BAB I PENDAHULUAN. satu bentuk kejahatan yang melecehkan dan menodai harkat kemanusiaan, serta

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. sesutu tentang tingkah laku sehari-hari manusia dalam masyarakat agar tidak

Lex Et Societatis Vol. V/No. 9/Nov/2017

BAB I PENDAHULUAN. ciptaan makhluk hidup lainnya, Hal tersebut dikarenakan manusia diciptakan dengan disertai

BAB I PENDAHULUAN. kematian dan cedera ringan sampai yang berat berupa kematian.

BAB I PENDAHULUAN. yang didukung oleh umat beragama mustahil bisa terbentuk rumah tangga tanpa. berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan kepribadian setiap anggota keluarga. Keluarga merupakan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan suatu organisasi kemasyarakatan yang bertujuan dengan

BAB III KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA PRESPEKTIF HUKUM POSITIF (UNDANG-UNDANG R.I NOMOR 23 TAHUN 2004)

BAB I PENDAHULUAN. proses saling tolong menolong dan saling memberi agar kehidupan kita. saling mencintai, menyayangi dan mengasihi.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Rumah tangga merupakan unit yang terkecil dari susunan kelompok

BAB I PENDAHULUAN. yang bahagia dan kekal berdasarkan KeTuhanan Yang Maha Esa. memberikan jaminan bahwa orang berhak membentuk suatu keluarga guna

BAB I PENDAHULUAN. sebagai tempat berlindung bagi seluruh anggota keluarga. Maka rumah tangga

BAB I PENDAHULUAN. oleh pemerintah dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. dasar dari susunan masyarakat, untuk itulah lahir Undang-undang Nomor 1

BAB I PENDAHULUAN. kita jumpai di berbagai macam media cetak maupun media elektronik. Kekerasan

BAB I PENDAHULUAN. berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari tindak kekerasan dan. diskriminasi serta hak sipil dan kebebasan.

BAB I PENDAHULUAN. anak-anak. Di Indonesia seringkali dalam rumah tangga juga ada sanak saudara

Majalah Hukum Forum Akademika

BAB I PENDAHULUAN. Negara merupakan sebuah kesatuan wilayah dari unsur-unsur negara, 1 yang

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana.

BAB I PENDAHULUAN. tidak bisa menangani masalahnya dapat mengakibatkan stres. Menurut

BAB IV ANALISIS YURIDIS UNDANG-UNDANG NO. 23 TAHUN 2004 TENTANG KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (UU PKDRT)

BAB III DESKRIPSI PASAL 44 AYAT 4 UU NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG KETENTUAN PIDANA KEKERASAN SUAMI KEPADA ISTERI DALAM RUMAH TANGGA

BAB I PENDAHULUAN. sosial yang khususnya berkaitan dengan hukum, moralitas serta ketidakadilan.

Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan kehidupan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Banyak pihak merasa prihatin dengan maraknya peristiwa kekerasan

BAB I PENDAHULUAN. oleh masyarakat dan agama. Contoh nyata dari penerapan aturan dan /atau

I. PENDAHULUAN. Kekerasan dalam Rumah Tangga seperti yang tertuang dalam Undang-undang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. sudah memberikan perlindungan yang dimasukkan dalam peraturan-peraturan yang telah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kekerasan secara umum sering diartikan dengan pemukulan,

BAB I PENDAHULUAN. patut di junjung tinggi serta harus mendapatkan hak-haknya tanpa harus

- Secara psikologis sang istri mempunyai ikatan bathin yang sudah diputuskan dengan terjadinya suatu perkawinan

PERSPEKTIF GENDER DALAM UNDANG-UNDANG KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. Oleh: Wahyu Ernaningsih

Kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat.

BAB I PENDAHULUAN. pada era reformasi adalah diangkatnya masalah kekerasan dalam rumah tangga

BAB I PENDAHULUAN. Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) sebenarnya bukan hal yang baru

Abstraksi. Kata Kunci : Komunikasi, Pendampingan, KDRT

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

PEREMPUAN DAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. Oleh: Chandra Dewi Puspitasari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang bahagia dan kekal berdasarkan KeTuhanan Yang Maha Esa. Tujuan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penegakan hukum adalah kegiatan menyerasikan hubungan-hubungan, nilai-nilai

BAB I PENDAHULUAN. tangga itu. Biasanya, pelaku berasal dari orang-orang terdekat yang dikenal

"PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEREMPUANSEBAGAI KORBAN TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DI KABUPATEN LUWU TIMUR" BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. eksistensi negara modern, dan oleh karena itu masing-masing negara berusaha

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB. I PENDAHULUAN. atau kurangnya interaksi antar anggota keluarga yang mengakibatkan

BAB I PENDAHULUAN. berpendidikan menengah ke atas dengan penghasilan tinggi sekalipun sering

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

PEMERINTAH KABUPATEN SUMENEP

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. dari perkawinan itu adalah boleh atau mubah. Namun dengan melihat

BAB I PENDAHULUAN. memberikan efek negatif yang cukup besar bagi anak sebagai korban.

BAB I PENDAHULUAN. terjadi dalam ruang domestik (rumah tangga). 1. kekerasan yang menimpa kaum perempuan (istri) 3

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar 1945 Pasal 28B ayat (2) yang menyatakan bahwa :

I. PENDAHULUAN. Keluarga merupakan lingkungan sosial pertama yang dikenal oleh manusia.

BAB I PENDAHULUAN. Kekerasan terhadap perempuan merupakan suatu fenomena yang sering

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam hubungan antara manusia satu dengan yang lain sering kali

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. potensi dan generasi penerus cita-cita perjuangan bangsa. 1 Anak adalah bagian

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

Pedologi. Penganiayaan Anak dan Kekerasan dalam Rumah Tangga. Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog. Modul ke: Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi Psikologi

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Kekerasan adalah perbuatan yang dapat berupa fisik maupun non fisik,

BAB I PENDAHULUAN. dan menyenangkan bagi anggota keluarga, di sanalah mereka saling

BAB I PENDAHULUAN. generasi penerus bangsa, sehingga setiap anak berhak atas kelangsungan. memajukan kehidupan berbangsa dan bernegara.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap individu yang berkeluarga mendambakan kehidupan yang harmonis

PELAKSANAAN PERLINDUNGAN KHUSUS TERHADAP ANAK SEBAGAI KORBAN PENCABULAN MENURUT UU NO. 23 TAHUN 2002

BAB I PENDAHULUAN. merupakan bagian dari hak asasi manusia yang termuat dalam Undang-

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KORBAN DAN PELAKU TINDAK PIDANA KEKERASAN DOMESTIK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN. dalam rumah tangga saat ini kerap terjadi baik merupakan kekerasan secara fisik

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dian Kurnia Putri, 2014

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Perkawinan merupakan hal yang sakral bagi manusia, tujuan

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita

Wajib Lapor Tindak KDRT 1

BAB I PENDAHUULUAN. terjadi tindak pidana perkosaan. Jika mempelajari sejarah, sebenarnya jenis tindak

BAB I PENDAHULUAN. Setiap tindak pidana kriminal di samping ada pelaku juga akan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam suatu kehidupan berbangsa dan bernegara tentumengenal yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekarang ini masyarakat sangat membutuhkan peran Polisi sebagai pelindung

BAB 1 PENDAHULUAN. Fenomena kaum perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga di

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki peranan strategis dan mempunyai ciri-ciri dan sifat khusus, memerlukan pembinaan dan pengarahan dalam rangka menjamin

II. TINJAUAN PUSTAKA. diancam dengan pidana. Pembentuk undang-undang menggunakan perkataan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1960), hal Sayuti Thalib, Hukum Keluarga Indonesia, Cet. 5, (Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia, 1986), hal. 48.

BAB II PENGATURAN HUKUM MENGENAI KEKERASAN YANG DILAKUKAN OLEH SUAMI TERHADAP ISTRI. A.Kajian Hukum Mengenai Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004

BAB I PENDAHULUAN. tahun 1989 dan telah diratifikasi oleh Indonesia pada tahun 1990.

BAB I PENDAHULUAN. hukuman yang maksimal, bahkan perlu adanya hukuman tambahan bagi

BAB I PENDAHULUAN. Pandangan tersebut didasarkan pada Pasal 28 UUD 1945, beserta

BAB I PENDAHULUAN. korban diskriminasi, pengniayaan, kekerasan seksual dan lainya. 2 Penanganan. KDRT khususnya terhadap korban KDRT.

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh penyelesaian yang lebih baik. Walaupun demikian, masih banyak

BUPATI BANGKA SELATAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. segala perbuatan melanggar kesusilaan (kesopanan) atau perbuatan yang keji,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah kekerasan (khususnya dalam rumah tangga) merupakan salah satu bentuk kejahatan yang melecehkan dan menodai harkat kemanusiaan, serta patut dikategorikan sebagai jenis kejahatan melawan hukum kemanusiaan. Namun demikian, tidak semua kejahatan megandung unsur-unsur kekerasan, dan tidak semua tindakan kekerasan dapat dikatakan sebagai kompenen kejahatan. 1 Tindak kekerasan dalam masyarakat sebenarnya bukan suatu hal yang baru. Berbagi pendapat, persepsi, dan definisi mengenai kekerasan dalam rumah tangga berkembang dalam masyarakat. Pada umumnya orang berpendapat bahwa KDRT adalah urusan intern keluarga dan rumah tangga. Berbagai kasus berakibat fatal dari kekerasan orang tua terhadap anaknya, suami terhadap istrinya, majikan terhadap rumah tangga, terkuak dalam surat kabar dan media massa. Kekerasan dalam rumah tangga sebenarnya bukan merupakan hal yang baru. Namun, selama ini selalu dirahasikan atau ditutup-tutupi oleh keluarga, maupun oleh korban sendiri atau keluarga. Kekerasan yang terjadi dalam rumah tangga mengandung sesuatu yang spesifik atau khusus. Kekhususan tersebut terletak pada hubungan antara pelaku dan korban, yaitu hubungan kekeluargaan atau hubungan pekerjaan (majikan-pembantu rumah tangga). Kekerasan dalam rumah tangga merupakan suatu permasalahan dalam keluarga. Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) bisa menimpa siapa saja 1 Alimuddin, Penyelesaian kasus KDRT di Pengadilan Agama, Penerbit CV. Mandar Maju Bandung 2014, hlm. 38 1

termasuk, suami, istri, dan anak. Dalam skripsi ini hanya akan membahas secara umum pengertian Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) yang dipersempit mengenai penganiayaan oleh suami terhadap istri. Hal ini bisa dimengerti karena kebanyakan korban dalam Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) adalah istri. Bila kita lihat lebih jauh banyak sekali keluarga yang tidak bahagia, rumah tangga yang selalu ditiup oleh badai pertengkaran dan percekcokan. Dengan keadaan yang semacam ini istri manapun tidak akan nyaman dalam menjalani kehidupannya. Dalam Undang-undang RI No.23 Tahun 2004 mengenai Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) yang kebanyakan adalah perempuan, harus mendapat perlindungan dari negara dan/atau masyarakat agar terhindar dan terbebas dari kekerasan atau ancaman kekerasan, penyiksaan, atau perlakuan yang merendahkan derajat dan martabat kemanusian. Pada umumnya masalah kekerasan dalam rumah tangga sangat erat kaitannya dengan ketiadaan akses perempuan kepada sumber daya ekonomi (financial modal dan benda-benda tidak bergerak seperti tanah, dan sumbersumber kesejahteraan lain), usia, pendidikan, agama dan suku bangsa. Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) yang dialami perempuan juga berlapis-lapis artinya bentuk kekerasan yang dialami perempuan bisa lebih dari satu bentuk kekerasan baik secara fisik, psikologis, seksual dan ekonomi. Maka Kekerasan Dalam Rumah Tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk 2

melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasaan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga. 2 Di sisi lain pelaku tindak pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) dalam penerapan sanksi pidana masih sering terjadi dualisme di dalam penerapan ketentuan pemidanaan. Dualisme itu terjadi yakni dengan berlakunya Undang-Undang Nomor. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT) ternyata masih berlaku pula aturan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Kekerasan terhadap perempuan menurut perserikatan bangsa-bangsa dalam deklarasi penghapusan kekerasan terhadap perempuan, kekerasan terhadap perempuan adalah segala bentuk tindakan kekerasan yang berbasis gender yang mengakibatkan atau akan mengakibatkan rasa sakit atau penderitaan terhadap perempuan baik secara fisik, seksual, psikologis, termasuk ancaman, pembatasan kebebasan, paksaan, baik yang terjadi di area publik atau domestik. Kekerasan terhadap perempuan adalah tindakan atau sikap yang dilakukan dengan tujuan tertentu sehingga dapat merugikan perempuan baik secara fisik maupun secara psikis. Hal penting lainnya ialah bahwa suatu kejadian yang bersifat kebetulan ( eccidental) tidak dikategorikan sebagai kekerasan walaupun menimbulkan kerugian pada perempuan 3. Pengertian di atas tidak menunjukkan bahwa pelaku kekerasan terhadap perempuan hanya kaum pria saja, namun dalam kehidupan keluarga sering terjadi pertentangan dan perbedaan pendapat yang saling berujung pada tindak kekerasan fisik yang dilakukan oleh suami terhadap istri. Sehingga suami yang semestinya 2 Undang-undang RI No.23 Th. 2004, tentang Undang-undang PKDRT 3 Herkutanto, Kekerasan Terhadap Perempuan dalam Sistem Hukum Pidana, dalam buku Penghapusan Diskriminasi Terhadap Wanita, Bandung, PT.Alumni,2000. Hal 25 3

berfungsi sebagai pengayom justru berbuat yang jauh dari harapan anggota keluarganya. Dalam KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga) mendapat tanggapan yang serius dari berbagai organisasi perempuan baik yang berhubungan dengan pemerintah maupun nonpemerintah hingga lahirnya UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Kekerasan Dalam Rumah Tangga khususnya penganiayaan terhadap istri, merupakan salah satu penyebab kekacauan dalam masyarakat. Berbagai penemuan penelitian masyarakat bahwa penganiayaan istri tidak berhenti pada penderitaan seorang istri atau anaknya saja, rentetan penderitaan itu akan menular ke luar lingkup rumah tangga dan selanjutnya mewarnai kehidupan masyarakat kita. Menurut Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT), Kekerasan Dalam Rumah Tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologi, atau penelantaran rumah tangga termasuk juga hal-hal yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak percaya, atau penderitaan psikis berat pada seseorang. Undang-undang ini juga tidak bertujuan untuk mendorong perceraian, sebagaimana sering dituduhkan orang. Undang-undang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga ini justru bertujuan untuk memelihara keutuhan rumah tangga yang (benar -benar) harmonis dan sejahtera dengan mencegah segala bentuk kekerasan sekaligus melindungi korban dan menindak pelaku kekerasan dalam rumah tangga 4

Kekerasan Dalam Rumah Tangga bukanlah persoalan domestik (privat) yang tidak boleh diketahui orang lain. KDRT merupakan pelanggaran hak asasi manusia dan kejahatan terhadap martabat kemanusiaan serta bentuk diskriminasi yang harus dihapuskan. Undang-Undang ini merupakan jaminan yang diberikan negara untuk mencegah terjadinya kekerasan dalam rumah tangga, menindak pelaku Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), dan melindungi korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) Menurut Herkutanto, bentuk-bentuk kekerasan dapat berupa kekerasan psikis, bentuk tindakan ini sulit untuk dibatasi pengertiannya karena sensitifitas emosi seseorang sangat bervariasi. Dalam suatu rumah tangga hal ini dapat berupa tidak diberikannya suasana kasih sayang pada istri agar terpenuhi kebutuhan emosionalnya. Hal ini penting untuk perkembangan jiwa seseorang identifikasi yang timbul pada kekerasan psikis lebih sulit diukur dari pada kekerasan fisik. Penelantaran perempuan, penelantaran adalah kelalaian dalam memberikan kebutuhan hidup pada seseorang yang memiliki ketergantungan pada pihak lain khususnya pada lingkungan rumah tangga. Kekerasan Fisik, bila didapati perlakuan bukan karena kecelakaan pada perempuan. Perlakuan itu dapat diakibatkan oleh suatu episode kekerasan yang tunggal atau berulang, dari yang ringan hingga yang fatal Pelanggaran seksual, setiap aktifitas seksual yang dilakukan oleh orang dewasa atau perempuan. Pelanggaran seksual ini dapat dilakukan dengan pemaksaan atau dengan tanpa pemaksaan. Pelanggaran seksual dengan unsur pemaksaan akan mengakibatkan perlukaan yang berkaitan dengan trauma yang dalam bagi perempuan. 5

Secara garis besar faktor-faktor yang menjadikan kekerasan dalam rumah tangga dapat dirumuskan menjadi dua, yakni faktor eksternal dan faktor internal. Salah satu indikasi permasalahan sosial yang berdampak negatif pada keluarga adalah kekerasan yang terjadi dalam lembaga keluarga, hampir semua bentuk kekerasan dalam keluarga oleh laki-laki misalnya pemukulan terhadap istri, pemerkosaan dalam keluarga dan lain sebagainya semua itu jarang menjadi bahan pemberitaan masyarakat karena dianggap tidak ada masalah, sesuatu yang tabu atau tidak pantas dibicarakan korban, dari berbagai bentuk kekerasan yang umumnya adalah perempuan lebih khususnya lagi adalah istri cenderung diam karena merasa sia-sia. Para korban biasanya malu bahkan tidak berani menceritakan keadaanya kepada orang lain Dampak kekerasan yang dialami oleh istri dapat menimbulkan akibat secara kejiwaan seperti kecemasan, murung, setres, minder, kehilangan percaya kepada suami, menyalahkan diri sendiri dan sebagainya. Akibat secara fisik seperti memar, patah tulang, cacat fisik, ganggungan menstruasi, kerusakan rahim, keguguran, terjangkit penyakit menular, penyakit-penyakit psikomatis bahkan kematian. Penderitaan akibat penganiayaan dalam rumah tangga tidak terbatas pada istri saja, tetapi menimpa pada anak-anak juga. Anak-anak bisa mengalami penganiayaan secara langsung atau merasakan penderitaan akibat menyaksikan penganiayaan yang dialami ibunya, paling tidak setengah dari anak-anak yang hidup di dalam rumah tangga yang didalamnya terjadi kekerasan juga mengalami perlakuan kejam. Sebagian besar diperlakukan kejam secara fisik, sebagian lagi secara emosional maupun seksual 6

Menyaksikan kekerasan merupakan pengalaman yang sangat traumatis bagi anak-anak, mereka sering kali diam terpaku, ketakutan, dan tidak mampu berbuat sesuatu ketika sang ayah menyiksa ibunya sebagian berusaha menghetikan tindakan sang ayah atau meminta bantuan orang lain. Menurut data yang terkumpul dari seluruh dunia anak-anak yang sudah besar akhirnya membunuh ayahnya setelah bertahun-tahun tidak bisa membantu ibunya yang diperlakan kejam. Kekerasan Dalam Rumah Tangga merupakan pelajaran pada anak bahwa kekejaman dalam bentuk penganiayaan adalah bagian yang wajar dari sebuah kehidupan. Anak akan belajar bahwa cara menghadapi tekanan adalah dengan melakukan kekerasan. Menggunakan kekerasan untuk menyelesaikan persoalan anak sesuatu yang biasa dan baik-baik saja. KDRT memberikan pelajaran pada anak laki-laki untuk tidak menghormati kaum perempuan. Berdasarkan fungsi hukum, baik sebagai sarana rekayasa sosial mampu sebagai sarana kontrol sosial, maka setiap peraturan yang mengatur retribusi diciptakan untuk dijalankan sesuai dengan tujuan dan makna yang dikandungnya. Warga masyarakat (individu) sebagai pihak yang dituju oleh peraturan wajib dengan lapang hati dan penuh pengertian penuh kepada hukum tersebut. Adanya peraturan-peraturan hukum dan lembaga-lembaga serta aparat penegak hukum yang dilengkapi dengan sarana dan fasilitas yang diperlukan tanpa didukung oleh kesadaran warga masyarakat sebagai individu anggota masyarakat, maka kemungkinan hukum itu mengalami banyak hambatan dalam penerapannya karena perilaku individu bermacam-macam. 7

Hukum tumbuh hidup dan berkembang dalam masyarakat. Hukum merupakan sarana menciptakan suatu ketertiban dan ketentraman bagi kedamaian dalam hidup sesama warga masyarakat. Hukum tumbuh dan berkembang bila warga masyarakat itu sendiri menyadari makna kehidupan hukum dalam kehidupannya. Sedangkan tujuan dari hukum itu sendiri adalah untuk mencapai suatu kedamaian dalam masyarakat. Oleh karena itu hukum melindungi kepentingan manusia, misalnya kemerdekaan, transaksi manusia satu dengan yang lain dalam masyarakat pasar dan sebagainya. Di samping itu juga untuk mencegah selanjutya menyelesaikan pertentangan yang dapat menumbuhkan perpecahan antara manusia dengan manusia, antara manusia dengan lembaga. Dari uraian di atas,maka penulis melakukan penelitian untuk mengetahui lebih dalam mengenai : PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA OLEH SUAMI TERHADAP ISTRI (STUDI KASUS PENGADILAN NEGERI PURWODADI) B. PERUMUSAN MASALAH Dari uraian latar belakang di atas penulisan merumuskan permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimana proses pemidanan dalam menjatuhkan pidana dalam tindak pidana KDRT oleh suami terhadap istri di Pengadilan Purwodadi? 2. Apakah kendala hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap pelaku tindak pidana KDRT oleh suami terhadap istri dan bagaimanakah solusinya di Pengadilan Purwodadi? 8

C. TUJUAN PENELITIAN Suatu penelitian harus mempunyai tujuan yang jelas sehingga dapat memberikan arah dalam pelaksanaan penelitian tersebut. Tujuan diadakanya penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan pidana terhadap pelaku dalam KDRT oleh suami terhadap istri. 2. Untuk mengetahui kendala dan solusi hakim dalam menjatuhkan pidana kasus KDRT oleh suami terhadap istri. D. MANFAAT PENELITIAN 1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi perkembangan ilmu hukum pada umumnya dan khususnya kebijakan dalam bidang hukum pidana tentang terkait pelaku tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga oleh suami terhadap istri di Pengadilan Negeri Purwodadi 2. Manfaat Praktis a. Diharapkan penelitian ini dapat memberikan masukan kepada aparat penegak hukum dan masyarakat dalam terjadinya KDRT, b. Sebagai syarat menyelesaikan studi Strata Satu (S1) Prodi Ilmu Hukum di Fakultas Hukum Unissula E. KONSEPTUAL 1. Tindak Pidana Tindak pidana adalah merupakan suatu pengertian dasar dalam hukum pidana. Tindak pidana adalah suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah 9

perbuatan jahat atau kejahatan ( crime atau Verbrechen atau Misdaad) yang bisa diartikan secara yuridis (hukum) atau secara kriminologis 4. 2. Pidana dan Pemidanaan Hukum pidana ialah hukum yang mengatur tentang pelanggaran dan kejahatan-kejahatan terhadap kepentingan umum, perbuatan mana diancam dengan hukuman yang merupakan suatu penderitaan atau siksaan 5. Pemidanaan adalah suatu proses atau cara untuk menjatuhkan hukuman/sanksi terhadap orang yang telah melakukan tindak kejahatan (rechtsdelict) maupun pelanggaran (wetsdelict). 3. Rumah Tangga Pengertian rumah tangga tidak dapat ditemukan dalam deklarasi PBB tersebut, namun secara umum dapat diketahui bahwa rumah tangga merupakan organisasi terkecil dalam masyarakat yang terbentuk karena adanya ikatan perkawinan. Biasanya rumah tangga terdiri atas ayah, ibu, dan anak-anak. 6 Pengertian rumah tangga atau keluarga hanya dimaksudkan untuk memberikan gambaran tentang apa yang menjadi obyek pembicaraan tentang kekerasaan terhadap perempuan. Karena terjadinya kekerasaan dalam sebuah rumah tangga sebenarnya bukan merupakan hal yang baru. Namun selama ini selalu dirahaisakan oleh keluarga, maupun korban itu sendiri. 4 Sudarto, Hukum Pidana I, Penerbit Yayasan Sudarto, Semarang, Juni 2009, hal 65 5 C.S.T Kansil, Chirstine S.T. Kansil, Pokok-Pokok Hukum Pidana Hukum Pidana untuk Tiap Orang, PT Pradyana Paramita, Jakarta, 2007, hal 3 6 Moerti Hadiati Soeroso, Kekerasan Dakam Rumah Tangga Dalam Perspektif Yuridis- Viktimologi, Sinar Grafika, Jakarta, 2012, hal 61 10

4. Kekerasan Dalam Rumah Tangga Kekerasan Dalam Rumah Tangga merupakan sesuatu perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan yang dilakukan oleh pasangannya (suami), yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga. Sebagian besar korban KDRT adalah kaum perempuan (istri) dan pelakunya adalah suami, walaupun ada juga korban justru sebaliknya, atau orang-orang yang tersubordinasi di dalam rumah tangga itu. Pelaku atau korban KDRT adalah orang yang mempunyai hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan, perwalian dengan suami, dan anak bahkan pembatu rumah tangga yang tinggal dalam sebuah rumah tangga. Tidak semua tindakan KDRT dapat ditangani secara tuntas karena korban sering menutupnutupi dengan alasan ikatan struktur budaya, agama, dan belum di pahaminya sistem hukum yang berlaku. Padahal perlindungan oleh negara dan masyarakat bertujuan untuk memberi rasa aman terhadap korban serta menindak pelakunya. 5. Jenis-jenis Kekerasan Dalam Rumah Tangga Banyak orang (entah itu Si Pelaku maupun korban) tidak mengerti, apa saja tindakan yang dikategorikan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Seperti yang diatur dalam Undang-undang No 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT), jenis kekerasan yang termasuk KDRT adalah: 11

1. KekerasanTerbuka (overt) yakni kekerasan fisik yang dapat dilihat, seperti perkelahian, pukulan, tendangan, menjambak, mendorong, sampai pada membunuh. 2. Kekerasan Tertutup (covert) biasanya dikenal dengan kekerasan psikis atau emosional. Kekerasan ini sifatnya tersembunyi, seperti ancaman, hinaan, atau cemooh yang kemudian menyebabkan korban susah tidur, tidak percaya diri, tidak berdaya, terteror, dan memiliki keinginan bunuh diri. 3. Kekerasan Seksual merupakan kekerasan yang dilakukan untuk memuaskan hasrat seks (fisik) dan verbal (fisik). Secara fisik misalnya pelecehan seksual (meraba, menyentu h organ seks, mencium paksa, memaksa berhubungan seks dengan pelaku atau orang ketiga, memaksa berhubungan intim. Sedangkan verbal seperti membuat komentar, julukan, atau gurauan porno yang sifatnya mengejek, juga membuat ekspresi wajah, gerakan tubuh, atau pun perbuatan seksual lain yang sifatnya melecehkan dan atau menghina korban. 4. Kekerasan Finansial atau Definisi Kekerasan yang dilakukan dalam bentuk eksploitasi, memanipulasi, dan mengendalikan korban dengan tujuan finansial. Serta memaksa korban bekerja, melarang korban bekerja tapi menelatarkannya, atau mengambil harta pasangan tanpa sepengetahuan. F. METODE PENELITIAN Metode yang akan digunakan dalam penelitian ini terdiri dari langkahlangkah berikut : 12

1. Metode Pendekatan Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode pendekatan yuridis sosiologis merupakan suatu pendekatan yang menggunakan asas dan prisip hukum yang berasal dari peraturan-peraturan tertulis yang bertujuan untuk memperjelas keadaan yang sesungguhnya di masyarakat terhadap masalah yang diteliti dengan kata lain memberikan arti penting pada langkah-langkah observasi, juga suatu penelitian yang selain mendasarkan pada peraturan juga menjadikan data dengan data primer yang diperoleh dari Pengadilan Negeri Purwodadi. 7 2. Spesifikasi Penelitian Spesifikasi penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif analisis, karena hanya menggambarkan objek yang menjadi permasalahan yang kemudian menganalisa dan akhirnya ditarik kesimpulan dari hasil penelitian tersebut. Dikatakan deskriptif karena dari penelitian ini diharapkan dapat memperoleh gambaran yang jelas, rinci, dan sistematis, sedang dikatakan analisis karena bahan yang diperoleh dari penelitian kepustakaan akan dianalisis untuk memecahkan terhadap permasalahan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. 3. Sumber Data a. Data Primer Data primer adalah data yang didapatkan secara langsung dari sumber aslinya dengan cara wawancara langsung dengan narasumber yang bersangkutan dengan penelitian ini dengan cara interview dan 7 Ronny Hanitijo Soemitro, Metode Penelitian Hukum dan Jurimetri, Jakarta, Ghalia Indonesia, 1995, hal 35 13

questioner dengan pihak terkait terutama dengan Hakim Pengadilan Negeri Purwodadi. b. Data sekunder Data sekunder adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan peneliti dari berbagai sumber yang telah ada. Data sekunder dibidang hukum (dipandang dari sudut kekuatan mengikatnya) dapat dibedakan menjadi: 8 a) Bahan-bahan hukum primer: Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang mengikat atau yang membuat orang taat pada hukum yaitu seperti : 1. Norma dasar Pancasila, 2. Peraturan dasar: Batang tubuh UUD 1945; Ketetapan-ketetapan MPR, 3. Peraturan perundang-undangan, 4. Yurisprudensi, 5. Traktat. b) Bahan-bahan hukum sekunder: Bahan hukum sekunder itu diartikan sebagai bahan hukum yang tidak mengikat tetapi menjelaskan mengenai bahan hukum primer yang merupakan hasil olahan pendapat para pakar dan ahli yang mempelajari suatu bidang tertentu secara khusus. 1. Rancangan peraturan-peraturan perundang-undangan, 2. Hasil karya ilmiah para sarjana, 8 Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum Dan Jurimetri, Ghalia Indonesia, 1990, Hlm. 53 14

3. Majalah-majalah atau dokumen dokumen yang berkaitan tentang KDRT, 4. Hasil-hasil penelitian. c. Bahan-bahan Tersier: Bahan tersier adalah bahan huku primer dan sekunder dengan memberikan pemahaman dan pengertian atas bahan hukum lainnya. 1. Bibliografi, 2. Kamus Bahasa Indonesia. 4. Metode Pengumpulan Data Data-data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dengan menggunakan metode pengumpulan data dari berikut ; a. Studi Kepustakaan yaitu informasi tertulis mengenai mengenai hukum yang berasal dari berbagai sumber dan dipublikasikan secara luas serta dibutuhkan dalam penelitian hukum normatif 9. b. Studi Lapangan yaitu cara memperoleh data yang bersifat primer, dalam hal ini penulis mengggunakan teknik wawancara dengan narasumber yaitu hakim. 5. Metode Penyajian Data Sesuai data yang telah diperoleh selama melakukan penelitian dengan jalan membaca buku-buku perpustakaan kemudian dilakukan analisis. Analisis yang dipergunakan dalam skripsi ini adalah analisis kualitatif, yaitu suatu tata cara penelitian yang menghasilkan data deskriptif 9 Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2004, hal 81-83 15

analisis, yaitu apa yang diperoleh dari penelitian kepustakaan diteliti dan dipelajari sebagai sesuatu yang utuh. 10 G. Sistematika Penulisan Hukum Untuk mempermudah pemahaman isinya, maka penulisan skripsi ini disajikan dalam bentuk rangkaian bab-bab : BAB I : Pendahuluan Dalam Bab ini akan menguraikan Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Kerangka Teori, Metode Penelitian dan Sistematika Penulisan Skripsi. BAB II : Tinjauan Pustaka Bab ini membahas mengenai pengertian tindak pidana, pidana dan pemidanaan, tindak pidana KDRT, KDRT suami terhadap istri, KDRT suami terhadap istri dalam perspektif Islam. BAB III : Hasil Penelitian dan Pembahasan Dalam bab ini penulis menjelaskan mengenai pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana KDRT oleh suami terhadap istri, kendala hakim dalam menjatuhkan putusan pidana KDRT dan solusinya. BAB IV : Penutup Berisi mengenai kesimpulan dan saran. 10 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia Press, Jakarta, 1986,hal.250 16