BAB I PENDAHULUAN. Tuntutan pelaksanaan akuntabilitas sektor publik terhadap terwujudnya

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. terjadinya krisis ekonomi di Indonesia ternyata disebabkan oleh buruknya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Tuntutan pelaksanaan akuntabilitas sektor publik terhadap

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian mengenai kualitas audit penting agar auditor dapat mengetahui

BAB I PENDAHULUAN. besarnya penyerahan wewenang dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah, dimana

BAB I PENDAHULUAN. merupakan alat informasi baik bagi pemerintah sebagai manajemen maupun alat

BAB I PENDAHULUAN. akuntabilitas sektor publik terhadap terwujudnya good governance di

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan sesuai dengan tugas dan fungsinya secara efektif dan efisien

BAB1 PENDAHULUAN. Salah satu agenda reformasi adalah desentralisasi keuangan dan. otonomi daerah sebagaimana telah diatur dalam Undang-undang (UU) No.

BAB I PENDAHULUAN. Guna menunjang profesionalisme sebagai akuntan publik, maka auditor dalam

BAB I PENDAHULUAN. karena beberapa penelitian menunjukkan bahwa terjadinya krisis ekonomi di

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya tuntutan masyarakat atas terwujudnya good governance di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. menolak hasil dengan memberikan rekomendasi tentang tindakan-tindakan

BAB I PENDAHULUAN. publik dalam rangka pemenuhan hak publik. Untuk pengertian good governance,

BAB I PENDAHULUAN. good governance di Indonesia semakin meningkat. Tuntutan ini memang wajar,

BAB I PENDAHULUAN. karena karena terjadinya krisis ekonomi di Indonesia serta maraknya tingkat

BAB I PENDAHULUAN. terwujudnya good governance. Hal ini memang wajar, karena beberapa penelitian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dalam rangka mewujudkan good governance di lingkungan pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan yang baik (good governance), yaitu pemerintahan yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. Paradigma pengawasan atas penyelenggaran pemerintah daerah di era

BAB 1 PENDAHULUAN. dan menunjukkan buruknya pengelolaan (bad governance) dan buruknya birokrasi di

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah (APIP) yang terdapat dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. keterpurukan karena buruknya pengelolaan keuangan (Ariyantini dkk,2014).

BAB I PENDAHULUAN. Prinsip Otonomi Daerah menggunakan prinsip otonomi seluasluasnya. dalam arti daerah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga Teknis Daerah Provinsi Sumatera Barat. Diumumkan dalam Lembaran

BAB I PENDAHULUAN. governance dan penyelenggaraan organisasi sektor publik yang efektif, efisien,

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang sangat pesat. Perkembangan yang sangat pesat tersebut

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang bersih dan bebas KKN menghendaki adanya. mendukung terciptanya kepemerintahan yang baik (good governance),

BAB I PENDAHULUAN. membawa kepada suatu perubahan adalah reformasi akan perwujudan dan

BAB I PENDAHULUAN. Tuntutan dalam perwujudan good government governance di Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah menantang pemerintah daerah untuk. mewujudkan pemerintah yang akuntabilitas dan transparan.

BAB I PENDAHULUAN. Pengertian audit menurut Mulyadi (2002:9) adalah suatu proses. sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara obyektif

BAB I PENDAHULUAN. aparatur pemerintah yang berkompeten dalam menjalankan tugas sebagai fungsi

BAB 1 PENDAHULUAN. Sebagai wujud pertanggungjawaban daerah atas otonomi pengelolaan keuangan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Abdul dan Syam (2012: 108) menyatakan bahwa:

BAB I PENDAHULUAN. ini adalah semakin menguatnya tuntutan masyarakat terhadap pelaksanaan

BAB I PENDAHULUAN. terhadap pasar global, tetapi juga merugikan negara serta dalam jangka panjang dapat

BAB I PENDAHULUAN. penggunaan dana yang dapat dipertanggungjawabkan. Pengawasan bersifat

BAB I PENDAHULUAN. meyakini kualitas pekerjaannya. Dalam penyelenggaraanya good governance

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pengawasan pada dasarnya diarahkan sepenuhnya untuk menghindari

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik, atau biasa disebut good governance. Untuk mencapainya

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan suatu pengawas intern untuk meminimalisir penyimpangan

BAB I PENDAHULUAN. good governance dan clean governance di Indonesia semakin meningkat. Melihat

BAB I PENDAHULUAN. tugas dan fungsinya secara efektif dan efisien, serta sesuai dengan rencana,

BAB I PENDAHULUAN. Jenderal Departemen, Satuan Pengawas Intern (SPI) di lingkungan lembaga

BAB I PENDAHULUAN. besar jumlahnya. Pertanggungjawaban atas penggunaan dana untuk. penyelenggaraan pemerintahan seharusnya didukung dengan suatu

BAB I PENDAHULUAN. Nepotisme). Banyaknya kasus korupsi yang terjadi akhir-akhir ini menjadikan

BAB I PENDAHULUAN. mencoba mengatasi masalah ini dengan melakukan reformasi di segala bidang.

BAB I PENDAHULUAN. bersertifikat atau kantor akuntan publik yang melakukan audit atas entitas

BAB I PENDAHULUAN. dengan memberikan rekomendasi tentang tindakan-tindakan perbaikan

BAB I PENDAHULUAN. penyimpangan penggunaan keuangan negara yang dilakukan pihak-pihak. tertentu. Dengan adanya pengawasan ini, pemerintah diharapkan

BAB I PENDAHULUAN. Tuntutan masyarakat akan terwujudnya pemerintahan yang baik (good

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

BAB I PENDAHULUAN. dewasa ini adalah menguatnya tuntutan akuntabilitas atas lembaga-lembaga publik,

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan suatu negara membutuhkan dana yang cukup besar. akuntabel dalam pengelolaan keuangan negara.

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan jaman dan era globalisasi yang begitu pesat menjadi suatu

BAB I PENDAHULUAN. melakukan audit terhadap pemerintah. Sedangkan undang-undang No 15 tahun

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. mengamanatkan bahwa setiap kepala daerah wajib menyampaikan laporan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebagai acuan dari penelitian ini dapat disebutkan salah satu hasil penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan tentang pentingnya penelitian dilakukan. Bab ini meliputi

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. kebijakan yang telah ditetapkan, dan ketentuan. Selain itu, pengawasan intern atas

BAB I PENDAHULUAN. masalah, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika penulisan.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. mengevaluasi bukti secara objektif mengenai pernyataan-pernyataan

MENTERI NEGARA RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. korupsi baik di level pusat maupun daerah menjadi penyebab utama hilangnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada masa demokrasi saat ini, pemerintah dituntut untuk semakin

BAB I PENDAHULUAN. Akuntan dalam konteks profesi bidang bisnis, bersama-sama. dengan profesinya lainnya, mempunyai peran yang signifikan dalam

BAB I PENDAHULUAN. secara berlapis-lapis, seperti BPK, BPKP, Inspektorat Jenderal, Inspektorat

BAB I PENDAHULUAN. tujuan organisasi dan sesuai dengan kode etik auditor. Tuntutan

- 1 - PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 62 TAHUN 2017 TENTANG PIAGAM AUDIT INTERN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 92 TAHUN 2014 TENTANG PIAGAM PENGAWASAN INTERN GUBERNUR JAWA TIMUR,

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BAB I PENDAHULUAN. Akuntansi merupakan suatu aktivitas yang memiliki tujuan (purposive

BAB I PENDAHULUAN. diketahui karena banyaknya pemberitaan-pemberitaan di media masa mengenai

BAB I PENDAHULUAN. roda perusahaan manajemen akan diawasi oleh fungsi satuan pengawasan internal

BAB I PENDAHULUAN. eksekutif, legislatif, dan yudikatif harus memiliki komitmen bersama untuk


BAB I PENDAHULUAN. good governance dan clean government. Seiring dengan hal tersebut, pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. pendapat yang diberikan, profesionalisme menjadi syarat utama bagi. orang yang bekerja sebagai auditor. Ketidakpercayaan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pengendalian intern merupakan salah satu alat bagi manajemen

BAB I PENDAHULUAN. Dalam waktu yang relatif singkat akuntansi sektor publik telah mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Auditor independen ialah merupakan suatau akuntan publik yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan paradigma administrasi publik dari public administration

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan kepemerintahan yang baik (good governance) yang mengarah pada

BAB I PENDAHULUAN. governance dalam hal ini menjadi suatu hal yang tidak dapat ditawar-tawar lagi

BAB 1 PENDAHULUAN. hidup orang banyak, maka sudah sepantasnya pemerintah dapat memberikan

PIAGAM AUDIT INTERN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI SUMATERA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. ini ditandai oleh adanya tuntutan dari masyarakat akan menunjang terciptanya

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah; 3. Memelihara dan meningkatkan kualitas tata kelola. penyelenggaraan tugas dan fungsi instansi pemerintah.

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam penyelenggaraan pemerintahan. Melalui pengawasan intern dapat diketahui

SATUAN PEMERIKSAAN INTERN PADA BADAN LAYANAN UMUM. Muhadi Prabowo Widyaiswara Madya Sekolah Tinggi Akuntansi Negara

BAB I PENDAHULUAN. kelola pemerintahan yang baik (good governance). Sayangnya, harapan akan

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 21 TAHUN 2O16 TENTANG PIAGAM AUDIT INTERN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN PATI

BAB I PENDAHULUAN. otonomi seluas-luasnya dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. dibentuk dengan tugas melaksanakan pengawasan intern (internal audit) di lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. satu indikator baik buruknya tata kelola keuangan serta pelaporan keuangan

BERITA DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN

BAB I PENDAHULUAN. menyajikan laporan hasil audit. Agar pemerintah puas dengan pekerjaan

BAB I PENDAHULUAN. Negara mengelola dana yang sangat besar dalam penyelenggaraan pemerintahannya.

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan pemerintah yang baik menuju pada terwujudnya good. governance, karena good governance telah menjadi suatu paradigm baru

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tuntutan pelaksanaan akuntabilitas sektor publik terhadap terwujudnya good governance di Indonesia semakin meningkat. Tuntutan ini memang wajar, karena beberapa penelitian menunjukkan bahwa terjadinya krisis ekonomi di Indonesia ternyata disebabkan oleh buruknya pengelolaan (bad governance) dan buruknya birokrasi. Akuntabilitas sektor publik berhubungan dengan praktik transparansi dan pemberian informasi kepada publik, hubungan dengan praktik transparansi dan pemberian informasi kepada publik ini dalam rangka pemenuhan hak publik. Sedangkan good governance menurut World Bank didefinisikan sebagai suatu penyelanggaraan manajemen pembangunan yang solid dan bertanggung jawab dan sejalan dengan prinsip demokrasi dan pasar yang efisien, penghindaran salah alokasi dana investasi, pencegahan korupsi baik secara politis maupun administratif, menciptakan disiplin anggaran, serta menciptakan kerangka hukum dan politik bagi tumbuhnya aktivitas usaha. Terdapat tiga aspek utama yang mendukung terciptanya kepemerintahan yang baik (good governance), yaitu pengawasan, pengendalian dan pemeriksaan. Pengawasan merupakan merupakan kegiatan yang dilakukan oleh pihak di luar eksekutif, yaitu masyarakat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) untuk mengawasi kinerja pemerintah. Pengendalian (control) adalah mekanisme yang dilakukan oleh eksekutif untuk menjamin bahwa sistem dan kebijakan manajemen 1

2 dilaksanakan dengan baik sehingga tujuan organisasi dapat tercapai. Sedangkan pemeriksaan (audit) merupakan kegiatan yang dilakukan oleh pihak yang memiliki independensi dan memiliki kompetensi profesional untuk memeriksa apakah hasil kinerja pemerintah telah sesuai dengan standar yang ditetapkan. Pengawasan intern yang dilakukan oleh Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) yang terdapat dalam Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) terdiri dari audit, review, evaluasi, pemantauan dan kegiatan pengawasan lainnya. Pengawasan bersifat membantu agar sasaran yang ditetapkan organisasi dapat tercapai, dan secara dini menghindari terjadinya penyimpangan pelaksanaan, penyalahgunaan wewenang, pemborosan dan kebocoran. Salah satu unit yang melakukan pemeriksaan terhadap pemerintah daerah adalah inspektorat daerah. Inspektorat daerah mempunyai tugas menyelenggarakan kegiatan pengawasan umum pemerintah daerah dan tugas lain yang diberikan kepala daerah, sehingga dalam tugasnya inspektorat sama dengan auditor internal. Menurut Boynton (dalam Rohman, 2007), fungsi auditor internal adalah melaksanakan fungsi pemeriksaan internal yang merupakan suatu fungsi penilaian yang independen dalam suatu organisasi untuk menguji dan mengevaluasi kegiatan organisasi yang dilakukan. Selain itu, auditor internal diharapkan pula dapat lebih memberikan sumbangan bagi perbaikan efisiensi dan efektifitas dalam rangka peningkatan kinerja organisasi. Dengan demikian auditor internal pemerintah daerah memegang peranan yang sangat penting dalam proses terciptanya akuntabilitas dan transparansi keuangan daerah.

3 Peran dan fungsi Inspektorat Provinsi, Kabupaten/Kota secara umum diatur dalam pasal 4 Peraturan Menteri Dalam Negeri No 64 Tahun 2007. Berkaitan dengan peran dan fungsi tersebut, Inspektorat Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 7 Tahun 2008 Inspektorat merupakan unsur pengawas penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dipimpin oleh seorang Inspektur dalam melaksanakan tugas dan fungsinya bertanggungjawab langsung kepada Gubernur. Inspektorat mempunyai tugas melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan urusan pemerintahan di daerah Provinsi, pelaksanaan pembinaan atas penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota dan pelaksanaan urusan Pemerintahan di Daerah Kabupaten/Kota. Standar Audit APIP sebagaimana diatur dalam PERMENPAM Nomor PER/05/M.PAN/03/2008, dipergunakan sebagai acuan bagi seluruh APIP dalam melaksanakan audit. Standar umum dalam standar audit tersebut antara lain mengatur tentang independensi APIP dan obyektifitas auditor. Disebutkan dalam standar umum tersebut bahwa dalam semua hal yag berkaitan dengan audit, APIP harus independen dan para auditornya harus obyektif dalam pelaksanaan tugasnya. Hal ini mengandung arti bahwa independensi APIP serta obyektifitas auditor diperlukan agar kualitas hasil pekerjaan APIP meningkat. Audit harus dilaksanakan oleh seseorang atau lebih yang memiliki keahlian dan pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor. Auditor harus memiliki dan meningkatkan pengetahuan mengenai metode dan teknik audit serta segala hal yang menyangkut pemerintahan seperti organisasi, fungsi, program, dan kegiatan pemerintahan

4 (BPKP, 1998). Kusharyanti (2003) mengatakan bahwa untuk melakukan tugas pengauditan, auditor memerlukan pengetahuan pengauditan (umum dan khusus), pengetahuan mengenai bidang auditing dan akuntansi serta memahami industri klien. Dalam melaksanakan audit, auditor harus bertindak sebagai seorang ahli dalam bidang akuntansi dan auditing. Pencapaian keahlian dimulai dengan pendidikan formal, yang selanjutnya melalui pengalaman dan praktek audit (SPAP, 2001). Selain itu auditor harus menjalani pelatihan teknis yang cukup yang mencakup aspek teknis maupun pendidikan umum. Keahlian auditor menurut Tampubolon (2005) dapat diperoleh melalui pendidikan dan pelatihan yang berkelanjutan serta pengalaman yang memadai dalam melaksanakan audit. Beberapa penelitian mengenai independensi menunjukan bahwa faktor independensi merupakan faktor penting dalam menghasilkan kualitas hasil pemeriksaan yang baik. Peneliti lain memberikan bukti bahwa pengalaman kerja yang dilakukan oleh Budi (2004) dan Oktavia (2006) memberikan hasil bahwa tidak terdapat pengaruh pengalaman kerja terhadap pengambilan keputusan auditor, sementara penelitian yang dilakukan Asih (2006), menemukan bahwa pengalaman auditor baik dari sisi lama bekerja, banyaknya tugas maupun banyaknya jenis perusahaan yang diaudit berpengaruh positif terhadap keahlian auditor dalam bidang auditing. Sukriah dkk. (2009) diperoleh hasil bahwa pengalaman kerja, obyektifitas, dan kompetensi berpengaruh positif terhadap kualitas hasil pemeriksaan. Penelitian lainnya oleh Rasuman (2011) melakukan penelitian tentang analisis pengaruh tingkat pendidikan, kecakapan profesional, pendidikan

5 berkelanjutan, independensi, kepatuhan pada kode etik terhadap kualitas hasil pemeriksaan dan pengalaman sebagai variabel moderating pada Inspektorat Kabupaten Aceh Tenggara. Hasilnya menunjukkan bahwa tingkat pendidikan, kecakapan profesional, pendidikan berkelanjutan, independensi, kepatuhan pada kode etik dan pengalaman kerja secara simultan berpengaruh terhadap kualitas hasil pemeriksaan. Pendidikan berkelanjutan, independensi, dan pengalaman kerja secara parsial berpengaruh secara signifikan terhadap kualitas hasil pemeriksaan sedangkan, tingkat pendidikan, kecakapan profesional dan kepatuhan pada kode etik tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kualitas hasil pemeriksaan. Sedangkan pengalaman kerja tidak memoderasi pengaruh tingkat pendidikan, kecakapan profesional, pendidikan berkelanjutan, independensi dan kepatuhan pada kode etik terhadap kualitas hasil pemeriksaan. Dengan memperhatikan penelitian Rasuman (2011), penulis tertarik melakukan penelitian dengan menambahkan variabel pengetahuan. Bertujuan untuk melihat bagaimana tingkat pendidikan, pengetahuan, kecakapan profesional, pendidikan berkelanjutan, independensi, kepatuhan pada kode etik berpengaruh terhadap kualitas hasil pemeriksaan keuangan daerah dalam pengawasan keuangan daerah dan pengalaman sebagai variabel moderating. Penelitian ini menggunakan objek penelitian di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang pada Tahun 2009 mendapat opini Wajar Dengan Pengecualian dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) (www.bpkp.go.id). Hal ini menimbulkan persepsi bahwa Inspektorat belum cukup mempunyai pemahaman mengenai pengelolaan Keuangan Daerah secara profesional, terbuka dan bertanggung jawab

6 sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan. Namun demikian pada tanggal 30 Oktober 2011 Inspekorat DIY membentuk tim khusus untuk menindaklanjuti hasil pemeriksaan BPK, setelah ditemukan dugaan penyimpangan anggaran oleh Badan Usaha Kredit Pedesaan yang diaudit BPK (www.bisnis-jateng.com). Kasus lain yang menarik yaitu terjadinya indikasi penyimpangan dalam pengadaan halte bus Trans Jogja. Inspektorat mengalami kendala pemeriksaan karena mempunyai perbedaan golongan terhadap Kepala Dinas Perhubungan DIY. Kepala Dinas Perhubungan bergolongan IV C, sedangkan Inspektorat IV B. Berdasarkan aturan, tidak boleh pejabat yang golongannya lebih rendah memeriksa golongan diatasnya. Ditambah lagi Inspektorat hanya mempunya kewenangan melakukan pemeriksaan di kalangan pegawai negeri sehingga pemeriksaan terhadap pihak-pihak swasta tidak dilakukan (Koran Tempo, 2010). Hal ini memperjelas bahwa Inspektorat adalah badan yang sangat penting dalam pengawasan dan pemeriksaan keuangan daerah untuk meminimumkan kebocoran korupsi di pemerintah. Dalam Indeks Persepsi Korupsi Yogyakarta masuk dalam 5 kota dengan skor terbaik yaitu menduduki urutan keempat dengan skor IPK 5,81 pada tahun 2010 dimana rentang indeks 0 sampai 10; 0 berarti dipersepsikan sangat korup, 10 sangat bersih. Berdasarkan latar belakang masalah yang diutarakan sebelumnya, maka penulis mengambil judul: Pengaruh Tingkat Pendidikan, Pengetahuan, Kecakapan Profesional, Pendidikan Berkelanjutan, Independensi, Kepatuhan Pada Kode Etik Terhadap Kualitas Hasil Pemeriksaan Laporan Keuangan Dengan Pengalaman Kerja Sebagai Variabel Moderating.

7 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka rumusan masalah yang telah disusun dalam penelitian ini adalah: Apakah Pengalaman Kerja memiliki pengaruh sebagai Variabel Moderating terhadap hubungan Tingkat Pendidikan, Pengetahuan, Kecakapan Profesional, Pendidikan Berkelanjutan, Independensi, dan Kepatuhan pada Kode Etik terhadap Kualitas Hasil Pemeriksaan Keuangan Daerah pada Inspektorat Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang dikemukakan, maka tujuan penelitian ini adalah menguji kembali pengaruh Tingkat Pendidikan, Pengetahuan, Kecakapan Profesional, Pendidikan Berkelanjutan, Independensi, Kepatuhan pada Kode Etik terhadap Kualitas Hasil Pemeriksaan Keuangan Daerah dalam Pengalaman Kerja sebagai Variabel Moderating di objek pajak yang berbeda dengan penelitian sebelumnya. 1.4 Manfaat Penelitian 1. Bagi Pengembangan Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pada pengembangan literatur akuntansi sektor publik di bidang pengauditan. 2. Bagi Pengembangan Praktek Penelitian ini juga memberikan masukan dalam mendukung pelaksanaan otonomi daerah khususnya peranan Inspektorat dalam

8 pemeriksaan keuangan daerah dan dalam rangka mewujudkan good governance. Sehingga Inspektorat diharapkan dapat membuat program yang berkontribusi pada peningkatan kualitas dan kapabilitasnya. 3. Bagi Pengembangan kebijakan Dalam hal ini pemerintahan daerah, penelitian ini memberikan informasi mengenai faktor yang mempengaruhi kualitas hasil pemeriksaan keuangan daerah oleh auditor Inspektorat, sehingga akan dapat dimanfaatkan dalam upaya peningkatan kualitas audit Inspektorat. 1.5 Sistematika Penelitian Bab I : Pendahuluan Bab ini menjelaskan mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. Bab II : Tinjauan Pustaka Bab ini berisikan tentang teori- teori yang mendukung penelitian ini khususnya mengenai penjelasan definisi tingkat pendidikan, independensi, kecakapan profesional, pendidikan berkelanjutan, kepatuhan pada kode etik, pengelolaan keuangan daerah, pengalaman kerja, serta kualitas hasil pemeriksaan. Bab III : Metode Penelitian Bab ini berisikan tentang metodologi yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari bentuk dan tempat penelitian, populasi,

9 dan sampel, metode pengumpulan data, metode pengukuran data, teknik pengujian instrumen serta metode analisis data. Bab IV : Analisis Data Bab ini membahas mengenai analisisa yang selanjutnya akan diinterpretasikan baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif. Bab V : Kesimpulan Dan Saran Bab ini berisikan tentang kesimpulan dan saran- saran bagi pihakpihak yang berkepentingan.