BAB I PENDAHULUAN. dunia, setelah Cina, India dan Amerika Serikat. Masalah kependudukan ini masih

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. diharapkan untuk selalu berkembang dengan pendidikan. Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. & Perry, 2005). Menurut Havighurst (dalam Monks, Konoers & Haditono,

BAB I PENDAHULUAN. lulus sebagai Sarjana Strata 1 (S1) salah satu syarat yang harus dipenuhi

BAB I PENDAHULUAN. berbagai perubahan sebagai dampak dari gaya hidup yang semakin maju. Perubahan

BAB I. Pendahuluan. rumah tangga seringkali dihadapkan pada kejenuhan. Bayangkan, dalam waktu 24

BAB I PENDAHULUAN. Kehamilan adalah masa yang unik dalam hidup seorang wanita, yaitu keadaan

BAB I PENDAHULUAN. sosial dan budaya. Perubahan-perubahan ini turut mempengaruhi proses

BAB I PENDAHULUAN. sebagai suatu sistem nilai yang memuat norma-norma tertentu. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. Dalam perkembangan jaman sekarang ini, terdapat perkembangan di

BAB I PENDAHULUAN. hidup. Pada manusia, fungsi ini sebagian besar dijalankan oleh ginjal (Brenner,

BAB I PENDAHULUAN. Pada dekade belakangan ini gaya hidup manusia semakin berkembang.

BAB I PENDAHULUAN. global. Hal tersebut lebih penting dibandingkan dengan sumber daya alam yang

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan Diploma, Sarjana, Magister dan Spesialis. Berdasarkan website resmi Universitas X

BAB I PENDAHULUAN. ini dinilai sebagai salah satu usaha serius yang dilakukan pemerintah untuk

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dan era globalisasi yang semakin maju membuat wanita

BAB I PENDAHULUAN. konsep dan pemahaman yang dimiliki manusia tentang dunia dan segala isinya,

BAB I PENDAHULUAN. Pengetahuan banyak diperoleh melalui pendidikan, terutama sekolah. Untuk

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalani kehidupannya, seorang individu akan melewati beberapa

BAB I PENDAHULUAN. perubahan di berbagai bidang kehidupan, seperti bidang ilmu pengetahuan,

BAB I PENDAHULUAN. terhadap bayi premature (lahir muda) makin dapat diselamatkan dari kematian,

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga Berencana (KB). Progam KB yang baru didalam paradigma ini

BAB I PENDAHULUAN. adalah dampak dari meningkatnya angka kelahiran. Angka kelahiran dapat dilihat dari pencapaian tingkat fertilitas.

BAB I PENDAHULUAN. mulai dari penyediaan fasilitas pendidikan, kesehatan, lapangan kerja, dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Krisis global dan dibukanya ASEAN China Free Trade Agreement (ACFTA)

BAB 1 PENDAHULUAN. mengalami berbagai perubahan di berbagai bidang, seperti ilmu pengetahuan,

BAB 1 PENDAHULUAN. kependudukan. Sejak 2004, program keluarga berencana (KB) dinilai berjalan

BAB I PENDAHULUAN. tinggi swasta di Bandung yang didirikan atas dasar nilai-nilai dan ajaran Kristiani.

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan dan kehidupan bangsa. Dalam mewujudkan hal ini secara optimal

BAB I PENDAHULUAN. adalah ledakan penduduk. Ledakan penduduk dapat mengakibatkan laju

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu hal yang terus berkembang seiring berlalunya jaman dan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu Negara berkembang dengan berbagai. masalah. Masalah utama yang dihadapi di Indonesia adalah dibidang

BAB I PENDAHULUAN. (International Conference on Population and Development) tanggal 5 sampai

BAB I PENDAHULUAN. menjadi BKKBN (Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional) dengan. variabel yang mempengaruhi fertilitas (Wiknjosastro, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. spesialis, dan doktor. Perguruan tinggi dapat berbentuk akademi, politeknik,

BAB I PENDAHULUAN. 2010) dan laju pertumbuhan penduduk antara tahun sebesar 1,49% yang

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk menekan laju pertumbuhan penduduk

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Biro Pelayanan Statistik (BPS) kependudukan, Ju mlah penduduk

BAB I PENDAHULUAN. Stroke merupakan suatu manifestasi klinis gangguan peredaran darah otak yang

BAB I PENDAHULUAN. yaitu: Jakarta Pusat, Jakarta Utara, Jakarta Barat, Jakarta Selatan dan Jakarta

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemampuan untuk mengatur fertilitas mempunyai pengaruh yang bermakna

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. hanya pemerintah, masyarakat juga diperlukan partisipasinya dalam

BAB I PENDAHULUAN. besar dan berkualitas serta dikelola dengan baik, akan menjadi aset yang besar dan

Upaya meningkatkan pelayanan KB diusahakan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO (World Health Organisation) expert Committe 1970 :

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan pada anak bersifat terus menerus. Banyak hal baru diperoleh

BAB I PENDAHULUAN. Perilaku merokok merupakan salah satu perilaku yang mudah kita jumpai

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian mengenai kontribusi determinan-determinan

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN KB VASEKTOMI TERHADAP PENGETAHUAN SUAMI DI DESA SOCOKANGSI KECAMATAN JATINOM KABUPATEN KLATEN

BAB I PENDAHULUAN. Masalah kependudukan di Indonesia merupakan salah satu masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Juli 2013 mencapai 7,2 miliar jiwa, dan akan naik menjadi 8,1 miliar jiwa pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan Negara yang dilihat dari jumlah penduduknya ada

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan telah, sedang dan akan dilaksanakan untuk mengatasi masalah

BAB I PENDAHULUAN. Negara dengan jumlah penduduk terbesar keempat di dunia setelah Cina,

BAB I PENDAHULUAN. Multi Level Marketing (MLM). Sudah lebih dari sepuluh jenis multi level yang

KUESIONER PLANNED BEHAVIOR

HUBUNGAN ANTARA PEMAKAIAN ALAT KONTRASEPSI SUNTIK DENGAN TEKANAN DARAH PADA AKSEPTOR KB SUNTIK DI PUSKESMAS DELANGGU KLATEN

BAB I PENDAHULUAN. terbesar di dunia (Cina, India, dan Amerika Serikat) dengan. 35 tahun (Hartanto, 2004).

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 248,8 juta jiwa dengan pertambahan penduduk 1,49%. Lajunya tingkat

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan jumlah penduduk merupakan salah satu masalah besar. berkembang. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan

BAB I PENDAHULUAN. laju pertumbuhan penduduk yang masih relatif tinggi. 1. Indonesia yang kini telah mencapai 237,6 juta hingga tahun 2010 menuntut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pemerintah Indonesia telah mencanangkan berbagai progam untuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk yang memiliki beragam kebutuhan, dan setiap

BAB 1 PENDAHULUAN. berdasarkan sensus penduduk mencapai 237,6 juta jiwa. keluarga kecil yang sehat dan sejahtera yaitu melalui konsep pengaturan jarak

BAB I PENDAHULUAN. jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2013 yaitu sebanyak 248 juta jiwa. akan terjadinya ledakan penduduk (Kemenkes RI, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. yang mendapat perhatian dan pembahasan yang serius dari ahli

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI KONDOM DI WILAYAH KERJA UPTD PUSKESMAS KASOKANDEL KABUPATEN MAJALENGKA TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. kualitas penduduk dan pengarahan mobilitas penduduk kedepan. Berdasarkan hasil

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keluarga berencana merupakan upaya untuk mengatur jumlah anak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. atau pasangan suami istri untuk mendapatkan tujuan tertentu, seperti

BAB I PENDAHULUAN. pengaruh yang sangat berarti terhadap kesehatan masyarakat. Menurut perkiraan

BAB I PENDAHULUAN. utama yang dihadapi Indonesia. Dinamika laju pertumbuhan penduduk di

BAB I PENDAHULUAN. Program Keluarga Berencana (KB) bertujuan untuk mengendalikan pertumbuhan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dan misi Program KB Nasional. Visi KB itu sendiri yaitu Norma Keluarga

Gambaran Intensi Golput pada Pemilih Pemula dalam Pemilihan Umum 2014

BAB I PENDAHULUAN. Masalah kepadatan kependudukan di Indonesia merupakan salah satu

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan. Menurut dari hasil sensus penduduk tahun 2010 yang dilakukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. terhadap perkembangan ekonomi dan kesejahteraan Negara (Irianto, 2014).

I. PENDAHULUAN. metode kontrasepsi tersebut adalah Intra Uterine Device (IUD), implant, kondom, suntik, metode operatif untuk wanita (MOW), metode

THEORY OF REASONED ACTION

BAB 1 PENDAHULUAN. yang digunakan dengan jangka panjang, yang meliputi IUD, implant dan kontrasepsi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Ledakan penduduk merupakan masalah yang belum terselesaikan sampai

BAB 1 PENDAHULUAN. yang muncul di seluruh dunia, di samping isu tentang global warning, keterpurukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penjarangan kelahiran (Depkes RI, 1999; 1). dan jarak anak serta waktu kelahiran (Stright, 2004; 78).

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB 1 PENDAHULUAN. yang bisa dikatan kecil. Fenomena ini bermula dari trend berpacaran yang telah

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan anugerah dari Tuhan namun dewasa ini banyak individu yang belum

BAB I PENDAHULUAN. oleh tiga faktor utama yaitu: kelahiran (fertilitas), kematian (mortalitas), dan

HUBUNGAN KARAKTERISTIK IBU DENGAN PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI IUD DI PUSKESMAS MERGANGSAN YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. penduduk 2010 telah mencapai jiwa (BPS, 2010).

ANALISA DAMPAK PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI TERHADAP TOTAL ANGKA KELAHIRAN DI PROVINSI MALUKU

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO (World Health Organization) (1970, dalam Suratun, 2008)

BAB I PENDAHULUAN. reproduksi merupakan salah satu program yang dijadikan sebagai dasar perencanaan

BAB I PENDAHULUAN. kehamilan pada umur kurang 15 tahun dan kehamilan pada umur remaja. Berencana merupakan upaya untuk mengatur jarak kelahiran anak

BAB I PENDAHULUAN. dapat diatasi. Permasalahan ini antara lain diwarnai jumlah yang besar

BAB 1 PENDAHULUAN. dari masalah kependudukan yaitu jumlah penduduk yang besar dengan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara ke-4 dengan jumlah penduduk terbesar di dunia, setelah Cina, India dan Amerika Serikat. Masalah kependudukan ini masih menjadi tantangan yang berat bagi pembangunan Indonesia. Hasil sensus menunjukkan bahwa jumlah penduduk Indonesia saat ini mencapai 237,6 juta jiwa atau bertambah 32,5 juta jiwa dari tahun 2000 dengan jumlah penduduk yang padat ditambah kualitas penduduk masih rendah, ke depan beban pemerintah pusat dan daerah akan semakin sulit dalam melakukan pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat seperti penyediaan pangan, energi, transportasi, pendidikan, kesehatan, dan lapangan pekerjaan (bisnis.com, 2010). Jawa Barat adalah provinsi dengan jumlah penduduk terbesar di Indonesia dengan jumlah penduduk 43.021.826 jiwa (bps.go.id, 2010). Di Kabupaten Bandung, kepadatan penduduk tiap tahun bertambah. Selama tiga tahun terakhir, laju pertumbuhan penduduk di Kabupaten Bandung cukup tinggi mencapai 4.5 persen atau 1.5 persen per tahun atau rata-rata 45.472 orang per tahun. Menurut Ketua Komisi B DPRD Kabupaten Bandung, H. Saeful Bahri yang merujuk pada hasil sensus penduduk yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2010, jumlah penduduk Kabupaten Bandung saat ini tercatat 3.174.499 orang. Pada tahun 2007, jumlah penduduk Kabupaten Bandung baru 3.038.082 orang, tahun 2008 3.127.008 orang, dan tahun 2009 3.172.860 orang (Pikiran Rakyat, 1

2 07/02/2011). Dari hasil Sensus Penduduk tahun 2010, penyebaran penduduk di Kabupaten Bandung paling banyak ditemukan di Kecamatan Baleendah sebesar 6,94%. Semakin tinggi pertumbuhan penduduk maka akan semakin besar usaha yang harus dilakukan pemerintah untuk mempertahankan kesejahteraan rakyat. Selain itu, masalah lain yang muncul juga meliputi beberapa aspek kehidupan lainnya seperti kesempatan pendidikan, kesempatan untuk bekerja, dan kesehatan, sehingga pemerintah mulai mencari jalan keluar untuk menekan dan mengendalikan laju pertambahan penduduk Indonesia di masa mendatang, salah satunya dengan program Keluarga Berencana. Keluarga Berencana (KB) merupakan salah satu pelayanan kesehatan preventif yang paling dasar dan utama bagi wanita maupun pria. Orang yang menggunakan KB disebut sebagai akseptor. KB merupakan upaya peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui pendewasaan usia perkawinan, pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga, dan peningkatan kesejahteraan keluarga guna mewujudkan keluarga kecil, bahagia dan sejahtera (Arum et al, 2009 dalam Anggraini dan Martini). KB juga merupakan salah satu cara yang efektif dalam menolong istri menghindari kehamilan resiko tinggi seperti kehamilan dengan rentang usia yang berdekatan (kurang dari dua tahun), kehamilan pada usia ibu yang terlalu tua, kehamilan pada usia ibu yang terlalu muda serta kehamilan yang terjadi pada istri yang sudah memiliki anak lebih dari empat. Program peningkatan dan pelayanan KB mungkin tidak menjamin kesehatan ibu dan anak secara langsung, tetapi dapat melindungi keluarga terhadap kehamilan risiko tinggi, yang diakibatkan oleh

3 masalah-masalah kesehatan seperti hipertensi, diabetes mellitus, anemia dan penyakit-penyakit kronis lainnya yang dapat berpengaruh terhadap kehamilan serta dapat mengakibatkan cacat bawaan atau kelainan genetik pada anak. Kepala Bidang Pelayanan Masyarakat Dinas Kesehatan Jabar, Niken Budisastuti mengungkapkan, jumlah ibu yang melahirkan pada tahun 2010 di Jawa Barat sebanyak 685.274 orang, sebanyak 794 orang ibu diantaranya meninggal dunia, baik saat kehamilan, melahirkan maupun masa nifas. Sedangkan kematian ibu saat melahirkan pada tahun 2009 sebanyak 814 orang. Penyebab utama kematian ibu melahirkan di Jabar adalah pendarahan dan hipertensi. Ia mengungkapkan, pemicu kerawanan saat melahirkan juga akibat hamil usia muda atau terlalu tua, jarak kelahiran terlalu pendek dan kurangnya pemeriksaan kondisi kehamilan (ANTARA NEWS.com, 2011). Jadi, salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mewujudkan keluarga kecil, bahagia dan sejahtera serta mengurangi kehamilan risiko tinggi adalah dengan menjadi akesptor KB. Masyarakat diharapkan memiliki pengetahuan mengenai pentingnya menggunakan KB diantaranya, untuk mengatur jumlah anak dalam keluarga dan jumlah anak yang diinginkan, serta untuk menunda kehamilan. Sebenarnya, angka partisipan KB di Jawa Barat sudah terbilang tinggi. Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menyatakan, jumlah peserta KB di Jawa Barat mencapai 6,7 juta, orang sekitar 70%. Namun, jika tidak ditangani dengan baik bukan tidak mungkin peserta KB menghentikan pemakaian KB suntik. Jika hal itu terjadi, maka laju pertambahan penduduk akan menjadi lebih besar lagi.

4 Pelayanan KB merupakan salah satu bagian dalam paket Pelayanan Kesehatan Reproduksi yang perlu mendapatkan perhatian yang serius, karena dengan mutu pelayanan KB yang berkualitas, diharapkan akan dapat meningkatkan tingkat kesehatan dan kesejahteraan. Menurut Prof Dr Biran Affandi dari Badan Kontrasepsi Asia Pasifik (APCOC), program KB sangat berperan untuk menekan angka kelahiran di Indonesia serta menurunkan tingkat kematian ibu saat persalinan di Indonesia yang masih tertinggi di ASEAN. Selain itu, KB bertujuan untuk memperhatikan beberapa kepentingan antara lain adalah kepentingan orangtua, kepentingan anak-anak dan kepentingan masyarakat. Orangtua diharapkan mengetahui batas-batas kemampuannya dalam mengurus kebutuhan anak-anaknya sampai menjadi orang yang berguna karena orangtua adalah orang yang paling bertanggung jawab atas keselamatan dirinya dan keluarganya (anak-anak). Disamping kepentingan orangtua juga terdapat kepentingan anak-anak, anak merupakan amanah dan karunia Tuhan yang harus dijunjung tinggi sebagai pemberian yang tidak ternilai harganya. Maka mengatur kelahiran merupakan salah satu cara dalam menghargai kepentingan anak-anak. Terakhir adalah kepentingan masyarakat, masyarakat mengharapkan agar setiap orangtua sebagai kepala keluarga memelihara dengan baik keluarga dan anakanaknya sehingga anak-anak mereka kelak dapat menjadi anggota masyarakat yang berguna bagi orangtua dan bangsa. Dengan demikian keluarga diharapkan dapat membantu terlaksananya kesejahteraan seluruh masyarakat. Tanpa bantuan dan kesungguhan keluarga-keluarga dalam usaha penurunan pertambahan penduduk yang cepat, pembangunan tidak berarti (Mochtar, 1992). Hal ini berarti

5 KB menjadi hal yang penting bagi akseptor KB untuk menunda kehamilan dengan menggunakan alat kontrasepsi. Usaha penurunan pertambahan penduduk dengan cara menunda kehamilan sangat erat kaitannya dengan penggunaan alat kontrasepsi. Menurut Allen Doumit, masih banyak orang memiliki pengetahuan yang salah mengenai kontrasepsi dan mengalami kesulitan dalam memilih kontrasepsi yang tepat (health.okezone.com, 2012). Hal tersebut karena kontrasepsi masih menjadi hal yang tabu untuk menjadi topik pembahasan di kalangan masyarakat Indonesia dan masih banyak orang yang malu untuk menanyakan masalah kontrasepsi. Rendahnya pengetahuan wanita Indonesia mengenai alat kontrasepsi memiliki peran dalam peningkatan angka kehamilan yang tidak diinginkan. Oleh sebab itu, wanita yang menunda kehamilannya dengan menggunakan alat kontrasepsi perlu memiliki pengetahuan yang memadai mengenai manfaat dan efek samping dari menunda kehamilan dengan menggunakan alat kontrasepsi. Pengetahuan mengenai alat kontrasepsi tersebut meliputi jenis-jenis dari alat kontrasepsi, cara pemakaian alat kontrasepsi, tingkat efektivitas dari alat kontrasepsi, serta kelebihan dan kekurangan dari alat kontrasepsi tersebut. Berdasarkan keterangan dari Bidan di Puskemas Rancamanyar Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung, banyak akseptor KB yang menggunakan KB suntik dibandingkan dengan KB IUD, KB pil ataupun KB implant. Hal tersebut dikarenakan efektivitasnya tinggi, kesuburan dapat kembali setelah beberapa lama, cocok bagi akseptor yang sedang menyusui, harganya relatif murah dan pemakaiannya praktis.

6 Namun, masih terdapat peserta KB yang mengalami kegagalan KB. Kegagalan KB ini misalnya, akseptor KB suntik lupa untuk disuntik KB lagi pada waktu yang telah ditentukan. Hal tersebut terjadi karena akseptor tidak menandai tanggal untuk suntik di kalender atau pun akseptor tidak mengamati jadwal kegiatan suntik KB, serta karena adanya keluhan bertambahnya berat badan dan timbulnya jerawat di wajah. Jadi, masih ada peserta KB yang ingin menunda kehamilannya dengan menggunakan KB suntik, tetapi cukup sulit untuk melakukannya secara disiplin dan teratur. Untuk dapat menggunakan KB suntik secara teratur diperlukan niat yang kuat, dalam teori Planned Behavior niat disebut Intention. Keberhasilan ibu akseptor KB dalam menggunakan KB suntik secara teratur ditentukan oleh seberapa kuat intention ibu rumah tangga akseptor KB untuk menjalani program KB dengan baik dan benar sesuai dengan anjuran dokter, bidan ataupun tenaga penyuluh KB. Keberhasilan tersebut dapat berdampak pada penurunan jumlah penduduk. Kuat lemahnya intention (niat) untuk menggunakan KB suntik dipengaruhi oleh bagaimana kekuatan pengaruh tiga determinan dari intention. Terdapat tiga determinan di dalam intention. Determinan pertama adalah attitude toward the behavior, yaitu sikap favourable atau unfavourable terhadap evaluasi positif atau negatif individu dalam menampilkan perilaku. Determinan kedua adalah subjective norms, yaitu persepsi mengenai ada atau tidaknya tuntutan dari orang-orang signifikan dan kesediaan untuk mematuhi orang-orang tersebut. Determinan ketiga adalah perceived behavioral control, yaitu persepsi mengenai kemampuan untuk menampilkan perilaku.

7 Melalui survey awal yang dilakukan pada 20 orang ibu akseptor KB di Puskesmas Rancamanyar Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung, 90% (18 orang) ibu akseptor KB mengatakan bahwa ikut serta dalam program KB untuk menunda kehamilan dengan menggunakan KB suntik secara teratur karena harga KB suntik terjangkau, pemakaiannya praktis, ingin memberi jarak umur anak, agar tidak hamil lagi dan meringankan beban ekonomi (favourable). Mereka juga merasa konsekuensi dari menggunakan KB suntik secara teratur memberikan dampak positif seperti tidak menganggu kelancaran air susu ibu (ASI) bagi ibu yang sedang menyusui, juga sebagai obat perlindungan kanker bagian dalam rahim (behavioral beliefs). Sebanyak 10% (2 orang) ibu akseptor KB mengatakan bahwa menggunakan KB suntik secara teratur memberikan dampak yang merugikan yaitu adanya efek samping dari penggunaan alat kontrasepsi seperti naiknya berat badan, kacaunya pola menstruasi dan juga timbulnya jerawat di wajah. Hal tersebut membuat mereka sering melanggar anjuran yang diberikan oleh bidan seperti akseptor malas untuk disuntik pada tanggal yang ditentukan oleh bidan (unfavourable). Sebanyak 90% (18 orang) ibu akseptor KB mengatakan bahwa keluarga, suami, dokter, bidan, anak dan tetangga menuntut ibu akseptor KB untuk menggunakan KB suntik secara teratur (subjective norms). Hal ini membuat mereka berkeyakinan bahwa keluarga, suami, dokter, bidan, anak dan tetangga menuntut dirinya untuk terus menggunakan KB suntik secara teratur dan ada kesediaan untuk mematuhi orang-orang tersebut (subjective norms). Tuntutan

8 yang dirasakan dari orang-orang tersebut adalah seperti suami yang memberi dukungan dana untuk menggunakan KB suntik dan memberikan perhatian dengan cara membantu mengingatkan dan mengontrol penggunaan KB suntik yang digunakan. Sebanyak 10% (2 orang) ibu akseptor KB mengatakan mereka merasa bahwa keluarga, suami, dan anak kurang menuntut ibu rumah tangga akseptor KB untuk menggunakan KB suntik secara teratur (subjective norms). Ibu akseptor KB merasa keluarga, suami, dan anak kurang mengerti mengenai menggunakan KB suntik secara teratur sehingga kurang memberi dukungan dana atau perhatian untuk menggunakan KB suntik secara teratur. Sebanyak 95% (19 orang) ibu akseptor KB mengatakan bahwa mereka mampu untuk menggunakan KB suntik secara teratur dan tidak merasa sulit dalam menggunakan KB suntik secara teratur (perceived behavioral control). Mereka mengatakan bahwa mereka mampu untuk disuntik KB pada tanggal yang telah ditentukan. Sebanyak 5% (1 orang) ibu akseptor KB mengatakan bahwa menggunakan KB suntik secara teratur adalah hal yang cukup sulit untuk dilakukan (perceived behavioral control). Mereka mengatakan bahwa mereka lupa untuk disuntik pada tanggal yang sebenarnya sudah ditandai di kalender. Pengaruh ketiga determinan-determinan tersebut dapat berbeda-beda kekuatannya, tergantung determinan mana yang dianggap paling penting oleh ibu akseptor KB suntik. Berdasarkan wawancara terhadap ibu X, ibu X menganggap bahwa dengan menggunakan KB suntik dapat meringankan beban ekonomi

9 (favourable) attitude toward the behavior positif, kemudian ibu X menganggap dirinya mampu untuk melakukan KB suntik secara teratur sesuai jadwal KB perceived behavioral control positif, namun ibu X tidak dituntut oleh orang yang signifikan baginya yaitu suami dan ibu X tidak memiliki kesediaan untuk mematuhi tuntutan suami untuk menggunakan KB suntik secara teratur subjective norms negatif. Walaupun determinan attitude toward behavior dan perceived behavioral control bersifat positif, namun intention ibu X lemah dalam menggunakan KB suntik secara teratur. Hal itu bisa terjadi karena menurut ibu X tuntutan dari suami dianggap paling berperan penting bagi dirinya (subjective norms). Dengan memiliki attitude toward the behavior, subjective norm dan perceived behavioral control yang positif untuk menggunakan KB suntik secara teratur, ibu akseptor KB diharapkan akan memperkuat intentionnya untuk lebih berusaha lagi menggunakan KB suntik secara teratur. Berdasarkan data di atas, terdapat kondisi yang menunjukan adanya masing-masing determinan intention pada ibu akseptor KB suntik di Puskesmas Rancamanyar Kabupaten Bandung, namun determinan tersebut bervariasi kekuatannya dalam membentuk intention. Dengan keadaan tersebut peneliti tertarik untuk meneliti tentang kontribusi determinan-determinan intention terhadap intention untuk menggunakan KB suntik secara teratur pada ibu akseptor KB di Puskesmas Baleendah Kabupaten Bandung.

10 1.2 Identifikasi Masalah Melalui penelitian ini, ingin diketahui gambaran mengenai kontribusi determinan-determinan intention terhadap intention untuk menggunakan KB suntik secara teratur pada ibu akseptor KB di Puskesmas Baleendah Kabupaten Bandung. 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian. 1.3.1 Maksud Penelitian Maksud dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran mengenai determinan-determinan intention dan intention untuk menggunakan KB suntik secara teratur pada ibu akseptor KB di Puskesmas Baleendah Kabupaten Bandung. 1.3.2 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran mengenai sejauh mana besarnya kontribusi determinan-determinan intention yaitu: attitude toward the behavior, subjectives norms dan perceived behavioral control terhadap intention untuk menggunakan KB suntik secara teratur pada ibu akseptor KB di Puskesmas Baleendah Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung. 1.4. Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Teoritis 1. Memberikan sumbangan informasi khususnya dibidang Psikologi Sosial dan Kesehatan mengenai kontribusi determinan-determinan

11 terhadap intention mana yang memiliki pengaruh paling besar dalam membentuk intention untuk menggunakan KB suntik secara teratur pada ibu akseptor program KB. 2. Bagi kepentingan penelitian selanjutnya, yaitu dengan memberikan informasi kepada peneliti selanjutnya yang tertarik untuk meneliti. 1.4.2. Kegunaan Praktis 1. Memberikan informasi pada ibu akseptor KB suntik di Puskesmas Baleendah Kabupaten Bandung mengenai determinan yang memberikan kontribusi terbesar terhadap intention untuk menggunakan KB suntik secara teratur, sehingga ibu akseptor KB dapat mempertahankan intention untuk menggunakan KB suntik secara teratur. 2. Memberikan informasi kepada keluarga dan suami ibu akseptor KB di Puskesmas Baleendah Kabupaten Bandung mengenai gambaran determinan-determinan intention dan intention yang dimiliki ibu akseptor KB suntik di Puskesmas Baleendah Kabupaten Bandung dalam menggunakan KB suntik secara teratur sehingga keluarga dan suami dapat membantu dan memberikan dukungan yang dapat meningkatkan intention ibu rumah tangga akseptor KB dalam menggunakan KB suntik secara teratur. 3. Memberikan informasi kepada dokter mengenai sejauh mana kontribusi determinan-determinan intention terhadap intention pada ibu akseptor

12 KB suntik untuk menggunakan KB suntik secara teratur, sehingga informasi tersebut dapat dimanfaatkan dalam memberikan konsultasi pada ibu akseptor KB untuk mempertahankan intention untuk menggunakan KB suntik secara teratur. 4. Memberikan informasi kepada bidan mengenai sejauh mana kontribusi determinan-determinan intention terhadap intention pada ibu akseptor KB untuk menggunakan KB suntik secara teratur, sehingga dapat meningkatkan intention untuk menggunakan KB suntik. 5. Memberikan informasi kepada tenaga penyuluh program KB agar dapat mengetahui determinan mana yang paling berpengaruh sehingga dapat memotivasi ibu akseptor KB suntik agar lebih memperhatikan manfaat menggunakan KB suntik secara teratur. 1.5 Kerangka Pikir Masa dewasa merupakan suatu periode dalam rentang kehidupan manusia. Masa ini ditandai dengan adanya perubahan-perubahan jasmani maupun kognitif. Menurut Piaget (dalam Santrock, 2005) pada masa dewasa individu juga mengalami perubahan dalam cara berpikirnya. Peralihan untuk menjadi seorang dewasa ditandai dengan penentuan komitmen, baik yang berhubungan dengan gaya hidup, pekerjaan, pernikahan ataupun anak, karena inilah yang nantinya akan mempengaruhi kehidupan mereka selanjutnya. Salah satu tahap siklus kehidupan keluarga yaitu menjadi orang tua dan keluarga dengan anak memiliki prinsip-prinsip pokok untuk menerima anggota

13 baru ke dalam sistem tersebut. Perubahan dalam status keluarga memerlukan proses yang terus berkembang untuk menyesuaikan sistem pernikahan untuk memberi ruang bagi anak-anak, merawat anak, keuangan, dan tugas rumah tangga (Santrock, 2005). Pada ibu akseptor KB, siklus dan perubahan status dalam keluarga tersebut dapat terpenuhi dengan membentuk keluarga kecil sejahtera dan bahagia dengan mengikuti program KB. Ibu akseptor KB dapat merasakan manfaat antara lain menghindari kehamilan yang tidak diinginkan, mendapatkan kelahiran yang memang diinginkan, mengatur interval kehamilan, mengontrol waktu saat kelahiran, serta menentukan jumlah anak dalam keluarga (Hartanto, 2010). Menunda kehamilan sangat erat kaitannya dengan penggunaan alat kontrasepsi. Untuk menunda kehamilan dengan menggunakan alat kontrasepsi diperlukan suatu niat yang kuat dalam diri. Menurut Ajzen (2005), individu bertingkah laku berdasarkan akal sehat dan selalu mempertimbangkan dampak dari tingkah laku tersebut. Adapun prediktor perilaku dilihat melalui kuat lemahnya intention yang mendasari individu untuk melakukan tingkah laku tertentu disebut intention. Pada penelitian ini, intention yang dimaksud adalah intention menggunakan KB suntik secara teratur. Intention juga adalah niat untuk mengerahkan usaha untuk melakukan atau tidak melakukan perilaku tertentu. Intention dipengaruhi oleh tiga determinan, yaitu attitude toward the behavior, subjective norms dan perceived behavioral control. Determinan yang pertama adalah attitude toward behavior pada ibu yang ikut dalam program KB terhadap menunda kehamilan dengan menggunakan KB

14 suntik secara teratur. Attitude toward behavior ini dilandasi oleh beliefs mengenai konsekuensi dari perilaku dalam menunda kehamilan yang disebut behavioral beliefs. Attitude toward behavior ini berbanding lurus dengan kekuatan dari behavioral beliefs yang dihubungkan dengan outcome evaluation perilaku terhadap menggunakan alat kontrasepsi tersebut. Ibu akseptor KB yang percaya bahwa menggunakan KB suntik secara teratur akan mengarah pada konsekuensi yang positif, maka ia akan memiliki attitude yang favorable terhadap perilaku tersebut. Sebaliknya, ibu akseptor KB akan memiliki attitude yang unfavorable terhadap penggunaaan KB suntik secara teratur apabila perilaku ini dianggap akan mengarahkannya pada konsekuensi yang negatif atau kurang mendapat manfaat dari penggunaan KB suntik secara teratur. Apabila ibu akseptor KB menganggap bahwa perilaku menggunakan KB suntik secara teratur adalah sesuatu yang menguntungkan karena dapat menjaga kesehatan, memberi jarak umur anak, dan meringankan beban ekonomi serta mengurangi kehamilan resiko tinggi, maka attitude yang dimilikinya akan favorable. Dengan demikian ibu akseptor KB akan mempertahankan untuk menggunakan KB suntik secara teratur (attitude toward behavior positif). Sebaliknya, apabila para ibu rumah tangga akseptor KB menggangap bahwa perilaku menggunakan KB suntik secara teratur adalah merugikan karena penggunaan dari alat kontrasepsi memiliki efek samping bagi tubuh misalnya, peningkatan berat badan, timbulnya jerawat, serta gangguan haid, maka attitude yang dimilikinya unfavorable yaitu ibu akseptor KB tidak mempertahankan untuk menggunakan KB suntik secara teratur. Semakin favorable attitude yang dimiliki

15 ibu akseptor KB dalam menggunakan KB suntik secara teratur, maka akan semakin kuat intention yang dimilikinya. Sebaliknya juga, apabila attitude dalam menggunakan KB suntik secara teratur semakin unfavorable maka semakin lemah juga intention yang dimilikinya. Determinan yang kedua adalah subjective norms yaitu keyakinan ibu akseptor KB bahwa keluarga, suami, dokter, bidan, anak dan tetangga menuntut untuk menggunakan KB suntik secara teratur, maka hal ini akan menjadi tekanan sosial bagi ibu akseptor KB agar menggunakan KB suntik secara teratur. Sebaliknya, keluarga, suami, dokter, bidan, anak dan tetangga tidak menuntutnya untuk menggunakan KB suntik secara teratur tertentu, maka orang-orang yang signifikan ini akan memberi tekanan sosial pada dirinya untuk tidak berperilaku demikian. Subjective norms ini sering juga disebut perceived social pressure karena tekanan sosial yang diberikan oleh orang-orang yang signifikan tersebut pada individu yang bersangkutan. Subjective norms ini merupakan suatu fungsi antara normative beliefs terhadap individu yang signifikan baginya. Normative beliefs yang melandasi subjective norms ini adalah beliefs bahwa individu yakin orang-orang yang signifikan baginya merasa setuju atau tidak setuju pada perilakunya. Dalam menggunakan KB suntik secara teratur, orang-orang yang signifikan bagi ibu akseptor KB bisa merupakan keluarga, pasangan hidup (suami), anak, bidan, tetangga dan teman. Apabila ibu akseptor KB merasa orangorang yang signifikan baginya menuntutnya untuk menggunakan KB suntik secara teratur serta adanya kesediaan untuk mematuhi orang-orang signifikan

16 tersebut, maka subjective norms ini akan positif sehingga intention yang dimilikinya untuk menggunakan KB suntik secara teratur akan semakin kuat sehingga ibu akseptor KB tersebut akan menggunakan KB suntik secara teratur. Sebaliknya apabila ibu akseptor KB yakin bahwa orang-orang yang signifikan baginya tidak menuntutnya untuk menggunakan KB suntik secara teratur serta tidak adanya kesediaan untuk mematuhi orang-orang signifikan tersebut, maka subjective norms ini akan negatif sehingga intentions yang dimilikinya akan lemah untuk menggunakan KB suntik secara teratur. Determinan yang terakhir adalah perceived behavioral control. Perceived behavioral control ini dilandasi oleh control beliefs. Control beliefs adalah persepsi seseorang mengenai ada atau tidaknya faktor yang memfasilitasi atau merintangi kemunculan suatu perilaku yang akan mengarahkan keyakinan individu pada seberapa mampu dirinya untuk melakukan suatu perilaku tertentu. Hubungan antara control beliefs dan kekuatan faktor kontrol khusus yang dianggap menghambat atau mempermudah pelaksanaan perilaku yang menghasilkan perceived behavioral control. Sebelum memiliki intention untuk menggunakan KB suntik secara teratur, ibu akseptor KB memiliki persepsi mengenai apakah ia mampu untuk menggunakan KB suntik secara teratur atau tidak. Semakin ibu akseptor KB mempersepsi bahwa dirinya mampu menggunakan KB suntik secara teratur, maka perceived behavioral control yang dimilikinya akan semakin besar sehingga intention untuk menggunakan KB suntik secara teratur akan semakin kuat. Sebaliknya, apabila ibu akseptor KB mempersepsi bahwa dirinya tidak mampu

17 atau kurang mampu untuk menggunakan KB suntik secara teratur, maka perceived behavioral control yang dimilikinya akan semakin kecil sehingga intention untuk menggunakan KB suntik secara teratur akan semakin lemah. Ketiga determinan di atas yaitu attitude toward behavior, subjective norms, dan perceived behavioral control juga saling mempengaruhi satu sama lain. Pada ibu akseptor KB, apabila mereka memiliki persepsi bahwa diri mereka mampu untuk menggunakan KB suntik secara teratur (perceived behavioral control positif), maka attitude mereka terhadap perilaku untuk menggunakan KB suntik secara teratur tersebut dapat menjadi favorable. Begitu juga, apabila ibu akseptor KB mempersepsi bahwa orang-orang yang signifikan bagi ibu akseptor KB menuntut untuk menggunakan KB suntik secara teratur (subjective norms positif), maka attitude toward behavior dan perceived behavioral control bergerak ke arah positif. Jika ibu akseptor KB tersebut memiliki persepsi bahwa dia tidak mampu untuk menggunakan KB suntik secara teratur (perceived behavioral control negatif), attitude terhadap perilaku tersebut menjadi unfavorable. Demikian juga jika ibu akseptor KB mempersepsikan bahwa orang-orang yang signifikan bagi mereka tidak menuntut untuk menggunakan KB suntik secara teratur (subjective norms negatif), maka attitude toward behavior dan perceived behavioral control dapat bergerak ke arah negatif. Terdapat faktor-faktor yang dapat mempengaruhi determinan-determinan intention pada ibu akseptor KB. Faktor tersebut disebut background factors. Background factors ini dibagi menjadi 3 kategori yaitu personal, sosial dan informasi. Walaupun background factors dapat memberikan pengaruh secara

18 nyata terhadap beliefs namun tidak terdapat hubungan yang erat antara background factors dan beliefs. Ibu yang berpendidikan SMP serta memiliki pengetahuan mengenai kontrasepsi yang sedikit dapat berpengaruh secara tidak langsung terhadap intention ibu akseptor KB untuk menggunakan KB suntik secara teratur. Hubungan antara attitude toward behavior, subjective norm, dan perceived behavioral control sifatnya saling berkaitan dan berpengaruh terhadap kualitas bobot tiap determinan tersebut dan pada akhirnya akan mempengaruhi kualitas intention yang merupakan gambaran keputusan seseorang untuk berusaha menampilkan suatu perilaku. Interaksi antara ketiga determinan tersebut akan mempengaruhi tinggi atau rendahnya intention seseorang. Berdasarkan teori Planned Behaviour, walaupun dua dari ketiga determinan yang berpengaruh terhadap intention untuk menggunakan KB suntik secara teratur adalah positif, namun belum tentu intention ibu akseptor KB untuk memunculkan perilaku tersebut semakin kuat. Hal ini disebabkan karena intention ditentukan bukan berdasarkan jumlah determinan yang positif terhadap perilaku untuk menggunakan KB suntik secara teratur, melainkan seberapa besar pengaruh masing-masing determinan baik yang positif maupun yang negatif dalam memunculkan intention untuk menampilkan perilaku menggunakan KB suntik secara teratur. Oleh karena itu, terdapat kemungkinan walaupun ada dua determinan yang berpengaruh terhadap pembentukan intention menggunakan KB suntik secara teratur yang bernilai positif, namun intention akhir yang terbentuk justru akhirnya negatif. Hal ini dapat terjadi apabila determinan yang tersisa

19 bernilai negatif, namun justru paling berpengaruh terhadap terbentuknya intention untuk menggunakan KB suntik secara teratur. Begitu pula sebaliknya, apabila dua determinan bernilai negatif berpengaruh terhadap pembentukan intention untuk menggunakan KB suntik secara teratur, namun intention akhir yang terbentuk akhirnya justru adalah positif.

20 Ibu Akseptor KB Suntik di Puskesmas Baleendah Kabupaten Bandung Background factors Personal General Attitudes Attitude Toward Behavior Personaity Traits Value c Social Age Education Subjective Norms Intention Menggunakan KB suntik secara teratur Income Pekerjaan Jumlah Anak Information Experience Perceived Behavioral Control Knowledge Media Exposure Bagan 1.1 Kerangka Pikir

21 1.6 Hipotesis Penelitian Dalam penelitian ini, peneliti menetapkan hipotesis penelitian sebagai berikut: H0: tidak ada hubungan yang signifikan antara attitude toward the behavior, subjective norms dan perceived behavior control dan intention pada ibu rumah tangga akseptor KB suntik. H1: ada hubungan yang signifikan antara attitude toward the behavior, subjective norms dan perceived behavior control dan intention pada ibu rumah tangga akseptor KB suntik. H0.1 : Tidak ada pengaruh yang signifikan antara intention menggunakan KB suntik secara teratur dengan determinan attitude toward the behavior pada ibu rumah tangga akseptor KB suntik. (µ1 µ2) H1.1 : Ada pengaruh yang signifikan antara attitude toward the behavior terhadap intention akseptor KB suntik untuk menggunakan KB suntik secara teratur. (µ1 > µ2) H0.2 : Tidak ada pengaruh yang signifikan antara subjective norms terhadap intention ibu rumah tangga akseptor KB suntik untuk menggunakan KB suntik secara teratur. (µ1 µ2) H1.2 : Ada pengaruh yang signifikan antara subjective norms terhadap intention ibu rumah tangga akseptor KB suntik untuk menggunakan KB suntik secara teratur. (µ1 > µ2)

22 H0.3 : Tidak ada pengaruh yang signifikan antara perceived behavior control terhadap intention ibu rumah tangga akseptor KB suntik untuk menggunakan KB suntik secara teratur. (µ1 µ2) H1.3 : Ada pengaruh yang signifikan antara perceived behavior control terhadap intention ibu rumah tangga akseptor KB suntik untuk menggunakan KB suntik secara teratur. (µ1 > µ2)