BAB III LANDASAN TEORI. motor. Terdapat beberapa hal yang mempengaruhi karakteristik pengemudi Modal dasar yang harus dimiliki oleh pengendara

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III LANDASAN TEORI. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009

BAB III LANDASAN TEORI. Tata cara berlalu lintas dijelaskan pada Undang-Undang Republik

BAB III LANDASAN TEORI. 3.1 Modal Dasar Yang Harus Dimiliki Oleh Pengendara. a. Indera : Sesuatu yang membuat pengemudi waspada dalam mengemudi,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

BAB VI PENUTUP. Labuan Bajo Manggarai Barat NTT, maka dapat disimpulkan: 1) Berdasarkan kelengkapan pengendara kendaraan sepeda motor di

Mengenal Undang Undang Lalu Lintas

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN TAHUN 2009 NOMOR 13

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

LANGGAR ATURAN SANKSI MENUNGGU TAHAP II

KUESIONER. Identitas Responden

TINGKAT KEPATUHAN PENGGUNA JALAN DALAM MEMATUHI PERATURAN DI KAWASAN TERTIB LALU LINTAS PROPOSAL

UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN [LN 2009/96, TLN 5025]

Detail denda lalu lintas berserta pasal ( tilang ),

MASALAH LALU LINTAS DKI JAKARTA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB III METODE PENELITIAN. Identifikasi variable penelitian diuraikan berdasarkan hipotesis, yaitu

No Petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia atau Penyidik Pegawai Negeri Sipil di bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan maupun secara berk

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 1993 TENTANG PRASARANA DAN LALU LINTAS JALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UU NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. menurut data statistik dari OICA (Organisation Internationale des Constructeurs

BAB III METODE PENELITIAN

CONTOH SOAL TES TORI SIM C (PART 1)

BAB III METODE PENELITIAN

2012, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN KENDARAAN BERMOTOR DI JALAN DAN PENINDAKAN PELANGGARAN LALU

Pengertian Lalu Lintas

BAB III METODE PENELITIAN. informasi yang bermanfaat untuk meningkatakan mutu suatu hal yang menarik minat

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif korelasional, yakni penelitian

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 62 TAHUN 1993 T E N T A N G ALAT PEMBERI ISYARAT LALU LINTAS MENTERI PERHUBUNGAN,

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam suatu penelitian, peneliti perlu memahami variabel-variabel dan

BAB III METODE PENELITIAN

Perda No. 19/2001 tentang Pengaturan Rambu2 Lalu Lintas, Marka Jalan dan Alat Pemberi Izyarat Lalu Lintas.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. serangkaian perilaku yang menunjukkan nilai-nilai ketaatan, kepatuhan, kesetiaan,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Pifih Setiawati, 2013

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan angka-angka dari mulai pengumpulan data, penafsiran terhadap

BAB III METODE PENELITIAN

UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN [LN 1992/49, TLN 3480]

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. matematis berdasarkan permasalahan dan tujuan yang ingin dicapai. Variabel dalam penelitian ini ada dua, yaitu:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berdasar AASHTO 2001 dalam Khisty and Kent, persimpangan jalan dapat didefinisikan sebagai daerah umum di

LAMPIRAN C DAFTAR ISTILAH

BAB I PENDAHULUAN. Dunia oleh WHO (World Health Organization) pada tahun 2004 merupakan

BAB III METODE PENELITIAN. diolah dengan metode statistika. Pada dasarnya, pendekatan kuantitatif. yang diteliti (Saifudin Azwar, 2003: 5).

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG NOMOR 43 TAHUN 1993 TENTANG PRASARANA DAN LALU LINTAS JALAN

BAB III METODE PENELITIAN. metode yang digunakan. Dalam bab ini, akan diuraikan pokok-pokok bahasan

PENGARUH PENGAWASAN KENDARAAN BERMOTOR DI TERMINAL TERHADAP DISIPLIN AWAK DAN PENGUSAHA ANGKUTAN PENUMPANG UMUM DI KABUPATEN GARUT

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB III METODE PENELITIAN. A. Tipe Penelitian. dilakukan secar hati-hati dan sitematis menurut Syatori, (2012). Data-data

BAB III METODE PENELITIAN. peneliti. Angka-angka yang terkumpul sebagai hasil penelitian kemudian

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN KENDARAAN BERMOTOR DI JALAN DAN

INFORMASI KEHIDUPAN BERBAGAI BAHASA

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. menghubungkan antara variabel X dan variabel Y. Penelitian dengan. B. Variabel Penelitian

Perpustakaan Unika SKALA DISIPLIN

I. PENDAHULUAN. dan mencerminkan kehendak rambu-rambu hukum yang berlaku bagi semua subyek

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. banyak menggunakan angka-angka dari mulai pengumpulan data, penafsiran

BAB III METODE PENELITIAN

Masyarakat Transparansi Indonesia Kajian Page 1 of 6

TATA CARA PEMERIKSAAN KENDARAAN BERMOTOR DI JALAN DAN PENINDAKAN PELANGGARAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN

BAB I PENDAHULUAN. nasional. Kendaraan bermotor dalam perkembangannya setiap hari

BAB III METODE PENELITIAN. informasi-informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulan


TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN KENDARAAN BERMOTOR DI JALAN DAN

BAB III METODE PENELITIAN. itu didasarkan pada ciri-ciri keilmuan yaitu rasional, empiris, dan sistematis.

BAB III METODEOLOGI DAN PENELITIAN. hasil penelitian. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan jenis

PERILAKU PENGGUNA SEPEDA MOTOR DALAM KESELAMATAN BERLALU LINTAS (Studi kajian : Kabupaten Bantul, D. I. Y) Universitas Atma Jaya Yogyakarta.

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan keterangan dan fakta yang terdapat dalam pembahasan,

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penerapan metode penelitian, yang digunakan adalah penelitian

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB III METODE PENELITIAN. menekankan analisisnya dalam bentuk data numerikal (Sumarsono, Kedua variabel tersebut seabagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN. Aman dalam berkendara, bukanlah sebuah slogan sebuah instansi

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN 2010 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan pada Siswa-siswi SMP N 1 Besitang. Penelitian ini

BAB III METODE PENELITIAN. hubungan locus of control dengan stres kerja karyawan CV. Duta Malang. Metode

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB III METODE PENELITIAN

Pasal 48 yang berbunyi :

BAB III METODE PENELITIAN. Pembahasan pada bagian metodologi penelitian ini akan diuraikan

BAB III METODE PENELITIAN

PEMERINTAH KABUPATEN POLEWALI MANDAR

LEMBARAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 13 TAHUN 2003 SERI E NOMOR 1 PERATURAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB III METODELOGI PENELITIAN. tersebut, serta penampilan dan hasilnya. Serta kesimpulan akhir dari penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel. fenomena atau gejala utama dan pada beberapa fenomena lain yang relevan.

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel. B. Definisi Operasional Variabel

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 61 TAHUN 1993 TENTANG RAMBU-RAMBU LALU LINTAS DI JALAN MENTERI PERHUBUNGAN,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMERIKSAAN KENDARAAN BERMOTOR DI JALAN

BAB III METODE PENELITIAN. terhadap data serta penampilan dari hasilnya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bermanfaat atau dapat berguna untuk tujuan tujuan tertentu. Alat pendukung. aman, nyaman, lancar, cepat dan ekonomis.

PENGARUH PENGETAHUAN BERKENDARAAN TERHADAP PERILAKU PENGENDARA SEPEDA MOTOR MENGGUNAKAN STRUCTURAL EQUATION MODEL (SEM)

BAB III METODE PENELITIAN

Transkripsi:

BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Bagian-Bagian Dari Karakteristik Pengemudi Pengemudi mempunyai beberapa karakteristik dalam mengendarai sepeda motor. Terdapat beberapa hal yang mempengaruhi karakteristik pengemudi. 3.1.1. Modal dasar yang harus dimiliki oleh pengendara Menurut Khisty dan Lall (2005) pengemudi yang baik tidak harus memiliki keahlian khusus. Uji fisik dan psikologis dapat dengan mudah memperlihatkan keterbatasan dan kebutuhan akan mekanis atau kesehatan dan vitalitas yang lebih baik. Tabel 3.1 Modal Dasar Yang Harus Dimiliki Oleh Pengemudi Indera Pikiran dan system syaraf Tulang dan otot Sesuatu yang membuat pengemudi waspada dalam mengemudi Perasaan atau filing Pengelihatan Pendengaran : relative tidak penting Dengan apa pengemudi belajar, memutuskan, dan menghubungkan indera dengan otot. Kecerdasan : tingkat tinggi tidak terlalu dibutuhkan. Kepatuhan tentang ruang dan gerakan. Kondisi gerakan tubuh. Dengan apa pengemudi menggerakan dan mengendalikan kendaraannnya dan menggerakan badannnya. Ukuran badan agar sesuai dengan kendaraan dan mengendalikannnya. Kekuatan untuk pengendalian. 13

14 Lanjutan Tabel 3.1 Indera Pikiran dan system syaraf Tulang dan otot Penciuman : biasanya tidak berguna dalam mengemudi Lengan untuk menghunbungkan dan mengoperasikan pengendalian biasa atau khusus. Gerakkan tubuh tidak banyak dibutuhkan 3.1.2. Kemampuan yang dapat dipelajari Khisty dan Lall (2005) uji sederhana dapat memperlihatkan banyak kelemahan. Peningkatan mudah dilakukan dengan belajar dan latihan. Pengalaman saja bukan indikator yang baik. Tabel 3.2. Kemampuan Yang Dapat Dipelajari Pengetahuan dan informasi Keahlian dan kebiasaan Diperoleh dengan membaca perintah dan mengamati. Diuji dengan latihan Diperoleh dengan praktek, sekali terbentuk, kebiasaan tidak mudah diubah, ujian menunjukan kebutuhan Jalan raya : permukaan, pengarahan, rambu pengarah, penunjuk jalan. Kendaraan : kehati-hatian dan akan latihan. Dalam membuat gerakkan kendaraan. Dalam mengenali kondisi jalan. perilaku.

15 Lanjutan Tabel 3.2. Pengetahuan dan informasi Berbagai pengggunaan jalan : peraturan jalan, peralatan pengendali, jarak pengelihatan, perilaku pengguna jalan lainnya. Keahlian dan kebiasaan Dalam berbagai jalan memungkinkan untuk mengemudi dengan buruk oleh pengemudi lainnya. Dalam menjaga dan mengalihkan perhatian. 3.1.3. Motif dan sikap Khisty dan Lall (2005) bagaimana pengemudi berpikir dan merasakan banyak hal, sering membuat pengemudi berkendara dengan ceroboh, meskipun dia mampu mengetahui bagaimana mengemudi yang baik. Sikap Sering menentukan bagaimana pengemudi bereaksi terhadap Tabel 3.3 Motif dan Sikap motif Keharussan yang melekat pada pengemudi yang aman adalah apa yang situasi berkendara, bagaimana dia berfikir dan merasakan situasi. Sikap yang dilibatkan dalam perilkau ini, antara lain: Berbuat sesuatu yang tidak perlu Mengendara ketika lelah Balapan Kecerobohan Pamer Mabuk membuat pengemudi mencoba mengemudi sebaik yang ia mampu dan ia ketahui. Motif dapat berhubungan dengan berbagai perasaan yang berbeda. Takut terluka dan rusak Rasa bangga dalam kesempurnaan penampilan Tanggung jawab social Kehendak untuk member contoh Takut ditahan dan dihukum

16 3.2. Kondisi-Kondisi Yang Mempengaruhi Karakteristik Pengemudi Khisty dan Lall (2005) karakteristik pengemudi dapat diperbaiki dengan cepat dan serius, tapi sering hanya bersifat sementara akibat kondisi tidak terduga, beberapa diantaranya dibawah oleh pengemudi sendiri. Hal ini dapat berpengaruh pada tiga bagian perilaku dan juga reaksi pengemudi atas situasi lalu lintas. Kondisi ini mempunyai pengaruh yang berbeda-beda pada pengemudi. Tabel 3.4 Kondisi-Kondisi Yang Mempengaruhi Karakteristik Pengemudi Racun Penyakit Mengantuk Kenyamanan Alcohol Lemah Kejenuhan Suhu Narkotika jantung Tekanan Kebisingan karbonmonoksida Epilepsy Menonton Kelaparan diabetes Kelelahan 3.3. UUNO. 22/2009 Tata Cara Berlalu Lintas 3.3.1. Pasal 105 1) Berperilaku tertib 2) Mencegah hal-hal yang dapat merintangi, membahayakan keamanan dan keselamatan lalu lintas dan angkutan jalan, atau yang dapat menimbulkan kerusakan jalan. 3.3.2. Pasal 106 1) Setiap yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan wajib mengemudikan kendaraannya dengan wajar dan penuh konsentrasi. 2) Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan wajib mengutamakan keselematan pejalan kaki dan pesepeda.

17 3) Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan wajib mematuhi ketentuan tentang persyaratan teknis dan laik jalan. 4) Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan wajib mematuhi ketentuan : a. Rambu perintah atau rambu larangan. b. Marka jalan. c. Alat pemberi isyarat lalu lintas. d. Gerakkan lalu lintas. e. Berhenti dan parkir. f. Peringatan dengan bunyi dan sinar. g. Kecepatan maksimal dan atau minimal. h. Tata cara penggandengan dan penempelan dengan kendaraan lain. 5) Setiap orang yang mengemudikan sepeda motor dan penumpang sepeda motor wajib mengenakan helm yang memenuhi Standar Nasional Indonesia. 3.4. Indentifikasi Kendaraan Bermotor Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan pada pasal 68 ayat 1 disebutkan setiap kendaraan bermotor yang dioperasikan di jalan wajib dilengkapi dengan Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor dan Tanda Nomor Kendaraan Bermotor. Ayat 2 disebutkan Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat 1 memuat data kendaraan bermotor, identitas pemilik, nomor registrasi kendaraan bermotor dan masa berlaku.

18 3.5. Surat Izin Mengemudi Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan pada pasal 77 ayat 1 disebutkan setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan wajib memiliki Surat Izin Mengemudi sesuai dengan jenis kendaraan bermotor yang dikemudikan. Ayat 2 disebutkan Surat Izin Mengemudi sebagaiman dimaksud pada ayat 1 terdiri atas 2 jenis : (a) Surat Izin Mengemudi kendaraan Bermotor perseorangan, dan (b) Surat Izin Mengemudi Kendaraan Bermotor Umum. Pada pasal 80 huruf (d) disebutkan bahwa Surat Izin Mengemudi C berlaku untuk mengemudikan Sepeda Motor 3.6. Ketertiban dan Keselamatan Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan pada pasal 105 disebutkan setiap orang yang menggunakan jalan wajib (a) berperilaku tertib, dan atau (b) mencegah hal-hal yang dapat merintangi, membahayakan keamanan dan keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan atau yang dapat menimbulkan kerusakan jalan. Pasal 106 disebutkan bahwa ayat (1) setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan wajib mengemudikan kendaraannya dengan wajar ayat (2) setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan wajib mengutamakan keselamatan pejalan kaki dan pesepeda ayat (3) setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan wajib mematuhi ketentuan tentang persyaratan teknis dan laik jalan ayat (4) setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan wajib mematuhi ketentuan (a) rambu perintah atau rambu larangan (b) marka jalan (c) alat pemberi isyarat lalu lintas (d) gerakan lalu lintas (e) berhenti dan parkir (f) peringatan dengan bunyi dan sinar (g) kecepatan maksimal atau minimal (h) tata cara penggandengan dan penempelan dengan kendaraan lain. Ayat (5) pada saat diadakan

19 pemeriksaan kendaraan bermotor di jalan setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor wajib menunjukkan : (a) Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor atau Surat Tanda Coba Kendaraan Bermotor (b) Surat Izin Mengemudi (c) bukti lulus uji berkala (d) tanda bukti lain yang sah. Ayat (6) setiap orang yang mengemudiakn sepeda motor dan penumpang sepeda motor wajib mengenakan helm yang memnuhi standar nasional Indonesia. Ayat (7) setiap orang yang mengemudikan sepeda motor tanpa kereta samping dilarang membawa penumpang lebih dari 1 (satu) orang. 3.7. Penggunaan Lampu Utama Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan pada pasal 107 ayat (1) disebutkan bahwa pengemudi kendaraan bermotor wajib menyalakan lampu utama kendaraan bermotor yang digunakan di jalan pada malam hari dan pada kondisi tertentu. Ayat (2) pengemudi sepeda motor selain mematuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menyalakan lampu uatam pada siang hari. 3.8. Jalur atau Lajur Lalu Lintas Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan pada pasal 108 ayat (1) disebutkan dalam berlalu lintas pengguna jalan harus menggunakan jalur jalan sebelah kiri. Ayat (3) sepeda motor, kendaraan bermotor yang kecepatannya lebih rendah, mobil barang, dan kendaraan tidak bermotor berada pada lajur kiri jalan.

20 3.9. Kecepatan Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan pada pasal 21 disebutkan ayat (1) setiap jalan memiliki batas kecepatan paling tinggi yang ditetapkan secara nasional. Ayat (2) batas kecepatan paling tinggi sebagaimana dimaksud ayat 1 ditentukan berdasarkan pemukiman, kawasan perkotaan, jalan antar kota dan jalan bebas hambatan. Ayat (3) atas pertimbangan keselamatan atau pertimbangan khusus lainnya, pemerintah daerah dapat menetapkan batas kecepatan paling tinggi setempat yang harus dinyatakan dengan rambu lalu lintas. Ayat (4) batas kecepatan paling rendah pada jalan bebas hambatan ditetapkan dengan batas absolut 60 km perjam dalam kondisi arus bebas. Ayat (5) ketentuan lebih lanjut mengenai batas kecepatan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan 2 diatur dengan peraturan pemerintah. Pasal 115 disebutkan bahwa pengemudi kendaraan bermotor di jalan dilarang (a) mengemudikan kendaraan melebihi batas kecepatan paling tinggi yang diperbolehkan sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 (b) berbalapan dengan kendaraan bermotor lain. Pasal 116 pada ayat (1) pengemudi harus memperlambat kendaraannya sesuai dengan rambu lalu lintas. (2) selain sesuai dengan Rambu Lalu Lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pengemudi harus memperlambat kendaraannya jika : (a) akan melewati kendaraan Bermotor Umum yang sedang menurunkan dan menaikkan penumpang (b) akan melewati kendaraan tidak bermotor yang ditarik oleh hewan, hewabn yang ditunggangi, atau hewan yang digiring (c) cuaca hujan dan/atau genangan air (d) memasuki pusat kegiatan masyarakat yang belum dinyatakan dengan rambu lalu intas (e) mendekati persimpangan atau perlintasan sebidang kereta api dan/atau (f) melihat dan mengetahui ada pejalan kaki yang akan menyeberang.

21 3.10. Kewajiban Menggunakan Helm Berstandar SNI Bagi Pengemudi Sepeda Motor Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan pada pasal 106 ayat 8 disebutkan setiap orang yang mengemudikan sepeda motor dan penumpang sepeda motor wajib menggunakan helm yang memenuhi standar nasional Indonesia. Bentuk dan rupa spesifikasi helm harus memenuhi standar yang telah ditentukan oleh Badan Standarisasi Nasional (BSN). Gambar 3.1 Konstruksi Helm Tertutup (Full Face) Berdasarkan SNI 1811-2007

22 311. Statistika Statistika menjadi analisis yang digunakan dalam pengolahan data. Penulis menggunakan beberapa metode analisis statistik dalam tulisan ini. 3.11.1. Pengambilan sampel secara acak (random sampling) Menurut Ridwan (2009) sampel merupakan bagian dari populasi yang ingin diteliti, dipandang sebagai suatu pendugaan terhadap populasi.sampel dianggap sebagai perwakilan dari populasi yang hasilnya mewakili keseluruhan gejala yang ingin diamat. Terdapat dua cara pengambilan sampel, yaitu sampel secara acak (random sampling) dan sampel tidak acak (non random sampling). Pengambilan sampel secara acak merupakan proses pengambilan sampel secara bebas dari suatu populasi. Tidak ada batasan ataupun intervensi dari pengambil sampel (peneliti) dalm proses pemilihan sampel. Kelebihan proses ini adalah mengatasi bias yang muncul dalam pemilihan anggota sampel, sedangkan kekurangannya adalah tidak ada jaminan bahwa setiap sampel yang diambil secara acak akan mereprensentasikan populasi secara tepat. 3.11.2. Uji validitas dan uji reliabilitas 1) Uji validitas Menurut Saifudin (1997) validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya.suatu tes atau instrumen pengukur dapat dikatakan mempunyai validitas yang tinggi apabila alat tersebut menjalankan fungsi ukurnya, atau memberikan hasil ukur, yang sesuai dengan maksud dilakukannya pengukuran tersebut.tes yang menghasilkan data yang tidak relevan dengan tujuan pengukuran dikatakan sebagai tes yang memiliki validitas rendah.

23 Terkandung disini pengertian bahwa valid-tidaknya suatu alat ukur tergantung pada mampu tidaknya alat ukur tersebut mencapai tujuan pengukuran yang dikehendaki dengan tepat. Rumus : ( ) ( ) * ( ) +* ( ) (3-1) Keterangan : r = koefisien validitas item yang diteliti n = jumlah responden x = skor yang diperoleh dalam setiap item y = skor yang diperoleh dalam setiap item x = jumlah skor dalam variabel x y = jumlah skor dalam variabel y x² = jumlah kuadrat masing - masing skor x y² = jumlah kuadrat masing - masing skor y 2) Uji reliabilitas Menurut Saifudin (1997) reliabilitas merupakan penerjemahan dari kata reliability yang mempunyai asal kata rely dan ability. Pengukuran yang memiliki reliabilitas tinggi disebut sebagai pengukuran yang reliabel (reliable). Walaupun reliabilitas mempunyai berbagai nama lain seperti keterpecayaan, keterandalan, keajegan, kestabilan, konsistensi, dan sebagainya, namun ide pokok yang terkandung dalam konsep reliabilitas adalah sejauhmana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya. Hasil pengukuran dapat dipercaya hanya apabila dalam beberapa kali pelaksanaan pengukuran terhadap kelompok subjek yang sama diperoleh

24 hasil yang relatif sama, selama aspek yang diukur dalam diri subjek memang belum berubah. 3.11.3. Analisis korelasi Pada bagian ini penulis akan melakukan analisis korelasi. Analisis yang digunakan penulis ialah dengan menggunakan analisis korelasi sederhana beserta konsep korelasinya seperti pada bagian berikut : 1) Konsep korelasi Analisis korelasi (hubungan) merupakan suatu bentuk analisis inferensial yang digunakan untuk mengetahui derajat atau kekuatan hubungan, bentuk atau hubungan kausal dan hubungan timbal balik diantara variabel-variabel penelitian. Selain itu, analisis ini dapat juga digunakan untuk mengetahui besarnya pengaruh suatu variabel bebas atau beberapa variabel bebas secara bersama terhadap variabel terikat melalui analisis koefisien determinasi ( Supardi, 2013) 2) Korelasi sederhana (korelasi bivariat) Menurut Supardi (2013) korelasi yang terjadi antara dua variabel (bivariat) dapat berupa korelasi positif, korelasi negatif, tidak ada korelasi, ataupun korelasi sempurna.korelasi bivariat ini merupakan korelasi paling sederhana karena korelasi tersebut hanya mencari hubungan antar dua variabel dengan berbagai variasi yang ada.sesuai dengan jenis data yang dikorelasikan, maka ada beberapa teknik analisis korelasi bivariat salah satunya yaitu korelasi product moment. Korelasi product moment (pearson) digunakan untuk data interval/rasio dengan data interval/rasio. Rumus korelasi product moment adalah sebagai berikut :, ( ) -, ( ) - (3 2)

25 Keterangan : n = Banyaknya pasang data (unit sampel) x = variabel bebas y = variabel terikat Ada tiga kemungkinan hipotesis yang di uji yaitu : 1) Hipotesis uji dua pihak H 0 : ρ = 0 H 1 : ρ 0 2) Hipotesis satu pihak, uji pihak kanan H 0 : ρ 0 H 1 : ρ > 0 3) Hipotesis satu pihak, uji pihak kiri H 0 : ρ 0 H 1 : ρ < 0 Pengujian hipotesis dapat dilakukan dengan : 1) Menggunakan tabel r product moment (untuk n besar) dengan db = n 2) Menggunakan tabel distribusi (untuk n kecil dengan db = n 2 Kriteria pengujian dengan tabel r 1) Terima H0 jika r hitung r tabel atau 2) Tolak H0 jika r hitung > r tabel Kriteria pengujian dengan tabel t 1) Terima H0 jika t hitung t tabel atau 2) Tolak H0 jika t hitung > t tabel

26 Konversi nilai r menjadi t hitung menggunakan : (3 3) Keterangan : t = Nilai hitung uji 3.11.4. Instrumen penelitian Instrumen penelitian merupakan alat bantu bagi penelitian yang digunakan untuk mengumpulkan data penelitian, dengan demikian terdapat kaitan antara metode dengan instrumen penelitian. Instrumen yang dipakai untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan skala psikologi.skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala likert. Skala ini digunakan dengan alasan : a) subyek adalah orang yang paling tahu dan mengerti tentang dirinya. b) jawaban yang diberikan oleh peneliti adalah benar, c) interpretasi subyek tentang pernyataanpernyataan yang diajukan kepadanya adalah sama dengan maksud peneliti (Suryabrata, 2004). Selain itu, pernyataan-pernyataan yang diberikan pada skala model likert diyakini memiliki keunggulan antara lain : a) dalam penyusunan skala, item-item tidak jelas menunjukkan perilaku yang diteliti. b) merupakanmetode pernyataan sikap yang menggunakan subyek sebagai dasar penentu nilai skalanya. c) Skala relatif mudah ibuat Reliabilitasnya tinggi. d) Jangka respon yang besar membuat skala model likert dapat memberikan keterangan yang lebih nyata dan jelas tentang pendapat sikap yang dimiliki subyek (Nazir, 1999). Model skala likert yang digunakan dalam pengembangan alat ukur psikologi ini memiliki empat pilihan jawaban, yaitu Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS).Penggunaan skala likert dengan

27 menggunakan empat alternatif jawaban dengan menghilangkan jawaban ragu-ragu berdasarkan tiga alasan yaitu : a) Kategori ragu-ragu memiliki arti ganda, dapat diartikan belum bisa memutuskan. b) tersedianya jawaban ditengah menimbulkan kecenderungan menjawab ke tengah, terutama bagi mereka yang ragu-ragu atas arah kecenderungan jawaban. c) Terjadinya jawaban ditengah tidak dapat menunjukkan kecenderungan pendapat subyek ke arah setuju atau tidak setuju, sehingga banyak data penelitian dan informasi yang tidak dapat ditangkap oleh peneliti. (Saifudin, 1997).