Studi Working Party. a. Deteksi pesan AIS dari satelit b. Penyiaran informasi keamanan dan keselamatan dari dan ke kapal dan pelabuhan

dokumen-dokumen yang mirip
AGENDA ITEM Latar Belakang

Agenda Item Tujuan dari agenda item ini adalah menentukan alokasi pada pita frekuensi 3 50 MHz untuk aplikasi radar kelautan.

Dasar- dasar Penyiaran

Protokol Interchangeable Data pada VMeS (Vessel Messaging System) dan AIS (Automatic Identification System)

PEMANCAR&PENERIMA RADIO

PITA FREKUENSI RADIO, MODE, DAN APLIKASI DALAM PENYELENGGARAAN KEGIATAN AMATIR RADIO

PETA LOKASI KEGIATAN STRATEGIS PEMBANGUNAN TRANSPORTASI DALAM RENCANA STRATEGIS KEMENTERIAN PERHUBUNGAN TAHUN

Latar Belakang Unmanned Aircraft Systems (UAS) terdiri dari Unmanned Aircraft (UA) dan Stasiun Kontrol (Control Station). Pesawat tak berawak yang mer

Teknik Multiple Akses FDMA, TDMA, CDMA

MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA

AGE DA 1.12* (WP-4 SCIE CE ISSUES)

Kajian Implementasi Alokasi Frekuensi Komunikasi untuk Pelayaran Rakyat di Indonesia

Dinas Bergerak Maritim-Satelit: Dinas Bergerak Penerbangan-Satelit (R): Dinas Bergerak Satelit : 5.353A

II. TINJAUAN PUSTAKA. perang ataupun sebagai bagian dari sistem navigasi pada kapal [1].

BAB IV KOMUNIKASI RADIO DALAM SISTEM TRANSMISI DATA DENGAN MENGGUNAKAN KABEL PILOT

2017, No Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2016 tentang Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

TEKNOLOGI WiMAX untuk Komunikasi Digital Nirkabel Bidang

AGENDA ITEM NO ALOKASI PRIMER UNTUK RADIO LOCATION SERVICE (RLS) PADA PITA GHz

BAB II DASAR TEORI. Dasar teori yang mendukung untuk tugas akhir ini adalah teori tentang device atau

4.1 ALOKASI PITA FREKUENSI BWA UNTUK TEKNOLOGI WIMAX

BAB I PENDAHULUAN. Sistem radio digital (Digital Audio Broadcasting, DAB, sekarang ini lazim

I. PENDAHULUAN. secara langsung melalui jaringan kabel[1,2]. Implementasi jaringan dengan

2 c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b perlu menetapkan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika tenta

MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA

ITU-R 1.6 : (WRC-07);

Dasar Sistem Telekomunikasi. Nyoman S, ST, CCNP

Menyebutkan prinsip umum sinyal bicara dan musik Mengetahui Distorsi Mengetahui tentang tranmisi informasi Mengetahui tentang kapasitas kanal

P E N J E L A S A N A T A S PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG KENAVIGASIAN


BAB II CODE DIVISION MULTIPLE ACCESS (CDMA) CDMA merupakan singkatan dari Code Division Multiple Access yaitu teknik

Dasar-dasar Penyiaran

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Alokasi frekuensi 2300 MHz di Indonesia [4]

Agenda Item 1.3. Latar Belakang

BERITA NEGARA. No.1013, 2012 KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA. Penggunaan Pita Frekuensi Radio 2.3GHz. Layanan Wireless Broadband. Prosedur.

BAB II PEMBAHASAN 2.1. Pengertian Modulasi Modulasi adalah proses pencampuran dua sinyal menjadi satu sinyal. Biasanya sinyal yang dicampur adalah

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA,

Stasiun Relay, Interferensi Siaran&Stándar Penyiaran

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

AGENDA ITEM 1.8 PITA FREKUENSI LAYANAN FIXED WIRELESS ANTARA 71 GHz DAN 238 GHz

BAB II SISTEM SIARAN TV DIGITAL TERESTRIAL 2.1 MODEL BISNIS SISTEM SIARAN TV DIGITAL TERESTRIAL

TEKNOLOGI VSAT. Rizky Yugho Saputra. Abstrak. ::

BAB III PERANCANGAN SFN

ELECTROMAGNETIC WAVE AND ITS CHARACTERISTICS

KOMUNIKASI DATA SUSMINI INDRIANI LESTARININGATI, M.T

UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 1989 TENTANG TELEKOMUNIKASI [LN 1989/11, TLN 3391]

MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR : 29/PER/M.KOMINFO/07/2009 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Dosen Pembimbing: Dr. Ir Achmad Affandi, DEA

DASAR TELEKOMUNIKASI ARJUNI BP JPTE-FPTK UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA. Arjuni Budi P. Jurusan Pendidikan Teknik Elektro FPTK-UPI

1. PENGERTIAN PEMANCAR RADIO

BAB II JARINGAN GSM. telekomunikasi selular untuk seluruh Eropa oleh ETSI (European

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

MODULASI. Adri Priadana. ilkomadri.com

::

TUGAS MAKALAH KOMUNIKASI SATELIT. Teknologi Very Small Aperture Terminal (VSAT)

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2000 TENTANG PENGGUNAAN SPEKTRUM FREKUENSI RADIO DAN ORBIT SATELIT

6.2. Time Division Multiple Access (TDMA)

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 53 TAHUN 2000 TENTANG PENGGUNAAN SPEKTRUM FREKUENSI RADIO DAN ORBIT SATELIT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

KEPUTUSAN KETUA UMUM ORGANISASI AMATIR RADIO INDONESIA TENTANG

KOMUNIKASI RADIO HF UNTUK DINAS BERGERAK

I. PENDAHULUAN. telekomunikasi berkisar 300 KHz 30 GHz. Alokasi rentang frekuensi ini disebut

TEKNOLOGI & FREKUENSI PENYIARAN MUHAMMAD IRAWAN SAPUTRA, S.I.KOM., M.I.KOM

Satelit. Pertemuan XI

RANCANGAN PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2014

JARINGAN KOMPUTER Chandra Hermawan, M.Kom

PEDOMAN PENYELENGGARAAN DIKLAT KETERAMPILAN KHUSUS PELAUT PROFICIENCY IN GMDSS / GENERAL RADIO OPERATOR S COURSE

I. PENDAHULUAN. Transportasi udara adalah salah satu jenis transportasi yang sangat efektif bagi

MAKALAH SEMINAR KERJA PRAKTEK

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II DASAR TEORI 2.1 Sistem Komunikasi Data 2.2 Infrastruktur Jaringan Telekomunikasi

POTENSI PEMANFAATAN SISTEM APRS UNTUK SARANA PENYEBARAN INFORMASI KONDISI CUACA ANTARIKSA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG KENAVIGASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR : 17 /PER/M.KOMINFO/9/2005 TENTANG

NFC & RFID Nyoman Suryadipta,ST, CCNP

Analisa Interferensi Akibat Transmisi di Sisi Bumi pada Link Orbcomm

KOMUNIKASI DATA JUFRIADIF NA`AM. 4. Komunikasi Disekitar Kita

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 1999 TENTANG TELEKOMUNIKASI [LN 1999/154, TLN 3881]

METODE PENGUJIAN ALAT DAN/ATAU PERANGKAT TELEKOMUNIKASI WIRELESS LOCAL AREA NETWORK

BAB I PENDAHULUAN. maka antara satu BTS dengan BTS yang lain frekuensinya akan saling

JARINGAN WIRELESS. Jurusan T-informatika STT-Harapan Medan T.A 2016/2017 Oleh : Tengku Mohd Diansyah, ST, M.Kom 30/05/2017 1

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN NASIONAL PENCARIAN DAN PERTOLONGAN,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

Pertemuan 3 Dedy hermanto/jaringan Komputer/2010

RANCANGAN PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2012 TENTANG

TTG3B3 - Sistem Komunikasi 2 Multiple Access

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Cara Kerja Exciter Pemancar Televisi Analog Channel 39 di LPP (Lembaga Penyiaran Publik) Stasiun Transmisi Joglo Jakarta Barat

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2005 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL POS DAN TELEKOMUNIKASI NOMOR : 169 /DIRJEN/2002 T E N T A N G

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2000 TENTANG PENGGUNAAN SPEKTRUM FREKUENSI RADIO DAN ORBIT SATELIT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Kuliah 5 Pemrosesan Sinyal Untuk Komunikasi Digital

DEPARTEMEN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL POS DAN TELEKOMUNIKASI DIREKTORAT STANDARDISASI POS DAN TELEKOMUNIKASI

Transkripsi:

AGENDA ITEM 1.10

Latar Belakang Agenda item 1.10 bertujuan untuk mengkaji kebutuhan alokasi frekuensi dalam rangka mendukung pelaksanaan system keselamatan kapal dan pelabuhan serta bagian-bagian terkait sesuai dengan Resolusi 357 WRC 2007 dan hasil studi ITU-R. Komunitas global maritime menyepakati bahwa perlu ditingkatkannya identifikasi dan pelacakan kapal dan kargo serta keamanan dan keselamatan kapal dan pelabuhan.

Studi Working Party a. Deteksi pesan AIS dari satelit b. Penyiaran informasi keamanan dan keselamatan dari dan ke kapal dan pelabuhan c. Identifikasi dan pelacakan kargo d. Maritime Mesh Network

Deteksi pesan AIS dari satelit Automatic Identification System (AIS) merupakan sistem pelacakan pada kapal dan Vessel Traffic Service (VTS) untuk mengidentifikasi dan menentukan lokasi kapal melalui pengiriman data dengan kapal dan VTS di sekitarnya. International Maritime Organization (IMO) mengharuskan AIS dipasang pada kapal dengan cakupan internasional dengan gross tonnage (GT) lebih dari 300 ton atau kapal penumpang berbagai ukuran. Pesan AIS dapat dideteksi dari satelit namun mengalami beberapa kendala antara lain pesan yang overlap (penerimaan tidak jelas) serta banyaknya pesan AIS yang diterima oleh satelit, sehingga pada penelitian ITU-R dilakukan peninjauan terhadap karakteristik teknis dan operasional AIS pada kapal serta kebutuhan dan pembatasan penerimaan pesan AIS pada satelit

Kemungkinan pemecahan sbb : Pesan AIS dengan panjang tertentu (96 bit) yang dipakai untuk penerimaan satelit akan menyelesaikan permasalahan penerimaan pesan yang tidak jelas. Interval pelaporan tertentu (diajukan sekitar 3 menit) diperlukan untuk pesan AIS satelit. Kapal dalam jangkauan base station AIS harus menekan transmisi pesan AIS satelit. Deteksi satelit terhadap AIS shipborne harus dibatasi ke dalam AIS kelas A (SOLAS) karena cakupan kelas B sudah terlalu banyak. Frekuensi operasi yang terpisah selain AIS 1 dan AIS 2 diperlukan dan tidak disarankan untuk teresterial. Frekuensi sebaiknya dipertimbangkan hanya dari Appendix 18 karena jangkauan tuning dari shipborne AIS terbatas dengan mempertimbangkan kemungkinan frekuensi AIS tambahan Pada RR Appendix 18 hanya terdiri dari 4 frekuensi (kanal 16, 70, 75 dan 76) khusus untuk maritime. Kanal 70 dan 16 tidak dapat digunakan karena sudah dipakai untuk distress dan calling. Sehingga hanya dapat menggunakan kanal 75 dan 76 namun dengan pembatasan power karena adjacent dengan kanal 16. Diusulkan menggunakan message 27 untuk AIS satelit yang lebih pendek yaitu 17 ms dengan interval transmisinya lebih pendek yaitu 1 kali tiap 3 menit dengan daya 12.5 Watt bergantian pada kanal 75 dan 76.

Penyiaran informasi keamanan dan keselamatan dari dan ke kapal dan pelabuhan Frekuensi maritime 500 KHz digunakan untuk komunikasi distress dan keselamatan kapal di laut melalui mode telegrafi. Namun tidak digunakan lagi sejak telegrafi Morse dihentikan. Hal ini dikaji terkait kebutuhan dimasa datang akan informasi yang harus dikirimkan kepada kapal laut pada situasi urgen sehingga membutuhkan kapasitas lebih dari yang diberikan NAVTEX, SafetyNET atau pengumuman melalui suara yang sudah ada. Band 495 505 KHz digunakan untuk layanan bergerak maritime dengan bandwidth 10 KHz hanya dapat digunakan untuk alokasi static dengan propagasi gelombang permukaan sehingga mempunyai medan elektromagnetik yang stabil. Cakupan tiap transmitter sekitar 250-300 mile dengan power RF 1 KW. Modulasi yang digunakan adalah OFDM. Informasi yang dapat dikirim yaitu : - Informasi keselamatan navigasi - Informasi cuaca - Informasi keamanan - Informasi keselamatan dan pencarian - Informasi pelabuhan dan kendali - File transfer - Informasi kartografi

Identifikasi dan pelacakan kargo Sehubungan dengan semakin banyaknya kapal internasional dan kargo, diperlukan peningkatan dalam identifikasi, pelacakan dan pengawasannya. Beberapa administrasi seperti ISO mempelajari kebutuhan spectrum dan standarisasi dari label elektronik pada container untuk memberikan system transportasi internasional yang lebih aman. Terdapat 3 tag yang harus disertakan dalam container yaitu Container Identity, eseal dan Supply Chain Tag sehingga menimbulkan kendala- kendala dari segi biaya dan regulasi karena menggunakan frekuensi dan perangkat yang banyak. Saat berada di transit point, ketiga tag ini harus dibaca secara bersamaan sehingga dibutuhkan tag RF dan pengkodenya yang komplek. Kendala lainnya adalah belum ada frekuensi yang digunakan untuk aplikasi identifikasi dan pelavakan container ini. Solusi dari permasalahan ini yaitu menggunakan tag tanpa battere yang dipasang pada kargo dan dapat dibaca pada jarak dan kecepatan tertentu. Tag ini dapat digunakan sebagai Container Security Devices (CSD) yang akan mengirimkan input sensor ke infrastruktur radio. Teknologi ini dapat memberikan peningkatan dalam keamanan, keselamatan dan pergerakan perdagangan yang efektif serta meningkatkan penggunan container.

Maritime Mesh Network Konsep e-navigasi bertujuan untuk memberikan keamanan dan keselamatan pada pelabuhan kapal dengan menggunakan informasi hydrographical, meteorologi dan pelayaran serta memperlancar komunikasi termasuk pertukaran data antar kapal, kapal ke pelabuhan, pelabuhan ke kapal, antar pelabuhan dan lainnya. Cakupannya berdasarkan jaringan radio yang terhubung antar kapal-kapal dan suar. Jaringan radio mesh ini akan terhubung ke jaringan teresterial melalui stasiun darat yang ditempatkan dalam interval tertentu sepanjang garis pantai. Setiap kapal akan terkait dengan jaringan radio yang berkemampuan untuk mengalihkan frekuensi sesuai peraturan frekuensi negara yang dilewati. Penelitian ITU-R mempertimbangkan bila jaringan mesh maritime menggunakan band frekuensi yang sama dengan mobile broadband wireless access. Hal ini dapat dilakukan melalui Rekomendasi atau Resolusi yang memaparkan spectrum yang ditetapkan di jalur perkapalan dan pelabuhan untuk menjamin interoperabilitas internasional dari jaringan mesh maritime.

Konfigurasi mesh antar kapal

Frekuensi a. Deteksi pesan AIS dari satelit - Frekuensi yang dikaji Kanal 75 dan 76 akan digunakan untuk layanan satelit bergerak (Earth-to-space) sebagai penerimaan transmisi AIS dari kapal menggunakan message 27 - Frekuensi dalam TAFI Band frekuensi 130-160 MHz digunakan untuk dinas tetap bergerak maritime dan radio navigasi. Kanal 75 dan 76 akan digunakan untuk komunikasi antara kapal dengan pelabuhan.

Frekuensi (con t) b. Penyiaran informasi keamanan dan keselamatan dari dan ke kapal dan pelabuhan - Frekuensi yang dikaji Band 495 505 KHz - Frekuensi dalam TAFI Band 495 505 KHz digunakan untuk layanan bergerak

Frekuensi (con t) c. Identifikasi dan pelacakan kargo - Frekuensi yang dikaji 433 MHz (ISO/IEC 18000-7) 860 960 MHz (ISO/IEC 18000-6) 2 450 MHz (ISO/IEC 24730-2) Pada band 433 dan 860-960 MHz sudah terlalu banyak penggunanya, sehingga disarankan untuk menggunakan frekuensi 2450 MHz untuk aplikasi ini. - Frekuensi dalam TAFI Frekuensi 433 MHz digunakan untuk bergerak maritime dan radio navigasi penerbangan. Frekuensi 860 960 MHz digunakan untuk penyiaran. Frekuensi 2450 MHz digunakan untuk dinas tetap, bergerak dan penyiaran.

Frekuensi (con t) d. Maritime Mesh Network - Frekuensi yang dikaji Menggunakan frekuensi broadband wireless access - Frekuensi dalam TAFI Band frekuensi 5725 5830 MHz digunakan untuk dinas tetap, bergerak dan amatir. Di Indonesia frekuensi ini digunakan untuk broadband wireless access

Pandangan negara lain dari APG 2009 Malaysia Pada saat ini tidak merasa perlu adanya perubahan regulasi atau alokasi untuk dilaksanakan di WRC-11. Iran Iran menyampaikan 5 (lima) hal, yaitu : 1. Kesimpangsiuran antara Keselamatan dan Keamanan pada agenda item ini sebaiknya dijelaskan untuk menghilangkan interpretasi keduanya. 2.Iran mendukung amandemen yang dibutuhkan pada deteksi satelit dari pesan AIS. 3. Iran mendukung penelitian untuk menentukan kebutuhan spectrum pada Radio Frequency Identification Tags untuk keperluan maritime. 4. Berbagai perubahan pada agenda item ini sebaiknya tidak berpengaruh pada frekuensi yang digunakan GMDSS. 5. Dilakukkannya penelitian terhadap identifikasi frekuensi satelit berdasar AIS pada band frekuensi 156-162.025 MHz serta penggunaan guard band kanal 16 dan kemungkinan interferensi terhadap kanal tersebut.

Pandangan negara lain dari APG 2009 Australia Australia mendukung penelitian untuk mengkaji kebutuhan alokasi frekuensi dan regulasi yang terkait dengan melihat pada operasi dari system keselamatan untuk kapal dan pelabuhan, sesuai dengan Resolusi 357 (WRC-07) khususnya pada sharing dan kompatibiltitas dengan layanan yang sudah ada. New Zealand New Zealand mendukung penelitian yang berlangsung dalam ITU-R. Jepang Jepang mendukung penelitian ITU-R WP5B mengenai deteksi satelit dari pesan AIS, penyiaran informasi keamanan dan keselamatan, identifikasi dan pelacakan kargo, pemantauan evolusi dari konsep e-navigasi, system data HF untuk mengirimkan peringatan keamanan dan informasi keselamatan dan system data VHF yang terkait dengan Resolusi 342 (WRC 2000).

Terima Kasih