Ucapan Terima Kasih dan Undangan

dokumen-dokumen yang mirip
Ucapan Terima Kasih dan Undangan

Vol. 23 No. 1, April

Fokus Lahan Basah Eksploitasi Satwa Liar di Perairan Hulu Mahakam 3. Konservasi Lahan Basah Potensi Ekowisata Mangrove Pesisir Sawah Luhur 4

5 GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

Lahan Basah. Warta Konservasi. Ucapan Terima Kasih dan Undangan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan organisasi sosial pada saat ini menimbulkan derasnya gerakan

Fokus Lahan Basah. Kajian Baseline Ekosistem Mangrove di Desa-desa di Kabupaten Pohuwato dan Bolaang Mongondow Selatan 3.

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

KL 4099 Tugas Akhir. Desain Pengamananan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari. Bab 2 GAMBARAN UMUM LOKASI STUDI

Pembangunan KSDAE di Eko-Region Papua Jakarta, 2 Desember 2015

Potensi Kota Cirebon Tahun 2010 Bidang Pertanian SKPD : DINAS KELAUTAN PERIKANAN PETERNAKAN DAN PERTANIAN KOTA CIREBON

Ucapan Terima Kasih dan Undangan

Ditulis oleh Administrator Senin, 11 November :47 - Terakhir Diperbaharui Jumat, 29 November :16

PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir merupakan suatu wilayah peralihan antara daratan dan

Ucapan Terima Kasih dan Undangan

BAB VI PROSPEK DAN TANTANGAN KEHUTANAN SULAWESI UTARA ( KEDEPAN)

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang. subsektor peternakan. Suatu negara dapat dikatakan sistem

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang mencapai sekitar pulau. Perbedaan karakteristik antar pulau

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN

MATRIKS ARAH KEBIJAKAN WILAYAH PAPUA

i:.l'11, SAMBUTAN PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR KOTAK... GLOSARI viii xii DAFTAR SINGKATAN ...

92 pulau terluar. overfishing. 12 bioekoregion 11 WPP. Ancaman kerusakan sumberdaya ISU PERMASALAHAN SECARA UMUM

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL

KEPALA DINAS BIDANG PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PERTANIAN BIDANG TANAMAN PANGAN BIDANG TANAMAN HORTIKULTURA BIDANG PETERNAKAN

BUPATI KEBUMEN PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 72 TAHUN 2008 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Kecamatan Mego, Kecamatan Lela, Kecamatan Nita, Kecamatan Maumere,

BAB I PENDAHULUAN. merupakan modal dasar bagi pembangunan berkelanjutan untuk kesejahteraan

KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM DAN EKOSISTEM

Bab 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang

1.1. VISI DAN MISI DINAS PERTANIAN, PERIKANAN DAN KEHUTANAN KOTA PRABUMULIH. pedoman dan tolak ukur kinerja dalam pelaksanaan setiap program dan

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR : 30 TAHUN 2008 TENTA NG

UKDW BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. PENGERTIAN Pelabuhan Perikanan. Pengertian pelabuhan perikanan berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung adalah provinsi yang memiliki luas wilayah ,50 km 2

KATA PENGANTAR. Demikian Laporan Pendahuluan ini kami sampaikan, atas kerjasama semua pihak yang terkait kami ucapkan terima kasih.

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH,

Kementerian PPN/Bappenas

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagai negara kepulauan yang dikelilingi laut, Indonesia mempunyai

PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Welly Yulianti, 2015

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendahuluan 1. Orientasi Pra Rekonstruksi Kawasan Hutan di Pulau Bintan dan Kabupaten Lingga

MATRIKS ARAH KEBIJAKAN WILAYAH MALUKU

STATISTIK DAERAH KECAMATAN AIR DIKIT.

Lampiran 3. Interpretasi dari Korelasi Peraturan Perundangan dengan Nilai Konservasi Tinggi

Mendorong masyarakat miskin di perdesaan untuk mengatasi kemiskinan di Indonesia

BAB I. PENDAHULUAN. beragam dari gunung hingga pantai, hutan sampai sabana, dan lainnya,

I. PENDAHULUAN. rumah kaca yang memicu terjadinya pemanasan global. Pemanasan global yang

sebagai Kawasan Ekosistem Esensial)

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Mangrove merupakan ekosistem unik dengan fungsi yang unik dalam

BAB 18 REVITALISASI PERTANIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

MANAJEMEN HABITAT DAN POPULASI SATWALIAR LANGKA PASCA BENCANA ALAM ERUPSI DI TAMAN NASIONAL GUNUNG MERAPI

3. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN. Letak Geografis

Ketahanan Pangan dan Pertanian. disampaikan pada : Workshop Hari Gizi Nasional (HGN) ke-55

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian masih sangat penting bagi perekonomian nasional. Hal

MATRIKS 2.2.B ALOKASI PENDANAAN PEMBANGUNAN TAHUN (Dalam miliar Rupiah) Prioritas/ Rencana Prakiraan Rencana.

Mata Pencaharian Penduduk Indonesia

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Usaha sektor peternakan merupakan bidang usaha yang memberikan

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PENDAHULUAN Latar Belakang

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.47/MENHUT-II/2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau

Peta Jalan Penyelamatan Ekosistem Sumatera 2020 Dalam RTR Pulau Sumatera

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang memiliki sumber daya alam

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH

HASIL PENCACAHAN LENGKAP SENSUS PERTANIAN 2013 DAN SURVEI PENDAPATAN RUMAH TANGGA USAHA PERTANIAN 2013

GUBERNUR BALI PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG

PRODUKSI PANGAN INDONESIA

BUPATI WAKIL BUPATI SEKRETARIS DAERAH ASISTEN PEREKONOMIAN DAN PEMBANGUNAN BAGIAN ADMINISTRASI SUMBER DAYA ALAM BAGIAN ADMINISTRASI PEMBANGUNAN

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

BAB I PENDAHULUAN. plasma nutfah serta fungsi sosial budaya bagi masyarakat di sekitarnya dengan

KAJIAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN KAWASAN LINDUNG MENJADI KAWASAN BUDIDAYA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH

2 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4412); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2004 tentang Perencanaan Kehutanan (Lembar

PEMERINTAH KABUPATEN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

WALIKOTA TASIKMALAYA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lahan Basah bagi Pengurangan Risiko Bencana

Jumlah rumah tangga usaha pertanian di Kabupaten rumah tangga

2018, No Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahu

KEBIJAKAN NASIONAL ANTISIPASI DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP SEKTOR KELAUTAN DAN PERIKANAN. Deputi Bidang SDA dan LH

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI, DAN KEBIJAKAN

DAYA DUKUNG PERTANIAN LAHAN KERING TERHADAP KETERSEDIAAN PANGAN DI PROVINSI NTT

PENDAHULUAN. termasuk ekosistem terkaya di dunia sehubungan dengan keanekaan hidupan

Transkripsi:

Dari Redaksi Ucapan Terima Kasih dan Undangan Kami haturkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya khususnya kepada seluruh penulis yang telah secara sukarela berbagi pengetahuan dan pengalaman berharganya untuk dimuat pada majalah ini. Kami juga mengundang pihak-pihak lain atau siapapun yang berminat untuk menyumbangkan bahan-bahan berupa artikel, hasil pengamatan, kliping, gambar dan foto, untuk dimuat pada majalah ini. Tulisan diharapkan sudah dalam bentuk soft copy, diketik dengan huruf Arial 10 spasi 1,5 dan tidak lebih dari 4 halaman A4 (sudah berikut foto-foto). Semua bahan-bahan tersebut termasuk kritik/saran dapat dikirimkan kepada: Triana - Divisi Publikasi dan Informasi Wetlands International - IP Jl. A. Yani No. 53 Bogor 16161 tel: (0251) 8312189; fax./tel.: (0251) 832-5755 e-mail: publication@wetlands.or.id Salam lestari dan selamat bersua kembali. Sudah cukup lama WKLB hanya terbit dalam versi file elektronik yang kami up-load ke situs website kami. Dengan penuh kesabaran kami terus berupaya agar majalah ini dapat kembali hadir dalam bentuk hard-copy, yang pada akhirnya harapan tersebut terwujud juga. Dengan segala kerendahan hati dan rasa rindu mendalam, kembali kami sapa para pembaca setia WKLB melalui edisi cetak kali ini, yang tentu saja versi file elektroniknya masih dapat juga dibaca melalui situs website kami. Dimulai dengan edisi kali ini, WKLB akan setia dihiasi informasi-informasi seputar Teluk Banten dan Nusa Tenggara Timur, hal ini terkait dengan salah satu kegiatan Wetlands International - IP yang difokuskan pada kedua wilayah tersebut melalui program Partner for Resilience (PfR). PfR merupakan program kerjasama antara The Netherlands Red Cross (NLRC), CARE, Wetlands International dan Red Cross/ Red Crescent Climate Centre, dengan sasaran menciptakan masyarakat yang tangguh terhadap bencana (community resilience). Pendekatan yang digunakan dalam mengembangkan program PfR ini yaitu integrasi antara Pengurangan Risiko Bencana (PRB), Adaptasi Perubahan Iklim (API) serta Manajemen Ekosistem dan Restorasi (MER). Selamat membaca. Daftar Isi Fokus Lahan Basah Tanah Timbul-Tenggelam di Cagar Alam Pulau Dua, Banten 3 Membangun Wilayah Pesisir dengan Pertanian: Pembelajaran dari Kepala Burung Papua 4 DEWAN REDAKSI: Pimpinan Redaksi: Direktur Program WI-IP Anggota Redaksi: I Nyoman N. Suryadiputra Triana Ita Sualia Artikel yang ditulis oleh para penulis, sepenuhnya merupakan opini yang bersangkutan dan Redaksi tidak bertanggung jawab terhadap isinya Berita Kegiatan Peringatan Hari Lahan Basah Sedunia 2012 Lahan Basah dan Pariwisata di Desa Reroroja, Kec. Magepanda, Kab. Sikka, NTT 6 Siaran Pers: Panitia Bersama - Malam Akustik Lingkungan Kampanye Aceh, 24 Februari 2012 8 Pelatihan Manajemen Ekosistem dan Teknik Rehabilitasi Lahan Darat dan Perairan Desa Reroroja, Maumere, NTT 9 Berita dari Lapang 6 th Meetings of Partners East Asian - Australasian Flyway Partnership 10 Situs-Situs Ramsar di Indonesia 12 Flora dan Fauna Lahan Basah Tantangan untuk Konservasi Burung Air Migran di Jalur Terbang 14 Rencana Aksi Internasional bagi jenis terancam punah: Spoon-billed Sandiper 15 Dokumentasi Perpustakaan 19 2 Warta

Membangun Wilayah Pesisir dengan Pertanian: Pembelajaran dari Kepala Burung Papua Oleh: Freddy Pattiselanno 1, Nerius Sai 2, Leo Warmetan 2, Yohan Mofu 2, Zulkifli 2 & Nixon Karubaba 3 Dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) di Tanah Papua, pembukaan ruas-ruas jalan menuju daerah yang belum terhubung dengan jalan darat menjadi prioritas. Hal tersebut sejalan dengan irama pemekaran wilayah menjadi beberapa Kabupaten baru. Hasil analisis spasial yang dilakukan oleh Anggraeni dan Watopa (2004) mendapatkan bahwa panjang pembangunan jalan di Tanah Papua akan mencapai total sepanjang 2.700 km (Gambar 1). Salah satu pembangunan ruas jalan yang menjadi fokus perhatian dalam RPJP adalah jalan yang menghubungkan Kota Manokwari dan Kota Sorong di Provinsi Papua Barat yang berada di Kepala Burung Papua. Pada bulan Agustus 2011, kami melakukan perjalanan ke Distrik Amberbaken salah satu kecamatan pesisir di Kabupaten Tembrawu yang terletak di antara Kota Manokwari dan Kota Sorong. Kabupaten Tembrawu sendiri merupakan hasil pemekaran dari sebagian wilayah Kabupaten Sorong dan Kabupaten Manokwari, yang disahkan oleh Mentari Dalam Negeri pada Oktober 2008. Akses jalan ke tiap-tiap distrik di Kabupaten Tambrauw sangat lah sulit, perjalanan dari satu distrik ke distrik lainnya ada yang memakan waktu 7 jam perjalanan laut, bahkan ada yang membutuhkan waktu berjalan kaki satu minggu melewati hutan dan gunung. Perjalanan kali ini kami fokuskan untuk mengkaji dampak akses pemanfaan satwa liar terhadap pemenuhan konsumsi protein hewani masyarakat pesisir di Distrik Amberbaken. Hasil wawancara terhadap responden di tujuh desa di Distrik Amberbaken, didapatkan bahwa 87% responden berprofesi sebagai petani atau mempunyai penghasilan utama dari aktivitas pertanian. Pola mata pencaharian demikian mencerminkan bahwa masyarakat di wilayah ini adalah masyarakat peladang dan peramu murni. Kebutuhan hidup baik subsisten maupun sumber penerimaan tunai keluarga bergantung pada hasil pertanian. Walaupun Distrik Amberlaken merupakan suatu kecamatan pesisir, namun ternyata aktivitas melaut atau profesi sebagai nelayan hanya merupakan pekerjaan Gambar 1. Peta spatial dampak jalan di Papua (Anggraeni dan Watopa, 2004) sampingan yang berkontribusi sebagai sumber pendapatan alternatif atau tambahan dan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi harian (Gambar 2). Nelayan melakukan aktivitas penangkapan ikan secara tradisional dalam skala rumah tangga dengan mengunakan sampan kecil dan alat tangkap sederhana berupa jaring dan kail. Gambar 2. Hasil tangkapan nelayan yang ditawarkan dari rumah ke rumah 4 Warta

Jika dikaitkan dengan dua hipotesis mengenai ketahanan pangan yaitu : Masyarakat yang memiliki akses terhadap sumberdaya perikanan laut yang memadai, maka hasil laut menjadi konsumsi utama atau lebih banyak dibanding sumber protein hewani lainnya. (Hoskins, 1990) Di negara-negara Asia, khususnya di Asia Tenggara yang memiliki wilayah pesisir yang luas, perikanan laut merupakan sumber utama protein masyarakat setempat, juga mensuplai kebutuhan wilayah perkotaan dan berpengaruh signifikan pada ketergantungan terhadap daging satwa atau bushmeat (Bennett & Rao, 2002) maka berdasarkan hasil wawancara serta pengamatan selama lebih dari tiga bulan, diketahui bahwa pola konsumsi protein hewani di Distrik Amberbaken tidaklah sesuai dengan kedua pernyataan tersebut di atas. Sebagian besar responden mengkonsumsi daging satwa mamalia seperti rusa, babi, kuskus dan kangguru, dengan frekuensi yang bervariasi dua hingga empat kali dalam seminggu, lebih banyak dari pada frekuensi mengkonsumsi sumber protein dari laut. MENGAPA DEMIKIAN..? Sumberdaya laut bukanlah merupakan sumber utama protein masyarakat Distrik Amberbakaen, kondisi ini diduga disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut : (1). Perluasan areal industri perkebunan skala komersial dari kelompok bisnis nasional seperti perkebunan kelapa sawit (Gambar 3). Perkebunan sawit tidak hanya berusaha meningkatkan produksi minyak sawit, tapi juga dapat menyerap tenaga kerja yang berasal dari wilayah pesisir khususnya desa-desa terdekat. Bagi masyarakat setempat, perolehan uang tunai sebagai upah tenaga kerja perkebunan sawit akan sangat membantu mereka dalam menghidupi keluarga dan pemenuhan komsumsi rumah tangga. Gambar 3. Pembukaan lahan untuk perkebunan kelapa sawit (2). Masuknya berbagai program pembangunan di sektor pertanian seperti perkebunan kakao, padi ladang, dan kacang tanah. Walaupun peningkatan produksi pertanian ini belum diikuti dengan tersedianya akses pemasaran yang berkelanjutan, namun dengan tersedianya fasilitas jalan raya telah membuka isolasi akses menuju daerah-daerah tertentu dan turut memotivasi masyarakat untuk mengembangkan usaha pertanian mereka. (3). Potensi ternak khususnya ternak kambing (Gambar 4), memainkan peranan yang sangat penting dalam pemenuhan gizi masyarakat sekaligus ikut meningkatkan pendapatan rumah tangga pedesaan. Hal ini ikut mempengaruhi aktivitas sehari-hari masyarakat melalui kegiatan pertanian dalam arti luas, sehingga mengurangi akses terhadap sumberdaya perikanan yang ada. (4). Latar belakang sosial budaya masyarakat setempat dengan pola hidup meramu dan menggantungkan hidup dari alam, menciptakan ketergantungan yang sangat tinggi dengan cara mengekstrasi sumberdaya yang ada di alam melalui aktivitas perburuan....bersambung ke hal 17 Volume 20 No. 2, April 2012 5

... Sambungan dari halaman 5 Membangun wilayah pesisir dengan pertanian... Gambar 4. Potensi usaha ternak kambing MENATA HARI INI UNTUK MASA DEPAN Berdasarkan pola komsumsi masyarakat dan potensi sumberdaya alam yang ada, maka rekomendasi rencana pengembangan dan pembinaan ekonomi masyarakat di wilayah Distrik Amberbaken diarahkan pada Program pengolahan pasca panen khususnya untuk pengolahan produk perikanan dan peternakan. Hal ini diharapkan mampu memperpanjang masa simpan produk dan peningkatan nilai tambah produksi pertanian yang dihasilkan (Gambar 5). 1. Usaha pertanian tanaman pangan dan perkebunan (pertanian lahan kering) 2. Pembinaan daerah-daerah produksi ternak yang sudah terbentuk dan pembentukan daerah produksi peternakan yang baru 3. Pengembangan usaha perikanan tangkap. Hal tersebut sesuai dengan potensi perikanan laut di wilayah Kepala Burung Papua yang kaya akan ikan bernilai ekonomis tinggi seperti ikan karang. Allen & Erdmann (2009) menyatakan bahwa kelimpahan dan jenis ikan karang (coral reef fishes) di wilayah Kepala Burung Papua sangat tinggi dan beragam yaitu tidak kurang ditemukan 1.511 spesies yang tergolong dalam 451 genera dan 111 famili. 4. Akses pemasaran yang berkelanjutan, seperti pasar dan sarana prasarananya yang disediakan di tingkat desa. Ketersediaan fasilitas pasar diperlukan guna membantu masyarakat dalam meningkatkan penerimaan tunai dari hasil usaha dan hasil bumi. Gambar 5. Pengolahan pasca panen (pembuatan dendeng rusa) oleh masayarakat 1 Staf Pengajar, 2 Mahasiswa Fakultas Peternakan Perikanan & Ilmu Kelautan Universitas Negeri Papua, Manokwari, 3 Dinas Pertanian & Tanaman Pangan Kabupaten Manokwari Volume 20 No. 2, April 2012 17