HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. responden, sehingga hasil atau data yang diperoleh benar-benar dari pihak atau

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. hukum serta Undang-Undang Pidana. Sebagai suatu kenyataan sosial, masalah

PENGANCAMAN/AFDREIGINGAFDREIGING. Fachrizal Afandi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sistem pertanggungjawaban pidana dalam hukum pidana positif saat ini

BAB II PENGATURAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PERAMPASAN PAKSA SEPEDA MOTOR

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA PENCURIAN

BAB II LANDASAN TEORI. 2.1 Tindak Pidana Pencurian dengan Kekerasan dan Pemberatan Pengertian Tindak Pidana Pencurian

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP PENANGGULANGAN PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR. an, sehingga menjadi penanggulangan yang berarti proses, cara, perbuatan

Lex Privatum Vol. V/No. 6/Ags/2017

Kejahatan Terhadap Harta Kekayaan. Surastini Fitriasih

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sehingga bertanggung jawab menurut kamus umum bahasa Indonesia adalah

BAB III PENCURIAN DENGAN KEKERASAN MENURUT HUKUM POSITIF. Menyimpang itu sendiri menurut Robert M.Z. Lawang penyimpangan perilaku

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tugas dan Wewenang Hakim Dalam Proses Peradilan Pidana

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dactyloscopy Sebagai Ilmu Bantu Dalam Proses Penyidikan

KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak Pidana Militer dibedakan dalam dua jenis tindak pidana, yaitu:

II. TINJAUAN PUSTAKA. wajib untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pertanggungjawaban

tulisan, gambaran atau benda yang telah diketahui isinya melanggar kesusilaan muatan yang melanggar kesusilaan

peradilan dengan tugas pokok untuk menerima, memeriksa, mengadili serta menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya. Dalam hal ini, untuk

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya

KETENTUAN-KETENTUAN HUKUM PIDANA YANG ADA KAITANNYA DENGAN MEDIA MASSA. I. Pembocoran Rahasia Negara. Pasal 112. II. Pembocoran Rahasia Hankam Negara

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tata Cara Pelaksanaan Putusan Pengadilan Terhadap Barang Bukti

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

Makalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN

Bab IX : Sumpah Palsu Dan Keterangan Palsu

II. TINJAUAN PUSTAKA

UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG [LN 2007/58, TLN 4720 ]

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang

HAKIKAT DAN PROSEDUR PEMERIKSAAN TINDAK PIDANA RINGAN 1 Oleh: Alvian Solar 2

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan norma serta

PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI. UU No. 31 TAHUN 1999 jo UU No. 20 TAHUN 2001

Perkembangan Kasus Perjadin Mantan Bupati Jembrana: Terdakwa Bantah Tudingan Jaksa

BAB II HUBUNGAN KUHP DENGAN UU NO. 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI [LN 1999/140, TLN 3874]

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MEDAN AREA

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Tindak Pidana, Pelaku Tindak Pidana dan Tindak Pidana Pencurian

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB III FILOSOFI ASAS NE BIS IN IDEM DAN PENERAPANNYA DI PERADILAN PIDANA DI INDONESIA

I. PENDAHULUAN. tidak sesuai dengan perundang-undangan. Sebagai suatu kenyataan sosial,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP HUKUMAN BAGI RESIDIVIS PENCURIAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK

Bab XII : Pemalsuan Surat

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pasal 1 angka 11 Bab 1 tentang Ketentuan Umum Kitab Undang-Undang Hukum

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N. Nomor : 33/PID.SUS.Anak/2014/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

II. TINJAUAN PUSTAKA. pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi

P U T U S A N No. 370/PID.B/2014/PN.Bj DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban pidana ( criminal liability) atau ( straafbaarheid),

PENJATUHAN PIDANA BERSYARAT DAN MASALAHNYA SERTA KAITANNYA DENGAN PEMBINAAN DISIPLIN PRAJURIT DI KESATUANNYA

BAB I PENDAHULUAN. oleh berbagai pihak. Penyebabnya beragam, mulai dari menulis di mailing list

Lex Privatum Vol. V/No. 8/Okt/2017

PEMBAHASAN RANCANGAN UNDANG - UNDANG TENTANG PERAMPASAN ASET * Oleh : Dr. Ramelan, SH.MH

UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN [LN 1998/82, TLN 3790]

I. PENDAHULUAN. dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, dan sosial

BAB I PENDAHULUAN. adanya kehendak untuk memenuhi kebutuhan hidup dengan cara yang

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. suatu perkara disandarkan pada intelektual, moral dan integritas hakim terhadap

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana. Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. tindak pidana atau melawan hukum, sebagaimana dirumuskan dalam Undang-

b. bahwa Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan

I. PENDAHULUAN. Orang hanya menganggap bahwa yang terpenting bagi militer adalah disiplin. Ini tentu benar,

Bab XXV : Perbuatan Curang

I. PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 Perubahan ke-4 Undang-Undang Dasar Hal ini. tindakan yang dilakukan oleh warga negara Indonesia.

Abstrak. Kata kunci: Peninjauan Kembali, Kehkilafan /Kekeliranan Nyata, Penipuan. Abstract. Keywords:

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Strafbaar feit dalam istilah hukum pidana diartikan sebagai delik atau

BAB III IMPLEMENTASI KETERANGAN AHLI DALAM PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA DI TINGKAT PENYIDIKAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 ditegaskan bahwa Negara

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penulisan skripsi ini dilakukan dengan menggunakan penelitian lapangan dengan

INDONESIA CORRUPTION WATCH 1 Oktober 2013

KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM BAGI HAKIM DALAM MEMPERTIMBANGKAN PUTUSANNYA. Oleh : Sumaidi, SH.MH

BAB II LANDASAN TEORI

P U T U S A N Nomor : 240/Pid/2015/PT.Bdg. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N No K / Pid / DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G memeriksa perkara pidana pada

P U T U S A N. Nomor : 281/PID/2013/PT. Bdg DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB II PENGATURAN HAK RESTITUSI TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB III HUKUMAN PENCURIAN DI KALANGAN KELUARGA DALAM. HUKUM PIDANA INDONESIA PASAL 367 ayat (2) KUHP

Bab I : Kejahatan Terhadap Keamanan Negara

TUGAS II PENGANTAR ILMU HUKUM PENGARUH PUTUSAN PENGADILAN DALAM HUKUM

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

Hukum Acara Pidana Untuk Kasus Kekerasan Seksual

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 126/PUU-XIII/2015 Yurisprudensi Mahkamah Agung Mengenai Bilyet Giro Kosong

Matriks Perbandingan KUHAP-RUU KUHAP-UU TPK-UU KPK

PENDAHULUAN. perubahan dalam masyarakat Indonesia yang kemudian dikenal sebagai krisis

II. TINJAUAN PUSTAKA. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah tindak pidana atau strafbaar feit diterjemahkan oleh pakar hukum

I. PENDAHULUAN. para manusia itu sendiri. Kesalahan yang dilakukan oleh manusia bisa terjadi

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

P U T U S A N Nomor 218/Pid/2014/PT.BDG. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ATMAJAYA YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

BAB III SANKSI TINDAK PIDANA PENCURIAN RINGAN DALAM PASAL 364 KUHP DAN PERMA NOMOR 2 TAHUN 2012

P U T U S A N NOMOR 274/PID/2015/PT MDN. Tempat Lahir : Sei Kamah II; Umur/tanggal lahir : 30 tahun / 13 Juli 1984; Jenis Kelamin : Laki-laki;

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Transkripsi:

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden Responden merupakan sumber data primer dalam penulisan skripsi, untuk itu sebelum penelitian dilakukan terlebih dahulu perlu diketahui karakteristik para responden, sehingga hasil atau data yang diperoleh benar-benar dari pihak atau orang yang berkompeten. Adapun karakteristik responden yang diperoleh sebagai berikut: 1. Nama : Hastopo. SH.MH. Umur Jenis Kelamin Agama Pendidikan Jabatan : 49 tahun, : Laki-laki : Islam : S2 Hukum : Hakim di Pengadilan Negeri Kelas II Kota Agung 2. Nama : Riswan Herafiansyah, SH. Umur Jenis Kelamin Agama Pendidikan Jabatan : 46 tahun : Laki-laki : Islam : S1 Hukum : Hakim di Pengadilan Negeri Kelas II Kota Agung

50 3. Nama : Achmad Munandar, SH. Umur Jenis Kelamin Agama Pendidikan Jabatan : 38 tahun : Laki-laki : Islam : S1 Hukum : Hakim di Pengadilan Negeri Kelas II Kota Agung B. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Memutuskan Pelaku Tindak pidana Pemerasan Terhadap Kepala Sekolah di Kabupaten Tanggamus Berdasarkan hasil wawancara dengan Hastopo, tindak pidana pemerasan sebagaimana diatur dalam Bab XXIII KUHP sebenarnya terdiri dari dua macam tindak pidana, yaitu tindak pidana pemerasan (afpersing) dan tindak pidana pengancaman (afdreiging). Kedua macam tindak pidana tersebut mempunyai sifat yang sama, yaitu suatu perbuatan yang bertujuan memeras orang lain. Justru karena sifatnya yang sama itulah kedua tindak pidana ini biasanya disebut dengan nama yang sama, yaitu pemerasan serta diatur dalam bab yang sama. Selanjutnya menurut Hastopo, sekalipun demikian, tidak salah kiranya apabila orang menyebut, bahwa kedua tindak pidana tersebut mempunyai sebutan sendiri, yaitu pemerasan untuk tindak pidana yang diatur dalam Pasal 368 KUHP dan pengancaman untuk tindak pidana yang diatur dalam Pasal 369 KUHP. Oleh karena memang, dalam KUHP sendiri pun juga menggunakan kedua nama tersebut untuk menunjuk pada tindak pidana yang diatur dalam Pasal 368 dan 369 KUHP.

51 Berdasarkan Pasal 20 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman dinyatakan semua putusan pengadilan hanya sah dan mempunyai kekuatan hukum apabila diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum. Sedangkan pada Pasal 24 disebutkan tindak pidana yang dilakukan bersama-sama oleh mereka yang termasuk lingkungan peradilan umum dan lingkungan peradilan militer, diperiksa dan diadili oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan umum, kecuali dalam keadaan tertentu menurut keputusan Ketua Mahkamah Agung perkara itu harus diperiksa dan diadili oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan militer. Dalam pembuktian kasus dalam tindak pidana pemerasan adalah berupa: 2 (dua) lembar Surat Tugas masing-masing An. Faturohman dan Sibron, 2 (dua) lembar kartu Anggota LP21/ID card an. Faturohman dan Sibron dan 1 (satu) lembar pernyataan tanggal 19 Agustus 2008. Tindak pidana pemerasan itu sendiri dapat digolongkan menjadi suatu tindak pidana dimana perbuatan-perbuatan ini juga merugikan masyarakat, dalam arti bertentangan dengan atau menghambat akan terlaksananya pergaulan masyarakat yang dianggap baik dan adil. Salah satu tindak pidana pemerasan adalah terhadap kepala sekolah oleh oknum wartawan yang ditangani Pengadilan Negeri Kota Agung, yaitu dengan Nomor: 06/Pid.B/2009/PN.KTA dengan terdakwa Faturohman Bin Suhairi dan Sibron Bin Usman Hasan dengan tuduhan pemerasan dengan kekerasan dan sesuai dengan ketentuan Pasal 368 Ayat (1) KUHP terdakwa dipidana kurungan (penjara) masing-masing selama 4 (empat) bulan.

52 Putusan yang diberikan oleh Hakim terdakwa hanya dipidana penjara selama 4 bulan, sedangkan menurut Pasal 368 KUHP disebutkan bahwa Jika kejahatan pemerasan tersebut diperberat ancaman hukumannya dengan hukuman penjara selama-lamanya dua belas tahun, inilah yang menimbulkan ketidaksesuaian antara putusan hakim dan tuntutan Jaksa dalam penanganan kasus pemerasan tersebut. Sedangkan Pasal 36 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman dinyatakan: (1) Pelaksanaan putusan pengadilan dalam perkara pidana dilakukan oleh jaksa. (2) Pengawasan pelaksanaan putusan pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh ketua pengadilan yang bersangkutan berdasarkan undang-undang. (3) Pelaksanaan putusan pengadilan dalam perkara perdata dilakukan oleh panitera danjurusita dipimpin oleh ketua pengadilan. (4) Putusan pengadilan dilaksanakan dengan memperhatikan nilai kemanusiaan dan keadilan. Berdasarkan hasil wawancara dengan Hastopo, dapat disiimpulkan bahwa dalam pengambilan putusan dalam tindak pemerasan, diperlukan alat bukti-bukti dalam melakukan tindak pidana tersebut. Hal ini sesuai dengan Pasal 184 KUHAP, kekuatan pembuktian terletak dalam pasal 183 KUHAP dengan asas Unus testis nullus testis, Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah dan keyakinan hakim,

53 Berdasarkan hasil wawancara dengan Hastopo, dasar pertimbangan hakim dalam penjatuhan pidana tindak pidana pemerasan adalah Pasal 368 Ayat (1) KUHP, yang mengandung pengertian untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa seseorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memberikan barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang itu atau orang lain. Selanjutnya menurut Hastopo rumusan tindak pidana pemerasan dituangkan dalam Pasal 368 KUHP yang secara tegas menetapkan, Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa orang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, supaya memberikan barang sesuatu, yang seluruh atau sebagiannya adalah kepunyaan orang itu atau kepunyaan orang lain; atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena pemerasan dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun Menurut Riswan Herafiansyah Menyatakan bahwa tindak pidana pemerasan dapat digolongkan menjadi suatu tindak pidana dimana perbuatan-perbuatan ini juga merugikan masyarakat, dalam arti bertentangan dengan pergaulan masyarakat yang dianggap baik dan adil. Salah satu tindak pidana pemerasan adalah terhadap kepala sekolah oleh oknum wartawan yang ditangani Pengadilan Negeri Kota Agung, yaitu dengan Nomor: 06/Pid.B/2009/PN.KTA dengan terdakwa Faturohman Bin Suhairi dan Sibron Bin Usman Hasan dengan tuduhan pemerasan dengan kekerasan dan sesuai dengan ketentuan Pasal 368 Ayat (1) KUHP terdakwa dipidana kurungan (penjara) masing-masing selama 4 (empat) bulan.

54 Selanjutnya menurut Riswan Herafiansyah putusan yang dilakukan oleh Ketua Pengadilan Negeri masih dapat dilakukan suatu upaya hukum lagi yang lingkupnya meliputi tingkat banding, kasasi, dan Peninjauan Kembali (PK) yang dimintakan langsung kepada Mahkamah Agung. Pengadilan Negeri tidak dapat bersidang dengan semaunya, hal itu disebabkan karena didalam melakukan persidangan atas suatu tindak pidana yang telah dilakukan harus diketahui terlebih dahulu apakah tindak pidananya dilakukan dalam daerah kewenangannya. Hal ini sesuai pendapat Moeljatno, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Bab XXII mengatur tentang pemerasan dan pengancaman. Kejahatan pemerasan diatur dalam Pasal 368 Ayat (1) KUHP, yang mengandung pengertian untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa seseorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memberikan barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang itu atau orang lain (Moeljatno, 2003: 131) Bentuk kejahatan yang disebut afaneiging diatur di dalam Pasal 369 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang berbunyi sebagai berikut: (1) Hij die, met hel bogmerk om zich of een ander wederrechtelijk voordelen, door bedreiging met smaad, smaadschift of penbarich een geheim, iemand dwingt, het zij tot de ofgifte van eening ooed dot geheel pf ten deele aan dezen of aan een derde toebehoort, net zij tot het aangaan van eene schuld of het tenietdoen van eene inschuld. Wordt als schulding aan afdreiging. Gestraft met gevenenisstraft van ten hoogste vier jare. (2) Dit misdirijf worat niet vervolgd don op klachtte van hem tegen het geplegd is.

55 Atau yang di dalam bahasa Indonesia berbunyi: (1) Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hak, dengan mengancam untuk membuat malu baik dengan lisan maupun secara tertulis ataupun untuk membuka sesuatu rahasia, memaksa orang lain, baik untuk menyerahkan suatu benda yang seluruhnya atau sebahagian adalah kepunyaan orang lain dari pada orang yang dipaksa, ataupun untuk membuat suatu pinjaman atau meniadakan piutang, maka karena salah telah melakukan pengancaman, dengan hukuman penjara selamalamanya empat tahun. (2) Kejahatan ini tidak dapat dituntut kecuali atas pengaduan oleh orang yang dirugikan. Pasal 368 Ayat (2) KUHP menentukan, bahwa ketentuan-ketentuan yang terdapat di dalam Ayat (2), (3) dan (4) Pasal 368 KUHP juga berlaku bagi kejahatan pemerasan ini. Ini berarti bahwa: 1) Jika kejahatan pemerasan dilakukan pada waktu malam hari di dalam sebuah tempat kediaman atau dilakukan di atas sebuah pekarangan tertutup yang di atasnya bediri sebuah tempat kediaman atau jika kejahatan tersebut dilakukan di jalan umum atau di atas kereta api atau trem yang sedang bergerak; 2) Jika kejahatan pemerasan dilakukan oleh dua orang atau lebih secara bersama-sama; 3) Jika kejahatan pemerasan itu untuk dapat masuk ke tempat kejahatan dilakukan dengan perbuatan-perbuatan membongkar, merusak, memanjat, memakai kunci-kunci palsu, dengan perintah palsu atau memakai seragam palsu; 4) Jika kejahatan pemerasan itu menyebabkan terjadinya luka berat pada seseorang; 5) Jika kejahatan pemerasan tersebut diperberat ancaman hukumannya dengan hukuman penjara selama-lamanya dua belas tahun; 6) Selanjutnya kejahatan pemerasan itu, apabila sampai menyebabkan matinya orang lain, maka pelakunya diancam dengn hukuman penjara selama-lamanya lima belas tahun. Unsur-unsur dari kejahatan afdreiging di atas, hampir sama dengan Unsur-unsur dari kejadian afpersing yang telah dibicarakan terlebih dahulu, kecuali pada daya upaya yang dipakai orang yang melakukan pemerasan, yaitu membuat malu secara lisan, membuat malu secara tertulis dan membuka sesuatu rahasia.

56 Perbuatan memeras orang lain dengan mempergunakan ancaman berupa akan membuka rahasia itu disebut juga chantage. Sebagaimana ditentukan di dalam Pasal 369 Ayat (2), kejahatan afdreiging ini hanya dapat dituntut apabila ada pengaduan dari orang yang diperas. Berdasarkan hasil wawancara dengan Achmad Munandar didapatkan data bahwa dasar pertimbangan hakim dalam memutuskan pelaku tindak pidana pemerasan terhadap Kepala Sekolah di Kabupaten Tanggamus adalah dalam Buku II KUHP, dasar hukum pemberantasan kejahatan pemerasan itu sendiri yaitu: Pasal 368 KUHP (1) Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa seorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, untuk memberikan barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya memberi hutang maupun penghapusan piutang, diancam, karena pemerasan, dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun. (2) Ketentuan Pasal 368 Ayat kedua, ketiga dan keempat berlaku bagi kejahatan ini. Pasal 369 KUHP (1) Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan ancaman pencemaran nama baik dengan lisan maupun tulisan atau dengan ancaman akan membuka rahasia, memaksa seorang supaya memberikan barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya memberi utang menghapuskan piutang, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun. (2) Kejahatan itu tidak dituntut kecuali atas pengaduan orang yang terkena kejahatan. Pasal 370 KUHP Ketentuan Pasal 367 berlaku bagi kejahatan-kejahatan yang dirumuskan dalam bab ini. Pasal 371 KUHP Dalam pemidanaan karena salah satu kejahatan yang diterangkan dalam bab ini dapat dinyatakan pencabutan hak-hak tersebut pada pasal 35 nomor 1-4.

57 Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dikatakan bahwa dasar pertimbangan hakim dalam penjatuhan pidana tindak pidana pemerasan adalah Pasal 368 Ayat (1) KUHP, yang mengandung pengertian untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa seseorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memberikan barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang itu atau orang lain. Rumusan tindak pidana pemerasan dituangkan dalam Pasal 368 KUHP yang secara tegas menetapkan, Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa orang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, supaya memberikan barang sesuatu, yang seluruh atau sebagiannya adalah kepunyaan orang itu atau kepunyaan orang lain; atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena pemerasan dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun C. Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pelaku Tindak pidana Pemerasan Terhadap Kepala Sekolah di Kabupaten Tanggamus Berdasarkan hasil wawancara dengan Achmad Munandar didapatkan data bahwa Unsur-unsur dalam ketentuan Ayat (1) Pasal 368 KUHP: 1. Unsur obyektif, yang meliputi Unsur-unsur: a. Memaksa. b. Orang lain. c. Dengan kekerasan atau ancaman kekerasan. d. Untuk memberikan atau menyerahkan sesuatu barang (yang seleruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain). e. Supaya memberi hutang.

58 f. Untuk menghapus piutang. 2. Unsur subyektif, yang meliputi unsur-unsur: a. Dengan maksud. b. Untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain. Beberapa unsur yang dimaksud adalah sebagai berikut: 1. Unsur memaksa. Dengan istilah memaksa dimaksudkan adalah melakukan tekanan pada orang, sehingga orang itu melakukan sesuatu yang berlawanan dengan kehendakn ya sendiri. 2. Unsur untuk memberikan atau menyerahkan sesuatu barang. Berkaitan dengan unsur itu, persoalan yang muncul adalah, kapan dikatakan ada penyerahan suatu barang? Penyerahan suau barang dianggap telah ada apabila barang yang diminta oleh pemeras tersebut telah dilepaskan dari kekuasaan orang yang diperas, tanpa melihat apakah barang tersebut sudah benar-benar dikuasai oleh orang yang memeras atau belum. Pemerasan dianggap telah terjadi, apabila orang yang diperas itu telah menyerahkan barang/benda yang dimaksudkan si pemeras sebagai akibat pemerasan terhadap dirinya. Penyerahan barang tersebut tidak harus dilakukan sendiri oleh orang yang diperas kepada pemeras. Penyerahan barang tersebut dapat saja terjadi dan dilakukan oleh orang lain selain dari orang yang diperas. 3. Unsur supaya memberi hutang. Berkaitan dengan pengertian memberi hutang dalam rumusan pasal ini perlu kiranya mendapatkan pemahaman yang benar. Memberi hutang di sini mempunyai pengertian, bahwa si pemeras memaksa orang yang diperas untuk membuat suatu perikatan atau

59 suatu perjanjian yang menyebabkan orang yang diperas harus membayar sejumlah uang tertentu. Jadi, yang dimaksud dengan memberi hutang dalam hal ini bukanlah berarti dimaksudkan untuk mendapatkan uang (pinjaman) dari orang yang diperas, tetapi untuk membuat suatu perikatan yang berakibat timbulnya kewajiban bagi orang yang diperas untuk membayar sejumlah uang kepada pemeras atau orang lain yang dikehendaki. 4. Unsur untuk menghapus hutang. Dengan menghapusnya piutang yang dimaksudkan adalah menghapus atau meniadakan perikatan yang sudah ada dari orang yang diperas kepada pemeras atau orang tertentu yang dikehendaki oleh pemeras. 5. Unsur untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain. Yang dimaksud dengan menguntungkan diri sendiri atau orang lain adalah menambah baik bagi dirinya sendiri maupun bagi orang lain dari kekayaan semula. Menambah kekayaan di sini tidak perlu benar-benar telah terjadi, tetapi cukup apabila dapat dibuktikan, bahwa maksud pelaku adalah untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain. Unsur-unsur dalam ketentuan Ayat (2) Pasal 368 KUHP: Berdasarkan ketentuan Pasal 368 Ayat (2) KUHP tindak pidana pemerasan diperberat ancaman pidananya apabila: 1. Tindak pidana pemerasan itu dilakukan pada waktu malam dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya atau apabila pemerasan dilakukan dijalan umum atau di atas kereta api atau trem yang sedang berjalan. Ketentuan ini berdasarkan Pasal 368 Ayat (2) jo Pasal

60 368 Ayat (2) ke-1 KUHP dengan ancaman pidana selama dua belas tahun penjara. 2. Tindak pidana pemerasan itu dilakukan oleh dua orang atau lebih secara bersama-sama. Sesuai dengan ketentuan Pasal 368 Ayat (2) jo Pasal 368 Ayat (2) ke-2 KUHP dengan ancaman pidana dua belas tahun penjara. 3. Tindak pidana pemerasan, dimana untuk masuk ketempat melakukan kejahatan dilakukan dengan cara membongkar, merusak atau memanjat, memakai anak kunci palsu, perintah palsu atau jabatan (seragam) palsu. Sesuai dengan ketentuan pasal 368 Ayat (2) jo Pasal 368 Ayat (2) ke-3 KUHP dengan pidana penjara dua belas tahun. 4. Tindak pidana pemerasan itu mengakibatkan terjadinya luka berat, sebagaimana diatur dalam pasal 368 Ayat (2) jo Pasal 368 Ayat (2) ke-4 KUHP ancaman pidananya sama dengan yang di atas, yaitu dua belas tahun penjara. 5. Tindak pidana pemerasan itu mengakibatkan matinya orang. Diatur dalam ketentuan pasal 368 Ayat (2) jo Pasal 368 Ayat (3) KUHP dengan ancaman pidana yang lebih berat, yaitu lima belas tahun penjara. 6. Tindak pidana pemerasan tersebut telah menimbulkan luka berat atau kematian serta dilakukan oleh dua orang atau lebih secara bersama-sama dengan disertai hal-hal yang memberatkan sebagaimana yang diatur dalam pasal 368 Ayat (1) dan Ayat (2) KUHP. Berdasarkan Pasal 368 Ayat (2) jo Pasal 368 Ayat (4) KUHP tindak pidana pemerasan ini diancam dengan pidana yang lebih berat lagi, yaitu dengan pidana mati, pidana seumur

61 hidup atau pidana selama waktu tertentu paling lama dua puluh tahun penjara. Berdasarkan ketentuan di atas, menurut Achmad Munandar terdapat enam bentuk tindak pidana pemerasan dengan pemberatan dengan ancaman pidana yang diperberat. Bentuk tindak pidana pemerasan yang kedua adalah pengancaman. Dalam bahasa Inggris tindak pidana pengancaman ini dikenal dengan nama blackmail, sedang dalam bahasa Perancis dikenal dengan istilah chantage. Sebagaimana dikemukakan sebelumnya oleh Riswan Herafiansyah, bahwa tindak pidana yang diatur dalam Pasal 368 dan 369 KUHP sama-sama merupakan pemerasan. Perbedaannya hanya terletak pada cara-cara yang digunakan dalam kedua tindak pidana itu. Tindak pidana dalam Pasal 368 KUHP yang lazim disebut pemerasan menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan sedangkan tindak pidana dalam Pasal 369 KUHP yang lazim disebut sebagai pengancaman menggunakan cara pencemaran baik lisan maupun tertulis. Sesuai dengan ketentuan Pasal 369 KUHP selengkapnya berbunyi: 1. Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan ancaman pencemaran baik lisan maupun tulisan atau dengan ancaman akan membuka rahasia, memaksa seseorang supaya memberikan sesuatu barang yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain, atau supaya memberikan hutang atau

62 menghapus piutang, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun. 2. Kejahatan ini tidak dituntut kecuali atas pengaduan orang yang terkena kejahatan. Unsur-unsur tindak pidana pengancaman dalam Pasal 369 KUHP di atas adalah: Unsur-unsur obyektif, yang meliputi Unsur-unsur: 1. Memaksa. 2. Orang lain. 3. Dengan ancaman pencemaran baik lisan maupun tulisan atau ancaman akan membuka rahasia. 4. Supaya memberi hutang. 5. Menghapus piutang. Unsur-unsur subyektif, yang meliputi: 1. Dengan maksud. 2. Untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain. Melihat unsur-unsur Pasal 369 atau 368 KUHP tampak semakin jelas, bahwa bangunan hukum antara kedua tindak pidana tersebut mempunyai esensi yang sama, yaitu memeras orang lain. Hanya, kedua tindak pidana tersebut menggunakan cara-cara yang berbeda untuk mencapai maksudnya. Berkaitan dengan penerapan Pasal 369 KUHP di atas, Unsur-unsur yang masih memerlukan penjelasan adalah unsur dengan pencemaran baik lisan maupun tulisan serta ancaman akan membuka rahasia.

63 Lamintang (1990: 46), menyebut istilah pencemaran dengan istilah ancaman membuat malu. Secara definitif, pengertian ancaman pencemaran telah dirumuskan dalam Pasal 310 Ayat (1) KUHP. Menurut Pasal 310 Ayat (1) KUHP, yang dimaksud pencemaran (smaad) adalah menyerang kehormatan atau nama baik seseorang, dengan menuduh sesuatu hal, yang maksudnya nyata agar hal itu diketahui umum. Pasal 310 Ayat (1) KUHP di atas memberikan pengertian terhadap apa yang dimaksud dengan pencemaran lisan. Lantas apa yang dimaksud dengan pencemaran tertulis? Apabila perbuatan sebagaimana disebutkan dalam Pasal 310 Ayat (1) KUHP tersebut dilakukan dengan tulisan, misalnya dengan menyebarkan atau menempelkan tulisan atau lukisan, maka hal itu disebut pencemaran secara tertulis. Unsur lain dari Pasa1 369 KUHP yang belum dijelaskan adalah unsur ancaman membuka rahasia. Apa yang dimaksud dengan rahasia?. Tentang pengertian rahasia ini berbeda dengan pengertian rahasia sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 322 KUHP. Membuka rahasia yang dimaksud dalam Pasal 322 KUHP ini berkaitan dengan pembukaan rahasia oleh orang yang karena jabatannya atau pekerjaannya wajib menyimpan rahasia itu. Sebagai contoh, misalnya, seorang notaris wajib menyimpan rahasia terhadap, misalnya, isi dari surat hibah wasiat yang bersifat rahasia (geheim testament), sehingga apabila notaris tersebut membuka rahasia ini, notaris tersebut dikenakan Pasal 322 KUHP.

64 Membuka rahasia dalam pengertian Pasal 369 KUHP mengandung arti, memberitahukan kepada orang lain atau pihak ketiga hal-hal mengenai orang yang diancam atau orang ketiga yang terkait dengan orang yang diancam. Pada dasarnya baik pencemaran nama baik maupun membuka rahasia mempunyai tujuan yang sama, yaitu memberitahu kepada orang lain atau pihak ketiga atau kepada khalayak ramai tentang sesuatu hal yang menyangkut orang yang diancam. Rahasia pada hakikatnya mengenai suatu hal yang benar-benar terjadi, tetapi karena sesuatu hal (misalnya takut diketahui oleh istrinya, anaknya, atasannya, dan sebagainya) disembunyikan. Sedang pencemaran nama baik mengenai suatu hal yang benar atau tidak benar yang dapat mencemarkan nama dan kehormatan orang yang diancam. Pembahasan terhadap Unsur-unsur Pasal 369 Ayat (1) KUHP kiranya sudah jelas. Marilah kita lihat penjelasan dalam Pasal 369 Ayat (2) KUHP dan pasalpasal berikutnya tentang pengancaman. Berdasarkan ketentuan Pasal 369 Ayat (2) KUHP tindak pidana pengancaman ini merupakan delik aduan, yaitu delik yang hanya dapat dituntut atas pengaduan. Dengan demikian, tanpa adanya pengaduan, tindak pidana pengancaman ini tidak dapat dituntut. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat katakan bahwa tindak pidana pemerasan merupakan perbuatan yang sangat merugikan. Oleh karena itu harus dicegah, ditangkal dan ditanggulangi. Caranya jajaran kepolisian harus selalu siap melaksanaan tugasnya sekaligus mengantisipasi peningkatan tindak pidana pemerasan. Tugas dan wewenang Kepolisian diatur dalam Undang- Undang Nomor 20 Tahun 1998 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok

65 Pertahanan Keamanan Negara Republik Indonesia. Bagi mereka yang tertangkap dalam kejahatan ini, hendaknya diberikan sanksi yang berat. Dengan pemberian sanksi berupa pidana terhadap pelaku pemerasan, belum memuaskan rasa keadilan di masyarakat. Pidana maksimum dari tindak pidana pemerasan adalah sembilan tahun.