ANALISA NILAI TEC (TOTAL ELECTRON CONTENT) PADA LAPISAN IONOSFER DENGAN MENGGUNAKAN DATA PENGAMATAN GPS DUA FREKUENSI

dokumen-dokumen yang mirip
ANALISA NILAI TEC PADA LAPISAN IONOSFER DENGAN MENGGUNAKAN DATA PENGAMATAN GPS DUA FREKUENSI PEMBIMBING EKO YULI HANDOKO, ST, MT

ANALISA PERUBAHAN KARAKTERISTIK TEC AKIBAT LETUSAN GUNUNG MERAPI TAHUN 2010

ANALISA PERBANDINGAN ORBIT SATELIT GPS YANG DIPENGARUHI OLEH SPHERICALLY SYMMETRIC ELEMENT KEPLERIAN

ANALISIS PENGARUH TOTAL ELECTRON CONTENT (TEC) DI LAPISAN IONOSFER PADA DATA PENGAMATAN GNSS RT-PPP

Komputasi TEC Ionosfer Mendekati Real Time Dari Data GPS

PENGARUH GEOMETRI SATELIT DAN IONOSFER DALAM KESALAHAN PENENTUAN POSISI GPS

BAB III GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS)

PERBANDINGAN ANTARA MODEL TEC REGIONAL INDONESIA NEAR-REAL TIME DAN MODEL TEC GIM (GLOBAL IONOSPHERIC MAP) BERDASARKAN VARIASI HARIAN (DIURNAL)

Pengaruh Waktu Pengamatan Terhadap Ketelitian Posisi dalam Survei GPS

B A B I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. bab 1 pendahuluan

PENERAPAN NAVSTAR GPS UNTUK PEMETAAN TOPOGRAFI

EFEK SINTILASI IONOSFER TERHADAP GANGGUAN KOMUNIKASI SATELIT

ANALISIS PENGARUH SINTILASI IONOSFER TERHADAP AKURASI PENENTUAN POSISI ABSOLUT PADA GLOBAL POSITIONING SYSTEM

B A B IV HASIL DAN ANALISIS

Studi Penurunan Tanah Kota Surabaya Menggunakan Global Positioning System

BAB I PENDAHULUAN. Halaman Latar Belakang

BAB 3 PENGOLAHAN DATA DAN HASIL. 3.1 Data yang Digunakan

RANCANGAN PEMANFAATAN DATA TEC PADA SISTEM PPP NEAR REAL TIME DENGAN GPS FREKUENSI TUNGGAL

Studi Kinerja Perangkat Lunak Starpoint untuk Pengolahan Baseline GPS Irwan Gumilar, Brian Bramanto, dan Teguh P. Sidiq

ANALISIS MORFOLOGI GANGGUAN SINTILASI IONOSFER DI INDONESIA

Studi Perbandingan GPS CORS Metode RTK NTRIP dan Total Station dalam Pengukuran Volume Cut and Fill

Aplikasi Survei GPS dengan Metode Statik Singkat dalam Penentuan Koordinat Titik-Titik Kerangka Dasar Pemetaan Skala Besar

PEMODELAN DAN VALIDASI HUBUNGAN ANTARA FREKUENSI KRITIS LAPISAN F2 IONOSFER (fof2) DENGAN TOTAL ELECTRON CONTENT (TEC) DARI DATA IONOSONDA DAN GPS

PERBANDINGAN PERUBAHAN TOTAL ELECTRON CONTENT (TEC) IONOSFER AKIBAT GEMPA BUMI DAN LETUSAN GUNUNG API

RESPON IONOSFER TERHADAP GERHANA MATAHARI 26 JANUARI 2009 DARI PENGAMATAN IONOSONDA

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 1, (2017) ISSN: ( Print) A-202

Buldan Muslim Peneliti Bidang Ionosfer dan Telekomunikasi, Pusat Sains Antariksa, Lapan ABSTRACT

Analisa Perubahan Ionosfer Akibat Gempa Bumi Sumatra Barat Tanggal 2 Maret 2016

KEMUNCULAN SINTILASI IONOSFER DI ATAS PONTIANAK TERKAIT FLARE SINAR-X MATAHARI DAN BADAI GEOMAGNET

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menerapkan metode deskripsi analitik dan menganalisis data

B A B II ATMOSFER DAN GPS

BAB IV PENGOLAHAN DATA

BAB III METODE PENGUKURAN

Analisa Perubahan Ionosfer Akibat Gempa Bumi Sumatra Barat Tanggal 2 Maret 2016

Aplikasi Survei GPS dengan Metode Statik Singkat dalam Penentuan Koordinat Titik-titik Kerangka Dasar Pemetaan Skala Besar

ANALISIS KETELITIAN DATA PENGUKURAN MENGGUNAKAN GPS DENGAN METODE DIFERENSIAL STATIK DALAM MODA JARING DAN RADIAL

KAJIAN AWAL ABSORPSI IONOSFER DENGAN MENGGUNAKAN DATA FMIN (FREKUENSI MINIMUM) DI TANJUNGSARI

ANALISA PERBANDINGAN KETELITIAN PENGUKURAN KERANGKA KONTROL HORISONTAL ORDE-4 MENGGUNAKAN GPS GEODETIK METODE RAPID STATIC DENGAN TOTAL STATION

Perbandingan Hasil Pengolahan Data GPS Menggunakan Hitung Perataan Secara Simultan dan Secara Bertahap

PETA TERESTRIAL: PEMBUATAN DAN PENGGUNAANNYA DALAM PENGELOLAAN DATA GEOSPASIAL CB NURUL KHAKHIM

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN

GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS) Mulkal Razali, M.Sc

PEMANFAATAN PREDIKSI FREKUENSI KOMUNIKASI RADIO HF UNTUK MANAJEMEN FREKUENSI

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi Matahari mengalami perubahan secara periodik dalam skala waktu

BAB II PROPAGASI GELOMBANG MENENGAH

VARIASI KUAT SIGNAL HF AKIBAT PENGARUH IONOSFER

ANALISIS DEFORMASI JEMBATAN SURAMADU AKIBAT PENGARUH ANGIN MENGGUNAKAN PENGUKURAN GPS KINEMATIK

Evaluasi Spesifikasi Teknik pada Survei GPS

Buldan Muslim Peneliti Pusat Sains Antariksa, Lapan ABSTRACT

Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh gelar Sarjana Sains Program Studi Fisika Jurusan Fisika. diajukan oleh SUMI DANIATI

KARAKTERISASI KANAL PROPAGASI VHF BERGERAK DI ATAS PERMUKAAN LAUT

Varuliantor Dear Peneliti Bidang Ionosfer dan Telekomunikasi, Pusat Sains Antariksa, LAPAN RINGKASAN

STUDI TENTANG CONTINUOUSLY OPERATING REFERENCE STATION GPS (Studi Kasus CORS GPS ITS) Oleh: Prasetyo Hutomo GEOMATIC ENGINEERING ITS

KEMUNCULAN LAPISAN E SEBAGAI SUMBER GANGGUAN TERHADAP KOMUNIKASI RADIO HF

Analisis Pengaruh Lapisan Ionosfer Terhadap Komunikasi Radio Hf

ILMU UKUR WILAYAH DAN KARTOGRAFI. PWK 227, OLEH RAHMADI., M.Sc.M.Si

PENENTUAN POSISI DENGAN GPS

ANALISIS PERUBAHAN IONOSFER AKIBAT LETUSAN GUNUNG MERAPI YOGYAKARTA 2010

PENENTUAN INDEKS IONOSFER T REGIONAL (DETERMINATION OF REGIONAL IONOSPHERE INDEX T )

Analisa Perbandingan Volume Cut and Fill menggunakan Total Station dan GPS CORS (Continouosly Operating Reference Station) Metode RTK NTRIP

METODE PEMBACAAN DATA IONOSFER HASIL PENGAMATAN MENGGUNAKAN IONOSONDA FMCW

BAB III PENGAMATAN GPS EPISODIK DAN PENGOLAHAN DATA

CUACA ANTARIKSA. Clara Y. Yatini Peneliti Pusat Pemanfaatan Sains Antariksa, LAPAN RINGKASAN

BAB VII ANALISIS. Airborne LIDAR adalah survey untuk mendapatkan posisi tiga dimensi dari suatu titik

TUGAS AKHIR - TE Dita Novali Putri Rahayu NRP

PREDIKSI SUDUT ELEVASI DAN ALOKASI FREKUENSI UNTUK PERANCANGAN SISTEM KOMUNIKASI RADIO HF PADA DAERAH LINTANG RENDAH

STUD! PENGARUH SPREAD F TERHADAP GANGGUAN KOMUNIKASI RADIO

PENGARUH PERUBAHAN fmin TERHADAP BESARNYA FREKUENSI KERJA TERENDAH SIRKIT KOMUNIKASI RADIO HF

KAJIAN HASIL UJI PREDIKSI FREKUENSI HF PADA SIRKIT KOMUNIKASI RADIO DI LINGKUNGAN KOHANUDNAS

PENENTUAN POSISI DENGAN GPS UNTUK SURVEI TERUMBU KARANG. Winardi Puslit Oseanografi - LIPI

B A B III GPS REALTIME UNTUK PENGAMATAN TROPOSFER DAN IONOSFER

STUDI PUSTAKA PERUBAHAN KERAPATAN ELEKTRON LAPISAN D IONOSFER MENGGUNAKAN PENGAMATAN AMPLITUDO SINYAL VLF

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

OPTIMASI JARING PADA PENGUKURAN ORDE-3 MENGGUNAKAN PERATAAN PARAMETER

UNTUK PENGAMATAN PROPAGASI GELOMBANG RADIO HF SECARA

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. bentuk spasial yang diwujudkan dalam simbol-simbol berupa titik, garis, area, dan

TOMOGRAFI IONOSFER DARI PENERIMA ITS-30 DI SPD PONTIANAK SEBAGAI BAGIAN DARI JARINGAN LITN

Penentuan Posisi dengan GPS

PENGGUNAAN TEKNOLOGI GNSS RT-PPP UNTUK KEGIATAN TOPOGRAFI SEISMIK

KAJIAN AWAL EFISIENSI WAKTU SISTEM AUTOMATIC LINK ESTABLISHMENT (ALE) BERBASIS MANAJEMEN FREKUENSI

BAB III PENENTUAN ZENITH TROPOSPHERIC DELAY

RISET IONOSFER REGIONAL INDONESIA DAN PENGARUHNYA TERHADAP SISTEM KOMUNIKASI DAN NAVIGASI MODERN

Evaluasi Spesifikasi Teknik pada Survei GPS

BAB I PENDAHULUAN I-1

DAFTAR PUSTAKA. 1. Abidin, Hasanuddin Z.(2001). Geodesi satelit. Jakarta : Pradnya Paramita.

Pengaruh Penambahan Jumlah Titik Ikat Terhadap Peningkatan Ketelitian Posisi Titik pada Survei GPS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

VARIASI KETINGGIAN LAPISAN F IONOSFER PADA SAAT KEJADIAN SPREAD F

Perbandingan Akurasi Prediksi Pasang Surut Antara Metode Admiralty dan Metode Least Square

Studi Penelitian Penurunan Tanah Kota Surabaya Menggunakan Global Positioning System

BAB II Studi Potensi Gempa Bumi dengan GPS

Pengamatan Pasang Surut Air Laut Sesaat Menggunakan GPS Metode Kinematik

BAB IV PENGUKURAN DAN ANALISIS

LAPISAN E SPORADIS IONOSFER GLOBAL DARI TEKNIK GPS-RO

Jurnal Geodesi Undip April 2016

ATMOSFER BUMI A BAB. Komposisi Atmosfer Bumi

STUDI KONDISI UDARA DI ATAS GUNUNGAPI BATUR DENGAN MENGGUNAKAN GPS

Propagasi gelombang radio atau gelombang elektromagnetik dipengaruhi oleh banyak faktor dalam bentuk yang sangat kompleks kondisi yang sangat

Transkripsi:

ANALISA NILAI TEC (TOTAL ELECTRON CONTENT) PADA LAPISAN IONOSFER DENGAN MENGGUNAKAN DATA PENGAMATAN GPS DUA FREKUENSI Mochammad Rizal 1, Eko Yuli Handoko 1, Buldan Muslim 2 1 Program Studi Teknik Geomatika, FTSP, ITS Sukolilo, Surabaya 6111 2 Bidang Ionosfer dan Telekomunikasi, Pusat Pemanfaatan Sains Antariksa, LAPAN, Bandung Informasi tentang karakteristik ionosfer dalam suatu wilayah biasanya diwakili oleh karakteristik dari TEC (Total Electron Content), akan sangat berguna untuk beberapa hal. Dalam kasus di Indonesia, mempelajari karakteristik ionosfer di atas wilayahnya yang begitu luas dan sebagian besar ditutupi air bukanlah suatu hal yang mudah. Salah satu aplikasi GPS adalah untuk mengamati dan mempelajari karakteristik ionosfer. Informasi mengenai karakteristik ionosfer suatu wilayah biasanya diwakili oleh karakteristik dari nilai TEC. Download data hasil pengukuran dari GPS dua frekuensi dalam bentuk rinex dan data orbit satelit dengan format SP3 yang sesuai dengan waktu pengamatan. Dari data tersebut dapat di hitung posisi receiver GPS dan posisi orbit satelit dalam koordinat geosentrik. Setelah data koordinat tersebut diketahui maka dapat digunakan untuk menentukan sudut elevasi, kemudian koordinat di titik Ionosfer, nilai TEC fase, nilai TEC kode, nilai delta TEC kode fase, dan nilai TEC kombinasi kode fase. Pergerakan nilai TEC selama 7 hari memiliki pola yang hampir sama. Pada malam hari nilai TEC cenderung tinggi dan batasan sudut elevasi antara lebih dari 3 derajat semua data nilai TEC tidak mengandung multipath. Kata Kunci : Ionosfer, TEC, SP3 1. Pendahuluan GPS (Global Positioning System) adalah sistem radio navigasi dan penentuan posisi menggunakan satelit yang dimiliki dan dikelola oleh Amerika Serikat. Sistem banyak digunakan oleh banyak orang sekaligus dalam segala cuaca, ini di desain untuk memberikan posisi dan kecepatan tiga dimensi yang teliti dan juga informasi mengenai waktu secara kontinyu di seluruh dunia. Lapisan Ionosfer terletak kira kira antara 6 sampai 1 km diatas permukaan bumi. Jumlah elektron dan ion bebas pada lapisan ionosfer tergantung pada besarnya intensitas radiasi 1 matahari serta densitas gas pada lapisan tersebut. Sinyal dari satelit GPS, yang terletak kira kira 2. km diatas permukaan bumi, harus melalui lapisan ionosfer untuk sampai ke antena dipermukaan bumi. TEC adalah jumlah elektron dalam kolom vertikal (silinder) berpenampang seluas 1m 2 sepanjang lintasan sinyal dalam lapisan ionosfer. Nilai TEC biasanya dinyatakan dalam TECU, dimana 1 TECU adalah sama dengan 1 16 elektron/m 2.. nilai TEC ionosfer pada umumnya berkisar antara 1 sampai 2 TECU. Informasi tentang karakteristik ionosfer dalam suatu wilayah biasanya diwakili oleh karakteristik dari TEC, akan sangat berguna untuk memonitor perubahan nilai elektron pada lapisan Ionosfer, menyediakan data kalibrasi bagi pengguna GPS, dan dalam bidang telekomunikasi nilai TEC dapat digunakan untuk mengetahui Sintilasi yaitu gejala menurunnya intensitas gelombang radio setelah melalui ionosfer berupa fluktuasi amplitude dan fase yang cepat akibat ketidakaturan lapisan ionosfer.. Dalam kasus di Indonesia, mempelajari karakteristik ionosfer di atas wilayahnya yang begitu luas dan sebagian besar ditutupi air bukanlah suatu hal yang mudah. Penggunaan balon udara ataupun radiosonde yang umum dilakukan saat ini bukanlah suatu solusi yang tepat [Abidin,26] Dalam hal ini, pengaruh TEC terhadap sinyal adalah sinyal dari satelit GPS yang melalui ionosfer akan mengalami delay time karena dipengaruhi oleh elektron bebas di ionosfer, pengaruh terbesar adalah pada kecepatan sinyal dimana akan langsung mempengaruhi nilai ukuran jarak dari pengamat ke satelit, TEC akan mempengaruhi propagansi sinyal yang akan berpengaruh pada kecepatan, arah, polarisasi, dan kekuatan sinyal. Efek ionosfer yang terbesar adalah pada kecepatan sinyal, dimana akan langsung mempengaruhi nilai ukuran jarak dari pengamat ke satelit. Ionosfer akan memperlambat

pseudorange (ukuran jarak menjadi lebih panjang) dan mempercepat fase (ukuran jarak menjadi lebih pendek), dengan bias jarak (dalam unit panjang) yang sama besarnya. Besarnya bias jarak karena efek ionosfer akan tergantung pada konsentrasi elektron sepanjang lintasan sinyal serta frekuensi sinyal yang bersangkutan. Sedangkan konsentrasi elektron sendiri akan tergantung pada beberapa faktor, terutama aktivitas matahari dan medan magnetik bumi. 2. Lokasi Penelitian Lokasi kegiatan penelitian dilakukan di titik BM BPLS tepatnya berada depan kantor BPLS Surabaya yang beralamat di Jln. Gayung Kebonsari No. Surabaya. Gambar 2. Diagram Alur Penelitian Gambar 1. Titik Pengamatan di Lokasi BPLS Surabaya 3. Data dan Metodologi Alat yang digunakan dalam penelitian tugas akhir ini terdiri dari dua bagian yaitu untuk pengambilan bahan atau data di lapangan dan alat untuk melakukan pengolahan data. a. Bahan atau data yang digunakan dalam penelitian tugas akhir ini adalah hasil pengukuran GPS dua frekuensi 24 jam selama 7 hari. b. Peralatan yang digunakan dalam penelitian tugas akhir ini adalah : 1. Perangkat Keras : GPS Receiver TRIMBLE, 1 buah Notebook ACER ASPIRE 473Z, 1 buah Printer HP Deskjet D2466 2. Perangkat Lunak : Sistem Operasi Microsoft Windows XP, Matlab 7.8, Microsoft Office 23, Microsoft Excel 23 dan Software TEC Harian. Metodologi penelitian tugas akhir ini dilakukan sesuai dengan diagram alir berikut : Gambar 3. Diagram Alur Pengolahan dan Penghitungan Data 2

4. Hasil dan Analisa Analisa Nilai TEC terhadap Waktu Analisa ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik atau pola perubahan nilai TEC selama 24 jam dengan lama pengamatan 7 hari mulai tanggal 28 Juni 28 sampai 4 Juli 28. Hari ke 1 (28 Juni 28) 3 2 2 1 1 Hari Pertama 28 Juni 28 1 3 7 9 11 13 1 17 19 21 23 28 Juni 28 Gambar 4. Grafik Nilai TEC terhadap Waktu Hari Pertama Pada Gambar 4 dapat terlihat bahwa nilai TEC maksimum terjadi pada jam. pagi hari dengan nilai 2,73 TECU dan nilai TEC minimum terjadi pada jam 2. malam hari dengan nilai 4,433 TECU. Nilai TEC cenderung stabil terjadi pada jam 14. sampai 18. dengan nilai antara 6,49 sampai,68 TECU karena stabilnya aktivitas matahari. Nilai TEC cenderung tinggi terjadi antara jam. sampai 7. karena nilai densitas elektron tinggi akibat dari tidak ada dan rendahnya aktifitas matahari. Hari ke 2 (29 Juni 28) TEC Kode fase 3 2 2 1 1 Hari Kedua 29 Juni 28 1 2 3 4 6 7 8 9 1 11 12 13 14 1 29 Juni 28 Gambar. Grafik Nilai TEC terhadap Waktu Hari Kedua Pada Gambar dapat dilihat bahwa pengamatan hari kedua tidak dilakukan selama 24 jam tetapi selama 14 jam. Pada hari kedua ini nilai TEC maksimum terjadi pada jam. pagi hari dengan nilai 27,4 TECU dan nilai TEC minimum terjadi pada jam 14. siang hari dengan nilai,47 TECU. Nilai TEC cenderung tinggi terjadi antara jam 1. sampai 7. karena tidak ada atau rendahnya aktifitas matahari sehingga mengakibatkan nilai densitas elektron tinggi. 3 Hari ke 3 (3 Juni 28) 3 3 2 2 1 1 Hari Ketiga 3 Juni 28 1 3 7 9 11 13 1 17 19 21 23 3 Juni 28 Gambar 6. Grafik Nilai TEC terhadap Waktu Hari Ketiga Pada Gambar 6 pengamatan hari ketiga ini nilai TEC maksimum terjadi pada jam 6. pagi hari dengan nilai 3,71 TECU dan nilai TEC minimum terjadi pada jam 2. malam hari dengan nilai,73 TECU. Nilai TEC cenderung stabil terjadi pada jam 11. sampai 18. dengan nilai antara 9,292 sampai 8,99 TECU karena stabilnya aktivitas matahari. Nilai TEC cenderung tinggi terjadi antara jam. sampai 8. karena naiknya densitas elektron pada lapisan ionosfer akibat dari tidak ada atau rendahnya aktifitas matahari. Hari ke 4 (1 Juli 28) 4 3 3 2 2 1 1 Hari Keempat 1 Juli 28 1 3 7 9 11 13 1 17 19 21 23 1 Juli 28 Gambar 7. Grafik Nilai TEC terhadap Waktu Hari Keempat Pada Gambar 7 pengamatan hari keempat ini nilai TEC maksimum terjadi pada jam. pagi hari dengan nilai 33,6 TECU dan nilai TEC minimum terjadi pada jam 2. malam hari dengan nilai 8,166 TECU. Nilai TEC cenderung stabil terjadi pada jam 14. sampai 16. sore hari dengan nilai antara 8,942 sampai 9,28 TECU dan jam 19. sampai 21. malam hari dengan nilai antara 8,187 sampai 8,484 TECU karena stabilnya dari aktifitas matahari dan ketika pada malam hari diakibatkan masih adanya radiasi efek dari aktivitas matahari pada siang hari yg mengakibatkan pada malam hari nilai TEC cenderung stabil. Nilai TEC cenderung tinggi terjadi pada jam 1. sampai 7. karena

naiknya densitas elektron akibat dari tidak ada atau rendahnya aktifitas matahari. Hari ke (2 Juli 28) Hari Kelima 2 Juli 28 sehingga nilai densitas elektron pada lapisan ionosfer cenderung naik. Hari ke 7 (4 Juli 28) Hari Ketujuh 4 Juli 28 2 3 2 1 1 2 Juli 28 3 2 2 1 1 4 Juli 28 1 3 7 9 11 13 1 17 19 21 23 1 3 7 9 11 13 1 17 19 21 23 Gambar 8. Grafik Nilai TEC terhadap Waktu Hari Kelima Pengamatan hari kelima pada Gambar 8 menunjukkan nilai TEC maksimum pada hari kelima terjadi pada jam 8. pagi hari dengan nilai 22,38 TECU dan nilai TEC minimum terjadi pada jam 19. malam hari dengan nilai 7,96 TECU. Nilai TEC cenderung stabil terjadi pada jam 14. sampai 16. dengan nilai antara 7,947 sampai 7,88 TECU karena stabilnya aktifitas matahari sehingga nilai TEC tidak cenderung mengalami perubahan yang signifikan. Nilai TEC maksimum terjadi pada jam. sampai 9. karena naiknya densitas elektron yang disebabkan tidak ada atau rendahnya aktifitas matahari yang mengakibatkan nilai TEC naik. Gambar 1. Grafik Nilai TEC terhadap Waktu Hari Ketujuh Pada pengamatan hari ketujuh Gambar 1 pola perubahan nilai TEC hampir sama dengan pengamatan yang dilakukan hari pertama, ketiga, keempat, kelima, dan keenam. Pada pengamatan hari ketujuh ini nilai TEC maksimum terjadi pada jam. pagi dengan nilai 32,38 TECU dan nilai TEC minimum terjadi pada jam 19. malam hari dengan nilai 6,72 TECU. Nilai TEC pada jam. sampai 8. cenderung tinggi karena tidak ada atau lemahnya aktifitas matahari yang mengakibatkan naiknya densitas electron pada lapisan ionosfer. Analisa Perubahan Nilai TEC Dalam 1 Minggu Hari ke 6 (3 Juli 28) Hari Keenam 3 Juli 28 4 3 Perubahan Nilai Dalam 1 Minggu 3 2 3 2 1 1 1 3 7 9 11 13 1 17 19 21 23 3 Juli 28 2 2 1 1 29 Juni 28 28 Juni 28 3 Juni 28 1 Juli 28 2 Juli 28 3 Juli 28 4 Juli 28 Gambar 9. Grafik Nilai TEC terhadap Waktu Hari Keenam Pada pengamatan hari keenam Gambar 9 menunjukkan nilai TEC maksimum terjadi pada jam 8. pagi dengan nilai 2,27 TECU dan nilai TEC minimum terjadi pada jam 21. malam hari dengan nilai 8,23 TECU. Nilai TEC pada pengamatan kali ini tidak ada yang stabil semuanya mengalami perubahan nilai baik nilainya bertambah maupun berkurang. Nilai TEC cenderung tinggi terjadi pada jam. sampai 8. karena tidak adanya aktifitas matahari 4 1 2 3 4 6 7 8 9 1 11 12 13 14 1 16 17 18 19 2 21 22 23 24 Gambar 11 Grafik Perubahan Nilai TEC Harian Dalam 1 Minggu Pada Gambar 11 memperlihatkan bahwa pola pergerakan nilai TEC hampir sama mulai dari hari pertama sampai hari ketujuh. nilai TEC maksimum terjadi pada tanggal 1 Juli 28 jam 6. dengan nilai 33,647 TECU dan nilai TEC minimum terjadi pada tanggal 28 Juni 28 jam 21. dengan nilai 4,4334 TECU. Nilai TEC cenderung bergerak maksimum pada jam. sampai 7. karena

tidak ada atau lemahnya aktifitas matahari sehingga densitas elektron menjadi naik, dan bergerak stabil pada jam 12. sampai 18. karena stabilnya aktifitas matahari. Analisa Nilai TEC terhadap Waktu dari Sudut Elevasi Pada analisa ini menggunakan data pengamatan 24 jam selama 7 hari. Yang di analisa adalah nilai TEC terhadap batasan sudut elevasi mulai dari lebih 1, 1, 2, dan 3 yang bertujuan untuk mengetahui pada batasan berapa sudut elevasi yang tidak mengandung multipaht. Hari ke 1 (28 Juni 28) sudut elevasi bervariasi dari 2 dan 3 derajat. Gambar 16 sebenarnya sudah memperlihatkan nilai TEC kearah yang kontinyu dan halus tetapi masih terlihat multipath sehingga untuk sudut elevasi lebih 2 derajat tidak disarankan menggunakan data nilai TEC untuk pemodelan nilai TEC. Pada Gambar 17 terlihat dengan jelas bahwa nilai TEC memiliki sifat ke arah kontinyu dan lebih halus sehingga bisa di simpulkan bahwa pada Gambar 17 nilai TEC tidak mengandung multipath dengan sudut elevasi 3 derajat. Sehingga untuk melakukan pemodelan TEC disarankan menggunakan nilai TEC yang memiliki sudut elevasi lebih dari 3 derajat. Hari ke 2 (29 Juni 28) Gambar 13. Nilai TEC berdasarkan Nomer Satelit Pada Gambar 13 merupakan berupa keterangan Misalkan untuk nomer satelit berwarna merah tua, nomer satelit 7 berwarna merah, nomer satelit 16 berwarna hijau dan seterusnya. Gambar 18. Nilai TEC berdasarkan Nomer Satelit Pada Gambar 18 merupakan berupa keterangan Misalkan untuk nomer satelit berwarna merah tua, nomer satelit 9 berwarna merah, nomer satelit 16 berwarna hijau dan seterusnya. Gambar 14 Gambar 1 Gambar 19 Gambar 2 Gambar 16 Gambar 17 Dari Gambar 14 dan 1 terlihat bahwa nilai TEC dengan batas sudut elevasi bervariasi dari 1 dan 1 derajat tidak memperlihatkan perbedaan yang signifikan sehingga bisa dikatakan bahwa pada sudut elevasi tersebut nilai TEC masih mengandung multipath. Sedangkan pada Gambar 16 dan 17 terlihat bahwa nilai TEC dengan batas Gambar 21 Gambar 22 Pada gambar 19 dan 2 memperlihatkan nilai TEC dengan bentuk yang hampir sama tanpa memperlihatkan perbedaan sehingga untuk sudut elevasi 1 dan 1 derajat di pastikan nilai TEC masih mengandung multipath. Sedangkan pada Gambar 21 dan 22 terlihat bahwa nilai TEC dengan

batas sudut elevasi bervariasi dari 2 dan 3 derajat. Untuk gambar 21 terlihat bahwa nilai TEC sudah memperlihatkan kearah yang kontinyu sehingga bisa dikatakan bahwa untuk batasan nilai TEC yang tidak mengandung multipath terjadi pada sudut elevasi 2 derajat. Kalaupun menggunakan sudut elevasi 3 derajat pada Gambar 22 itu lebih baik. Sehingga untuk melakukan pemodelan TEC bisa digunakan data nilai TEC dimulai dari sudut elevasi lebih dari 2 derajat. derajat. Untuk Gambar 27 terlihat bahwa nilai TEC memiliki sifat kontinyu dan lebih halus tidak mengandung multipath sehingga bisa dikatakan bahwa untuk elevasi lebih dari 3 derajat data nilai TEC bisa digunakan untuk pemodelan nilai TEC. Hari ke 4 (1 Juli 28) Hari ke 3 (3 Juni 28) Gambar 23. Nilai TEC berdasarkan Nomer Satelit Pada Gambar 23 merupakan berupa keterangan Misalkan untuk nomer satelit 2 berwarna merah tua, nomer satelit berwarna merah, nomer satelit 14 berwarna hijau dan seterusnya. Gambar 28. Nilai TEC berdasarkan Nomer Satelit Pada Gambar 28 merupakan berupa keterangan Misalkan untuk nomer satelit berwarna merah tua, nomer satelit 8 berwarna merah, nomer satelit 14 berwarna hijau dan seterusnya. Gambar 29 Gambar 3 Gambar 24 Gambar 2 Gambar 26 Gambar 27 Pada Gambar 24, 2, dan 26 mulai dari sudut elevasi 1, 1, dan 2 derajat terlihat sangat sedikit perubahan secara kontinyu pada nilai TEC sehingga dapat di simpulkan bahwa pada sudut elevasi tersebut masih terkandung multiphat yang data nilai TEC tidak bisa digunakan untuk pemodelan nilai TEC. Sedangkan pada Gambar 27 dengan nilai TEC dengan batas sudut elevasi 3 Gambar 31 Gambar 32 Pada Gambar 29, 3 dan 31 adalah perubahan nilai TEC mulai dari sudut elevasi 1, 1, dan 2 derajat. Diketahui dari gambar tersebut bahwa pada batas 2 derajat nilai TEC tidak memiliki sifat yang kontinyu dan dimungkinkan masih mengandung multipath sehingga pada batasan elevasi tersebut tidak bisa digunakan untuk pemodelan nilai TEC. Sedangkan pada Gambar 32 nilai TEC dengan sudut elevasi lebih dari 3 derajat sudah memperlihatkan sifat yang kontinyu dan lebih halus sehingga bisa dikatakan bahwa untuk batas elevasi lebih dari 3 derajat nilai TEC tidak mengandung multipath dan disarankan 6

untuk melakukan pemodelan nilai TEC lebih baik menggunakan data dari batasan elevasi yang lebih dari 3 derajat. Hari ke 6 (3 Juli 28) Hari ke (2 Juli 28) Gambar 33. Nilai TEC berdasarkan Nomer Satelit Pada Gambar 33 merupakan berupa keterangan Misalkan untuk nomer satelit 4 berwarna merah tua, nomer satelit berwarna merah, nomer satelit 14 berwarna hijau dan seterusnya. Gambar 38. Nilai TEC berdasarkan Nomer Satelit Pada Gambar 38 merupakan berupa keterangan Misalkan untuk nomer satelit 4 berwarna merah tua, nomer satelit berwarna merah, nomer satelit 14 berwarna hijau dan seterusnya. Gambar 39 Gambar 4 Gambar 34 Gambar 3 Gambar 36 Gambar 37 Pada Gambar 34, 3, dan 36 adalah masingmasing memperlihatkan nilai TEC dengan batasan sudut elevasi mulai dari 1, 1, dan 2 derajat. Diketahui dari gambar tersebut bahwa untuk batasan sudut elevasi sampai 2 derajat masih tidak memperlihatkan sifat yang kontinyu dari nilai TEC sehingga dapat dimungkinkan masih mengandung multipath dan tidak bisa digunakan untuk pemodelan nilai TEC. Sedangkan untuk Gambar 37 memperlihatkan nilai TEC dengan batasan sudut lebih dari 3 derajat. Dari gambar tersebut bahwa telah memperlihatkan sifat yang kontinyu dan lebih halus dari nilai TEC sehingga bisa dikatakan tidak mengandung multipath dan disarankan digunakan untuk pemodelan nilai TEC lebih baik menggunakan data nilai TEC yang sudut elevasinya lebih dari 3 derajat. Gambar 41 Gambar 42 Gambar 39, 4, dan 41 adalah masing masing memperlihatkan nilai TEC dengan berbagai variasi batasan sudut elevasi 1, 1, dan 2 derajat. Dari gambar tersebut tidak memperlihatkan sifat kontinyu dari nilai TEC sehingga dapat dimungkinkan masih mengandung multipath dan tidak bisa digunakan untuk pemodelan nilai TEC. Sedangkan untuk Gambar 42 dengan batasan elevasi lebih dari 3 derajat telah memperlihatkan nilai TEC yang memiliki sifat kontinyu dan lebih halus sehingga dapat dimungkinkan untuk batasan elevasi tersebut nilai TEC tidak mengandung multipath sehingga data dari nilai TEC pada batasan tersebut bisa digunakan untuk pemodelan nilai TEC. 7

Hari ke 7 (4 Juli 28) Gambar 43. Nilai TEC berdasarkan Nomer Satelit Pada Gambar 43 merupakan berupa keterangan Misalkan untuk nomer satelit berwarna merah tua, nomer satelit 9 berwarna merah, nomer satelit 14 berwarna hijau tua dan seterusnya. Gambar 44 Gambar 4 Gambar 46 Gambar 47 Pada Gambar 44, 4, dan 46 yang masing masing telah memperlihatkan perubahan nilai TEC pada batasan elevasi 1, 1, dan 2 derajat. Diketahui dari gambar tersebut bahwa sampai batasan 2 derajat tidak memperlihatkan perubahan nilai TEC yang kontinyu sehingga bisa dikatakan bahwa untuk sampai batasan elevasi lebih dari 2 derajat masih mengandung multipath dan tidak bisa digunakan untuk pemodelan nilai TEC. Sedangkan pada gambar 47 pada nilai TEC untuk elevasi 3 derajat memiliki sifat kekontinyuan dan lebih halus dan tidak mengandung multipath. Sehingga data nilai TEC berelevasi lebih 3 derajat sangat baik digunakan dalam pemodelan nilai TEC.. Kesimpulan Penelitian tentang Analisa Nilai TEC Pada Lapisan Ionosfer Dengan Menggunakan Data Pengamatan GPS Dua Frekuensi yang dilakukan pada titik BM BPLS tepatnya berada depan kantor BPLS Surabaya yang beralamat di Jln. Gayung Kebonsari No. Surabaya dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Pola pergerakan nilai TEC pada pengukuran selama 7 hari mulai dari hari ke 1 sampai hari ke 7 mengalami pola yang hampir sama. 2. Nilai TEC maksimum terjadi pada hari ke empat tanggal 1 juli 28 dengan nilai 33,6 TECU pada jam.. 3. Nilai TEC minimum terjadi pada hari pertama 28 juni 28 dengan nilai 4,433 TECU pada jam 2.. 4. Pada sudut elevasi lebih dari 2 derajat sudah cenderung mengalami perubahan menuju ke sifat yang kontinyu dan halus.. Pada sudut elevasi lebih dari 3 derajat semua data nilai TEC memiliki sifat kontinyu, lebih halus, dan bebas multipath. 6. Untuk melakukan pemodelan nilai TEC data yang digunakan adalah yang memiliki elevasi lebih dari 3 derajat. 6. Saran 1. Untuk mengetahui pola pergerakan nilai TEC sebaiknya di lakukan pengamatan selama 24 jam penuh. 2. Software TEC Harian yang digunakan untuk menentukan nilai TEC hanya bisa digunakan untuk mengelolah data dari tipe receiver tertentu misalnya trimble jadi diperlukan penelitian lebih lanjut yang bisa digunakan untuk mengelolah semua jenis tipe receiver. 3. Untuk mengetahui pola pergerakan nilai TEC yang lebih jelas dan mudah difahami lebih baik di buatkan model TEC. 4. Untuk penelitian nilai TEC supaya tidak hanya berhenti sampai disini saja dan nantinya bisa di kembangkan lebih jauh. 8

Daftar Pustaka Abidin, H.Z. 27. Penentuan Posisi dengan GPS dan Aplikasinya. Jakarta : PT.Pradnya Paramita. Abidin, H.Z. Jones, A., dan Kahar, J. 22. Survei dengan GPS.Jakarta : PT.Pradnya Paramita. Buldan, M. 29. Pemodelan TEC Ionosfer Di Atas Sumatra Dan Sekitarnya Mendekati Real Time Dari Data GPS NTUS. LAPAN. Bandung. Chang Ki, H., Dorota, A., Grejner, B., dan Hyoun, J.K. Efficient GPS receiver DCB estimation for ionosphere modeling using satellitereceiver geometry changes. Earth Planets Space, 6, e2 e28, 28. Clark E., Pervan, B., and Parkinson, B. 1992. Estimation of absolute Ionospheric Delay Exclusively Through Single Frequency GPS Measurement. Proceding of Ion GPS 92. Albuquerque, New Mexico. Ekawati, S., Effendy, dan Kurniawan, Aries. 28. Sintilasi Ionosfer Ekuator Indonesia Berbasis GPS. Prosiding Seminar Nasional Fisika. LAPAN. Bandung. Engler, E., Jungstand, A., dan Klahn, D. 1996. Quality of Dual Frequency Ionospheric Real Time Corrections. Proceding of the 2 nd Annual Meeting. Cambridge, Massachusetts. Handoko, E.Y. 24. Modul Ajar Geodesi Satelit II. Surabaya : Teknik Geodesi ITS. Hofmann Wellenhof, B., H. Lichtenegger, and J. Collins. 1997. GPS Theory and Practice. Springer Verlag, Fourth, revised edition, Wien. Leick, A. 199. GPS Satellite Surveying. John Wiley & Sons, Second edition, New York. Linscott, I, R., Hinson, D, P., dan Tyler, G, L. 1992. Earth Atmospheric Profiles using GPS Occulation. Proceding of Ion GPS 92. Albuquerque, New Mexico. Perwitasari, S., dan Muslim, B. 29. Perbandingan metode Estimasi DCB Penerima GPS Untuk Pemodelan Ionosfer. LAPAN. Bandung. Seeber, G. 1993. Satellite Geodesy, Foundations, Methods, and Applications. Walter de Gruyter, Berlin. Setyadji,B.,23.http://gdlab.gd.itb.ac.id/~gps/TE C/index.html. Dikunjungi pada 16 September 29, jam 2.3. UOL (Universiy of leicester). 2. Situs internet: Ionospheric Physics, alamat situs:http://ion.le.ac.uk/ionosphere/io nosphere.html. Dikunjungi pada 6 Oktober 29, jam 2.3 Xia, R. 1992. Determination of Absolute Ionospheric Error Using a Single Frequency GPS Receiver. Proceding of Ion GPS 92. Albuquerque, New Mexico. 9