BAB I PENDAHULUAN. Menurut UU No. 22 Tahun 1999 yang telah diganti dengan UU No. 34 Tahun 2004

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. titik awal pelaksanaan pembangunan, sehingga daerah diharapkan bisa lebih mengetahui

BAB I PENDAHULUAN. mayoritas bersumber dari penerimaan pajak. Tidak hanya itu sumber

BAB 1 PENDAHULUAN. pusat (sentralistik) telah menimbulkan kesenjangan antara Jawa dan luar Jawa

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah khususnya Daerah Tingkat II (Dati II)

BAB I PENDAHULUAN. dikelola dengan baik dan benar untuk mendapatkan hasil yang maksimal.

BAB I PENDAHULUAN. mengurus keuangannya sendiri dan mempunyai hak untuk mengelola segala. sumber daya daerah untuk kepentingan masyarakat setempat.

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan dan kemasyarakatan harus sesuai dengan aspirasi dari

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat untuk penyelenggaraan

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan pemerintahan dengan memberikan keleluasaan pada

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pemerintah daerah diberi kewenangan yang luas untuk mengurus rumah

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah salah satu

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan daerahnya sendiri, membuat peraturan sendiri (PERDA) beserta

BAB I PENDAHULUAN. dengan kata lain Good Governance, terdapat salah satu aspek di dalamnya yaitu

BAB I PENDAHULUAN. No.22 tahun 1999 dan Undang-undang No.25 tahun 1999 yang. No.33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat

BAB I PENDAHULUAN. terdiri dari pulau-pulau atau dikenal dengan sebutan Negara Maritim. Yang mana dengan letak

BAB I PENDAHULUAN. merupakan titik awal pelaksanaan pembangunan, sehingga daerah diharapkan

ANALISIS EFEKTIVITAS DAN KONTRIBUSI PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN (PBB P2) TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) KABUPATEN JEMBER

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan suatu daerah otonom dapat berkembang sesuai dengan kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penggalian potensi penerimaan dalam negeri akan terus

BAB I PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Otonomi

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak sedikit. Dana tersebut dapat diperoleh dari APBN. APBN dihimpun dari semua

BAB I PENDAHULUAN. dari luar negeri dapat berupa pinjaman dari negara lain.

BAB I PENDAHULUAN. ini tidak terlepas dari keberhasilan penyelenggaraan pemerintah propinsi maupun

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pelaksanaan

BAB I PENDAHULUAN. tertinggi diperoleh dari perpajakan sebesar Rp1.235,8 triliun atau 83% dari

BAB I PENDAHULUAN. Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah. (PPnBM), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Sektor P3 dan Bea Meterai.

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan. Oleh karena itu, daerah harus mampu menggali potensi

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adil dan makmur sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar pembangunan tersebut dibutuhkan dana yang cukup besar.

BAB I PENDAHULUAN. daerahnya dari tahun ke tahun sesuai dengan kebijakan-kebijakan yang telah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan otonomi daerah khususnya Daerah Tingkat II (Dati II) merupakan titik awal pelaksanaan pembangunan,

2014 ANALISIS POTENSI PENERIMAAN PAJAK PENERANGAN JALAN DI KOTA BANDUNG TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan Pemerintah Republik

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang telah direvisi menjadi Undang-

BAB I PENDAHULUAN. bersangkutan, sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 32

BAB III KONTRIBUSI PENDAPATAN PAJAK PARKIR TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH DI DINAS PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASET DAERAH KOTA SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. pemerataan yang sebaik mungkin. Untuk mencapai hakekat dan arah dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seluruh pengeluaran daerah itu. Pendapatan daerah itu bisa berupa

BAB I PENDAHULUAN. adalah ketersediaan dana oleh suatu negara yang diperlukan untuk pembiayaan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional. Pembangunan Nasional adalah kegiatan yang

BAB I PENDAHULUAN. tentang Pemerintahan Daerah, pada Pasal 1 ayat (5) disebutkan bahwa otonomi

BAB I PENDAHULUAN. Hal tersebut sesuai dengan ketentuan umum pada Undang-Undang. Nomor 22 Tahun 1999 kemudian direvisi menjadi Undang-Undang Nomor

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu bagian dari pendapatan yang diterima oleh negara. Di

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang

BAB 1 PENDAHULUAN. otonomi daerah. Otonomi membuka kesempatan bagi daerah untuk mengeluarkan

BAB I PENDAHULUAN. diberi kewenangan untuk menjalankan pemerintahan, 1 pembangunan. nasional merupakan serangkaian upaya pembangunan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tuntutan reformasi disegala bidang membawa dampak terhadap hubungan

BAB I PENDAHULUAN. menempatkan pajak dalam kehidupannya, sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945.

BAB I PENDAHULUAN. daerah menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 yaitu PAD. Pendapatan Asli Daerah yang selanjutnya disingkat PAD, adalah

BAB I PENDAHULUAN. kesejahtraan rakyat, mencerdaskan kehidupan bangsa dengan adil dan makmur.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan perekonomiannya, Indonesia harus meningkatkan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG. Dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan nasional,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Sirojuzilam (2005) pengembangan wilayah pada dasarnya

BAB 1 PENDAHULUAN. pusat dengan daerah, dimana pemerintah harus dapat mengatur dan mengurus

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang

BAB I PENDAHULUAN. didalam Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Dasar Negara Republik

LAJU PERTUMBUHAN PAJAK RESTORAN, HOTEL DAN HIBURAN DALAM PAD KOTA KEDIRI

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mewujudkan pembangunan nasional sebagaimana. mandiri menghidupi dan menyediakan dana guna membiayai kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. dengan potensi dan kepentingan daerah itu sendiri. yang sesuai denganperaturan perundang-undangan. Oleh

EVALUASI PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH DALAM MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI DAERAH DI KOTA SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, melalui pengeluaran-pengeluaran rutin dan pembangunan yang

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan daerah dan pelayanan terhadap masyarakatnya. Daerah otonom

BAB I PENDAHULUAN. daerah adalah untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat dimana

BAB I PENDAHULUAN. yang digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan prinsip

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah, namun di sisi lain memberikan implikasi tanggung jawab yang

BAB I PENDAHULUAN. Sistem pemerintahan Republik Indonesia mengatur asas desentralisasi,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Peran pemerintah daerah semakin meningkat dengan adanya kebijakan otonomi

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan sistem pemerintahan dari yang semula terpusat menjadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan ekonomi daerah khususnya pemerintah kota merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pelaksanaan otonomi daerah memberikan kewenangan kepada daerah

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan suatu tatanan masyarakat yang adil dan makmur dalam naungan

I. PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi

BAB I PENDAHULUAN. kesadaran masyarakat tentang kewajibannya membayar pajak. cerminan partisipasi aktif masyarakat dalam membiayai pembangunan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membentuk watak, kepercayaan atau perbuatan seseorang.

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. Pemerintahan Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk

BAB I PENDAHULUAN. daerah dalam keuangan daerah menjadi salah satu tolak ukur penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan usaha terencana dan terarah untuk

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Undang Nomor 23Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. dengan yang namanya Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Tuntutan reformasi disegala bidang membawa dampak terhadap

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia dibagi atas daerah-daerah Provinsi dan daerah-daerah

FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS ANDALAS SKRIPSI ANALISIS EFISIENSI DAN EFEKTIFITAS PEMUNGUTAN PAJAK RESTORAN DI KOTA PADANG. Oleh: FIKRI ZUHRI PADANG

BAB I PENDAHULUAN. antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan daerah sebagai bagian dari pembangunan nasional didasarkan

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan dana yang sangat potensial yang

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan harus dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat. Pembangunan

Pengaruh Pajak Hiburan Terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Bandung

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Bhayangkara Jaya

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan rangkaian upaya yang berkesinambungan, yang

BAB I PENDAHULUAN. pusat (Isroy, 2013). Dengan otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggungjawab,

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut Pajak, adalah kontribusi wajib

BAB I PENDAHULUAN. kecerdasan dan kesejahteraan seluruh rakyat. Dalam rangka mewujudkan tujuan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan termasuk

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut UU No. 22 Tahun 1999 yang telah diganti dengan UU No. 34 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, menyebutkan bahwa melalui otonomi daerah, pembangunan ekonomi daerah diharapkan terwujud melalui pengelolaan sumber-sumber daerah. Otonomi daerah merupakan kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai aturan perundang-undangan. Penerapan desentralisasi sebagai wujud dari otonomi daerah juga menimbulkan permasalahan dalam pembagian keuangan antara pusat dan daerah dimana pelaksanaan tugas dan wewenang masing-masing tingkat pemerintahan memerlukan dukungan pendanaan. Pemerintah daerah dalam hal ini dituntut memiliki kemandirian secara fiskal karena subsidi atau bantuan dari pemerintah pusat yang selama ini sebagai sumber utama dalam APBD mulai dikurangi. Penerapan otonomi daerah tersebut menuntut daerah untuk meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) guna membiayai urusan rumah tangganya sendiri. oleh sebab itu, untuk mengoptimalkan pendapatan asli daerah, beberapa pos pendapatan asli daerah harus ditingkatkan antara lain pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain PAD yang sah. Seiring dengan berlakunya UU tentang otonomi daerah, membuat setiap daerah di Indonesia dituntut mandiri secara fiskal untuk dapat membiayai pengeluaran daerahnya masing-masing. Kota Padang merupakan salah satu daerah yang harus menerapkan otonomi daerah karena UU tersebut. Hal ini menyebabkan Pemerintah Kota Padang harus dapat meningkatkan pendapatan asli daerahnya. PAD Kota Padang terdiri dari penerimaan pajak

daerah, rettribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain PAD yang sah. Diantara semua sumber PAD tersebut, pajak daerah memberikan kontribusi yang paling besar bagi PAD Kota Padang. Pada tabel 1.1 berikut dapat dilihat besar kontribusi pajak daerah terhadap PAD Kota Padang : Tabel 1.1 Kontribusi Pajak Daerah Terhadap PAD Kota Padang Tahun 2003-2010 Tahun Pajak Daerah (Rp) PAD (Rp) Kontribusi (%) 2003 42. 731. 165. 515 63. 932. 045. 713 66,84 % 2004 49. 240. 374. 117 70. 655. 219. 905 69,69 % 2005 60. 625. 092. 395 90. 105. 287. 087 67,28 % 2006 64. 099. 008. 135 98. 546. 198. 285 65,04 % 2007 69. 540. 555. 976 106. 293. 854. 247 65,42 % 2008 76. 795. 691. 361 117. 866. 279. 170 65,15 % 2009 71. 666. 752. 249 113. 268. 654. 182 63,27 % 2010 77. 639. 340. 556 116. 435. 656. 590 66,68 % Sumber : DPKA Kota Padang (data diolah) Berdasarkan tabel tersebut, dapat diketahui bahwa rata-rata kontribusi pajak daerah terhadap PAD Kota Padang dari tahun 2003-2010 mencapai 66,17%. Lebih dari separuh PAD Kota Padang berasal dari pajak daerah. Semenjak diberlakukannya otonomi daerah, pengeluaran pemerintah daerah untuk pembangunan menjadi semakin kecil, karena dana alokasi umum (DAU) yang biasa digunakan untuk membiayai pengeluaran rutin daerah sudah mulai dikurangi. Apabila PAD daerah mencukupi, akan memungkinkan pemerintah daerah untuk dapat merencanakan dan membiayai kegiatan pemerintah dan pembangunan daerah

secara efektif. Oleh sebab itu, peranan pajak daerah sebagai penyumbang kontribusi terbesar bagi PAD sangat penting. Pajak daerah di Indonesia menurut Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pajak daerah bagi pemerintah daerah berperan sebagai sumber pendapatan (budgetary function) yang utama dan juga sebagai alat pengatur (regulatory function). Pajak sebagai salah satu sumber pendapatan daerah digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran pemerintah, seperti membiayai administrasi pemerintahan, membangun dan memperbaiki infrastruktur, menyediakan fasilitas pendidikan dan kesehatan dan membiayai kegiatan pemerintah daerah dalam menyediakan kebutuhan-kebutuhan yang tidak dapat disediakan oleh pihak swasta yaitu berupa barang-barang publik. Berdasarkan hal tersebut dapat dilihat bahwa pentingnya pajak bagi suatu daerah, terutama dalam menyokong pembangunan daerah itu sendiri. Pajak daerah terbagi dua yaitu pajak provinsi dan pajak kabupaten atau kota. Pajak provinsi terdiri dari pajak kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air, bea balik nama kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air, pajak bahan bakar kendaraan bermotor dan pajak pengambilan dan pemanfaatan air permukaan serta pajak rokok. Pajak kabupaten atau kota terdiri dari pajak hotel, pajak restoran, pajak hiburan, pajak reklame, pajak penerangan jalan, pajak pengambilan dan pengolahan bahan galian golongan C, pajak parkir, pajak air tanah, pajak sarang burung walet, pajak bumi dan bangunan pedesaan dan perkotaan serta bea perolehan atas tanah dan bangunan. Berikut dapat dilihat realisasi penerimaan pajak daerah kota Padang tahun 2003-2010 pada tabel 1.2 dibawah ini :

Tabel 1.2 Penerimaan Pajak Daerah Kota Padang Tahun 2003-2010 Tahun Pajak Daerah 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Pajak Hotel 3.351. 656. 827 4. 084. 143. 142 4.972. 166. 927 4. 885. 652. 164 5. 290. 680. 105 7. 582. 483. 951 6. 948. 371. 260 6. 092. 921. 888 Pajak Restoran 2. 564. 644. 495 3.911. 645. 335 4. 744. 157. 855 5. 870. 169. 164 5. 941. 469. 847 8. 247. 380. 757 7. 596. 772. 297 6. 852. 677. 753 Pajak Hiburan 715. 201. 096 936. 607. 461 887. 960. 702 919. 424. 799 1. 181. 811. 060 507. 731. 475 619. 875. 293 590. 418. 144 Pajak Reklame 661. 315. 250 1.123.599. 075 2.644. 714. 057 3.249. 068. 054 3. 266. 373. 785 4. 171. 560. 886 3. 423. 898. 310 3. 020. 545.000 Pajak Penerangan Jalan 21. 973. 800.350 22. 637. 679. 675 27. 387. 243. 040 29. 258. 314. 898 32. 725. 482. 985 32. 767. 140. 320 33. 596. 461. 390 38. 577. 494. 672 Pajak Pengambilan Bahan Galian Gol. C 13. 342. 882. 797 16. 330. 403. 029 19. 827. 865. 414 19. 831.105. 379 21. 034. 495. 974 22. 966. 916. 736 18. 405. 971. 848 22. 235. 642. 880 Pajak Parkir 121. 664. 700 216. 296. 400 160. 984. 400 85. 273. 400 100. 542. 300 120. 001. 703 102. 654. 680 58. 420. 200 Jumlah 42.731.165.515 49.240.374.117 60.625.092.395 64.099.008.135 69.540.555.976 76.795.691.361 71.666.752.249 77. 639. 340. 556

Berdasarkan data pada tabel diatas dapat dilihat bahwa pajak penerangan jalan merupakan penyumbang kontribusi terbesar bagi penerimaan pajak daerah di Kota Padang. Kontribusi pajak penerangan jalan bagi penerimaan pajak daerah di kota Padang dari tahun 2003-2010 rata-rata mencapai 46,81 % dan kontribusi terhadap PAD mencapai 30,98 %. Selain itu, realisasi penerimaan pajak penerangan jalan di Kota Padang setiap tahun selalu mengalami peningkatan dan melebihi target yang telah ditetapkan. Hal tersebut menunjukkan bahwa pajak penerangan jalan merupakan salah satu sumber penerimaan pemerintah daerah yang sangat potensial. Sebagai salah satu sumber penerimaan pemerintah daerah yang sangat potensial, pajak penerangan jalan sangat dipengaruhi oleh tingkat konsumsi listrik masyarakat yang tentu saja sangat ditentukan oleh tingkat kemakmuran masyarakat itu sendiri. Salah satu indikator untuk melihat tingkat kemakmuran masyarakat tersebut adalah PDRB. PDRB merupakan total pendapatan yang diterima oleh faktor-faktor produksi dalam kegiatan proses produksi di suatu daerah selama satu periode (setahun). Berdasarkan data yang diperoleh dari BPS Kota Padang, PDRB Kota Padang dari tahun 2003-2010 selalu mengalami peingkatan. Peningkatan PDRB ini menunjukkan pertumbuhan ekonomi yang meningkat yang tentu saja juga menggambarkan peningkatan kemakmuran penduduk secara nyata. Jika kemakmuran penduduk meningkat maka kesejahteraannya pun meningkat. Peningkatan kesejahteraan penduduk ini akan membuat konsumsinya meningkat pula. Salah satu peningkatan konsumsi penduduk kota Padang terlihat pada konsumsi listrik yang diperlihatkan oleh peningkatan jumlah pelanggan PT. PLN Persero Cabang Padang untuk kota Padang. Berdasarkan data yang diperoleh dari PT. PLN (Persero) Cabang Padang dapat diketahui bahwa jumlah pelanggan PT. PLN selalu mengalami peningkatan setiap tahun. Ratarata pertumbuhan jumlah pelanggan PT. PLN di kota Padang sebesar 2,78 %. Selain dilihat dari jumlah pelanggan listrik, peningkatan konsumsi listrik penduduk kota Padang juga dapat

dilihat dari pemakaian energi listrik oleh masyarakat yang terlihat pada penjualan daya listrik PT. PLN Persero Cabang Padang untuk Kota Padang. Berdasarkan data penjualan energi listrik PT. PLN (Persero) Cabang Padang, konsumsi listrik masyarakat kota Padang selalu meningkat setiap tahun, kecuali konsumsi listrik PT. Semen Padang yang mengalami kenaikan dan penurunan. Rata-rata pertumbuhan penjualan daya listrik masyarakat kota Padang tanpa Semen Padang mencapai 6,31 %. Kenaikan dan penurunan konsumsi listrik PT. Semen Padang disebabkan karena sumber energi listrik PT. Semen Padang tidak hanya berasal dari PT. PLN namun, PT. Semen Padang juga memiliki pembangkit tenaga listrik sendiri. Selain itu adanya usaha penghematan penggunaan energi yang dilakukan oleh PT. Semen Padang sebagai upaya efisiensi energi juga menjadi penyebab kenaikan dan penurunan konsumsi energi listrik PLN oleh PT. Semen Padang. Namun, pada umumnya jumlah konsumsi listrik masyarakat kota Padang selalu mengalami peningkatan dan peningkatan konsumsi listrik ini tentu saja akan berdampak pada penerimaan Pajak Penerangan Jalan Kota Padang, karena pemungutan pajak penerangan jalan itu sendiri dilakukan oleh PT. PLN melalui tagihan listrik pelanggan PT. PLN. Menurut Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 10 tahun 2002 pajak penerangan jalan adalah pajak atas penggunaan tenaga listrik dengan ketentuan bahwa di wilayah daerah tersebut tersedia penerangan jalan, yang rekeningnya dibayar oleh pemerintah daerah. Jadi, pajak penerangan jalan merupakan pajak untuk menerangi jalan umum yang rekeningnya dibayar oleh pemerintah daerah yang selanjutnya akan dibebankan pada masyarakat pelanggan listrik. Penerangan jalan umum merupakan salah satu kebutuhan yang sangat penting bagi masyarakat baik itu diperkotaan maupun dipedesaan. Dengan adanya penerangan jalan umum dapat mempermudah masyarakat melakukan kegiatannya pada malam hari. Selain itu penerangan jalan umum juga berperan dalam menjaga keamanan serta keindahan di daerah

tersebut. Pemerintah berkewajiban untuk memberikan sarana dan prasarana tersebut dengan maksimal. Untuk dapat memberikan hal tersebut, pemerintah memerlukan dana yang tidak sedikit. Oleh sebab itu, sangat dibutuhkan peran serta masyarakat melalui pembayaran pajak penerangan jalan yang dipungut oleh PT. PLN melalui tagihan listrik masyarakat pelanggan PT. PLN. Terdapat banyak faktor-faktor yang dapat mempengaruhi penerimaan pajak penerangan jalan ini. Kebutuhan masyarakat akan listrik yang pada akhirnya akan meningkatkan jumlah pelanggan PLN serta pemakaian daya listrik oleh masyarakat merupakan beberapa faktor yang dapat mempengaruhi penerimaan pajak penerangan jalan. Selain itu, kemampuan ekonomi masyarakat yang akan berdampak pada kemampuan membayar pajak masyarakat juga merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi penerimaan pajak penerangan jalan. Hal inilah yang mendorong penulis untuk melakukan penelitian dengan judul ANALISIS PENGARUH JUMLAH PELANGGAN, PENJUALAN DAYA LISTRIK DAN PDRB TERHADAP PENERIMAAN PAJAK PENERANGAN JALAN DI KOTA PADANG. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian diatas, permasalahan pokok yang akan diuji dan dianalisa oleh penulis adalah : 1. Bagaimanakah pengaruh jumlah pelanggan listrik PT. PLN di kota Padang terhadap penerimaan pajak penerangan jalan Kota Padang?

2. Bagaimanakah pengaruh penjualan daya listrik PT. PLN Persero Cabang Padang di kota Padang terhadap penerimaan pajak penerangan jalan Kota Padang? 3. Bagaimanakah pengaruh PDRB Kota Padang terhadap penerimaan pajak penerangan jalan kota Padang? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai melalui penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh jumlah pelanggan listrik PT.PLN di kota Padang terhadap penerimaan pajak penerangan jalan kota Padang; 2. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh jumlah penjualan daya listrik oleh PT.PLN Persero Cabang Padang di kota Padang terhadap penerimaan pajak penerangan jalan kota Padang; 3. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh PDRB kota Padang terhadap penerimaan pajak penerangan jalan kota Padang; 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah : 1. Bagi penulis, diharapkan melalui penelitian ini dapat menambah pengetahuan penulis tentang pajak daerah terutama pajak penerangan jalan; 2. Bagi pembaca, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang bermanfaat; 3. Bagi pembuat kebijakan, penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan sebagai bahan pertimbangan dalam membuat kebijakan tentang pajak daerah terutama pajak penerangan jalan;

4. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan pajak daerah terutama pajak penerangan jalan. 1.5 Sistematika Penulisan Skripsi ini dibagi dalam lima bab yang dirinci sebagai berikut : Bab I Pendahuluan : Dalam bab ini, penulis akan menyajikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika skripsi. Bab II Landasan Teori dan Pengembangan Hipotesis : Dalam bab ini akan diuraikan tentang landasan teori berupa teori umum tentang sumber penerimaan dan pendapatan daerah serta teori umum tentang perpajakan dan pajak daerah. Selain itu juga dijelaskan teori tentang pajak penerangan jalan. Bab III Metodologi Penelitian : Pada bab ini akan menjelaskan tentang metode atau langkah-langkah yang dilakukan oleh penulis dalam penelitian ini, yang meliputi jenis penelitian, variabel penelitian, populasi dan sampel, jenis dan metode pengumpulan data serta teknik analisis data. Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan : Pada bab ini akan diuraikan mengenai deskripsi data hasil penelitian, dimana penulis akan

menyajikan dan menjelaskan secara detail temuan yang ada beserta analisis dan pembahasannya. Bab V Penutup : Pada bab ini akan dikemukakan tentang kesimpulan akhir dari hasil penelitian, keterbatasan dari penelitian yang dilakukan dan saran-saran yang bermanfaat.