BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hukum berkembang mengikuti perubahan zaman dan kebutuhan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agar hukum dapat berjalan dengan baik pelaksanaan hukum

BAB I. Hakim sebagai salah satu penegak hukum bertugas memutus perkara yang. diajukan ke Pengadilan. Dalam menjatuhkan pidana hakim berpedoman pada

BAB I PENDAHULUAN. pengadilan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. pemeriksaan di sidang pengadilan ada pada hakim. Kewenangan-kewenangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pasal 28 A Undang-Undang Dasar 1945 mengatur bahwa, Setiap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Praperadilan merupakan lembaga baru dalam dunia peradilan di

BAB I PENDAHULUAN. mampu memimpin serta memelihara kesatuan dan persatuan bangsa dalam. dan tantangan dalam masyarakat dan kadang-kadang dijumpai

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28D ayat (2) mengatur bahwa,

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat tidak pernah lepas dengan. berbagai macam permasalahan. Kehidupan bermasyarakat akhirnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Negara Indonesia merupakan Negara Hukum yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana.

BAB I PENDAHULUAN. Pidana (KUHAP) adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya,

BAB I PENDAHULUAN. pada tahap interogasi / penyidikan sering terjadi tindakan sewenang-wenang

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar 1945, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945, yang

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan tersebut selain melanggar dan menyimpang dari hukum juga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan tindak pidana dalam kehidupan masyarakat di

I. PENDAHULUAN. Hak asasi manusia merupakan dasar dari kebebasan manusia yang mengandung

BAB I PENDAHULUAN. oleh pemerintah dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Proses peradilan yang sesuai dengan prosedur menjadi penentu

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. perlakuan yang sama dihadapan hukum 1. Menurut M. Scheltema mengatakan

BAB I PENDAHULUAN. yang baik dan yang buruk, yang akan membimbing, dan mengarahkan. jawab atas semua tindakan yang dilakukannya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, dan

BAB I PENDAHULUAN. hidup, tumbuh dan berkembang, berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. tidak mendapat kepastian hukum setelah melalui proses persidangan di

BAB I PENDAHULUAN. Acara Pidana (KUHAP) menjunjung tinggi harkat martabat manusia, dimana

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam Penjelasan Undang Undang Dasar 1945, telah dijelaskan

BAB I PENDAHULUAN. hak-hak sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi. 1. merupakan bagian dari hak asasi manusia yang termuat dalam Undang-

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pesatnya pertumbuhan penduduk Indonesia yang terlihat dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini rasanya cukup relevan untuk membicarakan masalah polisi

BAB I PENDAHULUAN. peraturan-peraturan tentang pelanggaran (overtredingen), kejahatan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang pengaruhnya sangat luas. Perubahan-perubahan yang

dikualifikasikan sebagai tindak pidana formil.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perlindungan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia

BAB I PENDAHULUAN. menetapkan bahwa Negara Indonesia adalah Negara hukum, dimana salah satu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agar hukum dapat berjalan dengan baik, maka berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan bermasyarakat, setiap anggota masyarakat selalu

BAB I PENDAHULUAN. merupakan bagian dari hak asasi manusia yang termuat dalam Undang-

BAB I PENDAHULUAN. Pertama, hal Soerjono Soekanto, 2007, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cetakan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. dalam hal dan menurut tata cara yang diatur dalam undang-undang untuk

PP 2/2002, TATA CARA PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN DAN SAKSI DALAM PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA YANG BERAT

Presiden, DPR, dan BPK.

PRAPERADILAN SEBAGAI UPAYA KONTROL BAGI PENYIDIK DALAM PERKARA PIDANA

PERLINDUNGAN HUKUM ATAS HAK TERHADAP TERSANGKA DI TINGKAT PENYIDIKAN OLEH KEPOLISIAN

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya

BAB I PENDAHULUAN. Hukum adalah sesuatu yang sangat sulit untuk didefinisikan. Terdapat

BAB I PENDAHULUAN. dinyatakan bersalah dan dijatuhi pidana. hubungan seksual dengan korban. Untuk menentukan hal yang demikian

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. dalam Undang Undang Dasar Repubik Indonesia (UUD 1945) Pasal 1 ayat (3).

BAB I PENDAHULAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3)

BAB I PENDAHULUAN. yang demokratis, berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara

FUNGSI DAN KEDUDUKAN SAKSI A DE CHARGE DALAM PERADILAN PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemberantasan tindak pidana korupsi di negara Indonesia hingga saat

BAB I PENDAHULUAN. sosial yang khususnya berkaitan dengan hukum, moralitas serta ketidakadilan.

BAB I PENDAHULUAN. (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat). Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada

BAB I PENDAHULUAN. kejahatan. Meskipun pengaturan tentang kejahatan di Indonesia sudah sangat

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 28, Pasal 28A-J Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembicaraan tentang anak dan perlindungan tidak akan pernah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak bukanlah untuk dihukum tetapi harus diberikan bimbingan dan

BAB I PENDAHULUAN. bermanfaat bagi pengobatan, tetapi jika dikonsumsi secara berlebihan atau tidak. rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan masyarakat sehari-hari, sering terjadi tindak

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan tanpa kecuali. Hukum merupakan kaidah yang berupa perintah

BAB I PENDAHULUAN. generasi penerus bangsa, sehingga setiap anak berhak atas kelangsungan. memajukan kehidupan berbangsa dan bernegara.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Hukum materiil seperti yang terjelma dalam undang undang atau yang

BAB I PENDAHULUAN. Kejahatan adalah suatu permasalahan yang terjadi tidak hanya di dalam suatu

BAB I PENDAHULUAN. negara hukum. Negara hukum merupakan dasar Negara dan pandangan. semua tertib hukum yang berlaku di Negara Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, sehingga harus diberantas 1. hidup masyarakat Indonesia sejak dulu hingga saat ini.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Didalam proses perkara pidana terdakwa atau terpidana

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia adalah negara berdasarkan UUD 1945 sebagai konstitusi

BAB 1 PENDAHULUAN. setiap individu, sehingga setiap orang memiliki hak persamaan dihadapan hukum.

BAB I PENDAHULUAN. melindungi individu terhadap pemerintah yang sewenang-wenang dan

BAB II PRAPERADILAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA. A. Sejarah Praperadilan dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. nasional. Adanya ketidakseimbangan antara perlindungan terhadap. korban kejahatan dengan perlindungan terhadap pelaku, merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara republik Indonesia adalah negara hukum, berdasarkan pancasila

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara hukum yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan Negara hukum sebagaimana diatur dalam Pasal

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Oleh : Baskoro Adi Nugroho NIM. E

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. paling dominan adalah semakin terpuruknya nilai-nilai perekonomian yang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

JAMINAN PERLINDUNGAN HAK TERSANGKA DAN TERDAKWA DALAM KUHAP DAN RUU KUHAP. Oleh : LBH Jakarta

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa,

BAB I PENDAHULUAN. berlakunya Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana

BAB I PENDAHULUAN. mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil,

BAB I PENDAHULUAN. pribadi maupun makhluk sosial. Dalam kaitannya dengan Sistem Peradilan Pidana

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB 1 PENDAHULUAN. boleh ditinggalkan oleh warga negara, penyelenggara negara, lembaga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam konstitusi Indonesia, yaitu Pasal 28 D Ayat (1)

BAB I PENDAHULUAN. perbuatan menyimpang yang ada dalam kehidupan masyarakat. maraknya peredaran narkotika di Indonesia.

SKRIPSI UPAYA POLRI DALAM MENJAMIN KESELAMATAN SAKSI MENURUT UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum berkembang mengikuti perubahan zaman dan kebutuhan manusia. Salah satu unsur yang menyebabkan adanya perubahan dan perkembangan hukum adalah adanya ilmu pengetahuan, penemuan-penemuan di bidang teknologi, dan perubahan zaman sebagai akibat dari kebutuhan masyarakat. Dalam kehidupan bermasyarakat dibutuhkan hukum, guna mengatur kehidupan bermasyarakat agar tercipta suatu kehidupan bermasyarakat. Hukum memiliki beberapa bagian, salah satunya adalah hukum pidana yang mengatur hubungan individu satu dengan individu yang lainnya. Dalam proses pelaksanaannya, hukum pidana diperlukan hukum acara seperti tertuang didalam Kitab Hukum Acara Pidana (KUHAP). Dalam hukum acara pidana diatur tata cara penyelidikan, penangkapan, penahanan, penyitaan, dan penyidikan yang memperhatikan penghargaan terhadap Hak Asasi Manusia (HAM) yang dijamin oleh negara. Pada sisi lain hukum juga memberikan kewenangan tertentu kepada negara melalui aparat penegak hukumnya, untuk melakukan tindakan yang dapat mengurangi hak asasi warganya. 1 1 http://www.google.com, Jodi Santoso, Penyalahgunaan Wewenang dalam Penyidikan. 1

2 Hukum acara pidana bertujuan untuk membatasi kekuasaan negara dalam bertindak serta melaksanakan hukum pidana materiil. Ketentuanketentuan dalam hukum acara pidana dimaksudkan untuk melindungi para tersangka dan terdakwa dari tindakan yang sewenang-wenang aparat penegak hukum. Negara mempunyai kewajiban hukum untuk memajukan, menghormati, mematuhi dan melindungi ketentuan-ketentuan yang terdapat didalam instrument Hak Asasi Manusia. Hal ini sesuai dengan konsideran KUHAP dalam huruf a yang berbunyi Negara Republik Indonesia adalah Negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 yang menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. Dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981, membuktikan bahwa telah diperhatikannya perlindungan Hak Asasi Manusia di tingkat penyelidikan dan penyidikan. Dalam hukum acara pidana, diatur tata cara penyelidikan yang kemudian dilanjutkan ke tahap penyidikan. Didalam penyidikan, seorang tersangka merupakan titik tolak dari proses pemeriksaan, sehingga dapat dijelaskan bahwa sebuah tindak pidana dapat dibuktikan apakah seseorang itu bersalah atau tidak berawal dari keterangan tersangka yang disampaikan pada saat proses penyidikan. Terhadap para tersangka seharusnya digunakan asas accusatoir yaitu tersangka dianggap sebagai subyek, sehingga para tersangka mempunyai hak untuk menyatakan pendapatnya, hak untuk hidup, hak untuk mendapatkan perlindungan dan hak untuk mendapat perlakuan yang adil

3 didalam hukum. Dalam kenyataannya hak-hak tersebut tidak ditemukan dalam kehidupan sehari-hari, dalam penyidikan terutama, hak para tersangka tidak pernah dihiraukan oleh aparat polisi yang berwenang, masih terdapatnya tindakan sewenang-wenang yang dilakukan oleh penyidik. Salah satu diantaranya adalah tindakan kekerasan yang berupa kekerasan fisik, misalnya memukul, menganiaya, dan bukan hanya itu saja, tapi juga terdapat kekerasan psikis, misalnya mengancam, mengintimidasi, bahkan paksaan untuk mengakui hal yang belum tentu dilakukannya. Hal tersebut sangat bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, Pasal 33 ayat (1) yang berbunyi setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan, penghukuman, atau perlakuan yang kejam, tidak manusiawi, merendahkan derajat dan martabat kemanusiaannya. Kekerasan yang dilakukan oleh polisi atau para penyidik tersebut kadang diluar batas kewajaran, yang merupakan pelanggaran Hak Asasi Manusia. Seharusnya dalam proses penyidikan, selama dalam jangka waktu yang ditentukan tidak diperoleh bukti yang cukup, maka Jaksa Agung wajib mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3). Setelah dikeluarkannya SP3 ini, penyidikan hanya dapat dibuka kembali dan dapat dilanjutkan apabila terdapat alasan atau alat bukti lain yang melengkapi hasil penyidikan untuk dilakukan penuntutan, dalam kenyataannya hal tersebut tidak diterapkan dengan baik. Para penyidik sering menggunakan asas inquisatoir yaitu tersangka dijadikan obyek dan bukan subyek, yang dengan

4 kata lain tersangka diperlakukan seolah-olah dialah yang bersalah, tanpa menggunakan asas praduga tidak bersalah, polisi dengan seenaknya memperlakukan para tersangka dengan tindakan kekerasan, baik fisik maupun psikis untuk menyuruh tersangka mengakui kesalahan yang belum tentu dilakukannya. Dalam Pasal 34 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, dikatakan bahwa setiap korban dan saksi dalam pelanggaran berat Hak Asasi Manusia berhak atas perlindungan fisik dan mental dari pihak manapun. Perlindungan diberikan oleh aparat penegak hukum dan aparat keamanan secara cuma-cuma. Hak Asasi Manusia merupakan hak dasar yang secara kodrati melekat pada diri manusia, bersifat universal dan langgeng, oleh karena itu harus dilidungi, dihormati, dipertahankan, dan tidak boleh diabaikan, dikurangi, atau dirampas oleh siapapun. Tindakan kekerasan didalam proses penyidikan sebenarnya sudah ada sejak lama, baik itu sebelum dan sesudah diberlakukannya Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP. Sebelum diberlakukannya KUHAP, tindakan kekerasan yang dilakukan cukup tinggi, sehingga dalam proses penyidikan banyak tersangka yang menderita luka-luka fisik maupun psikis bahkan ada yang sampai meninggal. Setelah KUHAP diberlakukan, tindakan itu masih sering terjadi tetapi kuantitasnya menurun dibanding dengan sebelum diberlakukannya KUHAP. Cara yang digunakan sesudah

5 KUHAP diberlakukan, juga berbeda dari sebelumnya, cara-cara yang digunakan halus, tersamar dan tidak diketahui orang lain. Tindakan kekerasan yang dilakukan penyidik bertentangan dengan Pasal 117 ayat (1) KUHAP yang menyatakan bahwa keterangan tersangka dan atau saksi kepada penyidik diberikan tanpa tekanan dari siapapun dan atau dalam bentuk apapun. Hal tersebut berdampak pada turunnya kepercayaan masyarakat terhadap pihak kepolisian dan mengakibatkan citra poisi dimata masyarakat menjadi buruk. Kekerasan yang dilakukan tersebut adalah untuk mengungkap kasus perkara yang terjadi menjadi cepat terungkap, dengan terungkapnya kasus tersebut menjadi sebuah prestasi untuk oknum polisi yang menanganinya, namun pada akhirnya peradilan tersebut menjadi sesat, karena adanya tindakan kekerasan yang dilakukan dalam pengungkapan perkara tersebut. Motivasi penyidik untuk berprestasi dalam pengungkapan kasus secara tidak langsung telah mendorong dilakukannya tindak kekerasan dalam pemeriksaan tersangka. Berdasarkan latar belakang masalah tersebut maka penulis tertarik untuk mengkaji Perlindungan Hukum terhadap Tersangka yang Mengalami Tindak Kekerasan dalam Proses Penyidikan. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya, penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut: Bagaimana bentuk perlindungan

6 hukum yang dilakukan oleh negara terhadap tersangka yang mengalami tindak kekerasan di tingkat penyidikan? C. Tujuan Penelitian a. Tujuan obyektif Penelitian ini untuk memperoleh, memahami, dan menganalisa tentang bentuk perlindungan hukum yang dilakukan oleh negara terhadap tersangka yang mengalami tindak kekerasan di tingkat penyidikan. b. Tujuan subyektif Untuk memperoleh data guna menyusun penulisan hukum sebagai salah satu syarat memeperoleh gelar kesarjanaan dalam bidang hukum di Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta. D. Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat baik secara teoritis maupun secara praktis. 1. Manfaat Teoritis Maksud manfaat teoritis adalah bahwa penelitian ini dapat memberikan masukan pemikiran terhadap ilmu pengetahuan dalam bidang kajian hukum pidana dan pemerhati hak asasi manusia, khususnya tentang

7 perlindungan hukum terhadap tersangka yang mengalami tindak kekerasaan dalam proses penyidikan. 2. Manfaat Praktis Maksud manfaat praktis adalah dari bahan penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan pihak yang secara langsung terlibat antara lain adalah pejabat berwenang yang pada umumnya membentuk peraturan perundang-undangan di Indonesia. E. Keaslian Penelitian Dengan ini penulis menyatakan bahwa Penulisan Hukum ini merupakan hasil karya penulis, bukan merupakan duplikasi atau plagiasi dari hasil karya penulis lain. Apabila Usulan Penelitian Hukum ini terbukti merupakan duplikasi ataupun plagiasi dari hasil karya penulis lain, maka penulis bersedia menerima sanksi akademik dan / atau sanksi hukum yang berlaku. F. Batasan Konsep Batasan konsep dalam penulisan hukum ini mengenai Perlindungan hukum terhadap tersangka yang mengalami tindak kekerasaan dalam proses penyidikan meliputi :

8 1. Perlindungan menurut Pasal 1 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 tentang Tata Cara Perlindungan Terhadap Korban dan Saksi dalam Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat adalah suatu bentuk pelayanan yang wajib dilaksanakan oleh aparat penegak hukum atau aparat keamanan untuk memberikan rasa aman baik fisik maupun mental, kepada korban dan saksi, dari ancaman, gangguan, teror, dan kekerasan dari pihak manapun, yang diberikan pada tahap penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan atau pemeriksaan di sidang pengadilan. 2. Mochtar Kusumaatmadja mendefinisikan hukum adalah keseluruhan kaidah-kaidah dan asas-asas yang mengatur pergaulan manusia dalam masyarakat, yang meliputi lembaga-lembaga (institution) dan prosesproses yang diperlukan untuk mewujudkan hukum itu dalam kenyataan. 3. Tersangka menurut Pasal 1 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana. 4. Kekerasan menurut Pasal 89 KUHAP bila ditafsirkan lebih jauh, dapat dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan kekerasan adalah setiap perbuatan dengan mempergunakan tenaga badan yang tidak ringan. Tenaga badan adalah kekuatan fisik. Galtung membedakan kekerasan menjadi dua, yaitu kekerasan personal dan kekerasan structural. 5. Penyidikan merupakan suatu upaya dari penyidik untuk lebih memperjelas bahwa telah terjadi perbuatan tersebut sehingga penyidik dapat

9 menemukan siapa sebenarnya pelaku yang harus bertanggung jawab atas pidana yang telah terjadi. Demikian batasan konsep dalam penelitian hukum ini mengenai, Perlindungan hukum terhadap tersangka yang mengalami tindak kekerasaan dalam proses penyidikan adalah hanya akan meneliti mengenai suatu bentuk pelayanan yang wajib dilaksanakan oleh aparat penegak hukum atau aparat keamanan untuk memberikan rasa aman baik fisik maupun mental yang meliputi lembaga-lembaga (institution) dan proses-proses yang diperlukan untuk mewujudkan hukum itu dalam kenyataan kepada seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana yang mengalami setiap perbuatan dengan mempergunakan tenaga badan yang tidak ringan dalam proses penyidikan. Adapun batasan pengertian atau pemahaman atas adanya pengertianpengertian yang nantinya akan muncul atau dimunculkan dalam penelitian ini adalah pengertian-pengertian yang sudah terdapat dalam butir F, Batasan Konsep. G. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Penelitian hukum normatif merupakan penelitian dengan melakukan abstraksi melalui proses deduksi dari norma hukum positif yang berupa

10 sistematisasi hukum, yang dimaksud dengan sistematisasi hukum adalah mendiskripsikan dan menganalisis isi dan struktur hukum positif. Selain melakukan sistematisasi hukum juga dilakukan sinkronisasi hukum, yaitu melakukan interprestasi dan menilai hukum positif secara vertikal. 2. Sumber Data a. Data sekunder Data yang digunakan dalam penelitian hukum normatif ini adalah data sekunder atau bahan hukum dipakai sebagai data utama dan data primer dipakai sebagai pendukung dan tidak diperoleh dari lokasi penelitian. Adapun data sekunder terdiri dari: 1) Bahan hukum primer yang meliputi Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Tata Cara Perlindungan Terhadap Korban dan Saksi Dalam Pelanggaran Hak Asasi Manusia Yang Berat. 2 2) Bahan hukum sekunder yang meliputi bahan-bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan-bahan hukum primer, seperti artikel-artikel ilmiah, hasil penelitian, pendapat dari para ahli dibidang hukum, yang berhubungan dengan masalah 2 MG. Endang Sumiarni, Reader Metodologi Penelitian dan Penulisan Hukum, Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta (tidak diterbitkan).

11 Perlindungan hukum terhadap tersangka yang mengalami tindak kekerasaan dalam proses penyidikan. 3) Bahan hukum tersier meliputi bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder. Misalnya : Kamus Besar Bahasa Indonesia dan Ensiklopedi. b. Data primer Data primer adalah data yang secara langsung diperoleh dari responden atau nara sumber tentang obyek yang diteliti. 3. Metode Pengumpulan Data a. Untuk mencari data sekunder penulis menggunakan studi kepustakaan dengan menganalisis : 1. Bahan hukum primer yang meliputi Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Tata Cara Perlindungan Terhadap Korban dan Saksi Dalam Pelanggaran Hak Asasi Manusia Yang Berat. 3 2. Bahan hukum sekunder yang meliputi buku-buku dan artikelartikel tentang peraturan daerah khususnya mengenai 3 Ibid

12 Perlindungan hukum terhadap tersangka yang mengalami tindak kekerasaan dalam proses penyidikan. b. Untuk mencari data primer penulis hendak melakukan wawancara dengan Bripda Arief 4. Metode Analisis Data Analisis data yang digunakan adalah analisis data kualitatif yaitu analisis yang dilakukan dengan memahami data atau merangkai data yang telah dikumpulkan secara sistematis sehingga diperoleh suatu gambaran mengenai masalah atau keadaan yang diteliti, sedangkan metode berpikir dalam menarik kesimpulan adalah metode deduktif yaitu bertolak dari proposisi umum yang kebenarannya telah diketahui atau diyakini dan berujung pada suatu kesimpulan (pengetahuan yang baru), yang bersifat khusus. 5. Proses Penarikan Kesimpulan Karena penelitian hukum ini menggunakan metode normatif, maka prosedur penarikan kesimpulan akan menggunakan metode deduktif yaitu penarikan kesimpulan dari hal yang bersifat umum dan telah diketahui kebenarannya kemudian ditarik pada kasus-kasus konkrit yang bersifat khusus. Oleh karena itu langkah-langkah yang akan dilakukan oleh penulis adalah :

13 a. Melakukan deskripsi yang meliputi isi maupun struktur hukum positif berupa menguraikan tentang Perlindungan hukum terhadap tersangka yang mengalami tindak kekerasaan dalam proses penyidikan. b. Melakukan sistematisasi untuk mendiskripsikan dan menganalisis isi maupun struktur hukum positif yang berkaitan dengan Perlindungan hukum terhadap tersangka yang mengalami tindak kekerasaan dalam proses penyidikan, dengan cara eksklusi yaitu sistem hukum diidentifikasikan oleh sejumlah peraturan perundang-undangan, sehingga dapat dijelaskan suatu sistem hukum dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana mengenai proses penyidikan dengan Undang-Undang Dasar 1945, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, dan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Pelanggaran Hak Asasi Manusia. Dengan pola hubungan horizontal, dapat mendiskripsikan dan menganalisis isi dan struktur hukum positif. c. Melakukan analisis hukum positif dengan melakukan penalaran hukum. Pengkajian norma hukum positif adalah suatu proses bernalar, dimana proses penalaran tersebut selalu dikaitkan dengan logika dan analisis. Penalaran beranjak dari konsep. Salah satu cara yang seringkali digunakan untuk menjelaskan konsep adalah definisi. d. Penelitian hukum ini menggunakan metode normatif maka prosedur penalaran yang digunakan adalah penalaran deduktif. Dengan demikian

14 diperoleh asas hukum lex posteriori derogat legi priori, artinya perundang-undangan yang kemudian menyisihkan perundang-undangan terdahulu. e. Melakukan interprestasi hukum secara gramatikal yaitu mengartikan suatu bagian kalimat menurut bahasa sehari-hari atau bahasa hukum. Tidak cukup hanya dilakukan interprestasi menurut tata bahasa melainkan harus dilihat sistematisasi penyusunannya dengan melakukan interprestasi sistematis yaitu dengan titik tolak dari sistem aturan mengartikan suatu ketentuan hukum. f. Melakukan penilaian hukum positif bahwa peraturan perundangundangan yang berkaitan dengan masalah eksistensi peraturan daerah yang berdasarkan hukum agama mengandung berbagai macam nilai didalamnya (sarat nilai). Bukan hanya nilai hukum saja tetapi juga nilai keadilan, nilai kemanusiaan, nilai persamaan hak dan kedudukan serta nilai-nilai sosial. H. Sistematika Penulisan Hukum Bab I : Berisi pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, keaslian penelitian, batasan konsep, metedologi penelitian.

15 Bab II : Berisi uraian tentang variabel satu dan variabel dua serta mencari hubungan antara variabel satu dengan variabel dua. Dalam konteks penelitian ini maka pembahasan akan terdiri dari pengertian penyidik, pengertian tersangka, tujuan penyidikan, bentuk kekerasan dalam proses penyidikan. Bab III : Berisi tentang kesimpulan yang menjawab permasalahan yang diteliti dan saran yang diajukan berdasarkan temuan persoalan dalam penelitian hukum.