BAB II LANDASAN TEORI. Istilah adult atau dewasa awal berasal dari bentuk lampau kata adultus yang



dokumen-dokumen yang mirip
BAB II LANDASAN TEORI. Teori tentang psychological well-being dikembangkan oleh Ryff. Ryff

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kebahagiaan. mengacu pada emosi positif yang dirasakan individu serta aktivitas-aktivitas

BAB II KAJIAN PUSTAKA. mengacu pada emosi positif yang dirasakan individu serta aktifitas positif

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. yang kaya, miskin, tua, muda, besar, kecil, laki-laki, maupun perempuan, mereka

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. ketidakberdayaan. Menurut UU No.13 tahun 1998, lansia adalah seseorang yang telah

BAB II KAJIAN PUSTAKA. proses penyesuaian diri seseorang dalam konteks interaksi dengan lingkungan

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut salah satu teori utama pemilihan pasangan, Developmental

BAB I PENDAHULUAN. hambatan untuk melakukan aktivitas dalam kehidupannya sehari-hari. Akan

BAB 1 PENDAHULUAN. Setiap manusia ingin terlahir sempurna, tanpa ada kekurangan,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang bahagia. Kebahagiaan menjadi harapan dan cita-cita terbesar bagi setiap

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan tubuhnya secara efektif. Lebih lanjut Havighurst menjelaskan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Beberapa teori akan dipaparkan dalam bab ini sebagai pendukung dari dasar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masa remaja merupakan peralihan antara masa kanak-kanak menuju

BAB I PENDAHULUAN. syndrome, hyperactive, cacat fisik dan lain-lain. Anak dengan kondisi yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kebahagiaan. emosional yang positif karena telah terpenuhinya kondisi-kondisi yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Subjective Well-Being. kebermaknaan ( contentment). Beberapa peneliti menggunakan istilah well-being

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

BAB I PENDAHULUAN. muda (youth) adalah periode kesementaraan ekonomi dan pribadi, dan perjuangan

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB I PENDAHULUAN. untuk kebahagiaan dirinya dan memikirkan wali untuk anaknya jika kelak

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. keberadaan objek, hubungan, dan kejadian yang diperoleh atas kepemilikkanindera,

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI DAN RUMUSAN MASALAH. Menurut Branden (dalam Esri, 2004) perilaku seseorang mempengaruhi dan

juga kelebihan yang dimiliki

BAB I PENDAHULUAN. kepada para orang tua yang telah memasuki jenjang pernikahan. Anak juga

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ditandai dengan adanya perkembangan yang pesat pada individu dari segi fisik, psikis

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan periode yang penting, walaupun semua periode

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kebahagiaan pada Remaja yang dibesarkan oleh OrangTua Tunggal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dilihat dari fisik, tetapi juga dilihat dari kelebihan yang dimiliki.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menciptakan manusia sebagai makhluk hidup-nya, akan tetapi makhluk hidup

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sempurna, ada sebagian orang yang secara fisik mengalami kecacatan. Diperkirakan

BAB I PENDAHULUAN. Membentuk sebuah keluarga yang bahagia dan harmonis adalah impian

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penurunan kondisi fisik, mereka juga harus menghadapi masalah psikologis.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sebuah perkawinan seseorang akan memperoleh keseimbangan hidup baik secara

ROMANTISME CINTA PADA PASANGAN SUAMI ATAU ISTERI YANG MENYANDANG TUNADAKSA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. banyak. Berdasarkan data dari Pusat Data Informasi Nasional (PUSDATIN)

TINJAUAN PUSTAKA Kesiapan menikah

BAB II TINJAUN PUSTAKA. Asertivitas adalah kemampuan mengkomunikasikan keinginan, perasaan,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dewasa dikatakan waktu yang paling tepat untuk melangsungkan pernikahan. Hal

BAB I PENDAHULUAN. istri adalah salah satu tugas perkembangan pada tahap dewasa madya, yaitu

PENGERTIAN TUGAS-TUGAS PERKEMBANGAN adalah tugas - tugas yang harus dilakukan oleh seseorang dalam masa-masa tertentu sesuai dengan norma-norma masyar

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Harapan bagi setiap wanita yang ada di dunia ini adalah untuk bisa

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa adalah individu yang menempuh perkuliahan di Perguruan Tinggi

BAB I PENDAHULUAN. dapat hidup sendiri tanpa berhubungan dengan lingkungannya atau dengan

BAB I PENDAHULUAN. lain dan kelak dapat hidup secara mandiri merupakan keinginan setiap orangtua

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk hidup mempunyai kebutuhan demi

BAB ll TINJAUAN TEORI. A. Kebahagiaan

A. LATAR BELAKANG Perselingkuhan dalam rumah tangga adalah sesuatu yang sangat tabu dan menyakitkan sehingga wajib dihindari akan tetapi, anehnya hal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. telah membina keluarga. Menurut Muzfikri (2008), anak adalah sebuah anugrah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. yang lain untuk dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhannya, baik kebutuhan secara

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Difabel atau kecacatan banyak dialami oleh sebagian masyarakat, baik

PEDOMAN WAWANCARA. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi penyesuaian dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa dewasa adalah masa awal individu dalam menyesuaikan diri terhadap

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Prestasi belajar atau hasil belajar adalah realisasi atau pemekaran

BAB I PENDAHULUAN. manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain

5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Sepanjang sejarah kehidupan manusia, pernikahan merupakan

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan

BAB I PENDAHULUAN. ketidakmampuan. Orang yang lahir dalam keadaan cacat dihadapkan pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Psychological Well Being. perspektif besar mengenai psychological well being yang diturunkan dari dua

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia memiliki fitrah untuk saling tertarik antara laki-laki dan

BAB I PENDAHULUAN. bagi mahasiswa-mahasiswi sangat beragam. Mereka dapat memilih jurusan sesuai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kualitas Hidup. individu mengenai posisi individu dalam hidup, konteks budaya dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. salah satunya adalah kecelakaan. Ada berbagai jenis kecelakaan yang dialami oleh

KEBAHAGIAAN DAN KETIDAKBAHAGIAAN PADA WANITA MENIKAH MUDA

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Dalam pertumbuhannya, anak memerlukan perlindungan, kasih sayang

5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

SM, 2015 PROFIL PENERIMAAN DIRI PADA REMAJA YANG TINGGAL DENGAN ORANG TUA TUNGGAL BESERTA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHINYA

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadinya aktivitas-aktivitas sosial. Interaksi sosial tidak akan mungkin terjadi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kebahagiaan. mengacu pada emosi positif yang dirasakan individu serta aktivitas-aktivitas

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarik menarik. perkawinan antara manusia yang berlaian jenis itu.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. berbagai umur dan lapisan masyarakat. Kebahagiaan bukan hanya berkisar pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Usia tua adalah periode penutup dalam rentang hidup individu, yaitu suatu masa

2015 HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI PARENTAL ATTACHMENT DAN RELIGIUSITAS DENGAN KESIAPAN MENIKAH PADA MAHASISWA MUSLIM PSIKOLOGI UPI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

PERKEMBANGAN SOSIO-EMOSIONAL PADA MASA DEWASA AWAL

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Individu pada hakikatnya selalu mengalami proses pertumbuhan dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Penduduk Lanjut Usia merupakan bagian dari anggota keluarga dan. masyarakat yang semakin bertambah jumlahnya sejalan dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap manusia pasti berharap memiliki kondisi fisik yang sempurna dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. bahkan kalau bisa untuk selama-lamanya dan bertahan dalam menjalin suatu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia yang dianggap sebagai fase kemunduran. Hal ini dikarenakan pada

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan merupakan ikatan lahir batin dan persatuan antara dua pribadi yang berasal

Transkripsi:

BAB II LANDASAN TEORI A. Dewasa Awal 1. Definisi dewasa awal Istilah adult atau dewasa awal berasal dari bentuk lampau kata adultus yang berarti telah tumbuh menjadi kekuatan atau ukuran yang sempurna atau telah menjadi dewasa. Hurlock (1999) mengatakan bahwa masa dewasa awal dimulai pada umur 18 tahun sampai umur 40 tahun, saat perubahan-perubahan fisik dan psikologis yang menyertai berkurangnya kemampuan reproduktif. Santrock (2002) mengatakan masa dewasa awal adalah masa untuk bekerja dan menjalin hubungan dengan lawan jenis, terkadang menyisakan sedikit waktu untuk hal lainnya. Kenniston (dalam Santrock, 2002) mengemukakan masa muda (youth) adalah periode kesementaraan ekonomi dan pribadi, dan perjuangan antara ketertarikan pada kemandirian dan menjadi terlibat secara sosial. Periode masa muda rata-rata terjadi 2 sampai 8 tahun, tetapi dapat juga lebih lama. Dua kriteria yang diajukan untuk menunjukkan akhir masa muda dan permulaan dari masa dewasa awal adalah kemandirian ekonomi dan kemandirian dalam membuat keputusan. Mungkin yang paling luas diakui sebagai tanda memasuki masa dewasa adalah ketika seseorang mendapatkan pekerjaan penuh waktu yang kurang lebih tetap (Santrock, 2002). Sementara itu, Dariyo (2003) mengatakan bahwa secara umum mereka yang tergolong dewasa muda (young adulthood) ialah mereka yang berusia 20-40 tahun.

Sebagai seorang individu yang sudah tergolong dewasa, peran dan tanggung jawabnya tentu semakin bertambah besar. Ia tak lagi harus bergantung secara ekonomis, sosiologis maupun psikologis pada orangtuanya (Dariyo, 2003). Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa dewasa awal adalah individu yang berada pada rentang usia antara 20 hingga 40 tahun dimana terjadi perubahan fisik dan psikologis pada diri individu yang disertai berkurangnya kemampuan reproduktif, merupakan masa dimana individu tidak lagi harus bergantung secara ekonomis, sosiologis, maupun psikologis pada orangtuanya, serta masa untuk bekerja, terlibat dalam hubungan masyarakat, dan menjalin hubungan dengan lawan jenis. 2. Tugas perkembangan masa dewasa awal Hurlock (1980) membagi tugas perkembangan pada individu dewasa awal, antara lain: a. mulai bekerja b. memilih pasangan c. mulai membina keluarga d. mengasuh anak e. mengelola rumah tangga f. mengambil tanggung jawab sebagai warga negara g. mencari kelompok sosial yang menyenangkan.

B. Kecacatan 1. Definisi Kecacatan Kecacatan adalah adanya dsifungsi atau berkurangnya suatu fungsi yang secara objektif dapat diukur/dilihat, karena adanya kehilangan/kelainan dari bagian tubuh/organ seseorang. Misalnya, tidak adanya tangan, kelumpuhan pada bagian tertentu dari tubuh. Kecacatan ini bisa selalu pada seseorang, yang dapat menghasilkan perilaku-perilaku yang berbeda pada individu yang berebeda, misalnya kerusakan otak dapat menjadikan individu tersebut cacat mental, hiperkatif, buta, dan lain-lain (Mangunsong, 1998). UU No. 4/1997 tentang Penyandang Cacat, Pasal 1 menyebutkan bahwa penyandang cacat adalah setiap orang yang mempunyai kelainan fisik dan atau mental, yang dapat mengganggu atau merupakan hambatan baginya untuk melakukan kegiatan secara selayaknya, yang terdiri dari : penyandang cacat fisik, penyandang cacat mental, serta penyandang cacat fisik dan mental (ganda). Sementara itu, Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO) memberikan definisi kecacatan ke dalam 3 kategori, yaitu: impairment, disability, dan handicap. Impairment disebutkan sebagai kondisi ketidaknormalan atau hilangnya struktur atau fungsi psikologis atau anatomis. Sedangkan disability adalah ketidakmampuan atau keterbatasan sebagai akibat adanya impairment untuk melakukan aktivitas dengan cara yang dianggap normal bagi manusia. Adapun handicap, merupakan keadaan yang merugikan bagi seseorang akibat adanya impairment, disability yang

mencegahnya dari pemenuhan peranan yang normal (dalam konteks usia, jenis kelamin, serta faktor budaya) bagi orang yang bersangkutan. Dalam Kamus Bahasa Indonesia, kata cacat dapat diartikan dalam berbagai makna, seperti: 1) Kekurangan yang menyebabkan mutunya kurang baik atau kurang sempurna (yang terdapat pada badan, benda, batin atau akhlak); 2) Lecet (kerusakan, noda) yang menyebabkan keadaannya menjadi kurang baik (kurang sempurna); 3) Cela atau aib; 4) Tidak (kurang sempurna). 2. Tuna Daksa Tuna daksa atau cacat tubuh atau cacat fisik adalah individu yang lahir dengan cacat fisik bawaan, seperti anggota tubuh yang tidak lengkap, individu yang kehilangan anggota badan karena amputasi, individu dengan gangguan neuro maskular seperti cerebral palsy, individu dengan gangguan sensori motorik (alat penginderaan) dan individu yang menderita penyakit kronik (Mangunsong, 1998). Sementara cacat fisik menurut Departemen kesehatan (dalam Mangunsong, 1998) adalah individu yang menderita kekurangan yang sifatnya menetap pada alat gerak (tulang, otot, sendi) sedemikian rupa sehingga untuk berhasilnya pendidikan mereka perlu mendapatkan perlakuan khusus. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa penyandang cacat tubuh (tuna daksa) adalah individu yang lahir dengan cacat fisik bawaan, kehilangan anggota badan, kelainan motorik karena kerusakan syaraf dan kekurangan yang menetap pada alat gerak sehingga untuk berhasilnya pendidikan mereka perlu mendapatkan perlakuan khusus.

3. Faktor-faktor Penyebab Kecacatan Kecacatan yang dialami oleh seseorang dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu faktor dari dalam ataupun faktor dari luar individu. Cacat genetik (bawaan) adalah suatu kelainan/cacat yang dibawa sejak lahir baik fisik maupun mental. Cacat bawaan dapat disebabkan akibat kejadian sebelum kehamilan, selama kehamilan dan saat melahirkan atau masa prenatal. Cacat ini dapat disebabkan oleh penyakit genetik, pengaruh lingkungan baik sebelum pembuahan (bahan mutagenik) maupun setelah terjadi pembuahan (bahan teratogenik) (Faradz, 2001). Sedangkan cacat akibat kecelakaan merupakan kelainan/cacat yang terjadi pada individu akibat kecelakaan yang dapat berupa kecelakaan lalu lintas, kecelakaan kerja, kebakaran, tersiram air keras, jatuh, tertimpa benda-benda berat, dan lain-lain. 4. Hambatan-hambatan Kecacatan Hambatan-hambatan yang dialami oleh orang yang mengalami kecacatan antara lain: a. Sosialisasi Dalam aspek sosialisasi terdapat dua faktor yang menjadi penghambat bagi orang cacat, yaitu faktor dari dalam diri (internal) dan dari luar (eksternal). Faktor internal meliputi rasa rendah diri, tidak percaya diri, merasa berbeda dari orang lain yang kondisi fisiknya normal dan sering kali merasa takut dirinya akan menjadi beban bagi orang lain. Perasaanperasaan tersebut yang sering kali menjadi penghambat seorang yang cacat untuk bersosialisasi dengan orang lain. Selain itu, lingkungan yang

tidak aksesibel juga menjadi penghambat utama bagi penyandang cacat untuk dapat melakukan mobilitas sosial. b. Pekerjaan Tantangan lainnya yang dirasa berat bagi penyandang cacat adalah masalah pekerjaan. Kondisi mereka yang cacat kurang memungkinkan mereka untuk bergerak dengan bebas seperti orang normal. Ini membuat kebanyakan orang beranggapan bahwa orang cacat kurang berkompeten untuk melakukan pekerjaan dan hanya akan memberikan kesulitan bagi orang lain karena kecacatan yang dimilikinya. Padahal orang cacat juga perlu untuk memiliki pekerjaan sebagai bentuk penyaluran hobi dan pengetahuan yang dimilikinya. c. Mencari pasangan Setiap individu memiliki hasrat untuk memiliki pasangan, menikah dan berkeluarga apalagi ketika individu memasuki tahap dewasa awal karena hal tersebut merupakan salah satu tugas perkembangan yang harus dilewatinya. Akan tetapi kondisi fisik yang cacat membuat individu membatasi diri dari lingkungan sosial dan memiliki sedikit teman. Hal itu dikarenakan mereka merasa rendah diri dan malu dengan kondisi fisiknya apalagi sebelumnya mereka memiliki fisik yang normal. Mereka juga beranggapan apabila mereka kelak menikah, mereka hanya akan mempersulit hidup pasangannya kelak. Selain itu, masyarakat juga

beranggapan bahwa memiliki menantu yang cacat merupakan suatu hal yang memalukan. d. Emosi Secara umum, kekurangan fisik yang dimiliki individu akan membuat individu tersebut memiliki perasaan yang sensitif. Perasaan tidak mampu dan rendah diri yang berlebihan sering menjadikan mereka mudah tersinggung oleh kata-kata dan segala sesuatu yang dianggap menyepelekan dan menyinggung kekurangan mereka. Mereka juga sering berprasangka dan mudah curiga terhadap orang lain. C. Kebahagiaan 1. Defenisi kebahagiaan Seligman (2005) menjelaskan kebahagiaan merupakan konsep yang mengacu pada emosi positif yang dirasakan individu serta aktifitas positif yang yang tidak mempunyai komponen perasaan sama sekali. Seligman memberikan gambaran individu yang mendapatkan kebahagiaan yang autentik (sejati) yaitu individu yang telah dapat mengidentifikasi dan mengolah atau melatih kekuatan dasar (terdiri dari kekuatan dan keutamaan) yang dimilikinya dan menggunakannya pada kehidupan sehari-hari, baik dalam pekerjaan, cinta, permainan, dan pengasuhan. Kebahagiaan merupakan konsep yang subjektif karena setiap individu memiliki tolak ukur yang berbeda-beda. Setiap individu juga memiliki faktor yang berbeda sehingga bisa mendatangkan kebahagiaan untuknya. Faktor-faktor itu antara

lain uang, status pernikahan, kehidupan sosial, usia, kesehatan, emosi negatif, pendidikan, iklim, ras, dan jenis kelamin, serta agama atau tingkat religiusitas seseorang (Seligman, 2005). Berdasarkan definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa kebahagiaan adalah suatu keadaan individu yang berada dalam aspek positif (perasaan yang positif) dan untuk mencapai kebahagiaan yang autentik, individu harus dapat mengidentifikasikan, mengolah, dan melatih serta menggunakan kekuatan (strength) serta keutamaan (virtue) yang dimilikinya dalam kehidupan sehari-hari. 2. Aspek aspek kebahagiaan Menurut Seligman dkk, ada lima aspek utama yang dapat menjadi sumber kebahagiaan sejati, yaitu : a. Menjalin hubungan positif dengan orang lain Hubungan yang positif bukan sekedar memiliki teman, pasangan, ataupun anak. Status perkawinan dan kepemilikan anak tidak dapat menjamin kebahagiaan seseorang. b. Keterlibatan penuh Bagaimana seseorang melibatkan diri sepenuhnya dalam pekerjaan yang ditekuni. Keterlibatan penuh bukan hanya pada karir, tetapi juga dalam aktivitas lain seperti hobi dan aktivitas bersama keluarga. Keterlibatan penuh membutuhkan partisipasi aktif dari orang yang bersangkutan. Dengan melibatkan diri secara penuh, bukan hanya fisik yang beraktivitas, tetapi hati dan pikiran juga turut serta.

c. Temukan makna dalam keseharian Dalam keterlibatan penuh dan hubungan positif dengan orang lain tersirat satu cara lain untuk dapat bahagia, yakni temukan makna dalam apapun yang dilakukan. d. Optimis, namun tetap realistis Orang yang optimis ditemukan lebih berbahagia. Mereka tidak mudah cemas karena menjalani hidup dengan penuh harapan. e. Menjadi pribadi yang resilien Orang yang berbahagia bukan berarti tidak pernah mengalami penderitaan. Karena kebahagiaan tidak bergantung pada seberapa banyak peristiwa menyenangkan yang dialami. Melainkan sejauh mana seseorang memiliki resiliensi, yakni kemampuan untuk bangkit dari peristiwa yang terpahit sekalipun. 3. Karakteristik Orang Yang Bahagia Setiap orang bisa sampai kepada kebahagiaan akan tetapi tidak semua orang bisa memiliki kebahagiaan. Menurut David G. Myers, seorang ahli kejiwaan yang berhasil mengadakan penelitian tentang solusi mencari kebahagiaan bagi manusia modern. Ada empat karakteristik menurut Myers (1994) yang selalu ada pada orang yang memiliki kebahagiaan dalam hidupnya, yaitu : a. Menghargai diri sendiri Orang yang bahagia cenderung menyukai dirinya sendiri. Mereka cenderung setuju dengan pernyataan seperti Saya adalah orang yang menyenangkan.

Jadi, pada umumnya orang yang bahagia adalah orang yang memiliki kepercayaan diri yang cukup tinggi untuk menyetujui pernyataan seperti diatas. b. Optimis Ada dua dimensi untuk menilai apakah seseorang termasuk optimis atau pesimis, yaitu permanen (menentukan berapa lama seseorang menyerah) dan pervasif (menentukan apakah ketidakberdayaan melebar ke banyak situasi). Orang yang optimis percaya bahwa peristiwa baik memiliki penyebab permanen dan peristiwa buruk bersifat sementara sehingga mereka berusaha untuk lebih keras pada setiap kesempatan agar ia dapat mengalami peristiwa baik lagi (Seligman, 2005). Sedangkan orang yang pesimis menyerah di segala aspek ketika mengalami peristiwa buruk di area tertentu. c. Terbuka Orang yang bahagia biasanya lebih terbuka terhadap orang lain. Penelitian menunjukkan bahwa orang orang yang tergolong sebagai orang extrovert dan mudah bersosialisasi dengan orang lain ternyata memiliki kebahagiaan yang lebih besar. d. Mampu mengendalikan diri Orang yang bahagia pada umumnya merasa memiliki kontrol pada hidupnya. Mereka merasa memiliki kekuatan atau kelebihan sehingga biasanya mereka berhasil lebih baik di sekolah atau pekerjaan.

4. Faktor faktor yang Mempengaruhi Kebahagiaan Berikut ini adalah faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kebahagiaan seseorang: 1) Budaya Triandis (2000) mengatakan faktor budaya dan sosial politik yang spesifik berperan dalam tingkat kebahagiaan seseorang ( dalam Carr, 2004). Hasil penelitian lintas budaya menjelaskan bahwa hidup dalam suasana demokrasi yang sehat dan stabil lebih daripada suasana pemerintahan yang penuh dengan konflik militer (Carr, 2004). Carr (2004), mengatakan bahwa budaya dengan kesamaan sosial memiliki tingakat kebahagiaan yang lebih tinggi. Kebahagiaan juga lebih tinggi pada kebudayaan individualitas dibandingkan dengan kebudayaan kolektivistis (Carr, 2004). Carr (2004) juga menambahkan kebahagiaan lebih tinggi dirasakan di negara yang sejahtera di mana institusi umum berjalan dengan efisien dan terdapat hubungan yang memuaskan antara warga dengan anggota birokrasi pemerintahan. 2) Kehidupan Sosial Penelitian yang dilakukan oleh Seligman dan Diener (Seligman 2005) menjelaskan hampir semua orang dari 10% orang yang paling bahagia sedang terlibat dalam hubungan romantis. Menurut Seligman (2005), orang yang sangat bahagia menjalani kehidupan sosial yang kaya dan memuaskan, paling sedikit menghabiskan waktu sendirian dan mayoritas dari mereka bersosialisasi. 3) Agama atau Religiusitas

Orang yang religius lebih bahagia dan lebih puas terhadap kehidupan daripada orang yang tidak religius (Seligman, 2005). Selain itu keterlibatan seseorang dalam kegiatan keagamaan atau komunitas agama dapat memberikan dukungan sosial bagi orang tersebut (Carr, 2004). Carr (2004) juga menambahkan keterlibatan dalam suatu agama juga diasosiasikan dengan kesehatan fisik dan psikologis yang lebih baik yang dapat dilihat dari kesetiaan dalam perkawinan, perilaku sosial, tidak berlebihan dalam makanan dan minuman, dan bekerja keras. 4) Pernikahan Seligman (2005) mengataka bahwa pernikahan sangat erat hubungannya dengan kebahagiaan. Menurut Carr (2004), ada dua penjelasan mengenai hubungan kebahagiaan dengan pernikahan, yaitu orang yang lebih bahagia lebih atraktif sebagai pasangan daripada orang yang tidak bahagia. Penjelasan kedua yaitu pernikahan memberikan banyak keuntungan yang dapat membahagiakan seseorang, diantaranya keintiman psikologis dan fisik, memiliki anak, membangun keluarga, menjalankan peran sebagai orang tua, menguatkan identitas dan menciptakan keturunan (Carr, 2004). Kebahagiaan orang yang menikah memengaruhi panjang usia dan besar penghasilan dan ini berlaku bagi pria dan wanita (Seligman, 2005). Carr (2004), menambahkan orang yang bercerai atau menjanda lebih bahagia pada budaya kolektifis dibandingkan dengan budaya individualis karena budaya kolektifis menyediakan dukungan social yang lebih besar daripada budaya individualis.

5) Usia Penelitian dahulu yang dilakukan oleh Wilson mengungkapkan kemudaan dianggap mencerminkan keadaan yang lebih bahagia (Seligman, 2005). Namun setelah diteliti lebih dalam ternyata usia tidak berhubungan dengan kebahagiaan (Seligman, 2005). Sebuah penelitian otoratif atas 60.000 orang dewasa dari 40 bangsa membagi kebahgiaan dalam tiga komponen, yaitu kepuasan hidup, afek positif dan afek negatif (Seligman, 2005). Kepuasan hidup sedikitmeningkat sejalan dengan betambahnya usia, afek positif sedikit melemah dan afek negatif tidak berubah (Seligman, 2005). Seligman (2005) menjelaskan hal yang berubah ketika seseorang menua adalah intensitas emosi dimana perasaan mencapai puncak dunia dan terpuruk dalam keputusasaan berkurang seiring dengan bertambhanya umur dan pengalaman. 6) Uang Banyak penelitian yang dilakukan untuk melihat hubungan antara kebahagiaan dan uang (Seligman, 2005). Umumnya penelitian yang dilakukan dengan cara membandingkan kebahagiaan antara orang yang tinggal di negara kaya dengan orang yang tinggal di negara miskin. Perbandingan lintas-negara sulit untuk dijelaskan karena negara yang lebih kaya juga memiliki angka buta huruf yang lebih rendah, tingkat kesehatan yang lebih baik, pendidikan yang lebih tinggi, kebebasan yang lebih luas dan barang materil yang lebih banyak (Seligman, 2005). Seligman (2005) menjelaskan bahwa di negara yang sangat miskin, kaya berarti bias lebih bahagia. Namun di negara yang lebih makmur dimana hampir semua orang

memperoleh kebutuhan dasar, peningkatan kekayaan tidak begitu berdampak pada kebahgiaan (Seligman, 2005). Seligman (2005), menyimpulkan penilaian seseorang terhadap uang akan mempengaruhi kebahagiaannya lebih daripada uang itu sendiri. 7) Kesehatan Kesehatan objektif yang baik tidak begitu berkaitan dengan kebahagiaan (Seligman, 2005). Menurut Seligman (2005), yang penting adalah persepsi subjektif kita terhadap seberapa sehat diri kita. Berkat kemampuan beradapatasi terhadap penedritaan, seseorang bisa menilai kesehatannya secara positif bahkan ketika sedang sakit. Ketika penyakit yang menyebabkan kelumpuhan sangat parah dan kronis, kebahagiaan dan kepuasan hidup memang menurun (Seligman, 2005). Seligman (2005) juga menjelaskan orang yang memiliki lima atau lebih masalah kesehatan, kebahagiaan mereka berkurang sejalan dengan waktu. 8) Jenis Kelamin Jenis kelamin memiliki hubungan yang tidak konsisten dengan kebahagiaan. Wanita memiliki kehidupan emosional yang lebih ekstrim daripada pria. Wanita lebih banyak mengalami emosi positif dengan intensitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan pria. Tingkat emosi rata-rat pria dan wanita tidak berbeda namun wanita lebih bahagia dan lebih sedih daripada pria (Seligman, 2005).

D. Gambaran Kebahagiaan Pada Penyandang Tuna Daksa Dewasa Awal Pada setiap tahap perkembangan terdapat tugas-tugas perkembangan yang menurut Havighurst (Hurlock, 1999) diartikan sebagai tugas yang muncul pada saat atau sekitar periode tertentu dari kehidupan individu. Setiap individu yang telah memasuki masa kedewasaannya dituntut untuk melaksanakan tugas-tugas perkembangan sesuai usianya yang salah satunya adalah mulai bekerja dan menemukan calon pasangan hidup (Havighurst dalam Dariyo, 2003). Havighurst (dalam Dariyo, 2003) juga mengatakan masa dewasa awal adalah masa untuk mencapai puncak prestasi. Dengan semangat yang menyala-nyala dan penuh idealisme, mereka bekerja keras dan bersaing dengan teman sebaya (atau kelompok yang lebih tua) untuk menunjukkan prestasi kerja. Seseorang yang mengalami cacat genetik mempunyai perbedaan yang penting bila dibandingkan dengan orang yang mengalami kecacatan setelah lahir (dewasa). Walaupun orang yang mengalami cacat bawaan mengalami perasaan tertolak oleh lingkungan, rendah diri, dan mendapatkan stereotype negatif dari masyarakat tetapi mereka sudah dapat menerima keadaan/kondisi fisik mereka yang cacat. Adanya dukungan keluarga, saudara, dan teman-teman sebaya membuat mereka lebih dapat menerima kondisi fisiknya, lebih tabah, hal yang positif, semangat mereka untuk lebih siap menghadapi lingkungan bahkan mereka sudah mempersiapkan cita-cita dari awal (Faradz, 2001).

Adanya semangat hidup untuk menjalani kehidupan membuat seseorang menjadi merasa bahagia. Merasa bahagia dan selalu berpikir positif adalah salah satu kunci penting dalam menjalani kehidupan. Orang-orang percaya bahwa kebahagiaan adalah tujuan hidup manusia. Menurut Myers dan Diener (dalam Duffy dan Atwater, 2005) kebahagiaan merujuk pada banyaknya pikiran positif tentang kehidupan yang dijalani seseorang. Sejalan dengan pernyataan tersebut, Carr (2004) menyatakan bahwa kebahagiaan adalah keadaan psikologis yang positif yang terlihat dari tingginya tingkat kepuasan hidup, tingkat perasaan positif, dan rendahnya tingkat perasaan negatif.

E. Paradigma Berpikir Penelitian Dewasa Awal Kondisi fisik sehat Kondisi fisik tidak sehat Mendapat penolakan: - rendah diri - malu Mendapat penerimaan: - mampu bersosialisasi - mampu berpikiran positif - mampu memenuhi tugas perkembangan - Penolakan - Penerimaan - Menikah - Bekerja Bahagia Aspek-aspek Kebahagiaan Karakteristik Orang Yang Bahagia Keterangan: : Terdiri dari : Menyebabkan : Mempengaruhi : Yang ingin diteliti