PENGARUH ADITIF LATEKS DAN KOMPOSISI TERHADAP KARAKTERISTIK BETON DENGAN MENGGUNAKAN LIMBAH PADAT (SLUDGE) INDUSTRI KERTAS TESIS.

dokumen-dokumen yang mirip
III.METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan terhitung pada bulan Februari Mei

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2012 hingga bulan April 2013 di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai Mei 2013 di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Juni 2013 di

PEMBUATAN BETON SEMEN POLIMER BERBASIS SAMPAH RUMAH TANGGA DAN KARAKTERISASINYA TESIS. Oleh ETY JUMIATI /FIS

III. METODE PENELITIAN

Pengaruh Persentase Serat Sabut Pinang (Areca Catechu L. Fiber) dan Foam Agent terhadap Sifat Fisik dan Mekanik Papan Beton Ringan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Laboratorium Struktur Bahan, Laboratorium Mekanika Tanah Fakultas Teknik

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI BETON POLIMER BERBASIS LIMBAH PULP DREGS SEBAGAI AGREGAT DAN RESIN EPOKSI SEBAGAI PEREKAT SKRIPSI

BAB III METODE PENELITIAN. Metodelogi penelitian dilakukan dengan cara membuat benda uji (sampel) di

BAB I PENDAHULUAN. produktivitas kerja untuk dapat berperan serta dalam meningkatkan sebuah

III. METODOLOGI PENELITIAN. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Semen yang digunakan pada penelitian ini ialah semen PCC merek

KARAKTERISTIK MORTAR PADA LIMBAH ABU KELAPA SAWIT. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Kampus Binawidya Km 12,5 Pekanbaru, 28293, Indonesia

BAB III LANDASAN TEORI. (admixture). Penggunaan beton sebagai bahan bangunan sering dijumpai pada. diproduksi dan memiliki kuat tekan yang baik.

PENGARUH VARIASI BENTUK PAVING BLOCK TERHADAP KUAT TEKAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI. untuk bangunan gedung, jembatan, jalan, dan lainnya baik sebagai komponen

BAB 3 METODE PENELITIAN

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Semen yang digunakan pada penelitian ini ialah semen portland komposit

Gravitasi Vol. 14 No.1 (Januari-Juni 2015) ISSN: ABSTRAK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pemanfaatan kertas sebagai bahan campuran lebih praktis dan efektif,

III. METODE PENELITIAN. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: yang padat. Pada penelitian ini menggunakan semen Holcim yang

III. METODE PENELITIAN. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : Semen yang digunakan pada penelitian ini ialah semen PCC (Portland

BAB III METODE PENELITIAN

KARAKTERISASI SIFAT MORFOLOGI DAN UNSUR KIMIA BATAKO DARI LIMBAH ABU BATUBARA DAN LIMBAH INDUSTRI KARET (RUBBER SLUDGE)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. & error) untuk membuat duplikasi proses tersebut. Menurut (Abdullah Yudith, 2008 dalam lesli 2012) berdasarkan beratnya,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH SUBTITUSI ABU SERABUT KELAPA (ASK) DALAM CAMPURAN BETON. Kampus USU Medan

STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH PENGGUNAAN PASIR DARI BEBERAPA DAERAH TERHADAP KUAT TEKAN BETON. Abstrak

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. mengetahui dan menjelaskan karakteristik suatu komposit beton-polimer agar dapat

PENELITIAN AWAL TENTANG PENGARUH PENGGUNAAN CONSOL POLYMER LATEX SEBAGAI CAMPURAN PADA BALOK BETON

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI BATAKO RINGAN MENGGUNAKAN ABU VULKANIK SINABUNG DAN SERAT BATANG PISANG DENGAN PEREKAT POLYESTER SKRIPSI

BAB IV METODE PENELITIAN

Cara uji berat isi beton ringan struktural

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

EFEK KOMPOSISI AGREGAT BATU APUNG DAN EPOXY RESIN DALAM PEMBUATAN POLYMER CONCRETE TERHADAP KARAKTERISTIKNYA T E S I S. Oleh

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI. Beton pada umumnya adalah campuran antara agregat. kasar (batu pecah/alam), agregat halus (pasir), kemudian

BAB III METODE PENELITIAN

PENGARUH LIMBAH PECAHAN GENTENG SEBAGAI PENGGANTI AGREGAT KASAR PADA CAMPURAN MUTU BETON 16,9 MPa (K.200)

Pembuatan Panel Beton Berbasis Perlit dan Aplikasinya sebagai Insulator Panas

III. METODE PENELITIAN. Tempat pelaksanaan penelitian sebagai berikut: 2. Pengujian kekuatan tarik di Institute Teknologi Bandung (ITB), Jawa Barat.

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV. Gambar 4.1 Pasir Merapi 2. Semen yang digunakan adalah semen portland tipe I merk Gresik, lihat Gambar 4.2.

Jurnal Teknik Sipil No. 1 Vol. 1, Agustus 2014

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. A. Pelaksanaan Penelitian Proses pelaksanaan penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.1 berikut ini: Mulai

Abstrak. Kata kunci : Serat sabut kelapa, Genteng beton, Kuat lentur, Impak, Daya serap air

BAB V HASIL PEMBAHASAN

Beton Ringan ber-agregat Limbah botol plastik jenis PET (Poly Ethylene Terephthalate)

PENGARUH SUBSTITUSI AGREGAT KASAR DENGAN SERAT AMPAS TEBU TERHADAP KUAT TEKAN DAN KUAT LENTUR BETON K-350

BAB III METODOLOGI. 3.1.Ruang Lingkup

BAB 3 METODE PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Material Teknik Mesin Jurusan Teknik

BAB III LANDASAN TEORI

PENGARUH PENGGUNAAN PASIR KUARSA SEBAGAI SUBSTITUSI SEMEN PADA SIFAT MEKANIK BETON RINGAN

BAB 3 METODE PENELITIAN

Cara uji berat isi, volume produksi campuran dan kadar udara beton

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PENGARUH PENGGANTIAN SEBAGIAN AGREGAT HALUS DENGAN KERTAS KORAN BEKAS PADA CAMPURAN BATAKO SEMEN PORTLAND TERHADAP KUAT TEKAN DAN SERAPAN AIR

III. METODOLOGI PENELITIAN. Untuk memperoleh hasil penelitian yang baik dan sesuai, maka diperlukan

BAB III LANDASAN TEORI. Belanda. Kata concrete dalam bahasa Inggris berasal dari bahasa Latin concretus

III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENENTUAN KUALITAS PAVING BLOCK BERDASARKAN SIFAT FISIS VARIASI CAMPURAN PASIR DAN SEMEN. Yon Fajri, Riad Syech, Sugianto

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB I 1.1 LATAR BELAKANG

PERBANDINGAN KAPASITAS BALOK BETON BERTULANG ANTARA YANG MENGGUNAKAN SEMEN PORTLAND POZZOLAN DENGAN SEMEN PORTLAND TIPE I TUGAS AKHIR.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil dari penelitian ini dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu hasil

BAB 4 HASIL DAN ANALISA

METODE PEMBUATAN DAN PERAWATAN BENDA UJI BETON DI LAPANGAN BAB I DESKRIPSI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Material Teknik Jurusan Teknik Mesin,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

METODE PENELITIAN. Sampel tanah yang digunakan berupa tanah lempung anorganik yang. merupakan bahan utama paving block sebagai bahan pengganti pasir.

Pengaruh Variasi Jumlah Semen Dengan Faktor Air Yang Sama Terhadap Kuat Tekan Beton Normal. Oleh: Mulyati, ST., MT*, Aprino Maramis** Abstrak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

/BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh faktor air semen dan suhu selama perawatan.

BAB III PROSEDUR PENELITIAN

BAB III LANDASAN TEORI

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. campuran tertentu. Beton merupakan satu kesatuan yang homogen. Beton

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENGARUH PENAMBAHAN FLY ASH PADA BETON MUTU TINGGI DENGAN SILICA FUME DAN FILLER PASIR KWARSA

Cara uji berat jenis dan penyerapan air agregat kasar

BAB III METODE PENELITIAN. Pelaksanaan pembuatan benda uji batako sekam padi dilakakukan di

a. Jenis I merupakan semen portland untuk penggunaan umum yang memerlukan persyaratan persyaratan khusus seperti yang disyaratkan pada jenis-jenis

TATA CARA PEMBUATAN DAN PERAWATAN BENDA UJI KUAT TEKAN DAN LENTUR TANAH SEMEN DI LABORATORIUM

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. Agregat yang digunakan untuk penelitian ini, untuk agregat halus diambil dari

PEMERIKSAAN KUAT TEKAN DAN MODULUS ELASTISITAS BETON BERAGREGAT KASAR BATU RINGAN APE DARI KEPULAUAN TALAUD

Pemeriksaan Gradasi Agregat Halus (Pasir) (SNI ) Berat Tertahan (gram)

BAB I PENDAHULUAN. pozolanik) sebetulnya telah dimulai sejak zaman Yunani, Romawi dan mungkin juga

BAB IV METODE PENELITIAN

Transkripsi:

PENGARUH ADITIF LATEKS DAN KOMPOSISI TERHADAP KARAKTERISTIK BETON DENGAN MENGGUNAKAN LIMBAH PADAT (SLUDGE) INDUSTRI KERTAS TESIS Oleh MAIDAYANI 077026014/FIS SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N 2 0 0 9

PENGARUH ADITIF LATEKS DAN KOMPOSISI TERHADAP KARAKTERISTIK BETON DENGAN MENGGUNAKAN LIMBAH PADAT (SLUDGE) INDUSTRI KERTAS TESIS Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains dalam Program Studi Magister Ilmu Fisika pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Oleh MAIDAYANI 077026014/FIS SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N 2 0 0 9

Judul Tesis : PENGARUH ADITIF LATEKS DAN KOMPOSISI TERHADAP KARAKTERISTIK BETON DENGAN MENGGUNAKAN LIMBAH PADAT (SLUDGE) INDUSTRI KERTAS Nama Mahasiswa : Maidayani Nomor Pokok : 077026014 Program Studi : Fisika Menyetujui Komisi Pembimbing (Drs. Anwar Dharma S, MS) Ketua (Drs. H. Perdamean S, M.Si,APU) Anggota Ketua Program Studi, Direktur, (Prof. Dr. Eddy Marlianto, M.Sc) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc) Tanggal lulus : 3 Juni 2009

Telah diuji pada Tanggal : 3 Juni 2009 PANITIA PENGUJI TESIS Ketua Anggota : Drs. Anwar Dharma Sembiring, MS : 1. Drs. H. Perdamean Sebayang, M.Si, APU 2. Dra. Justinon, M.Si 3. Prof. Dr. M. Zarlis, M.Sc 4. Drs. Tenang Ginting, M.S

ABSTRAK Telah dilakukan pembuatan beton untuk material konstruksi ringan struktural dengan bahan baku berbasis: sludge, pasir, semen, dan resin lateks. Variasi komposisi sludge antara lain: 0, 25, 50, 75, dan 100 % (dalam % volume) serta penambahan resin lateks: 5, 10, dan 15 % (dalam % volume), sedangkan waktu pengeringan dibuat tetap yaitu selama 28 hari. Dimensi sampel uji yang dibuat dalam dua bentuk, yaitu silinder rigid dan balok. Parameter pengujian yang dilakukan, meliputi: densitas, penyerapan air, penyusutan, konduktivitas termal, kuat tekan, kuat patah, kuat tarik, dan analisa mikrostruktur dengan Scanning Electron Microscope (SEM). Dari hasil pengujian menunjukkan bahwa beton ringan dengan variasi komposisi terbaik adalah 25 % (volume) sludge dan 10 % (volume) lateks dengan waktu pengeringan selama 28 hari. Pada komposisi tersebut, beton yang dihasilkan memiliki karakteristik material, sebagai berikut: densitas = 2,01 g/cm 3, penyerapan air = 21,9 %, penyusutan = 0,102 %, konduktivitas termal = 0,34 w/m o K, kuat tekan = 16,53 MPa, kuat patah = 3,60 MPa, dan kuat tarik = 2,99 MPa. Hasil analisa struktur mikro dengan SEM menunjukkan bahwa rongga-ronga (pori) di dalam beton terdistribusi tidak merata dengan ukuran sekitar 2-20 μm. Ukuran serat sludge bisa mencapai panjang 10 μm, gumpalan pasir dan resin lateks bisa mencapai berkisar 30 μm. Kata kunci: Beton ringan, sludge, sifat mekanik, lateks, mikrostruktur

ABSTRACT The making of structural light weight concrete of structural material has been done using various raw materials based on: sludge, sand, cement, and latex resin. The variation compositions of sludge were: 0, 25, 50, 75, and 100 % (in % volume) with the addition of latex resin: 5, 10, and 15 % (in % volume), while the ageing time is made in constant time at 28 days. The dimension sample tests were made in two kind bodies that are rigid cylinder and beam. The test parameter cover: density, water absorption, shrinkage, thermal conductivity, compressive strength, flexural strength, tensile strength, and microstructure analysis by using Scanning Electron Microscope (SEM) method. From the result indicate that the light weight concrete with the composition at variation of 25 % volume sludge and 10 % volume latex, with ageing time at 28 days is the best result (optimum condition). From the best compositions, the concrete have the following material properties, such as: density = 2.01 g/cm 3, water absorption = 21.90 %, shrinkage = 0.10 %, thermal conductivity = 0.34 w/m o K, compressive strength = 16.53 MPa, flexural strength = 3.60 MPa, and tensile strength = 2.99 MPa. The microstructure analysis by SEM indicates that the pores inside the concrete are not homogen with particle size about 2-20 μm. Also the sludge fiber size can reach length until 10 μm, and for other constituents such as sand and latex resin can reach 30 μm. Keywords: Light weight concrete, sludge, mechanical properties, latex, microstructure

KATA PENGANTAR Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang yang telah memberikan Rahmat, Karunia dan Bimbingan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tulisan yang berjudul Pengaruh Aditif Lateks dan Komposisi Terhadap Karakteristik Beton dengan Menggunakan Limbah Padat (Sludge) Industri Kertas, yang dilaksanakan di Laboratorium Balai Pengembangan Riset dan Standarisasi Departemen Perindustrian dan Perdagangan Tanjung Morawa sesuai dengan waktu yang ditetapkan. Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu menyelesaikan tesis ini, mulai dari pengajuan proposal peneltian, pelaksanaan penelitian sampai penyusunan tesis, antara lain kepada: Rektor Universitas Sumatera Utara Bapak Prof. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, Sp.A(K) atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Magister Ilmu Fisika Universitas Sumatera Utara. Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc atas kesempatan yang diberikan untuk menjadi mahasiswa Program Magister pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Ketua Program Studi Magister Ilmu Fisika Bapak Prof. Dr. Eddy Marlianto, M.Sc dan Seketaris Program Studi Magister Ilmu Fisika Bapak Drs. Nasir Saleh, M.Eng.Sc beserta seluruh Staf Pengajar pada Program Studi Magister Fisika Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Ketua Komisi Pembimbing Bapak Drs. Anwar Dharma Sembiring, MS yang telah meluangkan waktu dan pikiran secara maksimal dalam membimbing dan mengarahkan penulis sehingga tesis ini selesai.

Anggota Komisi pembimbing Bapak Drs. H. Perdamean Sebayang, MSi, APU selaku pembimbing lapangan yang sangat banyak membantu dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan tesis ini. Seluruh rekan Mahasiswa Program Studi Magister Ilmu Fisika Angkatan 07 Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara yang senantiasa memberikan motivasi kepada penulis. Teristimewa buat Ayahanda: H. Muhammad Daud dan Ibunda: Hj. rosmaini Sebayang serta Adinda: Ahmad buchori, SH dan Ramadhani, SE yang telah memberikan dukungan dengan penuh kesabaran dan menyertai penulis dalam do anya sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan untuk memperoleh Gelar Magister Sains. Tersayang buat Suamiku Armada Selian yang selalu memberikan semangat dan motivasi kepada penulis. Penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan-kekurangan didalam tesis ini. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca. Akhir kata penulis ucapkan banyak terima kasih, semoga Allah SWT memberkati kita semua. Medan, Juni 2009 Penulis Maidayani

RIWAYAT HIDUP Nama : Maidayani Nomor Pokok : 077026014 Program Studi : Ilmu Fisika Tempat / Tgl Lahir : Medan / 09 Mei 1983 Jenis Kelamin : Perempuan Agama : Islam Alamat : Jln. P. Sulawesi No.B 16 Km.20 Pekan Labuhan 20253 e-mail : Maida_yani2000@yahoo.com Telepon/Hp : 061-6943893/ 081376155133 Pendidikan : 1. SD Swasta HangTuah III Belawan, Tahun Lulus 1995. 2. SMP Negeri 5 Medan, Tahun Lulus 1998. 3. SMU Negeri 16 Medan, Tahun Lulus 2001. 4. FMIPA Program Studi Fisika Universitas Negeri Medan, Tahun Lulus 2006. 5. FMIPA Program Studi Magister Ilmu Fisika Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Tahun Lulus 2009.

DAFTAR ISI Halaman ABSTRAK... ABSTRACT... KATA PENGANTAR... RIWAYAT HIDUP... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... i ii iii v vi x xi DAFTAR LAMPIRAN... xiii BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Perumusan Masalah... 2 1.3 Tujuan Penelitian... 3 1.4 Batasan Masalah... 3 1.5 Hipotesis... 4 1.6 Manfaat Penelitian... 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 5 2.1 Beton... 5 2.1.1 Semen Portland... 7 2.1.2 Agregat... 7

2.1.3 Lateks... 9 2.2 Faktor Air Semen (FAS)... 10 2.3 Beton Semen polimer (PCC)... 11 2.4 Karakterisasi Beton... 12 2.4.1 Densitas Beton... 12 2.4.2 Penyerapan Air... 13 2.4.3 Penyusutan Beton... 13 2.4.4 Kuat Tekan... 14 2.4.5 Kuat Tarik... 14 2.4.6 Kuat Patah... 15 2.4.7 Konduktivitas Termal... 16 2.4.8 Analisa Mikrostruktur Beton... 16 BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 18 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian... 18 3.2 Alat dan Bahan... 18 3.2.1 Peralatan... 18 3.2.2 Bahan Baku... 19 3.3 Variabel dan Parameter... 20 3.3.1 Variabel Penelitian... 20 3.3.2 Parameter Penelitian... 20 3.4 Preparasi Sampel Beton... 20 3.5 Karakterisasi... 23

3.5.1 Densitas... 23 3.5.2 Penyerapan Air... 24 3.5.3 Penyusutan... 25 3.5.4 Kuat Tekan... 25 3.5.5 Kuat Tarik... 26 3.5.6 Kuat Patah... 27 3.5.7 Konduktivitas Termal... 28 3.5.8 Analisa Mikrostruktur dengan SEM... 29 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN... 31 4.1 Hasil Penelitian... 31 4.1.1 Densitas... 31 4.1.2 Penyerapan Air... 33 4.1.3 Penyusutan... 35 4.1.4 Konduktivitas Termal... 36 4.1.5 Kuat Tekan... 40 4.1.6 Kuat Tarik... 41 4.1.7 Kuat Patah... 43 4.1.8 Analisa Mikrostruktur dengan SEM... 44 4.2 Pembahasan... 45 4.2.1 Densitas... 45 4.2.2 Penyerapan Air... 47 4.2.3 Penyusutan... 48

4.2.4 Konduktivitas Termal... 49 4.2.5 Kuat Tekan... 50 4.2.6 Kuat Tarik... 51 4.2.7 Kuat Patah... 52 4.2.8 Analisa Mikrostruktur dengan SEM... 53 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 55 5.1 Kesimpulan... 55 5.2 Saran... 56 DAFTAR PUSTAKA... 57

DAFTAR TABEL Nomor J u d u l Halaman 2.1 2.2 3.1 4.1 4.2 4.3 4.4a 4.4b 4.5 4.6 4.7 Kandungan atau Komponen Kimia Yang Teedapat didalam Sludge... Karakteristik dari Polymer Modified Concrete... Komposisi Pencampuran Bahan Baku Beton... Data pengukuran Densitas (pada umur 28 hari)... Data pengukuran Penyerapan Air (pada umur 28 hari)... Data pengukuran Penyusutan (pada umur 28 hari)... Data hasil pengukuran untuk menentukan daya hantar panas dari beton yang dikeringkan secara alami selama 28 hari... Data hasil pengukuran Besaran-besaran untuk menentukan daya hantar panas dari beton yang dikeringkan secara alami selama 28 hari... Data pengukuran dan Pengujian Kuat Tekan (pada umur 28 hari)... Data pengukuran dan Pengujian Kuat Tarik (pada umur 28 hari)... Data pengukuran dan Pengujian Kuat Patah (pada umur 28 hari)... 8 11 21 32 33 35 37 39 40 41 43

DAFTAR GAMBAR Nomor J u d u l Halaman 2.1 2.2 2.3 3.1 4.1 4.2 4.3 4.4 4.5 4.6 4.7 Struktur mikro dari beton normal... Spesimen Uji Tarik... Skema Prinsip Dasar SEM... Diagram Alir Preparasi Sampel Beton... Hubungan Antara Densitas Terhadap Penambahan Sludge (% Volume) dan Resin Lateks Setelah Melalui Proses Pengeringan Selama 28 Hari.. Hubungan Antara Penyerapan Air Terhadap Penambahan Sludge (% Volume) Setelah Melalui Proses Pengeringan Selama 28 Hari... Hubungan Antara Penyusutan Terhadap Penambahan Sludge (% Volume) Setelah Melalui Proses Pengeringan Selama 28 Hari... Hubungan Antara Temperatur Terhadap Waktu Untuk Menentukan T 1, T 2, dan dt/dt Dari Beton Dengan Komposisi 25 % Sampah dan 12 % Lateks (Dalam % Volume) Yang Dikeringkan Selama 28 Hari... Hubungan Antara Kuat Tekan Terhadap Penambahan Sludge (% Volume) Melalui Proses Pengeringan Selama 28 Hari... Hubungan Kuat Tarik Terhadap Penambahan Sludge (% Volume) Pada Pembuatan beton ringan, Setelah Melalui Proses Pengeringan Selama 28 Hari.. Hubungan Antara Kuat Patah Terhadap Penambahan Sludge (% Volume) Melalui Proses Pengeringan Selama 28 Hari...

4.8 Foto SEM Dari Beton Yang Dikeringkan Selama 28 Hari dengan Komposisi: 25 % (Volume) Sludge dan 10 % (Volume) Lateks...

DAFTAR LAMPIRAN Nomor J u d u l Halaman A B C D E F G Perhitungan Untuk Menentukan Nilai Densitas dan Nilai Penyerapan Air... Perhitungan Untuk Menentukan Nilai Penyusutan dan Nilai Kuat Tekan... Perhitungan Untuk Menentukan Nilai Kuat Patah dan Nilai Kuat Tarik... Perhitungan Untuk Menentukan Nilai Konduktivitas Termal... Gambar Alat-alat Uji Fisis dan Mekanik... Surat Keterangan... Laporan Analisa... 60 61 62 63 64 67 68

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beton terdiri dari bahan semen hidrolik (portland cement), agregat kasar, agregat halus, air, dan bahan tambah (admixture atau additive). Untuk mengetahui dan mempelajari prilaku elemen gabungan (bahan-bahan penyusun beton), perlu diketahui karakteristik masing-masing komponen tersebut (Mulyono,2005). Beton banyak dipakai untuk aplikasi bahan bangunan, Secara umum kekuatan beton menggunakan perekat bahan semen memiliki kelemahan antara lain: berat, proses pengerasannya cukup lama (maksimal 28 hari), tidak tahan terhadap lumut atau kelembaban tinggi yang menyebabkan beton cepat rapuh. Untuk mengatasi kelemahan-kelemahan tersebut perlu dilakukan proses perekayasaan material beton sehingga kelemahan tersebut dapat diminimalkan. Beberapa penelitian telah dicoba untuk melakukan rekayasa material beton, yaitu menambahkan aditif nano silika agar kekuatan beton dan kepadatan beton meningkat 30 50%. Akan tetapi permasalahannya bobot atau densitas dari beton tetap tinggi, harga untuk nano silika cukup mahal, sulit mendapatkannya, dan waktu pengerasan masih relatif lama yaitu 21 hari. Salah satu usaha perbaikkan yang dilakukan antara lain dengan cara merekayasa material beton dengan memanfaatkan agrerat yang berasal dari limbah

(sludge) Industri kertas untuk menggantikan agregat yang biasa digunakan dalam pembuatan beton normal.untuk mempercepat waktu pengerasan beton dan sekaligus mampu menutup lebih rapat rongga rongga pada beton agar tahan kelembaban tinggi maka perlu menambahkan material polimer pada pembuatan beton. Polimer memiliki beberapa keunggulan, yaitu: cepat pengerasannya, kekuatan tariknya lebih tinggi dan memiliki daya lentur yang lebih baik. Melihat masing-masing keunggulan tersebut maka perlu dilakukan perekayasaan material yaitu membuat material beton yang kuat, ringan dan proses pengerasan yang cepat. Material beton yang memiliki kualifikasi seperti tersebut dibuat melalui penambahan polimer dengan agregat yang berasal dari sludge Industri kertas ke dalam campuran beton. Selama ini pemanfaatan limbah padat tersebut belum optimal, seperti yang terjadi di PT. Toba Pulp Lestari. Jenis bahan polimer yang digunakan adalah berupa lateks. Tujuan penelitian yang akan dilakukan adalah untuk mengetahui pengaruh komposisi sludge Industri kertas dan komposisi perekat polimer terhadap karakteristiknya. Pada penelitian ini besaran besaran fisis yang diukur antara lain: densitas, penyerapan air, penyusutan, kuat tekan, kuat tarik, kuat patah, konduktivitas termal, serta mikrostrukturnya. 1.2. Perumusan Masalah Bagaimana membuat beton semen polimer (polymer cement concrete) dengan agregat sludge, pasir yang menggunakan perekat semen dan lateks, sehingga diharapkan kekuatannya akan lebih baik dari beton konvensional yang hanya

menggunakan perekat semen. Komposisi lateks dan sludge merupakan variabel yang menentukan karakteristik dari beton semen polimer. 1.3. Tujuan Penelitian Memahami teknik pembuatan beton semen polimer (polymer cement concrete) dengan menggunakan agregat sludge dan perekat lateks. Mengetahui pengaruh komposisi sludge dan komposisi perekat polimer dalam pembuatan beton semen polimer terhadap karakteristiknya, seperti: densitas, penyerapan air, penyusutan, kuat tekan, kuat tarik, kuat patah, konduktivitas termal, serta mikrostrukturnya. 1.4. Batasan Masalah Penelitian ini menggunakan sludge yang berasal dari Industri kertas Toba Pulp Lestari Sumatera Utara, dan jenis polimer yang digunakan adalah lateks alam yang berasal dari hasil penyadapan pohon karet. Variabel yang mempengaruhi karakteristik beton semen polimer adalah komposisi sludge dan lateks. Variasi komposisi dari sludge dibuat: 0, 25, 50, 75, dan 100 % volume dari total pasir yang digunakan, sedangkan lateks masing-masing sebanyak: 5, 10, dan 15 % dari volume total semen.

1.5. Hipotesa Memanfaatkan sludge sebagai agregat dan penggunaan lateks sebagai perekat dalam pembuatan beton semen polimer sehingga dapat menghasilkan beton ringan struktural. Variasi komposisi sludge dan penambahan perekat polimer akan memberikan pengaruh terhadap karakteristik beton yang cukup signifikan. 1.6. Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian adalah untuk menambah ilmu pengetahuan tentang cara pembuatan beton semen polimer berbasis sludge, pasir, semen, lateks dan teknik karakterisasinya sebagai komponen bahan bangunan (struktural). Dengan dilakukan penelitian ini, maka akan diketahui sejauh mana penggunaan material ini dapat diterapkan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Beton Beton merupakan fungsi dari bahan penyusunnya yang terdiri dari bahan semen hidrolik (portland cement), agregat kasar, agregat halus, air, dan bahan tambah (admixture atau additive). Untuk mengetahui dan mempelajari perilaku elemen gabungan (bahan-bahan penyusun beton), kita memerlukan pengetahuan mengenai karakteristik masing-masing komponen. Parameter-parameter yang paling mempengaruhi kekuatan beton adalah kualitas semen, proporsi semen terhadap campuran, kekuatan dan kebersihan agregat, pencampuran yang cukup dari bahan-bahan pembentuk beton, penempatan yang benar, penyelesaian dan pemadatan beton, perawatan beton, dan kandungan klorida tidak melebihi 0,15 % dalam beton yang diekspos dan 1% bagi beton yang tidak diekspos (Mulyono, 2005). Beton normal dikualifikasikan menjadi dua golongan, yaitu: beton normal dan beton ringan. Beton normal tergolong beton yang memiliki densitas sekitar 2,2 2,4 g/cm 3 dan kekuatannya tergantung pada komposisi campuran beton (mix design). Sedangkan untuk beton ringan memiliki densitas < 1,8 g/cm 3, begitu juga kekuatannya sangat bervariasi dan sesuai dengan penggunaan dan pencampuran

bahan bakunya (mix design). Jenis dari beton ringan ada dua golongan yaitu: beton ringan berpori (aerated concrete) dan beton ringan tidak berpori (non aerated conrete). Beton ringan berpori adalah beton yang dibuat agar strukturnya banyak terdapat pori, beton semacam ini diproduksi dengan bahan baku dari campuran semen, pasir, gypsum, CaCO 3 dan katalis aluminium. Dengan adanya katalis Al selama terjadi reaksi hidratasi, semen akan menimbulkan panas (reaksi eksotermal) sehingga timbul gelembung-gelembung gas H 2 O, CO 2 dari reaksi tersebut. Akhirnya gelembung tersebut akan menimbulkan jejak pori dalam beton yang sudah mengeras. Semakin banyak gas yang dihasilkan akan semakin banyak pori yang terbentuk, dan beton akan semakin ringan. Berbeda dengan beton non aerated, pada beton ini agar menjadi ringan dalam pembuatannya ditambahkan agregat ringan. Agregat ringan yang digunakan antara lain: batu apung (pumice), perlite, serat sintesis dan alami, slag baja, dan lain-lain. Pembuatan beton ringan berpori (aerated concrete) tentunya jauh lebih mahal karena menggunakan bahan-bahan kimia tambahan, dan mekanisme pengontrolan reaksi yang cukup sulit. Mikrostruktur dari beton normal yang berupa campuran portland cement dengan agregat alami yang dibuat secara konvensional diperlihatkan pada Gambar 2.1. Agregat semen Gambar 2.1. Struktur mikro dari beton normal (Yanarta, 2008 )

2.1.1. Semen Portland Semen Portland adalah bahan konstruksi yang paling banyak digunakan dalam pekerjaan beton. Menurut ASTM C-150,1985, semen portland didefenisikan sebagai semen hidrolik yang dihasilkan dengan menggiling klinker yang terdiri dari kalsium silikat hidrolik yang umumnya mengandung satu atau lebih bentuk kalsium sulfat sebagai bahan tambahan yang digiling bersama-sama deng bahan utamanya. Semen portland yang digunakan di Indonesia harus memenuhi syarat SII.0013-81 atau standar Uji Bahan Bangunan Indonesia 1986, dan harus memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam standar tersebut. Semen merupakan bahan ikat yang penting dan banyak digunakan dalam pembangunan fisik di sektor konstruksi sipil. Jika ditambah air, semen akan menjadi pasta semen. Jika ditambah agragat halus, pasta semen akan menjadi mortar yang jika digabungkan dengan agregat kasar akan menjadi campuran beton segar yang setelah mengeras akan menjadi beton keras (concrete). Fungsi utama semen adalah mengikat butir-butir agregat hingga membentuk suatu massa padat dan mengisi rongga-rongga udara di antara butir-butir agregat. Walaupun komposisi semen dalam beton hanya sekitar 10%, namun karena fungsinya sebagai bahan pengikat maka peranan semen menjadi penting. 2.1.2. Agregat Pembagian agregat sangat menolong dalam memperbaiki keawetan serta stabilitas volume dari beton ringan. Karakteristik fisik dari agregat dalam beberapa

hal komposisi kimianya dapat mempengaruhi sifat-sifat beton ringan dalam keadaan plastis maupun keadaan telah mengeras dengan hasil-hasil yang berbeda. a. Sludge Industri kertas menghasilkan limbah padat berapa sludge (lumpur) yang berasal dari Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) dalam jumlah yang cukup besar. Selama ini pemanfaatan sludge tersebut belum optimal, seperti yang terjadi di PT. Toba Pulp Lestari. Sebagian kecil limbah hanya dimanfaatkan sebagai tanah urugan pada area di sekitar pabrik, sedangkan sisanya ditimbun begitu saja. Apabila keadaan ini dibiarkan terus menerus, maka semakin lama pabrik akan kekurangan lahan untuk penimbunan limbah sehingga dimungkinkan terjadinya pencemaran lingkungan. Dengan demikian diperlukan upaya untuk mengatasi permasalahan tersebut, salah satu alternatif adalah dengan melakukan daur ulang limbah menjadi bahan bangunan seperti bata beton (batako). Adapun kandungan atau komponen kimia yang terdapat didalam Sludge diperlihatkan seperti pada Tabel 2.1. Tabel 2.1.Kandungan Atau Komponen Kimia Yang Terdapat Didalam Sludge Parameter Komposisi (%) Al 2 O 3 28,97 SiO 2 51,70 Na 2 O - K 2 O - MgO 9,46 CaO 2,04 Fe 2 O 3 3,57 TiO 2 3,35 LOI 0,91

b. Pasir Agregat yang digunakan untuk pembuatan batako ringan ini adalah pasir yang lolos ayakan (Standard ASTM E 11-70) yang diameternya lebih kecil 5mm. adapun kegunaan pasir ini adalah untuk mencegah keretakan pada beton apabila sudah mengering. Karena dengan adanya pasir akan mengurangi penyusutan yang terjadi mulai dari percetakan hingga pengeringan. Pasir ini memang sangat penting dalam pembuatan beton ringan, tapi apabila kadarnya terlalu besar akan mengakibatkan kerapuhan jika sudah mengering. Ini disebabkan daya rekat antara partikel-partikel berkurang dengan adanya pasir dalam jumlah yang besar, sebab pasir tersebut tidak bersifat merekat akan tetapi hanya sebagai pengisi (Filler). Pasir yang baik digunakan untuk pembuatan beton ringan berasal dari sungai dan untuk pasir dari laut harus dihindarkan karena dapat mengakibatkan perkaratan dan masih mengandung tanah lempung yang dapat membuat batako menjadi retak-retak. 2.1.3. Lateks Lateks merupakan salah satu bahan baku yang digunakan untuk pembuatan benang karet, sebelum lateks digunakan menjadi benang karet atau barang jadi karet lainnya, maka terlebih dahulu dipekatkan dan hasilnya disebut lateks pekat.

Lateks adalah cairan berwarna putih yang menyerupai susu yang dihasilkan dari tanaman karet bila disadap atau dilukai. Lateks mempunyai bagian-bagian yang kecil dengan diameter antara (0,0001-0,001) mm yang terdiri dari : 1. Air (55-80)% 2. Karet (25-40)% 3. Bahan bukan karet 5 % Lateks merupakan sistem koloid yang kompleks, yang terdiri dari partikel karet dan bahan-bahan karet yang terdispersi dalam cairan yang disebut serum. Bahan bukan karet jumlahnya relatif kecil, sebagian besar terlarut dalam serum, lainnya teradsorbsi dalam permukaan partikel karet (Soenardjian, et al, 1982). Lateks pekat mempunyai kadar kering minimum 60%. 2.2. Faktor Air Semen (FAS) Secara umum diketahui bawa semakin tinggi nilai FAS, semakin rendah mutu kekuatan beton. Namun demikian, nilai FAS yang semakin rendah tidak selalu berarti bahwa kekuatan beton semakin tinggi. Ada batas-batas dalam hal ini. Nilai FAS yang rendah akan menyebabkan kesulitan dalam pengerjaan, yaitu kesulitan dalam pelaksanaan pemadatan yang pada akhirnya akan menyebabkan mutu beton menurun. Umumnya nilai FAS minimum yang diberikan sekitar 0,4 dan maksimum 0,65. Ratarata ketebalan lapisan yang memisahkan antar partikel dalam beton sangat bergantung pada faktor air semen yang digunakan dan kehalusan butir semennnya.

2.3. Beton Semen Polimer (PCC) Rekayasa beton dengan polimer atau disebut sebagai polymer modified concrete merupakan suatu perekayasaan material beton dengan menggunakan material organic rantai panjang atau polimer. Polymer modified concrete ada dua macam yaitu polymer impregnated concrete (PIC) dan polymer cement concrete (PCC). Polymer impregnated concrete adalah suatu material yang dibuat melalui impregnasi bahan polimer ke dalam beton jadi yang sudah mengeras, agar dapat menutup pori-pori permukaan beton agar lebih tahan terhadap kelembaban atau penyerapan air. Sedangkan polymer cement concrete adalah suatu material beton yang dibuat dengan menggantikan sebagian perekat semen dengan bahan polimer. Beberapa karakteristik dari polymer modified concrete diperlihatkan pada Tabel 2.2 sebagai berikut. Material Polymer impregnated concrete Polymer impregnated concrete*** Polymer cement concrete Portland cement concrete Tabel 2.2. Karakteristik dari Polymer Modified Concrete Tensile Strength, MPa Modulus of Elasticity, GPa Compressive Strength, MPa Shear Bond Strength, KPa Water Sorption, % 10.5 42 140-0.6 14.7 49 273-0.6 5.6 14 38 4,550-2.5 24.5 35 875 5.5

Jenis polimer yang digunakan dalam pembuatan PCC adalah thermoplastic polymer dan thermosetting polymer. Jenis thermoplastic polymer yang umumnya digunakan adalah poly latex (methyl methacylate) disebut juga dengan akrilik lateks.. Sedangkan jenis thermosetting yang sering digunakan adalah epoxy resin, polimer ini dapat dicampurkan langsung pada campuran semen-air. 2.4. Karakterisasi Beton Beton dibuat dari campuran: semen, pasir, sludge kertas, dan latex. Bahan baku tersebut kemudian dicampur, dicetak, dan dikeringkan secara alami (suhu kamar) dengan waktu pengeringan (ageing time) selama 28 hari. Adapun karakteristik beton yang telah diuji meliputi: densitas, penyerapan air, konduktivitas termal, kuat tekan, kuat patah, kuat tarik, dan analisa mikrostruktur dengan menggunakan metode Scanning Electron Microscope (SEM). 2.4.1. Densitas Beton Untuk pengukuran densitas beton semen polimer menggunakan metoda Archimedes, besarnya nilai densitas beton semen polimer dapat dihitung berdasarkan persamaan sebagai berikut: (Tetuko : 2008). W Densitas = Χ ρ W (2.1) b s air ( W W ) g k dimana: Ws Wb : Berat sampel kering (gram) : Berat sampel setelah direndam air (gram)

Wg Wk : Berat sampel digantung didalam air (gram) : Berat kawat penggantung (gram) 2.4.2. Penyerapan air Penyerapan air dalam beton adalah untuk mengetahui sampai dimana batas air pada sampel beton dapat terserap. Untuk mengetahui besarnya nilai penyerapan air dari sampel beton semen polimer dapat dihitung menggunakan persamaan berikut: Berat sampel Jenuh Berat sampel ker ing Penyerapan Air = Χ 100% (2.2) Berat sampel ker ing 2.4.3. Penyusutan Beton Untuk menentukan besarnya penyusutan dilakukan pengukuran dimensi atau panjang awal (Lo) dan panjang setelah mengalami pengeringan 28 hari, disebut sebagai Lt. Besarnya penyusutan dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut: Penyusu tan = L L L 0 t x 0 100% (2.3) Di mana: Lo = Panjang awal sampel (mm) Lt = Panjang akhir sampel (mm)

2.4.4. Kuat Tekan Kuat tekan beton adalah besarnya beban persatuan luas yang menyebabkan benda uji beton hancur bila dibebani dengan gaya tekan tertentu, yang dihasilkan dari alat Universal Testing Machine (UTM). Besarnya nilai kuat tekan sampel beton semen polimer dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut: P Kuat tekan = (2.4) A dimana: P : gaya penekan (kgf) A : luas penampang yang terkena penekanan gaya (m 2 ) 2.4.5. Kuat Tarik pengujian tarik adalah pengujian mekanis secara statis dengan cara sampel (benda uji) ditarik dengan pembebanan pada kedua ujungnya, dimana gaya tarik yang diberikan adalah sebesar P (Newton). tujuannya untuk mengetahui sifat-sifat mekanik tarik ( kuat tarik) dari beton semen polimer. pengujian ini dilakukan dengan kecepatan perpanjangan tetap yang rendah sekali, dan mesin tarik mencatat beban yang diberikan. Pengukuran kuat tarik dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut: P Kuat tarik = (2.5) A dimana: P : Gaya tarik (kgf) A : Luas penampang (cm 2 )

50.8 mm 25.4 mm Gambar 2.2. Spesimen Uji Tarik 2.4.6. Kuat Patah Pengujian kekuatan patah dimaksudkan untuk mengetahui ketahan beton terhadap pembebanan pada tiga titik. Pada pengujian ini terhadap sampel uji (beton) diberikan pembebanan yang arahnya tegak lurus terhadap letak beton tersebut. Pengukuran kuat patah dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut: 3PL σ f = (2.6) 2 2bh Dengan : P = Beban maksimum yang diberikan (kgf) L = jarak kedua titik tumpu (cm) b, h = lebar dan tinggi benda uji (cm). 2.4.7. Konduktivitas Termal Pengukuran konduktivitas termal adalah untuk mengetahui peristiwa perpindahan panas secara konduksi, sehingga dengan mengetahui besarnya

konduktivitas termal dari suatu bahan (material) maka dapat diperkirakan aplikasi material tersebut untuk selanjutnya. Pengujian konduktivitas termal dari sampel beton semen polimer dapat dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut: (ASTM C 177 97). K = {(m. c. dt/dt. X)/(A. (T 1 -T 2 ) (2.7) dengan: K = Konduktivitas panas, kal/cm o C detik m = Massa pelat alas (kuningan), gram c = Panas jenis pelat alas kuningan, kal/g o C X = Tebal sampel, cm A = Luas permukaan kontak, cm 2 T 1 = Temperatur pelat alat ketel air panas pada stedy state, o C = Temperatur pelat alas kuningan pada stedy state, o C T 2 2.4.8. Analisa Mikrostruktur Beton Pengujian mikrostruktur dari beton sludge dilakukan dengan Scanning Electron Microscope (SEM) untuk melihat bentuk dan ukuran partikel penyusunnya. Scanning Electron Microscope (SEM) merupakan mikroskop elekteron yang banyak digunakan untuk analisa permukaan material. SEM juga dapat digunakan untuk menganalisa data kristalografi, sehingga dapat dikembangkan untuk menentukan elemen atau senyawa. Prinsip kerja SEM dapat dilihat pada Gambar 2.3, dimana dua sinar elektron digunakan secara simultan. Satu strike specimen digunakan untuk menguji dan strike yang lain adalah CRT (Cathode Ray Tube) memberi tampilan Gambar.

SEM menggunakan prinsip scanning, maksudnya berkas elektron di arahkan dari titik ke titik pada objek. Gerakan berkas elektron dari satu titik ke titik yang lain pada suatu daerah objek menyerupai gerakan membaca. Gerakan membaca ini disebut dengan scanning. Komponen utama SEM terdiri dari dua unit, electron column (B) dan display console (A). Electron column merupakan model electron beam scanning. Sedangkan display console merupakan elektron skunder yang di dalamnya terdapat CRT. Pancaran elektron energi tinggi dihasilkan oleh electron gun yang kedua tipenya berdasar pada pemanfaatan arus. Gambar 2.3. Skema Prinsip Dasar SEM (Cahn, 1993)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Balai Riset dan Standarisasi Industri Medan, dan di Laboratorium Pusat Penelitian Fisika Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Serpong. 3.2. Alat dan Bahan Adapun alat dan bahan dalam penelitian ini: 3.2.1. Peralatan Peralatan yang dipergunakan untuk pembuatan beton semen polimer antara lain: 1. Timbangan digital (weight balance digital) 2. Alat-alat gelas 3. Cetakan beton (mould steel) 4. Universal Testing Machine (UTM ) 5. Scanning Electron Microscope (SEM) 6. Ayakan screen 100 mesh 7. Thermal conductivity meter 8. Jangka sorong (vernier caliper) 9. Wadah pencampur (ember) 10. Alat pengaduk (mixer)

11. Oven pemanas (drying oven) 3.2.2. Bahan baku Bahan baku yang dipergunakan untuk pembuatan sampel beton antara lain: 1. Semen type I (Portland cement) Merupakan semen yang berasal dari PT. Semen Andalas Padang. 2. Bio Sludge dari Industri Kertas Merupakan sludge yang berasal dai limbah padat Industri kertas PT. Toba Pulp Lestari 3. Pasir silika Merupakan pasir yang berasal dari daerah pinggiran sungai. 4. Lateks Merupakan getah yang diperoleh dari sayatan pohon karet. 5. Air Merupakan katalis, untuk melarutkan semen. 3.3. Variabel dan Parameter Adapun variabel dan parameter dalam penelitian ini: 3.3.1. Varibel penelitian 1. Variasi komposisi sludge: 0, 25, 50, 75, dan 100 % dari prosentase volume. 2. Variasi penambahan aditif resin epoksi latex: 5, 10, dan 15 % dari total volume semen.

3.3.2. Parameter penelitian Parameter pengujian yang dilakukan meliputi: densitas, penyerapan air,, konduktivitas termal, kuat tekan, kuat patah, kuat tarik, dan analisa mikrostruktur dengan Scanning Electron Microscope (SEM). 3.4. Preparasi Sampel Beton Bahan baku yang digunakan pada pembuatan beton terdiri dari: semen portland tipe I, pasir silika, limbah padat (sludge) kertas, dan lateks. Untuk menentukan komposisi bahan baku mengacu pada proporsi beton konvensional, seperti untuk campuran agregat (penguat) di dalam beton yaitu sekitar 70 80 % volume total atau perbandingan matriks terhadap agregat (M/A) = 1 : 5 (Tri Mulyono, 2005). Jadi untuk memudahkan dalam proses pencampuran (fabrikasi) maka semua komposisi bahan baku ditentukan dalam prosentase volume. Apabila semen yang digunakan untuk satu kali adukan adalah sebanyak 25,2 gram atau ekivalen dengan 8 cm 3 (dengan densitas semen yang digunakan adalah 3,15 g/cm 3 ) maka jumlah agregat adalah 5 x 8 cm 3 = 40 cm 3. nilai Faktor Air Semen (FAS) dalam penelitian ini ditetapkan sebesar 0,5 yang berada dalam rentang nilai secara teoritis, yaitu: nilai FAS antara 0,25 0,65 untuk campuran beton secara umum (Tri Mulyono, 2005). Penentuan nilai FAS sebesar 0,5 dengan asumsi agar adukan semen dan air (pasta beton) tidak terlalu encer atau terlalu kental (lengket). Selain itu, agar selama proses pengeringan (ageing) beton tidak mengalami shock

hydratation atau muncul retak-retak di permukaan atau di dalam beton. Andaikan untuk satu kali adukan adonan, jumlah semen yang digunakan adalah 8 cm 3, maka banyaknya air yang dibutuhkan adalah 0,5 x 8 cm 3 = 4 cm 3. Jumlah variasi lateks yang ditambahkan dalam campuran beton adalah 5, 10, dan 15 % terhadap jumlah semen (binder agent), yaitu ekivalen dengan 0,4; 0,8; dan 1,2 cm 3. adapun komposisi bahan baku pembuatan beton, seperti diperlihatkan pada Tabel 3.1. Tabel 3.1. Komposisi Pencampuran Bahan Baku Beton Kode Pasir Silika Sludge Keterangan Sampel (cm 3 ) (% volume) (cm 3 ) (% volume) A 0 0 40 100 S/A = 1 : 5 B 10 25 30 75 FAS = 0,5 C 20 50 20 50 D 30 75 10 25 Semen = 8 cm 3 E 40 100 0 0 Air = 4 cm 3 Preparasi pembuatan sampel beton secara rinci, diperlihatkan pada diagram alir pada Gambar 3.1. Untuk pembuatan beton, masing-masing bahan baku ditakar sesuai dengan komposisi yang telah ditentukan seperti pada Tabel 3.1. Setelah ditakar (ditimbang), ketiga bahan baku tersebut dicampur dalam suatu wadah, dan diaduk hingga merata dengan menggunakan sendok semen atau mixer. Selanjutnya proses penambahan air, dimana jumlah air yang digunakan sesuai dengan perbandingan berat air : semen yang telah ditentukan yaitu 0,5 = 4 cm 3 (fas = 0,5).

Pasir 100 mesh Sludge Semen Faktor Air Semen (air : semen = 1: 2) Penimbangan Pencampuran lateks (5, 10, 15 % ) Pencetakan Pengerasan Ageing Alami Pengujian Gambar 3.1. Diagram Alir Preparasi Sampel Beton Selanjutnya adonan (pasta) yang dihasilkan dituangkan dalam cetakan yang terbuat dari besi baja dengan ukuran: 16 x 4 x 4 cm. Bentuk sampel uji lainnya adalah berupa selinder berukuran: diameter 5,25 cm dan tinggi 5,25 cm. Kemudian adonan dicetak dan dikeringkan untuk proses pengerasan (ageing) dengan waktu yang telah ditetapkan juga yaitu selama 28 hari. Setelah benda uji mengalami proses ageing, kemudian dilakukan pengujian yang meliputi: densitas, penyerapan air, penyusutan, konduktivitas termal, kuat tekan,

kuat patah, kuat tarik, dan analisa mikrostruktur dengan menggunakan Scanning Electron Microscope (SEM). 3.5. Karakterisasi Pengujian yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi: densitas, penyerapan air, penyusutan, konduktivitas termal, kuat tekan, kuat patah, kuat tarik, dan analisa mikrostruktur dengan menggunakan Scanning Electron Microscope (SEM). 3.5.1. Densitas Pengukuran densitas (bulk density) dari masing-masing komposisi beton yang telah dibuat, diamati dengan menggunakan prinsip Archimedes dan mengacu pada standar ASTM C 134 95. Pada proses awal dilakukan penimbangan massa benda di udara (massa sampel kering) seperti halnya pada penimbangan biasa, sedangkan penimbangan massa benda di dalam air seperti diperlihatkan pada Gambar 1. (dapat dilihat pada lampiran E). Metoda pengukuran densitas, antara lain : Sampel yang telah mengalami pengerasan (ageing) 28 hari, dikeringkan di dalam drying oven dengan suhu 100 o C, selama 1 jam. Kemudian timbang massa sampel kering (beton), Ws dengan menggunakan neraca digital. Sampel yang telah ditimbang, kemudian direndam di dalam air selama 1 jam, bertujuan untuk mengoptimalkan penetrasi air terhadap sampel uji. Setelah waktu penetrasi terpenuhi, seluruh permukaan sampel dilap dengan kain flanel dan dicatat massa sampel setelah

direndam di dalam air, Wb. Gantung sampel, pastikan tepat pada posisi tengah dan tidak menyentuh alas beker gelas yang berisi air, dimana massa sampel berikut penggantung di dalam air adalah Wg. Selanjutnya sampel dilepas dari tali penggantung dan catat massa tali penggantung yaitu Wk. Dengan mengetahui besaran-besaran tersebut diatas, maka nilai densitas beton sludge dapat ditentukan sesuai dengan persamaan (2.1). 3.5.2. Penyerapan Air Untuk mengetahui besarnya penyerapan air dari beton sludge yang telah dibuat, maka perlu dilakukan pengujian yang mengacu pada standar ASTM C 20 00. Prosedur pengukuran penyerapan air adalah sebagai berikut: Sampel yang telah dikeringkan di dalam drying oven dengan suhu 100 o C selama 1 jam, ditimbang massanya dengan menggunakan neraca digital, disebut massa sampel kering. Kemudian sampel direndam di dalam air selama 1 jam sampai massa sampel jenuh dan catat massanya. Dengan menggunakan persamaan (2.2) maka nilai penyerapan air dari beton sludge dapat ditentukan.

3.5.3. Penyusutan Pengukuran penyusutan (shrinkage) dari beton dilakukan berdasarkan perubahan dimensi, sesuai dengan persamaan (2.3) (K. Ramamurthyand and N. Narayanan, 2000; ASTM C-1407, 1998). Mula-mula ukur panjang sampel yang baru dikeluarkan dari cetakan, disebut panjang awal (Lo). Setelah sampel mengalami proses pengeringan atau pengerasan (ageing) selama 28 hari, kemudian diukur panjangnya, disebut sebagai panjang akhir, Lt. Dengan menggunakan persamaan pada persamaan (2.3), maka nilai penyusutan dapat diperoleh. 3.5.4. Kuat tekan Untuk mengetahui besarnya nilai kuat tekan dari beton, maka perlu dilakukan pengujian yang mengacu pada standar ASTM C 1386 98 dan ASTM C 39/C 39M - 01. Alat yang digunakan untuk menguji kuat tekan adalah Universal Testing Mechine (UTM). Model uji kuat tekan dengan benda uji berupa selinder, seperti diperlihatkan pada lampiran E. Prosedur pengujian kuat tekan adalah sebagai berikut: Sampel berbentuk selinder diukur diameternya, minimal dilakukan tiga kali pengulangan. Dengan mengetahui diameternya maka luas penampang dapat dihitung, A = π (d 2 /4). Atur tegangan supply sebesar 40 volt, untuk menggerakkan motor penggerak kearah atas maupun bawah. Sebelum pengujian berlangsung, alat ukur (gaya) terlebih dahulu dikalibrasi dengan jarum penunjuk tepat pada angka nol.

Kemudian tempatkan sampel tepat berada di tengah pada posisi pemberian gaya (lihat gambar), dan arahkan switch ON/OFF ke arah ON, maka pembebanan secara otomatis akan bergerak dengan kecepatan konstan sebesar 4 mm/menit. Apabila sampel telah pecah, arahkan switch kearah OF maka motor penggerak akan berhenti. Kemudian catat besarnya gaya yang ditampilkan pada panel display, saat beton polimer tersebut rusak. Dengan menggunakan persamaan (2.4) maka nilai kuat tekan dari beton dapat ditentukan. 3.5.5. Kuat Tarik Untuk mengetahui besarnya kuat tarik dari beton, maka perlu dilakukan pengujian yang mengacu pada standar dan ASTM C 469-94. Alat yang digunakan untuk menguji kuat tarik adalah Universal Testing Mechine (UTM). Sedangkan model penjepit sampel dan teknik pengujiannya, diperlihatkan pada lampiran E. Adapun prosedur pengujian kuat tarik yaitu: Sampel berbentuk silinder diukur diameternya (d), minimal dilakukan tiga kali pengulangan, kemudian dipasang tali penggantung yang telah tersedia (dapat dilihat pada lampiran E) sebagai dudukan sampel. Lalu diaur tegangan supply sebesar 40 volt, untuk menggerakkan motor penggerak kearah atas maupun bawah. Sebelum pengujian berlangsung, alat ukur (gaya) terlebih dahulu dikalibrasi dengan jarum penunjuk tepat pada angka nol. Selanjutnya sampel ditempatkan tepat berada di tengah pada posisi pemberian gaya, dan arahkan switch ON/OFF ke arah ON, maka

pembebanan secara otomatis akan bergerak dengan kecepatan konstan sebesar 4 mm/menit. Dan apabila sampel telah putus, diarahkan switch kearah OFF maka motor penggerak akan berhenti. Lalu dicatat besarnya gaya yang ditampilkan pada panel display, saat beton polimer tersebut putus. Dengan menggunakan persamaan (2.5) maka nilai kuat tarik dari beton dapat ditentukan. 3.5.6. Kuat Patah Untuk mengetahui besarnya kuat patah dari beton, maka perlu dilakukan pengujian yang mengacu pada standar ASTM C 133 97 dan ASTM C 348 97. Alat yang digunakan untuk menguji kuat patah adalah Universal Testing Mechine (UTM). Pengujian kuat patah dengan Universal Testing Mechine (UTM) dan benda uji untuk kuat patah benda berbentuk balok, seperti diperlihatkan pada lampiran H. Adapun prosedur pengujian kuat patah yaitu: Sampel berbentuk balok diukur lebar dan tingginya, minimal dilakukan tiga kali pengulangan, kemudian diatur jarak titik tumpu (span) sebesar 10 cm sebagai dudukan sampel (lampiran H). Lalu diatur tegangan supply sebesar 40 volt, untuk menggerakkan motor penggerak kearah atas maupun bawah. Sebelum pengujian berlangsung, alat ukur (gaya) terlebih dahulu dikalibrasi dengan jarum penunjuk tepat pada angka nol. Selanjutnya sampel ditempatkan tepat berada di tengah pada posisi pemberian gaya (lihat gambar), dan diarahkan switch ON/OFF ke arah ON, maka pembebanan secara otomatis akan bergerak dengan kecepatan konstan sebesar 4

mm/menit. Dan apabila sampel telah patah, diarahkan switch kearah OF maka motor penggerak akan berhenti. Kemudian dicatat besarnya gaya yang ditampilkan pada panel display, saat beton tersebut patah. Dengan menggunakan persamaan (2.6) maka nilai kuat patah dari beton dapat diperoleh. 3.5.7. Konduktivitas Termal Untuk menentukan besarnya konduktivitas termal dari beton, maka perlu dilakukan pengujian yang mengacu pada standar ASTM C 177 1997. Metoda yang digunakan untuk menguji konduktivitas panas dari beton dihitung menggunakan less method, seperti diperlihatkan pada lampiran H. Adapun prosedur pengujian konduktivitas termal dari beton yaitu: Sampel beton dibuat berbentuk selinder (koin) dengan diameter 10 cm, dan tebal 3-5 mm, untuk memastikan dimensinya digunakan mikrometer dan jangka sorong dan diukur dimensinya minimal tiga kali pengulangan. Kemudian ditimbang pelat alas kuningan, C dan dicatat massanya (m), kemudian digantungkan dengan tali penggantung, X pada statip penggantung. Lalu letakkan benda uji, B (beton ringan berpori) di atas pelat alas tersebut, dan olesin permukaan benda uji tersebut dengan bahan pelumas agar kontak panasnya menjadi lebih baik. Kemudian ketel uap, S diletakkan diatas benda uji dan hubungkan dengan ketel air panas dengan menggunakan selang. Selanjutnya dimasukkan termometer T 1 pada lubang ketel uap dan termometer T 2 pada pelat alas kuningan, dan dicatat kenaikan temperatur T 1 dan

T 2 setiap dua menit sampai kondisi kesetimbangan (stady state) tercapai. Keadaan setimbang dinyatakan apabila kenaikan temperatur ± 0,1 o C selama 10 menit. Apabila T 1 dan T 2 sudah mencapai setimbang, diangkat ketel uap dan panaskan pelat alas beserta benda uji dengan alat pemanas, hingga temperatur T 2 naik sekitar 10 o C. Setelah temperaturnya tercapai, dimatikan alat pemanas dan dicatat penurunan temperatur T 2 untuk setiap dua menit, sehingga selisih suhunya mencapai sekitar 20 o C. Kemudian plot kurva kenaikan temperatur selama pemanasan dan penurunan temperatur sewaktu pendinginan terhadap waktu. Dengan menggunakan persamaan (2.7) maka nilai konduktivitas termal dari beton semen polimer dapat ditentukan. 3.5.8. Analisa Mikrostruktur dengan SEM Bentuk dan ukuran partikel penyusun secara mikroskopik dari beton dapat diidentifikasikan berdasarkan micrograph data yang diperoleh dari pengujian Scanning Electron Microscope (SEM),diperlihatkan pada gambar 3.6 (pada lampiran E). Adapun mekanisme alat ukur SEM dapat dijelaskan sebagai berikut: Sampel diletakkan di dalam cawan, kemudian sampel tersebut dilapisi emas. Lalu sampel disinari dengan pancaran elektron bertenaga kurang lebih 20 kv sehingga sampel memancarkan elektron turunan (secondary electron) dan elektron

terpantul (back scattered electron) yang dapat dideteksi dengan detector scintilator yang diperkuat sehingga timbul gambar pada layar CRT. Kemudian pemotretan dilakukan setelah dilakukan dengan pengaturan (setting) pada bagian tertentu dari objek dan perbesaran yang diinginkan sehingga diperoleh foto yang mewakili untuk dapat diidentifikasi.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian Beton yang dibuat dari campuran semen, pasir, sludge, dan lateks, dilakukan proses pengeringan (ageing) secara alami yaitu selama 28 hari, kemudian dilakukan pengujian sifat-sifat fisika, mekanika, dan mirostruktur. Karakteristik beton ternyata sangat ditentukan oleh komposisi bahan baku penyusun, yaitu pasir silika : sludge : semen : lateks, dan proses pengeringan. Untuk mengetahui karakteristik beton tersebut maka perlu diukur besaran-besaran fisis, mekanis, dan mikrostruktur, antara lain: densitas, penyerapan air, penyusutan, konduktivitas termal, kuat tekan, kuat patah, kuat tarik, dan analisa mikrostruktur dengan menggunakan SEM. Hasil pengujian karakteristik beton sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan tertera pada tabel dibawah ini. 4.1.1. Densitas Data hasil pengukuran beton pada pengujian densitas untuk beton dengan menggunakan lateks dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

5 % Lateks Sludge (% volume) 10 % Lateks Sludge (% volume) Tabel 4.1. Data Pengukuran Densitas (pada umur 28 hari) Massa Kering (ms) (g) Massa setelah setelah direndam (mb) (g) Massa digantung dalam air (mg) (g) Massa kawat penggantung (mk) (g) Densitas (g/cm 3 ) Archimedes 0 130.600 136.351 78.360 0.053 2.25 25 128.400 140.868 77.040 0.053 2.01 50 126.520 143.229 75.912 0.053 1.88 75 124.305 142.829 74.583 0.053 1.82 100 123.205 143.086 73.923 0.053 1.78 15 % Lateks Sludge (% volume) Massa Kering (ms) (g) Massa Kering (ms) (g) Massa setelah setelah direndam (mb) (g) Massa setelah setelah direndam (mb) (g) Massa digantung dalam air (mg) (g) Massa digantung dalam air (mg) (g) Massa kawat penggantung (mk) (g) Massa kawat penggantung (mk) (g) Densitas (g/cm 3 ) Archimedes 0 128.400 137.840 77.040 0.053 2.11 25 127.620 143.865 76.572 0.053 1.90 50 125.423 145.663 75.254 0.053 1.78 75 123.600 145.552 74.160 0.053 1.73 100 122.400 144.716 73.440 0.053 1.72 Densitas (g/cm 3 ) Archimedes 0 132.350 135.201 79.410 0.053 2.37 25 130.410 140.175 78.246 0.053 2.10 50 128.550 142.966 77.130 0.053 1.95 75 126.250 142.851 75.750 0.053 1.88 100 124.023 141.911 74.414 0.053 1.84

Densitas (g/cm 3 ) 2.4 2 5 % lateks 10 % lateks 15 % lateks Densitas beton struktur ringan = 2,016 g/cm 3 1.6 Densitas beton ringan = 1,75 g/cm 3 0 25 50 75 100 Sludge (% Volume) Gambar 4.1. Hubungan antara densitas terhadap penambahan sludge (% volume) dan resin lateks setelah melalui proses pengeringan selama 28 hari. 4.1.2. Penyerapan Air Data hasil pengukuran beton pada pengujian penyerapan air untuk beton dengan menggunakan lateks dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Tabel 4.2. Data Pengukuran Penyerapan Air (pada umur 28 hari) 5 % Lateks Sludge (% volume) Massa Kering (g) Massa Basah (g) 0 128.400 159.088 23.90 25 127.620 160.929 26.10 50 125.423 161.796 29.00 75 123.600 165.871 34.20 100 122.400 173.196 41.50 Penyerapan Air (%)

Tabel 4.2. Lanjutan 10 % Lateks Sludge (% volume) Massa Kering (g) Massa Basah (g) 0 130.600 157.634 20.70 25 128.400 156.520 21.90 50 126.520 157.517 24.50 75 124.305 160.602 29.20 100 123.205 164.602 33.60 15 % Lateks Sludge (% volume) Penyerapan Air (%) Massa Kering (g) Massa Basah (g) 0 132.350 156.570 18.30 25 130.410 156.101 19.70 50 128.550 156.960 22.10 75 126.250 159.201 26.10 100 124.023 161.974 30.60 Penyerapan Air (%) 60 50 Batas maksimum = 50% Penyerapan air (%) 40 30 20 5 % lateks 10 % lateks 15 % lateks Batas minimum = 13 % 10 0 25 50 75 100 Sludge (% Volume) Gambar 4.2. Hubungan antara penyerapan air terhadap penambahan sludge (% volume) melalui proses pengeringan alami selama 28 hari.

4.1.3. Penyusutan Data hasil pengukuran beton pada pengujian penyusutan untuk beton dengan menggunakan lateks dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Tabel 4.3. Data Pengukuran Penyusutan (pada umur 28 hari) 5 % Lateks Sludge (%) Panjang awal (mm) Panjang akhir (mm) Penyusutan (%) 0 160.02 159.84 0.110 25 160.40 160.21 0.118 50 160.20 159.97 0.141 75 160.00 159.68 0.200 100 160.10 159.75 0.220 10 % Lateks Sludge (%) Panjang awal (mm) Panjang akhir (mm) Penyusutan (%) 0 160.20 160.05 0.094 25 160.30 160.14 0.102 50 160.10 159.91 0.120 75 160.10 159.86 0.153 100 160.00 159.71 0.179 15 % Lateks Sludge (%) Panjang awal (mm) Panjang akhir (mm) Penyusutan (%) 0 160.30 160.17 0.080 25 160.10 159.96 0.086 50 160.20 160.04 0.097 75 160.20 160.01 0.116 100 160.20 159.99 0.130

Penyusutan (%) 0.25 0.20 0.15 0.10 5 % lateks 10 % lateks 15 % lateks 0.05 0 25 50 75 100 Sludge (% volume) Gambar 4.3. Hubungan antara penyusutan terhadap penambahan sludge (% volume) setelah melalui proses pengeringan selama 28 hari 4.1.4. Konduktivitas Termal (Thermal Conductivity) Data hasil pengujian beton pada pengujian konduktivitas termal untuk beton dengan menggunakan lateks dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 4.4a. Data hasil pengukuran untuk menentukan daya hantar panas dari beton yang dikeringkan secara alami selama 28 hari Pada kondisi steady state Waktu T1 T2 60 28.0 60 120 29.4 120 180 30.4 180 240 31.5 240 300 32.5 300 360 33.6 360 420 34.6 420 480 35.3 480 540 36.2 540 600 37.5 600 660 38.2 660 720 39.8 720 780 40.2 780 840 41.4 840 900 42.5 900 960 43.6 960 1020 44.5 1020 1080 45.4 1080 1140 46.7 1140 1200 47.7 1200 1260 48.8 1260 1320 49.2 1320 1380 50.3 1380 1440 51.4 1440 1500 52.4 1500 1560 53.6 1560 1620 54.8 1620 1680 55.6 1680 1740 56.4 1740 1800 57.8 1800 1860 59.6 1860 1920 61.2 1920 1980 63.2 1980 2040 64.6 2040 2100 65.2 2100 2160 66.3 2160 2220 68.8 2220 2280 69.6 2280 2340 71.5 2340 Waktu T1 T2 2400 73.6 2400 2460 75.7 2460 2520 77.8 2520 2580 78.6 2580 2640 79.5 2640 2700 80.1 58.6 2760 80.8 60.2 2820 81.0 62.6 2880 81.1 63.4 2940 81.1 64.5 3000 81.2 65.4 3060 81.0 65.9 3120 81.2 66.1 3180 81.2 66.2 3240 81.1 66.2 3300 81.0 66.1 3360 81.0 66.1 3420 81.2 66.0 3480 81.1 66.1 3540 81.1 66.1 3600 81.1 66.2 3660 81.0 66.0 3720 81.0 66.0

Pada kondisi penurunan temperatur (T 2 ) Waktu T2 60 76.0 120 74.0 180 71.6 240 71.2 300 69.0 379 68.1 420 67.2 480 66.3 540 66.3 600 65.3 660 64.4 720 64.0 780 63.2 840 61.5 900 62.1 960 60.4 1044 60.1 1080 60.0 1140 59.5 1200 59.0 1260 57.7 1320 57.3 1380 56.9 1440 56.5 1500 55.2 1560 54.0 1620 52.6 1680 52.4 1740 51.4 1800 50.6 1860 51.6 1920 50.7 1980 50.1 2040 49.4 2100 49.3 2160 48.5 2220 47.3 2280 45.7 2340 45.7 2400 44.7 2460 44.0 Waktu T2 2520 44.7 2580 42.7 2640 42.7 2700 41.7 2760 40.0 2820 40.6 2880 39.7 2940 38.8 3000 37.3 3060 36.7 3120 35.0 3180 34.6 3240 34.2 3300 33.6 3360 33.5 3420 33.1 3480 32.8 3540 31.6 3600 30.1 3660 28.6 3720 28.0

Tabel 4.4b. Data hasil pengukuran Besaran-besaran untuk menentukan daya hantar panas dari beton yang dikeringkan secara alami selama 28 hari Besaran yang diukur Nilai Satuan Massa pelat alas kuningan, m 1,8 kg Panas jenis pelat alas kuningan, Cp 0,09 k.kal/kg o C Slope, dt/dt 0,0119 o C/detik Tebal beton ringan berpori, X 0,005 m Diameter beton ringan berpori, d 0,1 m Luas penampang beton ringan berpori, A 0,00785 m 2 Temperatur pelat alas ketel uap (steady state), 81 o C T 1 Temperatur pelat alas kuningan (steady state), T 2 66 o C 100.0 Temperatur ( 0 C) 80.0 60.0 40.0 y = -0.0119x + 73.066 T 1 = 88 o C T 2 = 66 o C dt/dt = 0,0119 20.0 0 600 1200 1800 2400 3000 3600 Waktu (detik) Gambar 4.4. Hubungan antara temperatur terhadap waktu untuk menentukan T 1, T 2, dan dt/dt dari beton dengan komposisi 25 % sludge dan 10 % latek (dalam % volume) yang dikeringkan selama 28 hari

4.1.5. Kuat Tekan Data hasil pengujian beton pada pengujian kuat tekan untuk beton dengan menggunakan lateks dapat dilihat pada Tabel dibawah ini. Tabel 4.5 Data Pengukuran dan Pengujian Kuat Tekan (pada umur 28 hari) 5 % Lateks Sludge (% volume) Diameter (mm) Luas (mm 2 ) Gaya (N) Kuat Tekan (MPa) 0 27.52 594.52 11069.96 18.62 25 27.50 593.66 8904.84 15.00 50 27.53 594.95 6824.10 11.47 75 27.51 594.09 5002.22 8.42 100 27.49 593.22 3084.77 5.20 10 % Lateks Sludge (% volume) Diameter (mm) Luas (mm 2 ) Gaya (N) Kuat Tekan (MPa) 0 27.50 593.66 11861.25 19.98 25 27.50 593.66 9813.14 16.53 50 27.52 594.52 7776.32 13.08 75 27.53 594.95 5913.82 9.94 100 27.52 594.52 4048.68 6.81 15 % Lateks Sludge (% volume) Diameter (mm) Luas (mm 2 ) Gaya (N) Kuat Tekan (MPa) 0 27.54 595.38 12616.20 21.19 25 27.50 593.66 10626.45 17.90 50 27.50 593.66 8382.43 14.12 75 27.52 594.52 6628.90 11.15 100 27.52 594.52 4863.17 8.18

22 5 % lateks 10 % lateks 15 % lateks Kuat tekan (MPa) 16 10 Batas minimum beton ringan = 7 MPa Batas maksimum beton ringan = 17 MPa 4 0 25 50 75 100 Sludge (% Volume) Gambar 4.5. Hubungan antara kuat tekan terhadap penambahan sludge (% volume) melalui proses pengeringan selama 28 hari 4.1.6. Kuat Tarik Data hasil pengujian beton pada pengujian kuat tarik untuk beton dengan menggunakan lateks dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Tabel 4.6. Data Pengukuran dan Pengujian Kuat Tarik (pada umur 28 hari) 5 % Lateks

Diameter (mm) Luas (mm 2 ) Gaya (N) 0 27.52 594.52 1955.97 3.29 25 27.49 593.22 1536.45 2.59 50 27.50 593.66 1098.26 1.85 75 27.50 593.66 712.39 1.20 100 27.50 593.66 415.56 0.70 Sludge (% volume) Kuat Tarik (MPa) Tabel 4.6. Lanjutan 10 % Lateks Diameter (mm) Luas (mm 2 ) Gaya (N) 0 27.53 594.95 2201.32 3.70 25 27.52 594.52 1777.61 2.99 50 27.51 594.09 1336.70 2.25 75 27.50 593.66 949.85 1.60 100 27.48 592.79 616.50 1.04 Sludge (% volume) 15 % Lateks Sludge (% volume) Kuat Tarik (MPa) Diameter (mm) Luas (mm 2 ) Gaya (N) 0 27.52 594.52 2330.52 3.92 25 27.52 594.52 1914.35 3.22 50 27.50 593.66 1472.27 2.48 75 27.51 594.09 1069.36 1.80 100 27.50 593.66 783.63 1.32 Kuat Tarik (MPa)

6 Kuat tarik beton : 5 Mpa (batas atas) Kuat tarik (MPa) 4 2 Kuat tarik beton: 2 Mpa (batas bawah) 5 % lateks 10 % lateks 15 % lateks 0 0 25 50 75 100 Sludge (% Volume) Gambar 4.6. Hubungan kuat tarik terhadap penambahan sludge (% volume) pada pembuatan beton ringan, setelah melalui proses pengeringan 28 hari 4.1.7. Kuat Patah Data hasil pengujian beton pada pengujian kuat patah untuk beton dengan menggunakan lateks dapat dilihat pada Tabel dibawah ini. Tabel 4.7. Data Pengukuran dan Pengujian Kuat Patah (pada umur 28 hari) 5 % Lateks Sludge (% volume) Span (mm) Lebar (mm) Tinggi (mm) Gaya (N) 0 100 40.04 40.00 1597.33 3.74 25 100 40.04 40.00 1281.28 3.00 50 100 40.04 40.03 1026.56 2.40 75 100 40.03 40.02 756.52 1.77 100 100 40.05 40.03 556.19 1.30 Kuat Patah (MPa)

10 % Lateks Sludge (% volume) Span (mm) Lebar (mm) Tinggi (mm) Gaya (N) 0 100 40.04 40.01 1922.88 4.50 25 100 40.06 40.01 1539.07 3.60 50 100 40.06 40.01 1179.96 2.76 75 100 40.05 40.01 953.13 2.23 100 100 40.03 40.02 735.15 1.72 15 % Lateks Sludge (% volume) Kuat Patah (MPa) Span (mm) Lebar (mm) Tinggi (mm) Gaya (N) 0 100 40.05 40.00 2046.29 4.79 25 100 40.05 40.00 1661.81 3.89 50 100 40.04 40.01 1281.92 3.00 75 100 40.04 40.01 1055.45 2.47 100 100 40.06 40.02 842.64 1.97 Kuat Patah (MPa)

6 5 Beton 15% paper sludge = 2,42 Kuat patah (MPa) 4 3 2 5 % lateks 10 % lateks 15 % lateks Beton ringan = 0,77 MPa 1 0 25 50 75 100 Sludge (% Volume) Gambar 4.7. Hubungan antara kuat patah terhadap penambahan sludge (% volume) setelah melalui proses pengeringan selama 28 hari 4.1.8. Analisa Mikrostruktur dengan SEM Foto hasil pengujian beton pada pengujian analisa mikrostruktur dengan SEM untuk beton dengan menggunakan lateks dapat dilihat pada Gambar dibawah ini. 10 μm Gambar 4.8. Foto SEM dari beton yang dikeringkan selama 28 hari dengan komposisi: 25 % (volume) sludge dan 10 % (volume) lateks

4.2. Pembahasan Hasil analisa dari setiap perlakuan penambahan aditif lateks terhadap sifat karakterisasi beton yang meliputi densitas, penyerapan air, penyusutan, konduktivitas termal, kuat tekan, kuat tarik, kuat patah, dan SEM telah disusun dalam bentuk tabel dan grafik yang diperlihatkan dari Tabel 4.1 sampai dengan Tabel 4.7 dan Gambar Grafik 4.1 sampai dengan Gambar Grafik 4.7. 4.2.1. Densitas Hasil pengukuran densitas beton yang berbasis campuran semen, pasir, sludge, dan lateks setelah dikeringkan selama 28 hari, diperlihatkan seperti pada Gambar 4.1. Dari Gambar 4.1, terlihat bahwa variasi komposisi: 0-100 % (volume) sludge dan penambahan lateks 5, 10, dan 15 % volume dari total semen, serta dikeringkan secara alami 28 hari diperoleh nilai densitas beton antara 1,72 2,37 g/cm 3. Sebagai contoh nilai densitas beton dengan variasi komposisi sludge yang sama dan penambahan resin lateks sebayak 5 % volume, serta dikeringkan selama 28 hari adalah sekitar 1,72 2,11 g/cm 3. Kemudian dengan komposisi yang sama dan penambahan resin lateks masing-masing sebesar 10 dan 15 % dari volume semen, maka nilai densitas cenderung mengalami peningkatan menjadi: 1,78 2,25, dan 1,84 2,37 g/cm 3. Dari hasil yang diperoleh dapat dinyatakan bahwa penambahan sludge cenderung akan menurunkan nilai densitas beton karena sebagian air yang terikat di

dalam sludge akan terurai (terlepas) pada saat proses pengeringan. Sebaliknya untuk penambahan komposisi resin lateks terhadap beton maka nilai densitas cenderung mengalami peningkatan, artinya penambahan lateks sangat mempengaruhi kualitas beton tersebut. Penambahan lateks selain berperan untuk menutupi rongga/pori beton juga berfungsi sebagai perekat dan dapat meningkatkan kekuatan beton khususnya kuat tekan. Berdasarkan referensi, klasifikasi beton dapat dibagi berdasakan nilai densitas, antara lain: beton ringan dengan densitas < 1,75 g/cm 3, beton medium dengan densitas 1,75-2,016 g/cm 3, dan beton normal (beton berat) dengan densitas > 2,016 g/cm 3 (Carolyn Schierhorn, 2008). Ternyata dari klasifikasi tersebut, dapat dinyatakan bahwa penambahan 75 dan 100 % volume sludge dengan 5 % volume lateks adalah termasuk dalam kategori beton ringan. Beton yang dibuat tanpa sludge dengan variasi 5, 10, dan 15 % volume resin, serta 25 % volume sludge dengan 15 % volume lateks adalah termasuk beton normal. Sedangkan komposisi lainnya termasuk dalam kategori beton medium, dengan densitas berkisar antara 1,75-2,016 g/cm 3. Jadi, waktu pengeringan yang optimal adalah selama 28 hari dan apabila waktu pengeringan diperpanjang, maka pengaruh terhadap nilai densitas beton tidak terlalu signifikan, sehingga tidak perlu dilakukan sebagai parameter lanjutan dalam penelitian. Dari referensi, nilai densitas beton semen portland berkisar antara 2240

2400 kg/m 3 (http://www.engineeringtoolbox.com/concrete-propertiesd_1223.html,2009). Sedangkan menurut referensi (Satyarno, 2004), penggunaan atau aplikasi beton ringan dengan berat jenis 240 800 kg/m 3 dapat diaplikasikan sebagai dinding pemisah (partisi) atau dinding isolasi, sedangkan untuk berat jenis 800 1400 kg/m 3 dapat digunakan sebagai dinding pemikul beban, dan berat jenis 1400 1800 kg/m 3 dapat digunakan sebagai beton normal struktur. Sebenarnya kualifikasi dari jenis beton ringan struktur adalah memiliki densitas dalam rentang 1,44 1,84 g/cm 3 (NRMCA, 2000). Pada referensi lain, beton berpori yang diklasifikasikan sebagai beton ringan adalah yang memiliki densitas < 1 g/cm 3 (Siporex Oy, 2000). 4.2.2. Penyerapan Air Hasil pengukuran penyerapan air pada beton yang berbasis campuran semen, pasir, sludge, dan lateks setelah dikeringkan selama 28 hari, diperlihatkan seperti pada gambar 4.2. Pada Gambar, terlihat bahwa penyerapan air dari beton yang dibuat dengan variasi komposisi: 0-100 % (volume) sludge dan dikeringkan selama 28 hari, serta penambahan resin lateks 5, 10 dan 15 % (volume) dari total semen, diperoleh berkisar antara: 18,3 41,5 %.

Nilai penyerapan air dari beton dengan variasi komposisi: 0-100 % volume sludge, penambahan resin lateks 5 % volume lateks dan dikeringkan selama 28 hari adalah antara: 23,9 41,5 %. Kemudian pada komposisi dan watu pengeringan yang sama, tetapi jumlah resin lateks ditambah menjadi 10 dan 15 % volume, maka diperoleh nilai penyerapan air, yaitu: 20,7 33,6 % dan 18,3 30,6 %. Hasil penelitian lain pada foam concrete setelah dilakukan perendaman selama 10 hari, menghasilkan nilai penyerapan air hanya sebesar 13 %, sedangkan pada dense concrete block dengan perendaman waktu yang sama adalah 50 % (http://.ibeton.ru/english/intro.php, 2009). Dari hasil pengamatan menunjukkan bahwa semua komposisi sludge, baik kandungan resin lateks 5, 10, 15 % volume berada dalam rentang tersebut. Adanya air yang terperangkap di dalam beton, secara gradual akan terlepas secara bertahap sebagai fungsi waktu pada saat proses pengerasan. Pengaruh penambahan sludge menunjukkan besarnya nilai penyerapan air cenderung meningkat. Hal ini dapat disebabkan oleh adanya reaksi eksotermal antara CaO dan SiO 2, yang akan menimbulkan panas, serta gelembung-gelembung gas CO 2 maupun H 2 O yang terbentuk selama proses pencetakan dan akan terurai pada saat pengerasan. Gelembung-gelembung udara ini menjadikan volume beton menjadi dua kali lebih besar dari volume awal. Pada akhir proses pengembangan hidrogen

akan terlepas ke atmosfer dan posisinya langsung disubstitusi oleh udara, sehingga menimbulkan rongga (pori) sehingga beton menjadi ringan (Wijoseno, 2008). 4.2.3. Penyusutan Hasil pengukuran penyusutan pada beton yang berbasis campuran semen, pasir, sludge, dan lateks setelah dikeringkan selama 28 hari, diperlihatkan seperti pada Gambar 4.3. Pada gambar, terlihat bahwa nilai penyusutan dari beton dengan variasi komposisi: 0-100 % volume sludge, penambahan resin lateks 5, 10 dan 15 % volume total semen dan dikeringkan selama 28 hari diperoleh nilai penyusutan antara 0,08 0,22 %. Nilai penyusutan (shrinkage) untuk beton ringan yang dikeringkan secara alami adalah berkisar 0,05 0,15 % (Ramamurthy, 2000). Nilai penyusutan beton dengan variasi komposisi: 0-100 % volume sludge, penambahan resin lateks 5 % volume, dan dikeringkan selama 28 hari adalah antara 0,11 0,22 %. Kemudian pada komposisi dan waktu pengeringan yang sama, tetapi jumlah resin lateks ditambah menjadi 10 dan 15 % volume, maka diperoleh nilai penyusutan, untuk masing-masing komposisi tersebut 0,094 0,179 % dan 0,08 0,13 %. Dari hasil pengamatan menunjukkan bahwa penyusutan beton berbanding lurus dengan penambahan sludge dan berbanding terbalik terhadap penambahan resin lateks. Nilai penyusutan untuk

beton ringan berpori berdasarkan standar ASTM C 1386-98 bahwa batas nilai ratarata penyusutan adalah < 0,02 % (Ramamurthy, 2000). 4.2.4. Konduktivitas Termal Daya hantar panas (thermal conductivity) beton ringan diukur dengan menggunakan thermal conductivity meter yang mengacu pada ASTM C 177 1997. Pengujian konduktivitas panas atau daya hantar panas beton yang dilakukan adalah pada komposisi 25 % volume sludge dan 10 % volume lateks yang dikeringkan selama 28 hari. Pada Gambar 4.4, ditunjukkan hubungan antara temperatur terhadap waktu, untuk menentukan T 1, T 2, dan dt/dt dari beton yang dikeringkan secara alami selama 28 hari. Berdasarkan data pengamatan dan kurva maka dapat diperoleh besaran fisis, seperti diperlihatkan pada Tabel 4.4b. Dengan mensubsitusi besaran yang diukur (seperti terlihat pada Tabel 4.4b) ke dalam persamaan 2.4, maka nilai konduktivitas termal beton adalah sekitar, K = 0,34 W/m. o K.. Sedangkan nilai konduktivitas untuk bahan bangunan, jenis bata biasa adalah berkisar 0,69 W/m o K (Holman, J. P., 1997).

4.2.5. Kuat Tekan Pada Gambar 4.5, terlihat bahwa kuat tekan dari beton dengan variasi komposisi: 0-100 % volume sludge dan dikeringkan selama 28 hari, serta penambahan lateks sebesar 5, 10 dan 15 % volume dari total semen adalah berkisar antara 5,20 21,19 MPa. Nilai kuat tekan dari beton dengan variasi komposisi: 0-100 % volume sludge, penambahan resin lateks 5 % volume lateks dan dikeringkan selama 28 hari adalah berkisar antara: 5,20 18,62 MPa. Kemudian pada komposisi dan watu pengeringan yang sama, tetapi jumlah resin lateks ditambah menjadi 10 dan 15 % volume, maka diperoleh nilai kuat tekan: 6,81 19,98 dan 8,18 21,19 MPa. Dilihat dari fungsi waktu pengeringan optimal adalah selama 28 hari dan apabila waktu pengeringan diperpanjang maka pengaruh terhadap nilai kuat tekan tidak terlalu signifikan. Pernyataan ini dikuatkan dari hasil penelitian (Smita Badur and Rubina Chaudhary, 2008) yang menunjukkan hubungan antara compressive strength terhadap waktu pengeringan (curing age) di atas 30 hari yang relatif konstan. Sedangkan menurut referensi (Satyarno, 2004), aplikasi beton berdasarkan kuat tekan antara 0,35-7 MPa digunakan sebagai dinding pemisah atau dinding isolasi, 7-17 MPa digunakan sebagai dinding pemikul beban, dan > 17 MPa dapat digunakan sebagai beton normal struktur. Ternyata dari klasifikasi tersebut, dapat dinyatakan bahwa 100 % volume sludge dengan 5 dan 10 % volume lateks adalah

termasuk dalam kategori beton ringan. Beton yang dibuat tanpa sludge dengan variasi 5, 10, dan 15 % resin, serta 25 % volume sludge dengan 15 % volume lateks adalah termasuk beton normal. Sedangkan komposisi lainnya adalah termasuk dalam kategori beton medium, dengan densitas berkisar antara 7 17 MPa. Referensi lain (Yothin Ungkoon, 2007), nilai kuat tekan dari beton ringan berpori yang dikeringkan secara alami adalah sebesar 1,6 MPa. Nilai kuat tekan beton ringan struktural adalah berkisar 1900 psi atau 13,1 MPa (Carolyn Schierhorn, 2008). Dari hasil pengamatan memperlihatkan bahwa penambahan sludge cenderung menurunkan kuat tekan pada beton tersebut. Jadi penambahan sludge optimum (diperkenankan) adalah sebanyak 25 % volume dan resin lateks 10 % volume sebagai beton ringan pemikul beban. Artinya penggunaan sludge sebanyak mungkin dan resin epoksi sekecil mungkin akan dapat mengurangi biaya untuk pembuatan beton tersebut. Disamping itu dengan bobot beton yang ringan maka handling dan pemasangannya akan jauh lebih mudah dan relatif lebih efisien dalam hal waktu pengerjaan. 4.2.6. Kuat Tarik Pada Gambar 4.6, terlihat bahwa kuat tarik dari beton dengan variasi komposisi: 0-100 % volume sludge dan penambahan resin lateks 5, 10 dan 15 % volume dari total semen yang dikeringkan secara alami selama 28 hari, adalah

berkisar antara 0,70 3,92 MPa. Nilai kuat tarik dari beton dengan variasi komposisi: 0-100 % volume sludge, penambahan resin lateks 5% volume dan dikeringkan selama 28 hari adalah berkisar antara: 0,70 3,29 MPa. Kemudian dengan komposisi yang sama, tetapi jumlah resin lateks ditambah menjadi 10 dan 15 % volume, maka diperoleh nilai kuat tarik: 1,04 3,70 MPa dan 1,32 3,92 MPa. Beton yang dibuat tanpa pasir (100 % volume sludge) adalah termasuk dalam klasifikasi beton ringan struktural (http://www.foamconcrete.co.uk/properties_of_foam_concrete.html, 2009). Nilai tensile strength dari beton semen portland pada umumnya adalah berkisar 2-5 MPa (http://www.engineeringtoolbox.com/concrete-properties-d_1223.html, 2009). Kekuatan tarik dari beton dengan penggunaan paper sludge sebanyak 15 % dan dikeringkan selama 28 hari adalah sebasar 1,05 MPa (Ng Khung Loon, 2008). Dari hubungan tersebut terlihat bahwa penambahan sludge cenderung menurunkan kuat tarik dan sebaliknya berlaku bahwa penambahan resin lateks cenderung meningkatkan nilai kuat tarik. Jadi apabila ditargetkan nilai kuat tarik berkisar antara 2 5 MPa (http://www.foamconcrete.co.uk/properties_of_foam_concrete.html, 2009), maka komposisi optimum adalah 25 % sludge dan 10 % resin lateks (dalam prosentase volume).

4.2.7. Kuat Patah Pada Gambar 4.7, terlihat bahwa nilai kuat patah dari beton dengan variasi komposisi: 0-100 % volume sludge dan penambahan resin lateks 5, 10 dan 15 % volume dari total semen yang dikeringkan secara alami selama 28 hari, adalah berkisar antara 1,30 4,79 MPa. Nilai kuat patah dari beton dengan variasi komposisi: 0-100 % volume sludge, penambahan resin lateks 5% volume, dan dikeringkan selama 28 hari adalah berkisar antara: 1,30 3,74 MPa. Kemudian dengan komposisi yang sama, tetapi jumlah resin lateks ditambah menjadi 10 dan 15 % volume, maka diperoleh nilai kuat tekan: 1,72 4,50 MPa dan 1,97 4,79 MPa. Proses pengeringan optimum adalah selama 28 hari dan bila waktu pengeringan diperpanjang lagi tidak memberikan pengaruh yang cukup signifikan. Dari kurva yang diperoleh menunjukkan bahwa kuat patah beton sludge berbanding terbalik terhadap penambahan sludge dan berbanding lurus terhadap penambahan resin lateks. Kondisi optimum yang memenuhi kategori beton ringan pemikul beban, apabila penggunaan sludge sebanyak 25 % volume dan resin lateks 10 % volume. Kekuatan patah dari beton dengan penggunaan paper sludge sebanyak 15 % dan dikeringkan 28 hari adalah sebasar 2,42 MPa (Ng Khung Loon, 2008). Sedangkan berdasarkan literatur (Yothin Ungkoon, 2007), kuat patah dari beton ringan berpori yang dikeringkan secara alami adalah sekitar 0,59 MPa. Nilai

flexural strength dari beton semen portland pada umumnya adalah berkisar antara: 3 5 MPa (http://www.engineeringtoolbox.com/concrete-propertiesd_1223.html,2009). Sumber referensi lain menunjukkan bahwa nilai flexural strength dari foam concrete dengan densitas sekitar 1 g/cm 3 adalah 0,70 MPa dan untuk densitas 1,8 g/cm 3 adalah 1,85 MPa (http://www.foamconcrete.co.uk/properties_of_foam_concrete.htm, 2009). 4.2.8. Analisa Mikrostruktur dengan SEM Pada Gambar 4.8, ditunjukkan foto SEM dari beton yang dikeringkan secara alami selama 28 hari. Dari gambar 4.8, terlihat bahwa pada beton terdapat rongga-ronga yang ditandai dengan warna hitam (gelap), sedangkan warna abu-abu merupakan serat sludge yang tercampur dalam adukan beton. Warna putih (terang) merupakan gumpalan pasir dan lateks. Rongga-ronga (pori) di dalam beton terdistribusi tidak merata dengan ukuran partikel sekitar 2-20 μm. Ukuran partikel serat sludge bisa mencapai panjang 10 μm, gumpalan pasir dan lateks bisa mencapai 30 μm. Menurut referensi (Yothin Ungkoon, 2007), menyatakan bahwa beton ringan berpori yang dikeringkan secara alami mempunyai permukaan yang lebih kasar dan ukuran pori lebih besar, jumlah lebih sedikit, dan terdistribusi tidak merata. Adanya cacat mikro (micro crack) pada beton menyebabkan kekuatan mekanik turun, karena

memudahkan terjadinya keretakan atau patahan. Pada beton ringan yang permukaannya lebih halus, ukuran partikelnya kecil, umumnya tanpa cacat dan relatif lebih padat, maka cenderung memiliki kekuatan mekanik yang lebih tinggi.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Kualitas beton optimum diperoleh pada komposisi 25 % volume sludge dan 10 % volume lateks dengan waktu pengeringan selama 28 hari. 2. Karakteristik dari beton yang dihasilkan pada kondisi tersebut adalah densitas = 2,01 g/cm 3, penyerapan air = 21,9 %, penyusutan = 0,102 %, konduktivitas termal = 0,34 w/m o K, kuat tekan = 16,53 MPa, kuat patah = 3,60 MPa, dan kuat tarik = 2,99 MPa. 3. Berdasarkan analisa struktur mikro dengan SEM menunjukkan bahwa rongga-ronga (pori) di dalam beton terdistribusi tidak merata dengan ukurannya bisa mencapai 2-20 μm. Ukuran partikel serat sludge bisa mencapai panjang 10 μm, gumpalan pasir dan lateks bisa mencapai berkisar 30 μm.

5.1. Saran Untuk melengkapi penelitian beton sludge yang dibuat perlu dilakukan pengkajian lebih lanjut tentang uji kelayakan (feasibilty study) beton sludge ini sehingga sampai pada tahap komersialisasi.

DAFTAR PUSTAKA, Concrete Properties. http://www.engineeringtoolbox.com/concreteproperties-d_1223.html. 10/04/2009. 10:10., Foam Concrete. http://www.foamconcrete.co.uk/properties-of-foam-concretehtml. 10/04/2009. 11:05., Stroy-Beton Inc. http://www.ibeton.ru/english/intro.php. 10/04/2009. 11:36. A. Blaga. J. J. Beaudoin. CBD 241, Polymer Modified Concrete. http://irc.nrccnrc.gc.ca/pubs/cbd/cbd241_e.html. 14/11/2008. 14:30. ASTM C 134-95. (1995). Standard Test Methods for Size, Dimensional Measurement and Bulk density of refractory Brick and Insulating Firebrick. ASTM. USA. ASTM C 20-00. (2000). Standard Test Methods for Apparent Porosity, Water absorption, Apparent Specific Gravity and Bulk Density of Burned Refractory Brick and Shapes by Boiling Water. ASTM. USA. ASTM C 177-97. (1997). Standard Test Method for Stesdy-State Haet Flux Measurements and Thermal Transmission Properties by Means of The Guarded-Hot-Plate Apparatus. ASTM. USA. ASTM C 1386-96. (1996). Standard Specification for Precast Autoclaved Aerated Concrete (PAAC), ASTM. USA. ASTM C 39/C 39M 01. (2001). Standard Test Method for Compressive Strength and Modulus of Cylindrical Concrete Speciment. ASTM. USA. ASTM C 469-94. (1994). Standard Test Method for Static Modulus of Elasticity and poisson s Ratio of concrete in Compression. ASTM. USA. ASTM C. 133-97. (1997). Standard Test Method for Cold Crushing Strength and Modulus of Rupture of Refractories. ASTM. USA.

ASTM C 348-97. (1997). Standard Test Method for Flexural Strength of Hydraulic Cement Mortars. ASTM. USA. Badur Smita, Chaudhary Rubina. (2008). Utilization of Hazardous Wastes and By- Products As A Green Concrete Material Through S/S Process : A Review. Devi Ahilya University. India. Bekir Ilker Topcu. (2006). Properties of Autoclaved Lightweight Aggregate Concrete. Afyon Kocatepe University. Turkey. Chan. (1993). Material Science and Technology, A Comprehensive Treatment, Vol 2A, Characterisation of Material Part 1. Erick Liftshin. V. H. Newyork. Gemert Van. (2004). L. Czarnecki, P. Łukowski, and E. Knapen. Cement concrete and concrete-polymer composites. Katholieke Universiteit Leuven. Belgium. H+H Siporex Oy. Autoclaved Aerated Concrete Blok. http://www.siporex oy/autoclaved aerated concrete Blok. 15/04/2009. 10:25. Holman, J. P. (1997). Perpindahan Kalor. Khung NG Loon. (2008). Waste Paper Sludge As A fine Aggregatr Replacemen In Concrete. Universiti Teknologi Malaysia. Marito Shinta. (2006). Pemanfaatan Kaolin Sebagai Filler Pada Pembuatan Benang Karet. Skripsi Strata Satu. Universitas Sumatera Utara. Maryam Siti. (2006). Pengaruh Serbuk Cangkang Kerang sebagai Filler Terhadap Sifat-Sifat Dari Mortar. Skripsi. FMIPA. USU. Me and Mine. Beton Spesial. http://yanarta.com/civil-engineering/beton-spesial. 14/11/2008. 13:30. Muljadi, P. Sebayang, Deni S. Khaerudini, dan Anggito P. Tetuko. (2008). Pengaruh Komposisi Batu Apung (Pumice) pada Pembuatan Panel Beton Ringan terhadap Sifat Fisis dan Mekanik. Prosiding Seminar Nasional Perkembangan

Riset dan Teknologi di Bidang Industri Ke-14. Fakultas Teknik UGM, Yogyakarta. 17 Juni 2008. ISBN: 978-979-95620-4-3. Mulyono T. (2005). Teknologi Beton. Penerbit Andi Yogyakarta. NRMCA. (2000). CIP 36 Structural lightweight Concrete. Ramamurthyand K. N. Narayanan. (2000). Influence of Composition And Curing on Drying Shrinkage of Aerated Concrete. Satyarno Iman. (2005). Lighweight Styrofoam Concrete for Lighter and More Ductile Wall. Department of Civil Engineering. Gadjah Mada University. Indonesia. Schierhorn Carolyn. (2008). Producing Structural lightweight Concrete Block. Sebayang Perdamean, dkk.. (1995). Teknologi Pengolahan Limbah Padat Berwawasan Lingkungan. Seminar Lustrum FMIPA USU. Medan. Sebayang P, Deni S. Khaerudini, Anggito P. Tetuko, dan Muljadi. (2008). Pemanfaatan Sludge dari Industri Pengolahan Kertas sebagai Bahan Baku Pembuatan Beton Ringan. Prosiding Seminar Nasional Perkembangan Riset dan Teknologi di Bidang Industri Ke-14. Fakultas Teknik UGM. Yogyakarta. 17 Juni 2008, ISBN: 978-979-95620-4-3. Smita Badur and Rubina Chaudhary. (2008). Utilization Of Hazardaous Wastes And By-Products As A Green Concrete Material Through S/S Process: A Review. India. Surdia Tata, dkk. (1984). Pengetahuan Bahan Teknik. Bandung. Ungkoon Yothin. (2007). Analysis of Microstructure and properties of Autoclaved Aerated Concrete Wall Construction Material. Thailand. Wijoseno. Beton Ringan. http://wijoseno.wordpress.com/2008/09/22/beton-ringan/. 10/04/2009. 10:30.

LAMPIRAN A. Perhitungan Untuk Menentukan Nilai Densitas dan Nilai Penyerapan Air. Perhitungan untuk menentukan densitas (Archimedes method) pada sampel 5 % lateks dan 0 % sludge sebagai berikut: Densitas = m b m s ρ ( mg m k ) air Dimana: m s = Massa sampel kering (g) m b = Massa sampel setelah direndam air (g) mg = Massa sample digantung di dalam air (g) m k = Massa kawat penggantung (g) ρ air = 1 g/cm 3 Densitas = 128.400 137.840 (77.040 0.053 ) = 2.11 g/cm 3 perhitungan untuk menentukan penyerapan air pada sampel 5 % lateks dan 0 % sludge sebagai berikut Mj Mk Penyerapan air = 100% Mk Dimana: Mj = Massa Jenuh (g) Mk = Massa Kering (g)

159.088 128.400 Penyerapan air = 100% 128.400 = 23.9 % LAMPIRAN B. Perhitungan Untuk Menentukan Nilai Penyusutan dan Nilai Kuat Tekan. Perhitungan untuk menentukan penyusutan pada 28 hari Lo Lt Penyusutan = 100% Lo dimana: Lo = panjang awal (mm) Lt = panjang akhir(mm) 160.02 159.84 Penyerapan air = 100% 160.02 = 0.110 % Perhitungan untuk menentukan kuat tekan pada 5 % lateks dan 0 % sludge sebagai berikut: Kuat Tekan = A P Dimana:

2 π. d π.(27.52) A = Luas Penampang = = 4 4 = 594.52 mm 2 2 P = Gaya = 11069.96 N 11069.96. N Kuat Tekan = = 18.62 MPa 2 594.52. mm Catatan: 1 MPa = 1 N/mm 2 LAMPIRAN C. Perhitungan Untuk Menentukan Nilai Kuat Patah dan Nilai Kuat Tarik. Perhitungan untuk menentukan kuat patah pada 5 % lateks dan 0 % sludge sebagai berikut 3. P. l Kuat Patah = 2 2. b. h Dimana: P = Gaya = 1597.33 N l = Panjang span = 100 mm b = Lebar = 40.04 mm h = Tinggi = 40.00 mm 3 1597.33. N 100. mm Kuat Patah = 2 2 40.04. mm (40.00) 2. mm = 3.74 Mpa

Perhitungan untuk menentukan kuat tarik pada sampel 5 % lateks dan 0 % sludge sebagai berikut Kuat Tarik = A P Dimana: A = Luas Penampang = π. d 4 2 π.(27.52) = 4 2 = 594.52 mm 2 F = Gaya = 1955.57 N F 1955.57N Kuat Tarik = = 2 = 3.29 MPa A 594.52. mm LAMPIRAN D. Perhitungan Untuk Menentukan Nilai Konduktivitas Termal. Perhitungan untuk menentukan konduktivitas termal pada pengeringan 28 hari k ( m. c. dt / dt. X ) = A.( T 1 T 2 ) dimana: k = konduktivitas termal m = massa plat (kg) c = panas jenis (kkal/kg 0 C) dt/dt = slope ( 0 C/jam) X = tebal sampel (m) d = diameter sampel (m) A = luas (m 2 )

T 1 = Temperatur 1 ( 0 C) T 2 = Temperatur 2 ( 0 C) (1.8 0.09 42.84 0.005) k = 0.0079 (81 66) k = 0.295 kkal/m 0 C jam k = 0.342 W/m K LAMPIRAN E. Gambar Alat-alat Uji Fisis dan Mekanik Timbangan Beaker Glass Aquades Sampel digantung di dalam air 0.2567 Gambar 1. Prinsip Penimbangan Massa Benda Didalam Air

Tali penggantung Ketel uap Pelat alas Alas kuningan beton Uap air Gambar 2. Skema Pengujian Konduktivitas Termal dengan Less Method

(b) (a) Gambar 3. Kuat tekan, (a). Universal Testing Mechine (UTM) dan (b). benda uji. (a) Gambar 4. Uji Tarik (Universal Testing Machine) (a). Penempatan Sampel dan (b). Model Penjepit Sampel (b)