BAB I LATAR BELAKANG PEMILIHAN KASUS DAN KASUS POSISI. Indonesia merupakan negara yang terkenal kaya akan bahan galian tambang.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. hewan tumbuan dan organisme lain namun juga mencangkup komponen abiotik

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN KONAWE UTARA DI PROVINSI SULAWESI TENGGARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN KONAWE UTARA DI PROVINSI SULAWESI TENGGARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009

BAB I PENDAHULUAN. tiga asas yaitu asas desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas pembantuan. 1

MEMUTUSKAN: Menetapkan :

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN USAHA PERTAMBANGAN BATUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. bumi, air, dan kekayaan yang terkandung di dalamnya di kuasai oleh negara

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERUBAHAN ATAS PP NO. 23 TAHUN 2010 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. meliputi emas, perak, tembaga, minyak dan gas bumi, batu bara, bijih besi, dan

PEMERINTAHAN DAERAH. Harsanto Nursadi

4. Apa saja kendala dalam penyelenggaraan pemerintah? dibutuhkan oleh masyarakat? terhadap masyarakat?

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan seoptimal mungkin, efisien, transparan, berkelanjutan dan. bagi kemakmuran rakyat secara berkelanjutan.

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA

SUMBANGAN PIHAK KETIGA PERDA KABUPATEN KONAWE SELATAN NO. 2 TAHUN

BAB I PENGANTAR. ekonomi tinggi. Penggalian terhadap sumber-sumber kekayaan alam berupa

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOLAKA UTARA TENTANG REKLAMASI DAN PASCA TAMBANG

PEMBAGIAN URUSAN PENGELOLAAN MINERAL DAN BATUBARA PASCA UNDANG-UNDANG NO. 23 TAHUN 2014 DAN PERUBAHANNYA

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia, yang

RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL. Izin Khusus. Pertambangan. Mineral Batu Bara. Tata Cara.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN SABU RAIJUA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR : 6 TAHUN 2005 TENTANG PENGELOLAAN USAHA PERTAMBANGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya akan bahan galian (tambang). Bahan

PAJAK DAERAH PERDA KABUPATEN KONAWE NO. 1 TAHUN PAJAK DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. Cipta. hlm Salim HS Hukum Penyelesaian Sengketa Pertambangan di Indonesia. Bandung: Pustaka Reka

MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAVA MINERAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR: 25 TAHUN 2008 TENTANG

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH

GUBERNUR BALI PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN

-2- Batubara; Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pe

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat melimpah. Salah satu kekayaan alam yang dimiliki Indonesia

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN BUPATI TANAH LAUT NOMOR 33 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PENJUALAN DAN/ATAU RENCANA PENGIRIMAN HASIL TAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BURU NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN SABU RAIJUA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN SABU RAIJUA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2010 TENTANG WILAYAH PERTAMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

KAJIAN POLITIK HUKUM TENTANG PERUBAHAN KEWENANGAN PEMBERIAN IZIN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 31 TAHUN 2007 (31/2007) TENTANG PEMBENTUKAN KOTA TUAL DI PROVINSI MALUKU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN POLEWALI MANDAR NOMOR 11 TAHUN 2009 ORGANISASI DAN TATA KERJA KECAMATAN DAN KELURAHAN DI KABUPATEN POLEWALI MANDAR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN NOMOR: 3 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 32 TAHUN 1969 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN BUTON UTARA DI PROVINSI SULAWESI TENGGARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN KONAWE KEPULAUAN DI PROVINSI SULAWESI TENGGARA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2010 TENTANG WILAYAH PERTAMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA TENGAH

BUPATI SAMBAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMBAS NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN RAKYAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Dr. Firman Muntaqo, SH, MHum Dr. Happy Warsito, SH, MSc Vegitya Ramadhani Putri, SH, S.Ant, MA, LLM Irsan Rusmawi, SH, MH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN BUTON UTARA DI PROVINSI SULAWESI TENGGARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA TUAL DI PROVINSI MALUKU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA,

2017, No sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017 tentang Perubahan Keempat atas Peratur

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1990 TENTANG POKOK-POKOK ORGANISASI PERTAMINA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1990 TENTANG POKOK-POKOK ORGANISASI PERTAMINA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. pertambangan antara lain, Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 tentang

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

BERITA NEGARA. KEMEN-ESDM. Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. PPM. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2010

2 Mengingat Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2007 tentang Kegiatan Usaha Panas Bumi sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 70 T

PERATURAN DAERAH KOTA SAWAHLUNTO NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PENDIRIAN PERUSAHAAN DAERAH BUMI SAWAHLUNTO MANDIRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

CATATAN : - Perda ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan, 21 Desember 2015.

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:

PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 19 TAHUN 2006 TENTANG : PENGELOLAAN PASIR BESI GUBERNUR JAWA BARAT

Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya tambang (bahan galian). Negara Indonesia termasuk negara yang

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 08 TAHUN 2008 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI BUTON PROVINSI SULAWESI TENGGARA

PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 31 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL LOGAM BESI GUBERNUR JAWA BARAT

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 2 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2001 TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi Daerah merupakan fenomena yang sangat dibutuhkan dalam era

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERAM BAGIAN TIMUR NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN KECAMATAN TEOR DI KABUPATEN SERAM BAGIAN TIMUR

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 1999 TENTANG PEMBENTUKAN PROPINSI MALUKU UTARA, KABUPATEN BURU, DAN KABUPATEN MALUKU TENGGARA BARAT

BAB V PENUTUP. Berdasarkan seluruh uraian pada bab-bab terdahulu, kiranya dapat. disimpulkan dalam beberapa poin sebagai berikut:

BUPATI TANJUNG JABUNG TIMUR PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

FAKULTAS HUKUM, UNIVERSITAS SRIWIJAYA

KEWENANGAN PEMERINTAH DAN POTENSI PENERIMAAN PAJAK PADA SEKTOR PERTAMBANGAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERUBAHAN UNDANG-UNDANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA: Upaya Untuk Menata Kembali Pengelolaan Sumber Daya Alam Indonesia Oleh: Zaqiu Rahman *

RANCANGAN UNDANG-UNDANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA

BERITA NEGARA. KEMEN-ESDM. Evaluasi. Penerbitan. Izin Usaha Pertambangan. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 44 TAHUN 1960 TENTANG PERTAMBANGAN MINYAK DAN GAS BUMI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Transkripsi:

BAB I LATAR BELAKANG PEMILIHAN KASUS DAN KASUS POSISI A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang terkenal kaya akan bahan galian tambang. Bahan galian tambang itu antara lain emas, perak, tembaga, minyak dan gas bumi, batu bara, nikel dan lain-lain. Bahan galian tambang ini dikuasai oleh negara. Negara menguasai bahan galian tambang oleh karena itu, Negara mempunyai hak penguasaan terhadap bahan galian tersebut untuk kemakmuran rakyat. Undang- Undang Dasar 1945 Amandemen I-IV pada pasal 33 ayat (3) menjelaskan Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Hak Penguasaan negara berisi wewenang untuk mengatur, mengurus dan mengawasi pengelolaan atau penguasaaan bahan galian tambang, serta berisi kewajiban untuk mempergunakannya sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Penguasaan oleh negara ini diselenggarakan oleh Pemerintah. Mineral dan batubara sebagai kekayaan alam yang terkandung di dalam bumi merupakan sumber daya alam yang tak terbarukan. Pengelolaannya perlu dilakukan seoptimal mungkin, efisien, transparan, berkelanjutan dan berwawasan lingkungan, serta berkeadilan. 1 UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

Oleh karena itu, pembangunan pertambangan harus menyesuaikan dengan perubahan lingkungan strategis, baik bersifat nasional maupun internasional. Untuk menghadapi tantangan dan sejumlah permasalahan perlu disusun perancangan undang-undang di bidang pertambangan mineral dan batubara. Perancangan tersebut memberi landasan hukum bagi langkah-langkah pembaruan dan penataan kembali kegiatan pengelolaan dan pengusahaan pertambangan di daerah. Pembentukan peraturan perundang-undangan merupakan salah satu syarat dalam rangka pembangunan hukum nasional guna terciptanya ketertiban dalam masyarakat. Dalam membentuk peraturan perundang-undangan perlu dilakukan suatu mekanisme yang dirintis sejak saat perencanaan sampai dengan pengundangannya. Agar tujuan dari peraturan perundang-undangan yang dibentuk tersebut, akan menjadi peraturan perundang-undangan yang baik. Pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik, memerlukan berbagai persyaratan yang berkaitan dengan sistem, asas dan tata cara penyiapan dan pembahasan, teknik penyusunan maupun pemberlakuannya. Penguasaan bahan galian tambang ini diatur dalam kerangka RPJM (Rangka Pembangunan Jangka Menengah) dibidang perekonomian, RPJM diatur dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. RPJM mengatur tentang Rencana Strategi Pembangunan khususnya dalam bidang pertambangan di daerah Indonesia. Indonesia memiliki daerah-daerah yang potensial sehingga diperlukan suatu Master Plan untuk 2 UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

mengembangkannya. Hal ini mendorong pemerintah membentuk sistem untuk mengatur kegiatan pertambangan ini. Pembahasan hukum pertambangan akhirakhir ini sungguh menarik. Dimana kegiatan pertambangan ini harus memenuhi 2 (dua) hal yaitu persyaratan administrasi dan persyaratan hukum. Persyaratan administrasi ini diatur dalam administrasi negara berkaitan dengan pembangunan negara yang mengkaji tentang penyusunan, pengimplemetasian dan pengevaluasian kebijakan pemerintah daerah. Persyaratan yang diberikan oleh pemerintah daerah berupa izin. Izin dalam administrasi negara berkaitan dengan perundang-undangan dalam pemberian izin khusus. Izin merupakan suatu perbuatan Hukum Administrasi Negara yang diterapkan dalam peraturan berdasarkan persyaratan dan prosedur sesuai dengan ketentuan perundangundangan. Dalam kenyataannya, perusahaan tambang banyak melakukan kegiatan tambang secara illegal yang tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan mengenai kejelasan dari status hukum pertambangan tersebut. Pada era Reformasi dikenal pembaharuan terhadap konsep Perjanjian Kontrak Karya. Dalam konsep pembaharuan tersebut, pihak yang menandatangani kontrak adalah Menteri Pertambangan Umum dan Kontraktor Pertambangan Umum. Menteri Pertambangan Umum berkedudukan sebagai mandataris Presiden dengan Kontraktor Pertambangan Umum selaku pengembang yang mendapatkan wewenang Kuasa Pertambangan dari Menteri Pertambangan Umum Indonesia. Di dalam Kontrak Karya tersebut sudah diatur beberapa tahapan kegiatan mulai dari 3 UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

penyelidikan umum, pertambangan eksplorasi, eksploitasi, pengelolaan dan pemurnian, produksi, pengangkutan, dan penjualan. Hal ini sesuai dengan prinsip pemberian kuasa pertambangan bahan galian strategis dan bahan galian vital. Prinsip-prinsip tersebut membagi proses-proses pertambangan dalam tahapan usaha pertambangan yang meliputi usaha pertambangan. Usaha pertambangan yang dilaksanakan oleh kontraktor mengimplikasi kedudukan pemerintah sebagai pemberi izin kepada kontraktor yang bersangkutan. Izin yang diberikan oleh pemerintah berupa kuasa pertambangan, kontrak karya, perjanjian karya penguasahaan pertambangan batu bara, dan kontrak Production Sharing. 1 Selain itu juga, perusahaan tambang harus mempunyai Izin Usaha Pertambangan Khusus. Hal ini diatur dalam pasal 1 angka 11 Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (selanjutnya disebut sebagai UU Mienerba). UU Minerba mengatur bahwa Izin Usaha Pertambangan Khusus (selanjutnya disebut dengan IUPK) sebagai izin untuk melaksanakan usaha pertambangan di Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK). Dalam izin tersebut, Badan Usaha wajib memenuhi persyaratan administrasi. Hal ini dimaksudkan untuk melaksanakan izin yang telah diberikan. Selain itu pula terdapat persyaratan teknis, persyaratan lingkungan dan persyaratan finansial. Persyaratan-persyaratan mana yang harus dipenuhi untuk mendapatkan tipe-tipe Izin Usaha Pertambangan yang lain. Pemerintah 1 Salim, Hukum Pertambangan di Indonesia, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2014, Hlm.2 4 UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

berkewajiban mengumumkan rencana kegiatan usaha pertambangan di suatu WIUPK, serta memberikan IUPK Eksplorasi dan IUPK Operasi Produksi kepada masyarakat secara terbuka. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2012 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (PP Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Minerba), mengatur mengenai persyaratan yang harus dipenuhi untk memperoleh IUPK. Dalam PP tersebut, IUPK terdiri atas IUPK Eksplorasi dan IUPK Operasi Produksi. Adapun persyaratan yang harus dipenuhi dalam proses produksi antara lain : Persyaratan administratif, untuk IUPK yang diajukan BUMN dan bagi pemegang lelang; Persyaratan Teknis, untuk pengalaman BUMN atau swasta bidang pertambangan mineral dan batubara; Persyaratan Lingkungan, untuk IUPK Ekslporasi dan IUPK Operasi Produksi; dan Persyaratan Finansial, untuk IUPK Ekslporasi dan IUPK Operasi Produksi. Selain IUP, yang harus dimiliki oleh perusahaan tambang untuk kegiatan tambangnya, adalah perusahaan tersebut juga harus mempunyai Wilayah Usaha Pertambangan. Pengertian Wilayah Usaha Pertambangan ini adalah suatu wilayah yang memiliki kandungan potensi mineral atau batubara yang dapat dikembangkan, atau memiliki nilai ekonomis dengan ketentuan bahwa batasan administrasi pemerintah yang merupakan bagian dari tata ruang nasional. 5 UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

Permasalahan tentang wilayah tambang bermula dari dikeluarkannya izin oleh pemerintah daerah. Pokok permasalahan ini dipengaruhi oleh situasi hukum dan politik dalam negara pasca dikeluarkannya Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah yaitu dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan telah disepakati secara nasional bahwa salah satu asas penyelenggaraan negara adalah memberikan keleluasaan pemerintah daerah untuk berkreasi. Meskipun banyak pihak yang belum sepakat dengan berbagai substansi pengaturan yang dikandung kedua Undang-Undang tersebut, namun satu hal dapat dikatakan bahwa Peran Daerah (kabupaten/kota) perlu dioptimalkan. Pada saat kekuasaan diberikan kepada pemerintah daerah, pemerintah daerah tidak dapat menjalankan kekuasaan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pemerintahan daerah dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah yang menurut Pasal 1 angka 5 UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah jo. UU Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan kedua atas UU 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Kemudian yang dimaksud dengan daerah otonom menurut Pasal 1 angka 6 undang-undang ini adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. 6 UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

Sehubungan dengan wewenang mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan ini, dipergunakanlah peraturan daerah karena dalam Pasal 136 ayat (2) Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah ditentukan bahwa Perda dibentuk dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah provinsi/kabupaten/kota dan tugas pembantuan.pemerintah daerah hanya memberikan perizinan secara administratif. Secara tidak langsung, hal ini telah mengakibatkan kerugian negara secara materiil. Potensi industri pertambangan yang merupakan salah satu penyumbang perkembangan perekonomian di Indonesia tidak lagi secara maksimal memberikan kontribusi terhadap pendapatan negara. Permasalahan ini menjadi kendala dalam bidang pertambangan di Indonesia. Akan tetapi, pemerintah pusat tidak segera menyelesaikan permasalahan tersebut hingga makin berlarut. Sebagai contoh, kasus terhadap izin di wilayah pertambangan pada saat ini, di Kabupaten Konawe Utara, Sulawesi Tenggara. Pemerintah Daerah mengadakan izin usaha pertambangan secara tidak tepat. Izin usaha pertambangan yang dikeluarkan oleh tidak lepas oleh kepentingan ekonomi politik yang sering kali menimbukan pertentangan izin wilayah antara pemerintah daerah yang pernah memerintah dengan pemerintah daerah saat ini. PT. A merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak dalam sektor pertambangan yang selalu mencari wilayah pertambangan baru untuk memperkuat bisinisnya. PT. A memiliki wilayah yang cukup luas dengan penerbitan izin kuasa pertambangan. 7 UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

Namun, pemberian Izin penambangan ini bukanlah orang yang bertindak atau mempunyai kewenangan dalam pemberian izin tersebut. Sehingga, ini tidak adil bagi perusahaan lain yang menjalankan kegiatan usaha pertambangannya sesuai dengan prosedur yang berlaku. Izin usaha pertambangan yang tidak tepat dalam suatu perusahaan tambang haruslah mempunyai 2 (dua) izin yaitu IUP Eksplorasi dan IUP Operasi Produksi yang meliputi persyaratan administratif, teknis, lingkungan dan finansial. Izin keduanya sudah dimiliki namun, dalam persyaratan lingkungan tidak terpenuhi. Sehingga tidak terciptanya kepastian hukum dalam kegiatan tambang tersebut. Dalam kegiatan tambangnya mengakibatkan kerusakan lingkungan dan merusak ekosistem daerah sekitar tambang. Masalah wilayah izin usaha pertambangan ini sudah pernah diteliti sebelumnya, diantaranya oleh Ineke Mayliana, Mahasiswi Program Magister Kenotariatan Universitas Indonesia dengan Judul Aspek Hukum Perlindungan Investor Terhadap Wilayah Izin Usaha Pertambangan Ditinjau dari Undangundang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Studi Kasus : PT Aneka Tambang Tbk. dan PT Duta Inti Perkasa Mineral). Karya-karya ilmiah berupa tesis tersebut berbeda dengan penilitian yang dilakukan oleh penulis. Dalam studi kasus ini, penulis akan membahas mengenai Kepastian Hukum Perizinan Penambangan Nikel dan Prosedural Izin 8 UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

Penambangan Nikel di Perusahaan Tambang dihubungkan dengan Undangundang- Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Berdasarkan latar belakang tersebut maka penulis tertarik untuk membuat studi kasus dengan judul TINJAUAN YURIDIS KEPASTIAN HUKUM DAN PERIZINAN PENAMBANGAN NIKEL BERDASARKAN UNDANG- UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA.( KASUS KONAWE UTARA) B. Kasus Posisi Kabupaten Konawe adalah salah satu Daerah Tingkat II di Provinsi Sulawesi Tenggara, Indonesia. Ibu kota kabupaten ini terletak di Unaaha, dahulu kabupaten ini dikenal dengan nama Kabupaten Kendari. Kabupaten ini memiliki luas wilayah 14.480 km 2 dan berpenduduk sebanyak 443.911 (Pada tahun 2000). Untuk memudahkan pelayanan kepada masyarakat serta berbagi pertimbangan lainnya, dari 22 wilayah kecamatan tahun 2004 dimekarkan menjadi 30 wilayah, dengan 405 desa atau kelurahan atau tepatnya 322 desa definitif, 38 desa persiapan dan 45 kelurahan pada tahun 2005. Dalam melaksanakan tugasnya dibantu 3 perangkat staf pemerintahan daerah yaitu Sekretaris Daerah (SEKDA), Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) dan Badan Pengawas. 2 Pada perkembangannya, Kabupaten Konawe pun berdasarkan pada aspirasi masyarakat, Keputusan DPRD Kabupaten Konawe, Surat Bupati Konawe, dan surat 2 Selayang Pandang Kabupaten Konawe. http://pushingstres.blogspot.com/2009/03/kabupaten - konawe-utara-laha-anggu-nio.html. Diakses pada tanggal 20 Februari 2015 9 UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

Keputusan Gubernur Sulawesi Tenggara memutuskan untuk melakukan pemekaran wilayah yaitu dengan menghadirkan Kabupaten Konawe Utara pada Provinsi Sulawesi Tenggara. Kabupaten Konawe Utara adalah sebuah Kabupaten di Provinsi Sulawesi Tenggara, Indonesia dengan Ibukotanya adalah Asera. Kabupaten ini dibentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 13 Tahun 2007 pada tanggal 02 Januari 2007. Kabupaten Konawe Utara adalah 1 dari 16 usulan pemekaran Kabupaten atau Kota yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat pada tanggal 08 Desember 2006. 3 Batas wilayah dari Kabupaten Konawe Utara sendiri yakni, Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Morowali Provinsi Sulawesi Tengah dan Kecamatan Routa Kabupaten Konawe, Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Morowali Provinsi Sulawesi Tengah dan Laut Banda, Sebelah Selatan berbatasan Kecamatan Bondoala, Kecamatan Amonggedo, Kecamatan Meluhu, Kecamatan Anggaberi, Kecamatan Tongauna, Kecamatan Abauki Kabupaten Konawe, sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Latoma Kabupaten Konawe. Kabupaten Konawe Utara memiliki potensi alam yang berlimpah, baik dibidang pertanian, perkebunan, perikanan bahkan pertambangan. Salah satu yang menjadi sorotan bagi para pengusaha yaitu pada potensi pertambangannya. Salah satu investor pertambangan yang tertarik adalah PT. Antam sebagai salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak dibidang pertambangan berhasil mendapatkan Kuasa Pertambangan (Untuk selanjutnya 3 Situs resmi Provinsi Sulawesi Tenggara,. http://www.sulawesitenggaraprov.go.id/pemerintahan/kota-kabupaten/101-kabupaten -konawe.html. Diakses pada tanggal 20 Maret 2015 MARANATHA 10 UNIVERSITAS KRISTEN

disebut dengan KP ) Eksploitasi Nikel KW.99STP057.a/Sultra yang telah disahkan dengan SK Bupati Konawe X berdasarkan Surat Keputusan Bupati Konawe Nomor 161 Tahun 2005 tanggal 06 Mei 2005 atas wilayah seluas 16.920 Ha yang terletak di wilayah Mandiodo, Lasolo dan Lalindu, Kabupaten Konawe (sekarang berada dalam wilayah Kabupaten Konawe Utara) untuk jangka waktu 23 (Dua puluh tiga) tahun. Konawe Utara memasuki babak baru sebagai hasil dari mekarnya wilayah Konawe sebagai Kabupaten Induk. Pada saat dikeluarkannya Undang-undang Otonomi Daerah Nomor 32 Tahun 2004, Undang-undang ini telah memberikan kesempatan yang luas kepada daerah-daerah tertentu untuk melakukan pemekaran wilayahnya dengan ketentuan bahwa syarat tertentu dalam undang-undang ini harus dipenuhi oleh pemerintah daerah dengan persetujuan pemerintah pusat melalui Undang-undangnya tersendiri. Undang-undang Nomor 13 Tahun 2007 Tentang Pembentukan Kabupaten Konawe Utara, telah membuka kesempatan kepada daerah Konawe Utara untuk dapat mencapai pemerataan pembangunan dan kesejahteraan rakyat serta demi mempercepat perwujudan masyarakat yang sejahtera dilingkungan tersebut. Dengan adanya pemekaran wilayah Kabupaten Konawe Utara dan yang terpilih menjadi pejabat Bupati baru yang memimpin Konawe Utara dan yang terpilih menjadi pejabat Bupati pertama adalah Y pada tanggal 02 Januari 2007 dengan pengangkatan resmi berdasarkan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 131.74-305 Tahun 2007 tanggal 21 Januari 2007. Sehingga semua wilayah kuasa pertambangan yang telah diberikan Bupati Konawe sejak adanya Undang-undang MARANATHA 11 UNIVERSITAS KRISTEN

Nomor 13 Tahun 2007 dan penunjukan Bupati Konawe Utara, maka pembinaan dan pengurusannya menjadi kewenangan Bupati Konawe Utara. Selaku Bupati Konawe Utara sesuai dengan kewenangan yang ada dan dengan memperhatikan Pasal 1 ayat (2) huruf a Peraturan Pemerintah Nomor 75 Tahun 2001 yang dalam garis besarnya menentukan bahwa Bupati atau Walikota mempunyai wewenang untuk menerbitkan Surat Keputusan Kuasa Pertambangan apabila wilayah kuasa pertambangannya terletak dalam wilayah Kabupaten atau Kota dan / atau di wilayah laut sampai 4 (empat) mil laut. Karena sebagian kuasa pertambangan PT Antam juga terdapat di Kabupaten Konawe Utara, maka daerah KP tersebt termasuk dalam wilayah yang ditinjau oleh Bupati Y. dan ternyata seiring dengan berjalannya waktu., Bupati Konawe Utara pun menyadari kekeliruan dan kesalahannya penerbitan luasan Kuasa Pertambangan PT Antam sehingga Bupati membuat pembenahan dengan menerbitkan Surat Edaran Nomor 545/78 tanggal 15 Agustus 2007 mengenai Ketentuan Pelaksanaan Kuasa Pertambangan yang ditujukan kepada para pemohon atau pemegang kuasa pertambangan penyelidikan umum atau eksploitasi atau eksplorasi, yang pada intinya menghimbau para pemegang KP memperhatikan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 75 tahun 2001 dalam hal ketentuan luas wilayah dan jumlah KP yang dimiliki. Dimana pada Peraturan Pemerintahan Nomor 75 tahun 2001 Pasal 21 ayat 1 dan 2, mengatur tentang batas luasan maksimal yang dapat dimiliki oleh pemohon atau pemegang kuasa pertambangan penyelidikan umum atau eksploitasi atau eksplorasi. MARANATHA 12 UNIVERSITAS KRISTEN

Dimana untuk kuasa pertambangan penyelidikan umum tidak boleh melebihi 25.000 Ha, unutk kuasa pertambangan eksplorasi tidak boleh melebihi 10.000 Ha, bila melebihi dari batas yang telah ditentukan, maka harus mendapatkan izin dari Menteri atau Gubernur atau Bupati atau Walikota sesuai dengan kewenangannya. Kemudian Bupati Konawe Utara menerbitkan Surat Pemberitahuan Nomor 545/199 tanggal 14 September 2007 tentang penyesuaian kuasa pertambangan dan keputusan pengembalian wilayah, revisi serta penyempurnaan kepentingan pemberian kuasa pertambangan. Kemudian Bupati juga menerbitkan Surat Pemberitahuan Nomor 545/80 tanggal 05 November 2007 yang ditujukan kepada PT Antam yang pada intinya mengingatkan PT Antam untuk melaksanakan Surat Edaran Nomor 545/78 tanggal 15 Agustus 2007 mengenai ketentuan pelaksanaan kuasa pertambangan dan Surat Pemberitahuan Nomor 545/199 tanggal 14 September 2007 tentang Penyesuaian Kuasa Pertambanagn dan Keputusan Pengembalian Wilayah, revisi serta penyempurnaan kepentingan pemberian kuasa pertambangan, serta akan KP yang telah dimiliki selama 2 (dua) tahun 6 (enam) bulan namun belum dilaksanakan eksploitasi, yang mana hal ini telah melanggar ketentuan Pasal 41 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 75 Tahun 2001 dan PT Antam diberikan waktu 3 (tiga) bulan lamanya untuk menjelaskan hal-hal tersebut. Setelah menerbitkan beberapa surat edaran yang bermaksud untuk menertibkan para pemegang dan pemohon kuasa pertambangan, Bupati kemudian pada tanggal 29 September 2007 Pejabat Bupati Konawe Utara teah menerbitkan SK Nomor 267 tahun 2007 tentang kuasa pertambangan eksploitasi (KWO 07 STP 034) kepada PT MARANATHA 13 UNIVERSITAS KRISTEN

DIPM, yang merupakan bagian dari perusahaan HARITA Group, berdasarkan SK Bupati Konut 267/2007 untuk wilayah Lasolo, Malowe, dan Tapunopaka dengan luas 2.000 Ha. Penerbitan SK ini berawal dari adanya permohonan kuasa pertambangan PT DIPM pada tanggal 03 Juli 2007, yang ternyata wilayahnya merupakan bagian dari wilayah KP PT Antam yang direvisi. Kemudian pada tanggal 04 Februati 2008, Bupati Konawe Utara mengeluarkan Surat Pemberitahuan Nomor 545/41/2008 yang ditujukan kepada Direktur PT Antam. Inti dari surat tersebut adalah menujuk pada Surat Edaran nomor 545/199 tentang penyesuaian KP, dimana kegiatan eksplorasi hanya dapat dilaksanakan pada wilayah yang ditetapkan sebagai wilayah KP dan diharapkan rencana kerja yang disusun disesuaikan dengan tingkat perizinan yang dimiliki. Dan proses ini berujung pada penerbitan Surat Keputusan Bupati Konawe Nomor 153 tahun 2008 tanggal 17 Maret 2008 tentang revisi batas dan luas KP eksploitasi (KW 99ST057.A/SULTRA) yang merupakan perpanjangan tangan surat pemberitahuan nomor 545/199 tanggal 14 September 2007 tentang penyesuaian kuasa pertambangan dan keputusan pengembalian wilayah, revisi serta penyempurnaan kepentingan pemberian kuasa pertambangan. Dimana pada intinya SK Bupati Konawe Nomor 161 tahun 2005, yang pada intinya berisi ketentuan bahwa lahan eksloitasi milik PT Antam direvisi, yaitu unutk wilayah Tapunopaka dal Bahubulu dari luas 16.920 Ha menjadi 15.213 Ha dan 1.000 Ha diambil pemerintah kemudian diserahkan kepada PT DIPM. hal inilah yang terus direbut kembali oleh PT Antam. MARANATHA 14 UNIVERSITAS KRISTEN

Wilayah yang diberikan unutk PT DIPM tersebut terletak disebagian wilayah yang dahulu dikuasai oleh PT Antam. Namun, menurut Bupati Y setelah proses revisi, maka wilayah tersebut merupakan tanah tak bertuan, sehingga dapat diberikan kepada siapa saja. Akan tetapi, disatu sisi PT Antam tetap merasa dirugikan dengan adanya surat keputusan Bupati tersebut karena PT Antam telah menglami pengurangan areal pertambangan dari 16.920 Ha menjadi 15.213 Ha, sehingga pengurangan wilayah pertambanganlah tersebut yang menjadikan latar belakang mengapa PT Antam menggugat Bupati Konawe Utara (Tergugat) dan PT DIPM (Tergugat II Intervensi) ke Pengadilan Tata Usaha Negara Kendari (PTUN Kendari, Sulawesi Tenggara) pada tanggal 03 Juni 2008. Kasus ini berjalan dengan mengajukan banding di Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Makassar pada tanggal 09 Januari 2014. MARANATHA 15 UNIVERSITAS KRISTEN