Diadaptasi oleh Dewan Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 18 Januari 2002

dokumen-dokumen yang mirip
PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI PENJUALAN ANAK, PROSTITUSI ANAK, DAN PORNOGRAFI ANAK

PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI PENJUALAN ANAK, PROSTITUSI ANAK, DAN PORNOGRAFI ANAK

PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI PENJUALAN ANAK, PROSTITUSI ANAK, DAN PORNOGRAFI ANAK

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG

PROTOKOL OPSIONAL PADA KONVENSI TENTANG HAK TENTANG PENJUALAN ANAK, PROSTITUSI ANAK DAN PORNOGRAFI ANAK

PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA

Protokol Tambahan Konvensi Hak Anak Terkait Keterlibatan Anak Dalam Konflik Bersenjata

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG

UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan

PROTOKOL OPSIONAL PADA KONVENSI TENTANG HAK ANAK TENTANG KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA

I. UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Telah menyetujui sebagai berikut: Pasal 1. Untuk tujuan Konvensi ini:

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

15A. Catatan Sementara NASKAH KONVENSI TENTANG PEKERJAAN YANG LAYAK BAGI PEKERJA RUMAH TANGGA. Konferensi Perburuhan Internasional

K189 Konvensi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi Pekerja Rumah Tangga, 2011

KONVENSI KETENAKERJAAN INTERNASIONAL KONVENSI 182 MENGENAI PELARANGAN DAN TINDAKAN SEGERA PENGHAPUSAN BENTUK-BENTUK PEKERJAAN TERBURUK UNTUK ANAK

PROTOKOL OPSIONAL PERTAMA PADA KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK SIPIL DAN POLITIK 1

K143 KONVENSI PEKERJA MIGRAN (KETENTUAN TAMBAHAN), 1975

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Institute for Criminal Justice Reform

KONVENSI INTERNASIONAL TENTANG PENCARIAN DAN PERTOLONGAN MARITIM, 1979 (Hamburg, 27 April 1979)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN ANAK DAN PEREMPUAN

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN ATAU PENGHUKUMAN LAIN YANG KEJAM, TIDAK MANUSIAWI DAN MERENDAHKAN MARTABAT MANUSIA

KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN ATAU PENGHUKUMAN LAIN YANG KEJAM, TIDAK MANUSIAWI DAN MERENDAHKAN MARTABAT MANUSIA

Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011.

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

K182 PELANGGARAN DAN TINDAKAN SEGERA PENGHAPUSAN BENTUK-BENTUK PEKERJAAN TERBURUK UNTUK ANAK

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

15B. Catatan Sementara NASKAH REKOMENDASI TENTANG PEKERJAAN YANG LAYAK BAGI PEKERJA RUMAH TANGGA. Konferensi Perburuhan Internasional

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Konvensi Internasional menentang Perekrutan, Penggunaan, Pembiayaan, dan Pelatihan Tentara Bayaran (1989) Pasal 1

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd. DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG

2013, No.50 2 Mengingat c. bahwa Indonesia yang telah meratifikasi International Convention for the Suppression of the Financing of Terrorism, 1999 (K

BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KOVENAN INTERNASIONAL HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA

PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SEHUBUNGAN DENGAN PERDAGANGAN MANUSIA (ANAK)

PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

R201 Rekomendasi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi Pekerja Rumah Rangga, 2011

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 8 TAHUN 2014

KONVENSI INTERNASIONAL TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP SEMUA ORANG DARI TINDAKAN PENGHILANGAN SECARA PAKSA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LAMPIRAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1994 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi

23 Oktober Kepada Yth: Ibu Retno L.P. Marsudi Menteri Luar Negeri Republik Indonesia

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1999 TENTANG

PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA

PROTOKOL CARTAGENA TENTANG KEAMANAN HAYATI ATAS KONVENSI TENTANG KEANEKARAGAMAN HAYATI

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PELAYANAN TERHADAP HAK-HAK ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Naskah Terjemahan Lampiran Umum International Convention on Simplification and Harmonization of Customs Procedures (Revised Kyoto Convention)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG

R-188 REKOMENDASI AGEN PENEMPATAN KERJA SWASTA, 1997

KonveKonvensi Anti Penyiksaan dan perlakuan atau Hukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi dan Merendahkan Martabat Manusia

BUPATI BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN ORANG

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Kepolisian Negara Republik Indonesia. Negara Republik Indonesia disebutkan bahwa Kepolisian bertujuan untuk

Dengan Persetujuan Bersama. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN:

PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK RAKYAT CHINA MENGENAI BANTUAN HUKUM TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

2008, No d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c perlu membentuk Undang-Undang tentang Porno

DAFTAR INVENTARISASI MASALAH (DIM)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MENEGAKKAN TANGGUNG JAWAB MELINDUNGI: PERAN ANGGOTA PARLEMEN DALAM PENGAMANAN HIDUP WARGA SIPIL

BUPATI PATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DRAFT 16 SEPT 2009 PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 34 TAHUN 2016 TENTANG

Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, dan Merendahkan Martabat Manusia

LAMPIRAN II UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1961 TENTANG PERSETUJUAN ATAS TIGA KONVENSI JENEWA TAHUN 1958 MENGENAI HUKUM LAUT

KONVENSI INTERNASIONAL TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP SEMUA ORANG DARI TINDAKAN PENGHILANGAN SECARA PAKSA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Annex 1: Kovenan Internasional Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya

4. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (Convention on The Elimination of all Forms of

PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

*12398 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 32 TAHUN 2000 (32/2000) TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Transkripsi:

Protokol Konvensi Hak Anak Tentang Perdagangan Anak, Prostitusi Anak dan Pronografi Anak Diadaptasi oleh Dewan Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 18 Januari 2002 Negara-negara peserta tentang protokol ini, Meninmbang bahwa untuk mencapai tujuan Konvensi Hak Anak 1 dan penerapan aturan-aturanta lebih lanjut, khususnya pasal 1, 11, 21, 32, 33, 34, 35 dan 36, maka harus diambil langkah-langkah yang dianggap perlu guna menjamin perlindungan terhadap anak praktik penjualan anak, prostitusi anak dan pornografi anak, Menimbang bahwa Konvensi Hak Anak memberikan perlindungan terhadap hak anak dari eksploitasi ekonomi dengan melaksanakan pekerjaan-pekerjaan yang sekiranya membahayakan atau mengganggu pendidikan, kesehatan atau fisik, mental, sprititual, moral dan perkembangan sosial anak, Memperhatikan dengan seksama tentang meningkatnya lalu lintas perdagangan anak untuk tujuan penjualan anak, prostitusi anak dan pornografi anak, Memperhatikan dengan seksama bahwa dengan meluas dan berlangsungnya praktik wisata seks atas anak secara langsung menyebabkan terjadinya perdagangan anak, prostitusi anak dan pornografi anak, Menyadari bahwa jumlah kelompok khusus yang rentan termasuk anak perempuan, menghadapi resiko yang lebih tinggi terhadap eksploitasi seksual, Memperhatikan bertambahnya jumlah pronografi di internet dan teknologi lain yang dipakai untuk pornografi dan mengingat kesimpulan akhir Konferensi Internasional memerangi pornografi anak di internet yang diselenggarakan di Wina 1999, bahwa semua tindakan memproduksi, distribusi, pengiriman ke luar negeri, pemindahan, pembelian, pemilikan, dan pengiklanan atas pornografi anak, dianggap sebagai tindak kriminal, 1 / 13

Meyakini bahwa untuk menghapus penjualan anak, prostitusi anak dan pornografi anak, akan menggunakan pendekatan yang holistik yang ditujukan pada faktor pendorong, termasuk kemiskinan, keterbelakangan, kesenjangan sosial, perbedaan struktur sosial ekonomi, disfungsi keluarga, kurangnya pendidikan, migrasi desa-kota, diskriminasi gender, perilaku sosial yang tidak bertanggung jawab, praktik-praktik adat yang merugikan, konflik bersenjata dan perdagangan anak, Meyakini bahwa usaha meningkatkan kesadaran publik diperlukan untuk mengurangi tuntutan komnsemn atas penjualan anak, prostitusi anak dan pornografi anak, serta meyakini pentingnya memperkuat kemitraan global semua pihak dan meningkatkan penerapan hukum pada tingkat nasional, Memperhatikan pernyataan instrumen legal intrumen internasional yang terkait denggan perlindungan anak termasuk Konvensi Perlindungan Anak dan Kerjasama Antar negara yang mengadopsi Konvensi Aspek Sipil mengenai penculikan anak internasional, Konvensi wewenang hukum, penerapan undang-undang, penyadaran, penerapan dan kerjasama untuk melindungi anak dan Konvensi ILO 182 tentang Penghapusan Bntuk-Bentuk Terburuk Pekerja Anak, Didorong oleh besarnya dukungan unuk Konvensi Hak Anak, menujukan komitmen yang tinggi untuk melaksanakan dan melindungi hak anak, Menyadari pentingnya pelaksanaan program aksi untuk mencegah penjualan anak, prostitusi anak dan pornografi anak, dan serta Agenda untuk Aksi yag diadopsi pada saat kongres dunia terhadap eksploitasi seksual komersial anak yang dilaksanakan di Stockholm pada 27-31 Agustus 1996 dan keputusan lain yang relevan serta rekomendasi dari badan internasional yang terkait, Mempertimbangkan pentingnya nilai tradisional dan budaya tiap orang untuk perlindungan dan perkembangan anak yang selaras, Memutuskan sebagai berikut: 2 / 13

Pasal 1 Negara peserta harus melarang penjualan anak, prostitusi anak dan pornografi anak, seperti yang terdapat pada protokol ini. Pasal 2 Protokol ini menerangkan bahwa: (a) Penjualan anak berarti setiap tindakan atau transaksi dimana seorang anak dipindahkan kepada orang lain oleh siapapun atau kelompok, demi keuntungan atau dalam bentuk lain, (b) Prostitusi anak berarti menggunakan seorang anak untuk kegiatan seksual demi keuntungan atau dalam bentuk lain, (c) Pornografi anak berarti pertunjukan apapun atau dengan cara apa saja yang melibatkan anak di dalam kegiatan seksual yang nyata atau eksplisit atau yang menampilkan bagian tubuh anak demi tujuan seksual. Pasal 3 1. Tiap negara harus menjamin bahwa sebagai standard minimum, pada perbuatan dan kegiatan berikut ini dianggap sebagai tindak kriminal atau melanggar hukum pidana, apakah kejahatan tersebut dilakukan di dalam negeri atau antar negara atau berbasis individu atau terorganisir: (a) Dalam konteks penjualan anak seperti yang didefinisikan dalam pasal 2: 3 / 13

(i) Menawarkan, mengantarkan atau menerima anak dengan berbagai cara untuk tujun berikut: a. Eksploitasi seksual anak; b. Mengambil organ tubuh anak untuk suatu keuntungan; c. Keterlibatan anak dalam kerja paksa; (ii) Penculikan anak untuk adopsi (b) Menawarkan, mendapatkan dan menyediakan anak untuk prostitusi, seperti yang didefinisikan dalam pasal 2. (c) Memproduksi, mengirimkan, menyebarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, menjual atau memiliki untuk tujuan pornografi anak dengan tujuan di atas seperti yang didefinisikan pasal 2. 2. Mengacu pada pernyataan yang terdapat di dalam hukum nasional tiap negara, hukum juga berlaku apabila terdapat percobaan dan keterlibatan atau partisipasi dalam setiap tindakan yang telah disebutkan. 3. Tiap negara peserta harus menghukum setiap kejahatan dengan mengenakan denda yang sesuai. 4. Mengacu pada pernyataan-pernyataan hukum nasional, tiap negara peserta harus mengambil tindakan yang dianggap perlu untuk meminta peserta harus mengambil tindakan yang dianggap perlu untuk meminta pertanggungjawaban secara hukum atas kejahatan yang dilakukan seperti yang disebutkan pada paragraf 1 ayat ini. Mengacu pada prinsip-prinsip 4 / 13

hukum tiap negara peserta, pertanggungjawaban secara hukum dapat berbentuk kriminal, sipil atau administratif. 5. Tiap negara peserta harus mengambil tindakan administratif dan hukum yan sesuai untuk memastikan hukum bahwa setiap orang yang terlibat di dalam tindakan adopsi anak dikenakan instrumen hukum internasional. Pasal 4 Tiap negara peserta harus mengambil tindakan yang dianggap perlu untuntuk menegakkan kekuasaan hukum atas kejahatan-kejahatan yang terdapat pada ayat 3 paragraf 1, jika kejahatan tersebut dilakukan di wilayahnya atau di atas kapal atau pesawat yang tercacat di negara tersebut. 2. Tiap negara peserta harus mengambil tindakan yang dianggap perlu untuk menegakkan kekuasaan hukum atas kejahatan-kejahatan yang terdapat pada ayat 3 paragraf 1, untuk kasus-kasus beriku ini: (a) Jika tersangka pelaku kejahatan adalah warga negara atau perorangan yang bertempat tinggal di wilayah negara tersebut. (b) Jika korban adalah warga negara tersebut. 3. Tiap negara peserta harus mengambil tindakan yang dianggap perlu untuk menegakkan kekuasaan hukum atas kesejahatan-kejahatan yang tersebut di atas jika tersangka pelaku kejahatan berada di wilayah kekuasaannya dan hal tersebut tidak menyebabkan pelaku terekstradisi di negara lain kejahatan dilakukan oleh salah seorang warganya. 4. Prokol ini tidak mengecualikan kekuasaan hukum kriminal yang berlaku sesuai dengan hukum internal. 5 / 13

Pasal 5 1. Kejahatan-kejahatan seperti yang terdapat pada pasal 3 paragraf 1 harus dianggap sebagai kejahatan yang dapat diekstradisi sesuai dengan peraturan ekstradisi yang berlaku sesudahnya, sesuai dengan kondisi yang tercantum dalam perjanjian tersebut. 2. Jika suatu negara peserta yang memberlakukan keadaan ekstradisi pada perjanjian hukum antar negara menerima permohonan esktradisi dari negara peserta yang lain yang tidak memilik perjanjian hukum antar negara, maka protokol ini menjadi dasar ekstradisi atas kejahatan tersebut. Ekstradisi berlaku sesuai dengan syarat yang ditetapkan di dalam hukum negara pemohon. 3. Negara-negara peserta yang tidak menerapakan ekstradisi pada perjanjian yang berlaku harus mengakui bahwa kejahatan tersebut adalah kejahatan yang dapat diekstradisi mengacu pada syarat-syarat yang tercantum pada hukum negara pemohon. 4. Untuk tujuan ekstradisi antar negara peserta, kejahatan-kejahatan tersebut harus dianggap tidak hanya dilakukan dimana terjadinya kejahatan, namun juga dianggap dilakukan di wilayah negara yang diminta untuk menjalankan kekuasaan hukum seperti yang tercantum dalam pasal 4. 5. Jika permintaan ektradisi dikeluarkan untuk kejahatan yang tercantum dalam ayat 3 paragraf 1, dan negara yang meminta tidak atau tidak menjalankan ektradisi berdasarkan kewarganegaraan pelaku kejahatan, maka negara tersebut harus mengambil tindakan untuk menyerahkan kasus tersebut harus mengambil tindakan untuk menyerahkan kasus tersebut kepada pihak yang berwenang untuk meneruskan pendakwaannya. Pasal 6 1. Negara-negara peserta harus saling membantu dalam penyidikan kriminal atau pemberlakuan ektradisi kejahatan yang dilakukan seperti yang terdapat pada ayat 3 paragraf 1, termasuk bantuan dalam mencari bukti-bukti yang diperlukan dalam penyelesaian proses 6 / 13

ekstradisi. 2. Negara-negara peserta harus melaksanakan kewajiban seperti tercantum pada paragraf 1 ayat ini sesuai dengan kesepakatan antar negara atau ketetapan lain yang saling menguntungkan antar negara atau ketetapan yang saling menguntungkan. Jika tidak terdapat kesepakatan atau ketetapan antar negara, maka negara peserta harus memberikan bantuan sesuai dengan hukum yang berlaku di dalam negara peserta lain. Pasal 7 Negara-negara peserta harus mengambil tindakan-tindakan berikut ini, mengacu pada pernyataan-pernyataan yang terdapat di hukum nasional masing-masing: (a) Mengambil tindakan penyitaan atau pengambil alihan: (i) Benda-benda, eseperti materi, kekayaan atau alat kekayaan lain yang digunakan untuk melaksanakan atau memfasilitasi kejahatan seperti yang tercantum dalam protokol ini; (ii) Proses selanjutnya setelah terjadi pelangaran; (b) Melaksanakan permohonan negara lain untuk menyita atau mengambil alih benda-benda dengan mengacu pada sub paragraf (a); (c) Mengambil tindakan yang ditujukan untuk menutup tempat-tempat yang digunakan untuk melakukan kehatan tersebut, baik secara sementara atau tidak terbatas. Pasal 8 7 / 13

1. Negara-negara peserta harus mengambil tindakan-tindakan yang perlu guna melindungi hak-hak dan kepentingan korban anak dari praktik-praktik terlarang seperti yang terdapat pada protokol ini di semua tahapan proses peradilan kriminal, khususnya dengan: (a) Menyadari bahwa korban anak adalah rentan memahami kebutuhan dasar mereka sebagai saksi dan sesuai dengan prosedur; (b) Menginformasikan kepada para korban anak mengenai hak-hak mereka, peran dan lingkup mereka, pemilihan waktu dan perkembangan penyelesaian kasus mereka; (c) Menyertakan pandangan, kebutuhan dan kepentingan para korban anak yang akan dipresentasikan dan dimasukan ke dalam proses dimana kepentingan pribadi mereka terkena dampak, sesuai dengan peraturan-peraturan prosedural hukum nasional; (d) Memberikan dukungan pelayanan yang layak kepada korban secara selama proses hukum; (e) Memberikan perlindungan yang layak kepada rahasia pribadi dan identitas anak dan mengambil tindakan-tindakan yang perlu sesuai dengan hukum nasional untuk menghindari menyebarnya informasi yang menyebabkan korban anak dapat dikenali; (f) Untuk kasus-kasus tertentu, menyediakan jaminan keselamatan untuk para korban anak dan para keluarganya dan para saksi atas nama mereka dari intimidasi dan dendam; (g) Menghindari penundaan yang tidak perlu dalam pemrosesan kasus dalam pelaksanaan hukuman atau keputusan yang menjamin ganti rugi para korban. 2. Negara-negara peserta harus menjamin bahwa usia sesungguhnya para korban anak tidak menghalangi inisiatif penyelidikan kasus pidana, termasuk penyelidikan yang bertujuan untuk menentukan usia para korban. 8 / 13

3. Negara-negara peserta hatus menjamin bahwa dalam sistem peradilan pidana, memperlakukan anak-anak yang menjadi korban kejahatan yang disebutkan dalam protokol ini harus dengan pertimbangan kepentingan terbaik untuk anak. 4. Negara-negara peserta harus memberikan pelatihan psikologi kepada orang-orang yang bekerja dengan para korban jehatan terlarang yang tercantum dalam protokol ini. 5. Pada kasus-kasus tertentu, negara-negara peserta harus mengambil tindakan untuk melindungi keselamatan dan kebutuhan orang atau organisasi yang terlibat di dalam pencegahan dan atau perlindungan serta rehabilitasi para korban. 6. Dalam pasal ini tidak boleh ada yang ditafsirkan merugikan atau tidak konsisten dengan hak-hak yang peradilan. Pasal 9 1. Negara-negara peserta harus memberlakukan, memperkuat, melaksanakan, dan menyebarkan hukum, tindakan administratif, kebijakan dan program sosial untuk mencegah terjadinya kejahatan yang tercantum dalam protokol ini. Perhatian khusus juga harus diberikan untuk melindungi anak-anak yang rentan terhadap praktik kejahatan ini.. Negara-negara peserta harus meningkatkan kesadaran publik dalam skala besar, termasuk kepada anak-anak melalui media yang sesuai, pendidikan dan pelatihan mengenai pencegahan dan dampak yang merugikan dari kejahatan yang tercantum dalam protokol ini. Untuk memenuhi kewajiban dalam pasal ini, negara-negara peserta harus mendorong partisipasi komunitas dan korban anak pad khususnya, dalam program informasi, pendidikan dan pelatihan, termasuk dalam tingkat internasional. 3. Negara-negara peserta harus mengambil tindakan yang memungkinkan untuk menjamin bantuan yang sesuai kepada para korban kejahatan ini, termasuk pemulihan fisik dan mental, dan reintegrasi sosial. 9 / 13

4. Negara-negara peserta harus menjamin bahwa semua anak korban kejahatan yang tercantum dalam protokol ini mendapatkan akses yang cukup untuk memperoleh prosedur dan ganti rugi secara hukum, tanpa adanya diskriminasi. 5. Negara-negara peserta harus mengambil tindakan yang efektif untuk menghapus produksi dan penyebaran iklan materi-materi kejahatan yang tercantum dalam protokol ini secara efektif. Pasal 10 1. Negara-negara peserta harus mengambil langkah-langkah yang perlu untuk memperkuat kerjasama internasional melalui kesepakatan multilateral, regional dan bilateral untuk mencegah, mendeteksi, menyelidiki, mengadili dan menghukum pelaku perdagangan anak, prostitusi anak, pornografi anak dan wisata seks anak. Negara-negara peserta harus meningkatkan kerjasama dan koordinasi internasional antara pihak yang berwenang, organisasi non pemerintah nasional dan internasional dan oganisasi internasional. 2. Negara-negara peserta juga harus meningkatkan kerjasama internasional untuk membantu pemulihan fisik dan mental anak korban perdagangan, reintegrai sosial, dan pemulangan ke tempat asal. 3. Negara-negara peserta juga harus memperkuat kerjasama internasional untuk memerangi penyebab utama seperti kemiskinan dan keterbelakangan, yang menyebabkan rentannya anak-anak terhadap prdagangan anak, prostitusi anak, pornografi anak dan wisata seks anak. 4. Negara-negara peserta harus menyediakan bantuan keuanga, teknis atau bantuan lainnya melalui program multilateral, regional, bilateral atau yang lain. Pasal 11 Dalam protokol ini tidak boleh berdampak pada penyataan yang lebih mengarah pada realisasi 10 / 13

hak-hak anak yang mungkin terdapat pada: (a) Hukum Negara-negara peserta; (b) Hukum internasional yang memaksa untuk negara tersebut. Pasal 12 1. Tiap negara peserta dalam dua tahun sesudah melaksanakan protokol ini harus menyerahkan laporan kepada Komite Hak Anak untuk memberikan informasi yang lebih komprehensif dalam pelaksanaan tindakan-tindakan yang telah diambil dalam implementasi pernyataan-pernyataan yang terdapat dalam protokol ini. 2. Sesudah menyerahkan laporan komprehensif, negara peserta harus mencantumkan informasi lebih rinci ke dalam laporan tersebut yang diserahkan kepada Komite Hak Anak mengenai implementasi protokol ini sesuai dengan Pasal 44 Konvensi Hak Anak. Negara-negara peserta harus menyerahkan laporan tiap lima tahun sekali. 3. Komite Hak Anak boleh mengajukan informasi lebih rinci yang relevan mengenai implementasi protokol ini kepada Negara-negara peserta. Pasal 13 1. Protokol ini terbuka untuk ditandatangani oleh tiap negara yang menjadi peserta konvensi atau yang telah menandatanganinya. 2. Protokol ini mengacu pada ratifikasi atau terbuka untuk tambahan oleh berbagai negara yang menjadi peserta Konvensi atau yang telah menandatanganinya. Instrumen ratifikasi atau 11 / 13

penambahan akan ditampung oleh Sekjen PBB. Pasal 14 1. Protokol ini harus dilakanakan tiga bulan setelah penampungan instrumen ratifikasi atau penambahan yang kesepuluh. 2. Untuk negara yang meratifikasi protokol ini atau yang menyetujui seelah pelaksanaan, maka protokol akan diberlakukan satu bulan setelah tanggal penambahan atau ratifikasi instrumen. Pasal 15 1. Tiap negara boleh mengadukan protokol ini setiap saat dengan pemberitahuan tertulis kepada Sekjen PBB, yang selanjutnya akan memberitahukan negara yang ikut meratifikasi Konvensi dan negara-negara lain yang telah menandatangi Konvensi. Pengaduan yang diajukan akan berlaku satu tahun setelah tanggal diterimanya pemberitahuan oleh Sekjen PBB. 2. Pengaduan seperti ini tidak berdampak kepada kewajiban Negara-negara peserta yang lain yang tercantum di dalam protokol ini melihat pada kejahatan yang berlangsung sebelum tanggal pemberlakuan pengaduan. Pasal 16 1. Tiap negara peserta berhak mengajukan amandemen dan mencatatnya dengan Sekjen PBB. Selanjutnya Sekjen harus mengkomunikasikan amandemen yang diajukan apakah akan mengadakan konferensi antar negara peserta untuk mempertimbangkan dan memvoting amandemen yang diajukan. Pada kesempatan tersebut, dalam empat bulan setelah tanggal dikomunikasikan pengajuan, sedikitnya sepertiga negara anggota memilih mengadakan koferensi, maka Sekjen harus mengadakan rapat panitia untuk konferensi tersebut dibawah lindungan PBB. Amandemen apapun yang diambil oleh mayoritas negara peserta yang harus 12 / 13

hadir dan yang memilih mengadakan konferensi harus menyerahkan persetujuannya kepada Majelis Umum PBB. 2. Amandemen yang diambil yang sesuai dengan paragraf 1 pasal ini harus dilaksanakan jika telah mendapat persetujuan dari Majelis Umum dan diterima oleh dua pertiga mayoritas negara peserta. 3. Jika amandemen diberlakukan, hal itu harus mengikat negara-negara peserta lain yang menerimanya, sedangkan negara-negara peserta yang lain masih terkait dengan pernyataan-pernyataan yang terdapat dalam protokol ini dan amandemen sebelumnya yang telah mereka terima. Pasal 17 1. Protokol ini dalam naskah Arab, Cina, Inggris, Prancis, dan Spanyol memiliki kekuatan yang sama, akan disimpan dalam arsip PBB. 2. Sekretaris Jenderal PBB akan meneruskan salinan yang disahkan dari Protokol ini kepada semua Negara-negara peserta Konvensi serta kepada semua negara-negara yang telah menandatangani Konvensi 13 / 13