompaksi dan tungku busur listrik. Proses kompaksi serbuk Al, Fe dan Ni dilakukan secara mekanik dengan tekanan sekitar 350-400 KN. Penekanan ditingkatkan seiring dengan meningkatnya kadar komposisi paduan. Proses kompaksi menghasilkan lempengan berukuran tebal 0,5 mm dan berdiameter sekitar 15 mm. Peleburan lempengan paduan AlFeNi dilakukan secara berulang hingga 4 kali pelelehan dan setiap kali peleburan ditahan sekitar 5 menit. Peleburan lempengan paduan AlFeNi menghasilkan ingot berbentuk setengah lingkaran berdiameter sekitar 10 mm. Ingot paduan AlFeNi hasil sintesis sebagai spesimen uji terlebih dahulu permukaannya dibersihkan dan dihaluskan. Permukaan spesimen AlFeNi diratakan dengan penggerindaan dan dipoles secara bertahap menggunakan mesin poles. Spesimen AlFeNi hasil poles kemudian permukaannya dietsa menggunakan larutan etsa tertentu untuk memunculkan mikrostruktur fase. Pengetsaan dilakukan dengan mencelupkan spesimen ke dalam larutan etsa dengan memperhatikan ketepatan waktu etsa. Pengamatan sifat mekanik dilakukan dengan uji kekerasan menggunakan metoda Vicker dan mikrostruktur paduan AlFeNi diamati menggunakan mikroskop-optik. Besaran struktur butir dianalisis menggunakan metode DAS. Struktur fase paduan AlFeNi di analisis melalui pola difraksi sinar x dan diagram kesetimbangan fase. 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengamatan sifat mekanik terhadap paduan AlFeNi pada berbagai konsentrasi paduan dengan metode Vicker diperlihatkan pada Gambar 2. Pengamatan mikrostruktur paduan AlFeNi secara mtalografi-optik ditunjukkan pada Gambar 3. Pengukuran besaran struktur butir dendrit paduan Al-Fe-Ni dengan metode Dendrite Arm Spacing Secondary (DASS) ditunjukkan pada Gambar 4. Analisis struktur fase paduan AlFeNi berdasarkan pola difraksi sinar x ditunjukkan pada Gambar 5. Gambar 2 memperlihatkan variasi sifat kekerasan paduan AlFeNi hasil pemaduan dengan berbagai konsentrasi Fe. Sifat kekerasan paduan AlFeNi cenderung meningkat dengan semakin tinggi kadar Fe dalam paduan. Sifat kekerasan paduan AlFeNi mencapai 59 HV dengan konsentrasi (3%Fe, 1%Ni). Hal ini terjadi karena paduan AlFeNi mengalami penguatan larut-padat hingga 241

mencapai sekitar 0,05% kadar Fe dan Ni [7,8] ke dalam struktur fase α-al. Penguatan larutpadat pada struktur fase α-al terjadi secara substitusi dengan menempati kisi sel-satuan FCC (Face Centered Cubic). Proses larut-padat atom Fe dan Ni ke dalam kisi struktur fase α- Al cenderung mengakibatkan terjadinya distorsi parameter kisi yang berakibat menimbulkan medan tegangan di sekitar atom yang larut. Kondisi seperti ini semakin berpotensi menghambat gerakan dislokasi yang mengarah kepada penguatan bahan. Kekerasan paduan AlFeNi dengan kadar (3%Fe, 1%Ni) relatif tinggi karena pada konsentrasi ini dimungkinkan terbentuknya beberapa fase hasil reaksi antara Al dengan Fe dan Ni membentuk senyawa fase θ (FeAl 3 ), κ(nial 3 ) dan τ (FeNiAl 9 ) [8,9]. Senyawa fase yang terbentuk dalam paduan ini berkontribusi pula merintangi gerakan dislokasi, yang berdampak terhadap peningkatan kekerasan bahan. Kekerasan (VHN), N/mm2 90 75 60 45 30 15 0 1 1.5 2 2.5 3 3.5 Kadar Fe dalam paduan AlFeNi, % Gambar 2. Kurva variasi kekerasan paduan AlFeNi terhadap peningkatan kadar Fe Gambar 2 memperlihatkan pula bahwa pada konsentrasi di atas 1,5% Fe tampak terjadi kenaikan kekerasan dengan semakin meningkatnya kandungan Fe, yaitu dari 45 HV pada 1,5%Fe menjadi 50 HV pada 2% Fe dan 59 HV pada 3% Fe. Kondisi ini dimungkinkan karena adanya pertumbuhan fase kedua yang semakin tinggi seiring dengan meningkatnya persentase kadar Fe. Peningkatan fase kedua yang semakin tinggi akan berdampak terhadap peningkatan kekerasan karena kehadiran fase kedua tersebut berpotensi merintangi pergerakan dislokasi. Pembentukan fase kedua ini ditandai dengan perubahan struktur butir yang sebagian besar telah mengarah menjadi bentuk struktur butir dendrit pipih memanjang, seperti ditunjukkan pada Gambar 3 b dan 3 c. Struktur butir fase mengalami perubahan dari bentuk dendrit yang relatif kecil pada Gambar 3a menjadi bentuk butir dendrit yang relatif besar yang memanjang seperti ditunjukkan pada Gambar 3b dan 3c. Hal ini dimungkinkan karena sebagian fase α-al bertransformasi menjadi fase θ, κ dan τ. Fase θ berupa senyawa FeAl 3, dan τ (FeNiAl 9 ) yang berselsatuan monoclinic dan fase κ (NiAl 3 ) bersel satuan orthorhombic yang bersifat relatif lebih keras dari fase α-al. Sementara itu, Gambar 2 menujukkan bahwa sifat kekerasan paduan AlFeNi hasil heat-treatment relatif lebih tinggi dari paduan AlFeNi no-heat treatment. Peningkatan kekerasan ini memungkinkan karena selama proses heattreatment paduan AlFeNi mengalami proses difusi antar atom yang memacu terjadinya reaksi senyawa antar logam membentuk fase kedua. Kadar unsur pemadu yang semakin tinggi semakin memperbesar peluang dan peningkatan pembentukan beberapa fase logam, seperti fase θ,κ dan τ. Mikrostruktur paduan AlFeNi hasil sintesis dengan kadar (1,5%Fe, 1%Ni), (2%Fe, 1%Ni) dan (3%Fe, 1%Ni) diperlihatkan pada Gambar 3. Gambar 3a memperlihatkan struktur butir paduan AlFeNi cenderung berbentuk dendrit dan diduga telah terbentuk senyawa fase FeAl 3 (θ). Pembentukan fase tersebut diawali pada batas butir karena energi pada daerah batas butir relatif tinggi daripada di daerah butir sehingga menyebabkan daerah batas butir menjadi lebih reaktif daripada di butir. Energi pada batas butir relatif tinggi karena batas butir adalah daerah yang sangat tidak stabil dan batas butir merupakan daerah pertemuan kristal-kristal atom dengan orientasi yang berbeda atau acak. Fase yang terbentuk pada paduan AlFeNi merupakan rejeksi dari larutan padat aluminium bila kadar Fe atau Ni yang terkandung dalam paduan tersebut melebihi kemampuan larut-padat fase α-al. Mikrostruktur paduan AlFeNi dengan kadar 2%Fe, 1%Ni yang ditunjukkan pada Gambar 3b memperlihatkan pertumbuhan struktur butir fase θ yang cenderung semakin meningkat. Gambar 3b memperlihatkan kecenderungan perubahan struktur butir membentuk dendrit yang memanjang. Perubahan fase dalam bentuk struktur butir dendrit ini diperkirakan terjadi seluruhnya, seperti diperlihatkan pada Gambar 3b. Peningkatan pembentukan struktur butir denrit ini terjadi karena jumlah kadar unsur Fe dalam paduan semakin meningkat. Sebagai akibatnya unsur Fe yang bereaksi dengan Al membentuk senyawa FeAl 3 yang cenderung semakin 242

bertambah. Kondisi ini ditandai dengan pertumbuhan struktur butir dendrit fase θ yang semakin besar, seperti diperlihatkan pada Gambar 3b dan pola difraksi sinar-x Gambar 5. Mikrostruktur paduan AlFeNi dengan kadar 3%Fe,1%Ni yang ditunjukkan pada Gambar 3c memperlihatkan bahwa struktur butir dendrit relatif membesar dan bertransformasi membentuk struktur butir pipih memanjang. Struktur butir fase κ dan τ semakin meningkat seperti tampak secara jelas dalam bentuk struktur butir dendrit pipih memanjang pada Gambar 3 c dan seperti ditunjukkan pada pola difraksi sinar x Gambar 5b. Struktur butir dendrit pada Gambar 3c relatif lebih besar daripada struktur butir dendrit yang ditunjukkan pada Gambar 3b. Pembesaran butir tersebut dimungkinkan karena dipacu oleh kadar Fe yang semakin tinggi dan suhu pemanasan yang berdampak terhadap peningkatan energi dalam paduan. Energi dalam paduan yang tinggi memacu percepatan pertumbuhan butir sehingga butir dendrit yang terbentuk semakin memanjang dan relatif membesar. Struktur butir fase κ dalam bentuk dendrit yang memanjang tersebut relatif lebih dominan pada mikrostruktur 3%Fe,1%Ni seperti tampak pada Gambar 3c. a. b. c. Gambar 3. Mikrostruktur paduan AlFeNi a) 1,5Fe1Ni dengan l 1 =30,39mm, l 2 =31,05mm, l 3 =26,12mm b) 2Fe1Ni dengan l 1 =35,94mm, l 2 =28,77mm, l 3 =31,08mm c) 3Fe1Ni dengan l 1 =23,26mm, l 2 =18,04mm, l 3 =22,85mm Besaran struktur butir dendrit paduan Al- Fe-Ni hasil pengukuran mengunakan metode Dendrite Arm Spacing Secondary(DASS) [10] menunjukkan bahwa struktur butir dendrit cenderung semakin mengecil dengan semakin meningkat kadar Fe dalam paduan. Hal ini dimungkinkan karena dari proses pencairan ke pembekuan, paduan AlFeNi mengalami difusi antar atom yang memacu terjadinya reaksi senyawa antarlogam dan pengintian butir. Pengintian butir ini sangat dipengaruhi oleh energi dan kecepatan reaksi fase. Energi yang tinggi dan reaksi fase yang meningkat yang dipengaruhi oleh kadar Fe yang semakin tinggi mengakibatkan pengintian butir relatif banyak. Pengintian butir yang relatif banyak mengakibatkan pembentukan butir menjadi semakin meningkat. Pengintian butir yang meningkat akan memacu pembentukan butir yang semakin mengecil dan relatif banyak. Gambar 4 memperlihatkan bahwa ukuran struktur butir dendrit paduan AlFeNi semakin menurun seiring dengan meningkatnya kadar unsur Fe dalam paduan. Peningkatan kadar Fe 243

dari 1,5%Fe menjadi 2%Fe dan 3%Fe dalam paduan pada proses sintesis mengakibatkan pengaruh yang besar pula terhadap perubahan bentuk struktur butir dendrit yang cenderung semakin mengecil. Perubahan ukuran dan bentuk dendrit ini dimungkinkan terjadi karena adanya peningkatan kadar Fe dalam paduan. Atom Fe yang terkandung dalam paduan tersebut semakin meningkat yang melebihi kemampuan larut padat pada fase α (Al). Kelebihan unsur Fe tersebut cenderung akan berdifusi dan bereaksi dengan unsur lain dalam paduan seperti Al dan Ni yang membentuk senyawa dan cenderung tumbuh melalui batas butir dendrit. Ukuran dendrit, um 25 20 15 10 5 0 1 1.5 2 2.5 3 3.5 Kadar Fe dalampaduan AlFeNi, % Gambar 4. Variasi ukuran butir denrit dengan peningkatan kadar Fe dalam paduan a. Al Al Al Al Al 111 200 220 311 222 NiAl3 211 FeNiAl9 FeNiAl9 002 NiAl3 200 111 FeAl3 101,221 NiAl3 320 FeNiAl9 Al 210 312 400 b. Gambar 5. Pola difraksi sinar-x paduan AlFeNi a) 2Fe 1Ni. b)al 3Fe 1Ni Gambar 5 memperlihatkan pola difraksi paduan Al-Fe-Ni yang menghasilkan puncak fase, seperti terlihat puncak fase Al, FeAl 3, FeNiAl 9 dan NiAl 3. Puncak fase Al untuk masing-masing bidang hkl berada pada sudut difraksi 22 o -98 o, sedangkan untuk fase FeNiAl 9 berada pada sudut difraksi 5 o -30 o dan fase NiAl 3 berada pada sudut difraksi 20 o -47 o. JCPDS (Joint Commitee on Powder Difraction Standards) [11] menunjukkan bahwa puncak fase Al berada pada sudut 2θ sebesar 21,94 o ; 38,50 o ; 44,76 o ; 65,16 o ; 78,18 o ; 82,52 o dan 99,02 o pada masing-masing bidang hkl yaitu 100, 111, 200, 220, 311, 222 dan 400. Puncak fase FeNiAl 9 berada pada sudut 5,72 o ; 10,28 o ; 28,71 o pada masing-masing bidang hkl yaitu 002 dan 301 dan puncak fase NiAl 3 berada pada sudut 37,48 o dan 45,34 o. Peningkatan kadar Fe berpotensi memacu perubahan dan pembentukan fase serta intensitas fase, seperti ditunjukkan pada Gambar 5. Gambar 5.a menunjukkan bahwa pada pola difraksi terdapat puncak fase α (Al) dengan bidang hkl 211, 200, 220, 311, 222 dan bidang hkl 400. Sementara itu, puncak fase θ (FeAl 3 ) tampak pada bidang hkl 100, 301, 302 dan 320, sedangkan fase τ (FeNiAl 9 ) terdapat dua puncak dengan bidang hkl 312 dan 041 dan fase κ (NiAl 3 ) satu puncak dengan bidang hkl 211. Pola difraksi ini menunjukkan bahwa paduan AlFeNi dengan kadar 2%Fe1%Ni relatif lebih banyak didominasi oleh fase α dan θ. Kondisi ini menunjukkan bahwa pada paduan AlFeNi dengan kadar 2%Fe1%Ni ini mengindentifikasikan terdapat 2 buah fase, yaitu fase α dan θ. Gambar 5.b memperlihatkan bahwa pada pola difraksi terdapat puncakpuncak fase α, fase κ, dan fase τ pada masingmasing sudut 2θ dengan bidang hkl tertentu. Fase α (Al) memiliki enam puncak yang terdapat pada sudut 2θ dengan bidag hkl 111, 200, 220, 311, 222 dan 400. Sementara itu, pada sudut 2θ yang lain terdapat tiga puncak fase τ (FeNiAl 9 ) dengan bidang hkl 200, 111, 312 dan tiga puncak fase κ (NiAl 3 ) dengan bidang hkl 210, 211 dan 101. Fase θ (FeAl 3 ) terdapat satu puncak dengan bidang hkl 320. Pola difraksi ini menunjukkan bahwa paduan AlFeNi dengan kadar 3%Fe1%Ni cenderung didominasi oleh fase α, κ, dan τ. Kondisi ini meng-indentifikasikan bahwa pada paduan 244

AlFeNi berkadar 3%Fe1%Ni memiliki 3 buah fase, yaitu α, κ, dan τ. Hal ini menunnjukkan pula bahwa dengan kadar Fe yang semakin tinggi dalam paduan mengakibatkan semakin memacu dan memperbesar terjadinya pembentukan fase τ yang berselsatuan monoclinic. kami sampaikan kepada Bapak Drs. Bambang Purwadi sebagai Direktur PT.Batan Teknologi yang mengizinkan kami menggunakan bahan untuk eksperimen. Kami tidak lupa pula menyampaikan terimakasih untuk pihak institusi PTBIN yang menyediakan jasa pengukuran difraksi sina-x. 5. KESIMPULAN Peningkatan kadar Fe dalam paduan sangat berpengaruh terhadap perubahan sifat kekerasan. Sifat kekerasan paduan logam AlFeNi semakin meningkat seiring dengan bertambahnya kadar Fe dalam paduan. Sifat kekerasan paduan AlFeNi hasil sintesis dengan kadar 3 %Fe mencapai sekitar 59 HV relatif tinggi daripada kadar 1,5%Fe dan 2%Fe, yaitu 45 HV dan 50 HV. Perubahan sifat kekerasan paduan AlFeNi memperlihatkan hubungan keterkaitan dengan perubahan mikrostruktur yang mengalami peningkatan kadar Fe. Mikrostruktur paduan logam AlFeNi hasil sintesis berbentuk struktur dendrit dan besaran struktur butir dendrit semakin mengecil dengan semakin tinggi kadar Fe. Kadar Fe yang semakin tinggi dalam paduan mengakibatkan semakin memacu dan memperbesar terjadinya pembentukan fase τ yang berselsatuan monoclinic. Kadar Fe yang relatif rendah cenderung membentuk fase θ yang lebih besar dan kadar Fe yang semakin tinggi cenderung semakin meningkatkan pembentukan fase τ. Fase θ (FeAl 3 ) dan τ (FeNiAl 9 ) dengan kadar 2%Fe serta fase κ (NiAl 3 ) dan τ (FeNiAl 9 ) dengan kadar 3%Fe berkontribusi terhadap peningkatan sifat kekerasan paduan. 6. UCAPAN TERIMAKASIH Kami menyampaikan ucapan terimakasih kepada segenap pihak yang telah membantu kelancaran pelaksanaan penelitian ini baik dalam bentuk bantuan pendanaan, fasilitas maupun dukungan moril sehingga penelitian ini dapat dilaksanakan. Terutama kami menyampaikan terimakasih kepada Bapak Ir.Sudarmadi, M.Sc., sebagai Kepala PTBN yang senantiasa memberikan dorongan semangat, motivasi dan pendanaan beserta fasilitas. Termakasih pula 7. DAFTAR PUSTAKA 1. FANJAS, Y., (1991), Status of LEU Fuels At CERCA, http/www.anl.gov. 2. TRAVELLI, A., (1996), Status and Progress of The RERTR Program, Proceedings, The 19 th International Meeting on Reduced Enrichment for Reseach and Test Reactors, Seoul, Korea, hal. 4-8. 3. DAVID, G.H., United States Policy Intiatives in Promoting The RERTR Program, Proceedings, The 19 th International Meeting on Reduced Enrichment for Research and Test reactors, Seoul, Korea, hal. 14, 1996. 4. BALLAGNY, A., Situation of technological Irradiation Reactors A Progress Report On The Jules Horowitz Reactor Project,. http/www.anl.gov. 5. BALLAGNY, A., Main Technical of The Jules Horowitz Reactor Project to Achieve High Flux Performances and High Safety Level. http/www.anl.gov. 6. DIETER,G.E., Mechanical Metallurgy, Second edition, McGraw-Hill, Newyork, 1981. 7. MONDOLFO, L.F, (1976), Aluminium Alloys, Structure and Properties, London, hal. 532-532 8. RAYNOR, GV., RIVLIN, GV., Phase Equilibria in iron Ternary Alloy, New york, The institute of Metals, 1988, 110 9. PETZOW, G., EFFENBERG, G., (1992), Ternary Alloy AlFeNi, Vol.15, Germany: ASM, International, 10. HAKKA, Manual Dendrite Arm Spacing, DAS Measure. http/www.tech.nite.go.jp/anzen2 11. ANONIM, JCPDS (Joint Commitee on Powder Difraction Standards) 8. DISKUSI 245

Saeful Hidayat PTNBR-BATAN: 1. Apakah pengecilan struktur butir dendrit sudah pasti akibat dari penambahan Fe, atau hanya akibat dari perbedaan kecepatan pembekuan? 2. Berapa Jumlah sampel yang dibuat? M. Husna Al Hasa : 1. Hasil eksperimen yang dilakukan dengan melakukan pengukuran menggunakan metode DASS (Dendrite Arm Spacing Secondary) menunjukkan besaran struktur...?? cenderung menurun dengan meningkatnya kadar Fe dalam paduan. Kecepatan pembekuan akibat pendinginan yang berbeda dapat menghambat penambahan butir. Namun demikian pada penelitian ini kondisi pendinginan relatif sama. 2. Jumlah sampel sebagai bahan eksperimen yang dikenakan perlakuan minimal 3 buah. Henky P. R. PTNBR-BATAN 1. Sebenarnya yang dicari di penelitian ini sifat getasnya atau uletnya? 2. Bagaimana menetapkan nilai getas atau ulet dalam penelitian ini? M. Husna Al Hasa : 1. Pada penelitian ini diharapkan mendapatkan bahan struktur kelongsong bahan bakar yang memiliki sifat mekanik dan sifat korosi yang relatif baik. Selain itu sudah teratur bahan struktur paduan AlFeNi harus memiliki sifat ketangguhan yang baik. Bahan struktur yang tangguh berarti sifatnya tidak getas dan tidak ulet. 2. Menentukan sifat getas dan ulet dapat dilakukan dengan uji impak disamping uji mekanik lainnya. 246