CAKRAWALA HUKUM Oleh : Tim Direktorat Hukum DISKUSI DENGAN UNCITRAL DAN ELECTRONIC EVIDENCE & E-DISCOVERY FORUM

dokumen-dokumen yang mirip
INSTRUMEN INTERNASIONAL DI BIDANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

BAB IV UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK. A. Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Bank Yang Mengalami

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

PENUNJUK UNDANG-UNDANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

E-Commerce. Ade Sarah H., M. Kom

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN. TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

UNDANG-UNDANG TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK BAB I KETENTUAN UMUM

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

CAKRAWALA HUKUM Perjalanan Panjang Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Oleh : Redaksi

MODEL PENGATURAN INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK


LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

MATERI MUATAN REGULASI INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Cyber Law Pertama: UU Informasi dan Transaksi Elektronik

PENERAPAN HUKUM PADA E COMMERCE

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2008 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2008 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Perpustakaan LAFAI

N. Tri Suswanto Saptadi. Jurusan Teknik Informatika Fakultas Teknologi Informasi Universitas Atma Jaya Makassar. 4/7/2014 nts/epk/ti-uajm 2

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Dibuat Oleh A F I Y A T I NIM Dosen DR. Ir Iwan Krisnadi MBA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Pertemuan 5 HUKUM E-COMMERCE

UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

N. Tri Suswanto Saptadi. Jurusan Teknik Informatika Fakultas Teknologi Informasi Universitas Atma Jaya Makassar. 3/30/2014 nts/epk/ti-uajm 2

MATRIKS PERBANDINGAN PERUBAHAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI TRANSAKSI ELEKTRONIK DENGAN

CAKRAWALA HUKUM SIDANG UNCITRAL WORKING GROUP VI ON SECURITY INTERESTS, NEW YORK, MEI 2008

Mengingat : Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN. TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

ANOTASI UNDANG-UNDANG BERDASARKAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG

GARANSI TERBATAS (PLAYBOOK) Hak-Hak Yang Wajib Diperoleh Berdasarkan Undang-Undang. Garansi

LAPORAN SIDANG UNCITRAL TENTANG THE LAW OF SECURED TRANSACTIONS DESEMBER 2007, VIENNA AUSTRIA

E-Journal Graduate Unpar Part B : Legal Science

Keywords: Role, UNCITRAL, Harmonization, E-Commerce.

BAB I PENDAHULUAN. telah mengakibatkan semakin beragamnya pula aneka jasa-jasa (features) fasilitas

Pertemuan 11. Pembahasan. 1. Pengertian Cyber law 2. Ruang Lingkup Cyber Law 3. Perangkat hukum Cyber law

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAHAN KULIAH HUKUM PERNIAGAAN/PERDAGANGAN INTERNASIONAL MATCH DAY 8 TRANSAKSI DAN KONTRAK ELEKTRONIK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG TATA CARA INTERSEPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN E-COMMERCE DAN EKSISTENSI ELECTRONIC SIGNATURE DALAM PERDAGANGAN INTERNASIONAL

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

Welcome to PT Tridaya Utama Indonesia

PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENDANAAN TERORISME

UU no.11/2008 Inf Transaksi Elk Pertemuan ke-8

BAB I PENDAHULUAN. ayat 3 Undang-Undang Dasar Republik Indonesia (UUD RI) tahun 1945

CYBER LAW & CYBER CRIME

PROTOKOL MENGENAI KERANGKA HUKUM UNTUK MELAKSANAKAN ASEAN SINGLE WINDOW

No pelanggaran berat terhadap hak asasi manusia, terutama hak untuk hidup. Rangkaian tindak pidana terorisme yang terjadi di wilayah Negara Ke

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan Berdasarkan uraian dan permasalahan yang dikemukakan pada bab-bab sebelumnya dapat disusun kesimpulan sebagai berikut:

UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG - UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

Syarat dan Ketentuan Umum Layanan PermataMobile berbasis SMS dari PermataBank

PENYUSUNAN STANDAR INTERNASIONAL UNTUK PEKERJA RUMAH TANGGA. Organisasi Perburuhan Internasional

Sekolah Tinggi Manajemen Informatika Dan Komputer PERBANAS. Cyber Law Drafting. Kuliah Sessi 5: Referensi Internasional

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Sebagaimanatelahdiketahuinyakeabsahan perjanjian jual beli yang

I. PENDAHULUAN. (interconnection networking), yaitu suatu koneksi antar jaringan komputer.

MAKALAH UU ITE DI REPUBLIK INDONESIA

BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS. Dalam Bab mengenai hasil penelitian dan analisis ini, Penulis akan

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan berbagai variasi barang dan jasa yang dapat dikonsumsi 1. Di

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR: /PER/M/KOMINFO/2/ TAHUN 2010 TENTANG KONTEN MULTIMEDIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB 3 KEBERLAKUAN DAN HAMBATAN PENERAPAN ELECTRONIC SIGNATURE Keberlakuan Electronic Signature dalam Electronic Commerce

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

No. 11/11/DASP Jakarta, 13 April 2009 S U R A T E D A R A N. Perihal : Uang Elektronik (Electronic Money)

SISTEM PENGENDALIAN KECURANGAN (FRAUD CONTROL SYSTEM) KEP DIREKSI NO: KEP/04/012015

K189 Konvensi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi Pekerja Rumah Tangga, 2011

2017, No Indonesia Nomor 3608); 2. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 20

RANCANGAN PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SOSIALISASI Market Code of Conduct (CoC) Edisi Kedua. Bagian V : Back Office 08 Desember 2016

RechtsVinding Online. serta penawaran dan pembayaran bisa dilakukan melalui online. Emas dipilih untuk investasi dengan tujuan untuk

INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

PILIHAN HUKUM DALAM KONTRAK BISNIS I.

KEKUATAN HUKUM PEMBUKTIAN PIDANA MELALUI MEDIA ELEKTRONIK BERDASARKAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA (KUHAP)

2016, No.267.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2012 TENTANG KOMITE PROFESI AKUNTAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2017 TENTANG AUDIT PENYELENGGARAAN SISTEM ELEKTRONIK

Perjanjian BlackBerry ID

PT Bank OCBC NISP, Tbk Anti Money Laundering & Counter Financing Terrorism KUTIPAN KEBIJAKAN ANTI PENCUCIAN UANG DAN PENCEGAHAN PENDANAAN TERORISME

2013, No.50 2 Mengingat c. bahwa Indonesia yang telah meratifikasi International Convention for the Suppression of the Financing of Terrorism, 1999 (K

NASKAH AKADEMIS RANCANGAN UNDANG- UNDANG PERLINDUNGAN DATA PRIBADI. November

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR: 1/POJK.07/2013 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN SEKTOR JASA KEUANGAN

Diadaptasi oleh Dewan Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 18 Januari 2002

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 16/21/PBI/2014 TENTANG PENERAPAN PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM PENGELOLAAN UTANG LUAR NEGERI KORPORASI NONBANK

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 24/POJK.04/2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN FUNGSI-FUNGSI MANAJER INVESTASI

SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /SEOJK.05/2017 TENTANG PENYELENGGARAAN LAYANAN PINJAM MEMINJAM UANG BERBASIS TEKNOLOGI INFORMASI

ATURAN PERILAKU BAGI APARAT PENEGAK HUKUM

BAB 3 OBJEK DAN METODA PENELITIAN. penelitian ini menggunakan satu metode dalam mengumpulkan data yang. serta karakter dari masalah yang diteliti.

MELINDUNGI PENGGUNA INTERNET DENGAN UU ITE

I. PENDAHULUAN. Para ahli Teknologi Informasi pada tahun 1990-an, antara lain Kyoto Ziunkey,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

Transkripsi:

CAKRAWALA HUKUM Oleh : Tim Direktorat Hukum DISKUSI DENGAN UNCITRAL DAN ELECTRONIC EVIDENCE & E-DISCOVERY FORUM PENDAHULUAN Dalam rangka mendalami substansi materi dan untuk mendapatkan masukan-masukan terkait dengan pembahasan Rancangan Undang- Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (RUU ITE), telah dilakukan beberapa kegiatan, diantaranya yaitu: a. melakukan diskusi dengan UNCITRAL di Austria (Wina); b. mengikuti pelaksanaan seminar dalam Electronic Evidence & E- Discovery Forum di Victoria Park Plaza Hotel London. Kegiatan tersebut, disamping untuk penyempurnaan materi terkait pembahasan RUU ITE, juga membahas isu-isu yang terkait dengan penanganan kasus-kasus yang berhubungan dengan data elektronik, baik dari sisi litigasi maupun penyediaan perangkat peraturan perundang-undangan, khususnya yang terkait dengan bukti elektronik/digital. Disamping itu, kegiatan tersebut terkait pula dengan pembahasan RUU lain, seperti RUU tentang Transfer Dana, RUU tentang Perbankan, RUU tentang Perbankan Syariah, RUU tentang Kitab Undang- Undang Hukum Pidana dan rencana penyusunan RUU tentang Electronic Money. Pelaksanaan Diskusi di Wina Austria dilakukan dengan pejabat UNCITRAL pada tanggal 20 Agustus 2007. Sedangkan dalam kegiatan Electronic Evidence & E-Discovery Forum yang dilakukan pada tanggal 19-20 September 2007 di London, para pembicara terdiri dari praktisi dan akademisi yang berasal dari berbagai perusahaan dan lembaga, yaitu Merrill Lynch & Co., Pfizer, PwC, Vodafone UK, UBS AG, Aon Risk Consulting, Ovum, Guidance Software Inc., Control Risks, Verizon Communications US, Financial Engines US, Cranfield University UK, University of London, dan London School of Economics. A. HASIL DISKUSI DENGAN UNCITRAL 1. UNCITRAL sebagai salah satu organisasi internasional di bawah Perserikatan Bangsa-Bangsa 49

(PBB) mendukung dan mengembangkan pembahasan mengenai perkembangan teknologi informasi dan dampaknya terhadap perniagaan elektronik. Hasil dari UNCITRAL berupa Model Law yang bersifat tidak mengikat, namun menjadi acuan atau modal bagi negaranegara untuk mengadopsi atau memberlakukannya dalam hukum nasional masing-masing negara. (i) UNCITRAL Model Law on E- Commerce a. UNCITRAL telah menyusun sebuah Model Law mengenai E- Commerce yang menjadi dasar dan kerangka untuk pembentukan hukum E- Commerce di banyak negara. The Model Law on Electronic Commerce yang terakhir beserta pedoman pelaksanaannya, pertama kali dikeluarkan pada tahun 1995. Satu tahun kemudian UNCITRAL menyetujui Model Law tersebut dengan Resolusi 51/162 pada tanggal 16 Desember 1996, dan telah diamandemen kembali pada bulan Juni 1998. UNCITRAL Model Law merupakan landasan untuk mengatur otentikasi, perlengkapan, dan dampak pesan elektronik berbasis komputer dalam perdagangan. Model Law ini berisi tentang : - Definisi kontrak elektronik dan pengaturan penerimaan dan kekuatan pembuktian dari bukti elektronik; - Pengaturan yang didasarkan pada prinsip non-diskriminasi; - Pengaturan e-commerce secara spesifik untuk perundang-undangan nasional atau undangundang lain yang dibuat oleh negara/negara bagian; - Memberikan aturan yang pasti untuk transaksi yang berbasis elektronik. b. Model Law terdiri dari 17 (tujuh belas) pasal yang dibagi ke dalam dua bagian. Definisi dari pesan data elektronik ialah mengumpulkan, mengirimkan, menerima dan menyimpan informasi dalam bentuk elektronik, optik, atau bentuk lain seperti electronic data interchange (EDI), surat elektronik, telegram, telex atau telecopy. Dalam Pasal 1 dan Pasal 2, definisi perdagangan dalam arti luas diinterpretasikan sebagai kegiatan bisnis dan menginvestasi-kan modal yang berasal dari berbagai macam hubungan perdagangan. 50

c. Model Law menyatakan interpretasi peraturan ini dengan niat baik dan harus sesuai dengan: - prinsip hukum internasional; - persyaratan khusus untuk mendorong keseragaman dalam aplikasi (Pasal 3). d. Dalam meratifikasi Model Law, setiap pihak dapat mengubah atau mengadopsinya sesuai dengan kebutuhan. Sejak Model Law disetujui oleh Majelis Umum PBB pada Desember 1996, banyak hal yang berkaitan dengan E-Commerce (Konvensi dan Model Law) yang dikembangkan, antara lain mengenai: - tanda tangan elektronik; - transaksi elektronik; - privasi; - keamanan informasi yang termasuk pula keamanan cyber, cyber crime and Public Key Infrastructure. e. Kajian yang hampir diselesaikan sebagai sebuah Model Law adalah mengenai Kontrak Elektronik secara On-line (Online Electronic Contracting). Peraturan ini berdasarkan Konvensi PBB tentang Jual Beli Barang Internasional (United Nations Sale of Goods Convention) dan ditujukan untuk memfasilitasi arbitrase on line dan proses penyelesaian sengketa. Ini juga bertujuan menyelesaikan masalah mengenai penggunaan dokumen kertas yang makin sedikit, khususnya pada industri transportasi. (ii) UNCITRAL Model Law on Electronic Signatures a. The UNCITRAL Model Law on Electronic Signatures of 2001 (the 2001 Model Law) diadopsi sebagai implementasi dari UNCITRAL Model Law on Electronic Commerce. Model Law 2001 ini disusun untuk membantu negara dalam mengharmonisasikan, memodernisasikan, dan menciptakan secara lebih efektif mengenai tanda tangan elektronik. b. Salah satu dasar penyusunan adalah Pasal 7 dari UNCITRAL Model Law on Electronic Commerce sebagai pemenuhan fungsi tanda tangan di dunia elektronik. c. Tujuan dari Model Law adalah memberikan dasar hukum untuk menggunakan tanda tangan elektronik dan perlakuan yang sama terhadap dokumentasi tertulis dan informasi elektronik. 51

d. Berdasarkan prosedur yang dijelaskan pada Model Law, negara yang menggunakan dapat menetapkan suatu lingkungan yang netral secara media (media neutral environment). e. Model Law 2001 ini memperhatikan prinsip bahwa tidak adanya diskriminasi terhadap berbagai teknik yang mungkin dapat dipakai untuk berkomunikasi atau disimpannya informasi secara elektronik (technology neutrality). (iii) UNCITRAL Model Law On International Credit Transfers a. UNCITRAL Model Law on International Credit Transfer (MLICT) memuat ketentuanketentuan mengenai transfer dana yang dilakukan secara lintas batas, yakni transfer dana yang dilakukan oleh bank pengirim (sending bank) dan bank penerima (receiving bank) yang berada di negara yang berbeda. b. MLICT mengartikan transfer dana secara luas, yakni serangkaian kegiatan yang diawali dari perintah pengirim mengenai pembayaran berupa sejumlah dana tertentu kepada penerima. Kata tersebut juga mencakup setiap perintah pembayaran oleh bank pengirim asal atau setiap bank penerus guna melaksanakan perintah pembayaran dari pengirim asal. Serangkaian kegiatan dalam cakupan transfer dana ini juga tidak terbatas pada kegiatan transfer dana yang dilakukan dari suatu komputer ke komputer lain atau kegiatan transfer yang dilakukan secara elektronik, tetapi termasuk juga serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan perintah pembayaran melalui pengurusan dokumen-dokumen perintah pembayaran. c. MLICT bersifat terbuka dan tidak eksklusif, artinya para pihak dapat membuat ketentuan atau persyaratan-persyaratan yang mereka sepakati di samping ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan dalam MLICT. Namun demikian terdapat pula ketentuan yang dimuat dalam MLICT dimana para pihak tidak dapat menyimpanginya. Hal ini semata-mata karena beberapa aturan atau pasal dalam MLICT yang bersifat memaksa, yakni Pasal 5 ayat (3), 14 ayat (2) dan 17 ayat (7). Para pihak yang tunduk terhadapnya tidak terbatas pada badan hukum atau perusahaan tetapi 52

juga termasuk orang per orangan. d. Perancang MLICT menyadari betul kemungkinan adanya saling keterkaitan (perselisihan) hukum yang lahir dari adanya transfer dana yang bersifat lintas batas negara ini. Apabila terjadi konflik hukum, terdapat kebebasan para pihak untuk menentukan hukum mana yang berlaku untuk mengatur hak dan kewajiban mereka. Perancang MLICT dalam Artikel Y mengenai Conflict of Laws, dengan tegas menyatakan bahwa The rights and obligation arising out of a payment order shall be governed by the law chosen by the parties. e. Namun apabila para pihak tidak menentukan sendiri hukum apa yang akan berlaku, alternatif kedua yang dapat dilakukan menurut perancang MLICT yang secara tegas mengemukakan hukum yang akan berlaku adalah hukum dari (negara) bank penerima guna mengatur hak dan kewajiban para pihak sebagai akibat dari adanya transfer dana internasional. Perancang MLICT menyatakan: In the absence of agreement, the law of the State of receiving bank shall apply. f. Dalam artikel Y, Conflict of Laws MLICT juga menegaskan bahwa apabila suatu negara terdiri dari beberapa bagian atau beberapa wilayah di mana masing-masing memiliki hukum yang berbeda, maka setiap bagian atau setiap wilayah yang memiliki hukum masing-masing tersebut harus dianggap sebagai bagian terpisah dari negara (induk)-nya (separate state). Hal ini tampaknya semata-mata juga diciptakan agar terjadi kepastian hukum dalam menerapkan MLICT ini, yaitu bahwa MLICT ini hanya berlaku untuk transaksi transfer dana yang bersifat lintas batas negara saja. g. MLICT menegaskan bahwa ketentuan-ketentuannya tidak mengatur kapan pelaksanaan suatu perintah pembayaran terhadap suatu perintah bersyarat yang diterima oleh suatu bank. MLICT juga tidak berlaku mempengaruhi setiap hak dan kewajiban dari pengirim suatu instruksi bersyarat yang tergantung pada apakah syaratsyarat tersebut telah terpenuhi. (iv) UNCITRAL Draft untuk Konvensi Pembentukan Kontrak Elektronik 53

a. UNCITRAL Working Group tentang Electronic Commerce telah menyusun draft konvensi mengenai kontrak elektronik. Tujuan dari draft konvensi ini ialah untuk menghapuskan hambatan hukum dalam pembentukan kontrak yang digunakan dalam komunikasi secara elektronik. b. Draft kontrak ini tidak dimaksudkan untuk mengarah kepada masalah substansi seperti elemen materi tentang penawaran dan penerimaan, atau hak dan kewajiban dari para pihak. Draft ini cenderung ditujukan untuk memperjelas atau mengadaptasi peraturan tradisional dalam pembentukan kontrak, untuk mengakomodasi kenyataan dalam kontrak elektronik. Draft konvensi ini mengarah kepada masalah seperti lokasi para pihak, waktu terjadinya kontrak, perbedaan antara penawaran dan undangan untuk membuat penawaran, waktu dan tempat untuk menawarkan dan menerima, transaksi otomatis, dan informasi yang harus tersedia bagi para pihak. c. Konvensi ini dapat menjadi kontribusi bagi kepastian hukum atau dugaan komersial yang dianggap sebagai instrumen tambahan dari United Nations Convention on International Sales of Goods terutama yang berkaitan dengan segala aspek kontrak elektronik. 2. Dalam pertemuan dengan pejabat UNCITRAL tersebut, bahan diskusi yang mengemuka adalah mengenai: a. pesatnya penggunaan teknologi informasi dalam kegiatan transaksi elektonik. b. hambatan-hambatan dalam penerapan transaksi elektronik yang berupa faktor keamanan penggunaan media elektronik dalam melakukan transaksi elektronik. c. kejahatan dan kerugian yang dialami para pihak dalam transaksi elektronik. d. pilihan hukum bagi para pelaku transaksi elektronik. e. beberapa pengertian terkait dokumen elektronik, sistem elektronik, informasi elektronik, dan tanda tangan elektronik; f. harapan dari UNCITRAL bahwa Indonesia dapat berperan dalam memberikan masukan terkait penyusunan kajian-kajian yang dilakukan oleh UNCITRAL. 54

Mengenai faktor keamanan penggunaan media elektronik dalam transaksi elektronik, pihak UNCITRAL mengemukakan berbagai upaya yang telah dilakukan dalam rangka meminimalisir risiko tersebut, antara lain melalui penggunaan teknologi pengamanan yang memadai, standar-standar pengamanan yang harus dipenuhi, maupun ancaman pidana yang diterapkan oleh beberapa negara terkait dengan jenis kejahatan tersebut. Karena bersifat lintas negara, UNCITRAL juga mengemukakan kesulitan yang dialami oleh beberapa negara terkait penanganan dan penyelesaian dalam transaksi elektronik. B. HAL-HAL PENTING YANG DIBAHAS DALAM ELECTRONIC EVIDENCE & E-DISCOVERY FORUM. Dalam Electronic Evidence & e- Discovery Forum yang dilaksanakan di Victoria Park Plaza Hotel London terdapat beberapa hal yang penting, yaitu: 1. Strategi dan kebijakan dalam pengelolaan data elektronik; 2. Pendeteksian dan penanganan krisis; 3. Analisis forensik; 4. Kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan tentang pengelolaan data elektronik; 5. Manajemen dan pencegahan krisis. Electronic Evidence & e-discovery Forum tersebut diadakan mengingat banyaknya kasus penting (high profile cases) yang telah terjadi serta terkait pula dengan data elektronik di Amerika dan negara-negara di Eropa. Kerugian yang ditimbulkan dan biaya untuk penanganan kasuskasus tersebut terhitung sangat besar. Disamping itu, dalam proses penanganan kasus-kasus tersebut juga menimbulkan banyak masalah bagi perusahaan atau lembaga terkait lainnya. Berdasarkan pengalaman tersebut, setiap negara seharusnya memang memiliki kebijakan yang jelas dan peraturan perundang-undangan terkait penyimpanan data elektronik untuk mencegah tindak pidana dan memberikan kepastian hukum dalam proses penanganannya. Terkait dengan kasus-kasus tersebut di atas, selain dibutuhkan sistem hukum yang baik dan peraturan perundang-undangan yang komprehensif, dibutuhkan pula investigasi forensik terhadap datadata yang mencakup beberapa tahun sebelumnya yang jumlahnya sangat banyak. 55

Proses investigasi tersebut dapat melibatkan multi jurisdiksi, mengingat komunikasi dan transaksi elektronik dengan melintasi batas banyak negara saat ini sudah sangat umum dilakukan. Oleh karena itu, penanganan kasus terkait data elektronik juga akan melibatkan hukum internasional dan hukum nasional yang berlaku di masingmasing negara-negara yang terkait. Penyusunan kebijakan dan peraturan perundang-undangan yang terkait dengan data elektronik merupakan pekerjaan yang berat dan sulit, karena harus memperhatikan berbagai aspek hukum nasional (misalnya keterkaitan dengan Undang-Undang lain), dan harus memperhatikan aspek hukum internasional pula. Ketiadaan peraturan perundangundangan tentang data elektronik pada suatu negara dapat mengakibatkan tidak terlindunginya kepentingan warga negara dan/atau negara yang bersangkutan. Keterkaitan Dengan Pembahasan RUU ITE Terdapat beberapa hal yang menjadi sorotan para pembicara dalam Electronic Evidence & E-Discovery Forum tersebut, diantaranya: 1. Kebutuhan perangkat hukum yang komprehensif untuk melindungi data yang disimpan secara elektronik (Electronically Stored Information). Terdapat sistem dan perangkat hukum yang berbeda-beda mengingat setiap negara memiliki spesifikasi hukum masing-masing. Selain itu, setiap negara juga memiliki kebutuhan yang berbeda-beda pula, tergantung pada tingkat kemajuan teknologi dan sistem yang ada di negara yang bersangkutan. Namun demikian, peraturan perundang-undangan dimaksud tetap harus memperhatikan hukum internasional maupun konvensi yang telah diterima secara internasional, mengingat setiap negara pasti memiliki keterkaitan dengan negara lain. 2. Adanya peraturan perundangundangan mengenai data elektronik harus dapat memberikan perimbangan antara penggunaan data elektronik dengan perlindungan terhadap data pribadi yang tersimpan secara elektronik, sehingga tujuan dari peraturan dimaksud tidak melanggar kepentingan pribadi warga negaranya. 3. Bagi suatu lembaga, dibutuhkan beberapa perangkat untuk mendukung perlindungan data elektronik, diantaranya: a. kebijakan internal; 56

b. peraturan internal; c. standar kepatuhan; d. internal lawyer. 4. Otoritas harus mengeluarkan ketentuan yang mengatur tentang perlindungan terhadap data elektronik di industri yang berada di bawah pengawasan otoritas dimaksud. 5. Untuk menjamin perlindungan data, terdapat 3 (tiga) faktor yang harus dipenuhi dalam rangka pelaksanaan ketentuan tentang kepatuhan, yaitu: a. Manajemen informasi, yang mencakup proses:? perolehan data;? penyimpanan data;? pencarian informasi (search) dan penarikan informasi (retrieval);? penghapusan informasi;? jalur kerja (workflow); b. Analisis informasi, yang mencakup:? proses memperoleh informasi;? mengetahui pentingnya suatu informasi;? penafsiran;? penambahan data. c. Keamanan informasi, yang mencakup:? mencegah penyalahgunaan informasi;? pembatasan dan pengawasan akses (rolebased access control);? pemisahan tugas;? manajemen kebijakan;? pemeriksaan (audit). 6. Dalam rangka perlindungan data elektronik, diperlukan data-data yang dapat digunakan sebagai alat bukti terhadap pelanggaran ketentuan. Alat bukti dimaksud diperlukan untuk: a. memitigasi dan mengontrol kerugian. b. kepentingan asuransi. c. menggugat pihak ketiga. d. Mengantisipasi adanya klaim dari pihak ketiga. e. membantu aparat penegak hukum. 7. Untuk mencegah risiko yang dapat timbul dari penyalahgunaan data elektronik, dibutuhkan Forensic Readiness Plan, antara lain dengan membuat: a. Identifikasi ancaman terhadap organisasi; b. Evaluasi karyawan dan kebijakan internal; 57

c. Skenario tentang risiko yang mungkin timbul; d. Crisis Management Plan. Dalam penyusunan suatu peraturan perundang-undangan nasional di bidang cyber, setiap negara harus memperhatikan hukum internasional maupun konvensi yang telah diterima secara internasional. Hal ini terkait dengan transaksi cyber yang bersifat lintas batas (borderless) dan bersifat global. Sedangkan ketiadaan peraturan perundang-undangan bidang cyber pada suatu negara akan mengakibatkan tidak terlindunginya kepentingan warga negara dan/atau negara yang bersangkutan. Dalam masalah pembuktian atau data-data yang dapat digunakan sebagai alat bukti, dalam forum ini diingatkan kembali tentang pentingnya pengelolaan data elektronik. Oleh karena itu, pengaturan tentang pengelolaan data elektronik dalam suatu perundang-undangan menjadi hal yang dirasakan penting. Dalam hal ini RUU ITE telah mengatur mengenai kewajiban setiap penyelenggara elektronik untuk memenuhi persyaratan minimum dalam pengelolaan data elektroniknya. Sistem elektronik tersebut harus dapat menampilkan kembali informasi yang berkaitan dengan penyelenggaraan sistem elektronik yang telah berlangsung, dapat melindungi keotentikan, integritas, kerahasiaan, ketersediaan, dan keteraksesan dari informasi elektronik, serta memiliki mekanisme yang berkelanjutan untuk menjaga kebaruan, kejelasan, dan pertanggungjawaban prosedur. Terkait dengan alat bukti, dapat dikemukakan bahwa peranan datadata elektronik tersebut tidak semata-mata hanya sebagai alat bukti di pengadilan yang selalu berkaitan dengan masalah ketentuan hukum/ketentuan perundang-undangan, namun peranan yang tidak kalah penting adalah dalam memitigasi risiko dan mengontrol risiko bisnis suatu perusahaan atau lembaga, yang lebih banyak terkait dengan kepentingan dan strategi bisnis dari masing-masing perusahaan atau lembaga. Dengan demikian sudah tepat bahwa materi RUU ITE yang sedang dibahas saat ini model pengaturannya bersifat komprehensif, yaitu bahwa materi yang diatur mencakup hal yang lebih luas meliputi aspek hukum perdata, hukum pidana, hukum acara dan hukum pembuktian. 58