BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. pemegang saham, khususnya pemegang saham yang berinvestasi untuk jangka

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. dapat mempengaruhi persepsi investor terhadap perusahaan. berdampak terhadap nilai perusahaan (Fama dan French, 1998).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan utama dari setiap perusahaan adalah meningkatkan nilai perusahaannya

BAB I PENDAHULUAN. melimpahkan kepada pihak lain yaitu manajer sehingga menyebabkan

BAB II KAJIAN TEORI. dividen non kas (Mahmud M Hanafi, 2014:361). Dividen kas (cash dividend)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. saham dan akan diinvestasikan kembali atau ditahan di dalam perusahaan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebagai prinsipal dan manajer sebagai agen. Jensen dan Meckling (1976)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. diterbitkan oleh pemerintah, public authorities, maupun perusahaan swasta.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. variabel pengembalian yang akan menentukan nilai saham bagi pemilik dan

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manajemen perusahaan dalam rangka mendanai operasional perusahaan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Shella Febri Priatama ABSTRAKSI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 1 PENDAHULUAN. Di era globalisasi saat ini, pasar modal Indonesia telah mengalami perkembangan

BAB 1 PENDAHULUAN. Dividen merupakan bentuk pengembalian (return) diluar capital gain yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. oleh Wibowo dan Rossieta, (2009:31), yang mengacu pada pemenuhan tujuan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

TEORI DEVIDEN (DIVIDEND THEORY)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. orientation) maupun organisasi yang tidak berorentasi pada laba (non-profit

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. Myes dan Majluf Disebut sebagai pecking order theory karena teori ini

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. karena bagi para investor dividen merupakan return (tingkat pengembalian) atas

BAB I PENDAHULUAN. dipertimbangkan secara seksama. Sebagaimana dikemukakan oleh Bishop et al. (2000) dalam

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. tersebut. Nilai perusahaan lazim diindikasikan dengan Price to Book Value

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Modal (Munawir, 2001) adalah hak atau bagian yang dimiliki oleh pemilik

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. kebijakan dividen (Brigham dan Houston 2011:211), yaitu : perusahaan. Teori MM berpendapat bahwa nilai suatu perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan mampu menghasilkan keuntungan untuk meningkatkan value of the. firm dan meningkatkan kesejahteraan pemegang saham.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pajak. Menurut Bastian dan Suhardjono (2006), net profit margin adalah

Penelitian tentang pengaruh profitability dan investment opportunity set. (pada perusahaan property yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia) memiliki

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan bertujuan untuk memaksimalkan kesejahteraan pemilik (shareholder)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dasar struktur modal berkaitan dengan sumber dana, baik itu sumber internal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. tagihan, cicilan hutang berikut bunganya, pajak, dan juga belanja modal (capital

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. pembaca dalam memahami maksud dari variabel-variabel yang akan diteliti.

akibatnya dapat menghambat tingkat pertumbuhan perusahaan (rate of growth)


BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Struktur modal merupakan perimbangan jumlah hutang jangka pendek yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penelitian sebelumnya. Berikut ini uraian beberapa penelitian terdahulu beserta

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. memaksimumkan kemakmuran pemegang saham atau stockholder. Kartika

BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN UKDW. macam resiko dan ketidakpastian yang seringkali sulit diprediksikan oleh para

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kerja atau investasi pada aset. Kas tersebut biasanya menimbulkan konflik

BAB I PENDAHULUAN. keputusan, yaitu keputusan pendanaan dan keputusan investasi. Keputusan

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai harapan akan mendapatkan keuntungan dari modal yang

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS Pengertian, Tujuan dan Komponen Laporan Keuangan

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB 1 PENDAHULUAN. keputusan pendanaan perusahaan. Secara definisi, kebijakan dividen (dividend

BAB I PENDAHULUAN. pemegang saham. Manajer mempunyai kewajiban untuk memaksimumkan. kepentingan untuk memaksimumkan kesejahteraan mereka.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. LANDASAN TEORI. laba ditahan (retained earnings) yang ditahan sebagai cadangan bagi perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. cara meningkatkan nilai perusahaan. Harga pasar saham menunjukkan nilai perusahaan,

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan sebagai entitas ekonomi lazimnya memiliki tujuan jangka panjang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Free cash flow adalah bentuk lain ukuran arus kas. Pengertian free cash

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan dan menjadi pusat perhatian stakeholders. Keputusan finansial

BAB 1 PENDAHULUAN. antara manajer ( agent) sebagai pengelola dengan pemegang saham ( principal)

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. Menurut Brigham dan Houston (2007) isyarat atau signal adalah suatu

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Landasan teori merupakan bagian yang akan membahas tentang uraian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan dividen. Perusahaan yang sukses akan memperoleh pendapatan (income).

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan oleh pihak manajemen dengan penentuan membagikan laba yang

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat meningkatkan harga saham. Perusahaan yang sudah listing pada bursa,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. laba ditahan (Levy dan Sarnat, 1990). Kebijakan dividen pada perusahaan-perusahaan

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS Hubungan Keagenan dan Masalah Keagenan

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. perusahaan untuk mendanai kegiatan perusahaan. Menurut Munawir (2004)

BAB I PENDAHULUAN. Penunjukan manajer oleh pemegang saham untuk mengelola perusahaan

II TINJAUAN PUSTAKA. Kebijakan dividen (Dividend Policy) merupakan keputusan mengenai laba yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Menurut Lukas Setia Atmaja (2010:110) menyebutkan ada lima

BAB I PENDAHULUAN UKDW. melalui Foreign Direct Investment (FDI). Investor menganggap bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Struktur pendanaan merupakan indikasi bagaimana perusahaan membiayai

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. pemberian wewenang oleh pemegang saham kepada manajer untuk bekerja demi

BAB I PENDAHULUAN. digunakan untuk membiayai investasi yang dianggap memiliki net present

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Menurut Wolk et al. (2001) dalam Thiono (2006:4), teori sinyal (signaling

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan utama investor dalam menanamkan modalnya di sebuah perusahaan yaitu

BAB I PENDAHULUAN UKDW. seringkali membuat adanya konflik kepentingan antara kedua belah pihak.

BAB II LANDASAN TEORI. A. Teori yang Relevan dengan Kebijakan Deviden. bahwa teori keagenan menjelaskan hubungan antara agen (manajemen

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA KONSEPTUAL, DAN HIPOTESIS PENELITIAN. saham (Hermuningsih dan Wardani, 2009). Menurut Stice et al.

Dividen adalah proporsi laba atau keuntungan yang dibagikan kepada para pemegang saham dalam jumlah yang sebanding dengan jumlah lembar saham yang

BAB II URAIAN TEORITIS. Penelitian mengenai dividend payout ratio atau kebijakan dividen telah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Penelitian Budi Hardiatmo dan Daljono (2013) Penelitian ini mengambil topik tentang analisis faktor - faktor yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Hubungan agensi terjadi karena adanya suatu perjanjian atau kontrak yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Teori mengenai kebijakan pembayaran dividen

Transkripsi:

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Teoretis Dalam tinjauan teoretis ini penulis akan menjelaskan tentang kebijakan dividen, agency theory, dan pecking order theory. 2.1.1 Kebijakan Dividen Ada tiga pendapat yang bertentangan mengenai kebijakan dividen, yaitu (1) dividen dibagikan sebesar-besarnya, (2) dividen tidak relevan, dan (3) dividen dibagikan sekecil-kecilnya. 1. Dividen Dibagikan Sebesar-Besarnya Argumen ini berdasar teori bird in the hand yang dikemukakan oleh Gordon dan Lintner (1956). Menurut Husnan (1994:379), pendapat ini didasarkan atas pemikiran bahwa harga saham merupakan present value penghasilanpenghasilan yang akan diterima oleh pemilik saham. Apabila saham tersebut akan dimiliki selamanya, maka penghasilan-perhasilan tersebut hanya akan berwujud dividen. Dengan meningkatkan dividen, maka harga saham akan meningkat. Namun, pendapat tersebut kurang tepat karena besarnya dividen yang dibagikan akan bergantung pada laba yang diperoleh perusahaan. Perusahaan hanya bisa meningkatkan pembagian dividen jika laba meningkat. Maksimum jumlah dividen yang dibagikan akan sama dengan laba yang diperoleh 13

14 Jika perusahaan membagi dividen sebesar-besarnya maka berarti semua laba harus dibagikan sebagai dividen. Hal tersebut tentu saja tidak benar. Laba tidak perlu dibagikan jika dapat diinvestasikan dan memberikan tingkat keuntungan yang lebih besar dari biaya modalnya sehingga dapat meningkatkan harga saham perusahaan. Dalam Hanafi (2008:366) menjelaskan beberapa argumen yang mendukung pembayaran dividen tinggi yaitu: (a) mengurangi ketidakpastian dan (b) mengurangi konflik keagenan antara manajer dengan pemegang saham. a. Mengurangi ketidakpastian Dividen yang tinggi akan membantu mengurangi ketidakpastian. Beberapa tipe investor akan menyukai pendapatan saat ini. Oleh karena dividen diterima saat ini sedangkan capital gain diterima di masa mendatang, maka ketidakpastian dividen akan lebih kecil dibandingkan ketidakpastian capital gain. Karena faktor ketidakpastian berkurang, maka investor semacam itu mau membayar harga yang lebih tinggi untuk saham dengan dividen tinggi. b. Mengurangi konflik keagenan antara manajer dengan pemegang saham Argumen lain yang mendukung pembayaran yang tinggi datang dari kerangka teori keagenan (agency theory). Menurut teori ini konflik bisa terjadi antara pihakpihak yang berkaitan di perusahaan. Misalkan perusahaan mempunyai kelebihan kas atas proyek dengan NPV positif. Kas tersebut akan lebih baik jika dibagikan ke pemegang saham sebagai dividen. Tetapi manajer tidak mau membagikan kas tersebut karena ingin tetap memegang kendali atas kas tersebut. Dalam konteks semacam itu, pembayaran dividen yang tinggi merupakan hal yang diinginkan 14

15 oleh investor, karena akan mengurangi potensi konflik antara manajer dengan pemegang saham. Dapat disimpulkan pendapat bahwa dividen perlu dibagikan sebesarbesarnya didasarkan atas pemikiran bahwa harga saham merupakan present value dividen-dividen yang akan diterima oleh pemodal. Dengan demikian jika dividen ditingkatkan, maka harga saham akan naik. Kelemahan argumentasi tersebut adalah bahwa dividen bergantung pada laba yang diperoleh. Perusahaan hanya dapat meningkatkan dividen jika laba meningkat. Namun tidak berarti semua laba yang diperoleh harus dibagikan. Jika laba dapat dipergunakan dengan menguntungkan, maka laba tersebut seharusnya ditahan. Pada tahun kedua laba yang ditahan tersebut akan dibagikan bersama-sama dengan dividen tahun kedua sehingga dapat meningkatkan harga saham perusahaan 2. Dividen Tidak Relevan Pendapat ini berdasar teori irrelevant dividend yang dikemukakan oleh Modigliani dan Miller (1961). Jadi dividen dibagi atau tidak nilai kekayaanya akan sama. Dasar dari pendapat ini adalah pemenuhan dana perusahaan dari external financing. Mereka yang menganut pendapat ini mengatakan bahwa perusahaan bisa saja membagikan dividen yang banyak atau sedikit, asalkan dimungkinkan menutup kekurangan dana dari sumber eksternal (menerbitkan saham baru) apabila ada kesempatan investasi yang menguntungkan. Dampak keputusan tersebut sama saja bagi kekayaan pemodal, atau keputusan dividen adalah tidak relevan. Dividen tidak relevan dalam keadaan pasar modal sempurna. 15

16 Dana dapat diperoleh dari pembayaran dividen, atau menjual saham yang dimiliki. Penjualan tersebut diasumsikan tidak ada biaya penerbitan saham baru ataupun biaya transaksi (Husnan, 1994:381-383). Modigliani dan Miller (1961) dalam Sartono (2001:370) berpendapat bahwa nilai perusahaan ditentukan oleh earning power dari aset perusahaan atau keputusan investasi. Modigliani dan Miller mengajukan asumsi (a) pasar modal yang sempurna dimana semua investor bersikap rasional, (b) tidak ada pajak perseorangan dan pajak penghasilan perusahaan, (c) tidak ada biaya emisi atau flotation cost dan biaya transaksi, (d) kebijakan dividen tidak berpengaruh terhadap biaya modal sendiri perusahaan, dan (e) informasi tersedia untuk setiap individu terutama yang menyangkut tentang kesempatan investasi. Kebijakan dividen menjadi tidak relevan pada kondisi pasar modal yang sempurna. Pembagian dividen yang diikuti dengan penerbitan saham baru, akan membawa akibat yang sama saja bagi pemegang saham lama (dibandingkan dengan tidak membagi dividen dan tidak menerbitkan saham baru). Jika perusahaan menerbitkan saham baru, maka laba yang diperoleh akan dibagi dengan jumlah lembar saham yang makin besar. Dengan demikian pemegang saham lama akan menerima bagian yang makin kecil dibandingkan dengan seandainya perusahaan tidak menerbitkan saham baru. Penurunan bagian keuntungan ini sama persis dengan besarnya dividen yang diterima oleh pemegang saham lama. Dengan kata lain, penambahan kemakmuran pemegang saham lama dalam bentuk dividen diimbangi dengan pengurangan kemakmuran 16

17 dalam bentuk penerimaan bagian laba yang makin kecil sehingga dividen tidak ada pengaruhnya terhadap kekayaan pemegang saham. 3. Dividen Dibagikan Sekecil-Kecilnya Argumen ini berdasar teori tax preferences yang dikemukakan oleh Litzenberger dan Ramaswamy (1979). Menurut Husnan (1994:385-387) pendukung pendapat ini mendasarkan diri pada adanya ketidaksempurnaan pasar modal. Dalam kenyataannya perusahaan akan menanggung flotation costs jika menerbitkan saham baru sehingga biaya modal saham eksternal lebih besar dibandingkan biaya modal internal. Oleh karena itu apabila ada investasi yang menguntungkan, perusahaan akan lebih baik membayarkan dividen rendah sehingga tidak perlu menerbitkan saham baru dan menanggung flotation costs seperti underwritter fee, biaya notaris, akuntan, konsultan hukum, dan pendaftaran saham. Masalah ketidaksempurnaan pasar modal semakin diperkuat dengan adanya tarif pajak atas dividen yang lebih besar dari pajak atas capital gains. Dalam keadaan semacam itu para pemodal tentu akan lebih suka menerima penghasilan dalam bentuk capital gains dan bukan dividen, sehingga dividen yang dibagikan perusahaan cenderung rendah. Disamping itu pemodal dapat menunda pembayaran pajak atas capital gains karena pajak atas capital gains akan efektif jika saham tersebut dijual, sedangkan pajak dividen akan dibayarkan saat dividen diterima. 17

18 Maka dapat disimpulkan bahwa apabila kita memasukkan faktor ketidaksempurnaan pasar modal, ternyata seharusnya perusahaan lebih baik membagikan dividen yang kecil sehingga perusahaan tidak perlu menerbitkan saham baru untuk mendanai investasi yang menguntungkan, karena penerbitan saham baru menyebabkan perusahaan menanggung flotation costs. 2.1.2 Agency Theory Agency theory muncul karena adanya pemisahan fungsi antara pemilik dengan pengelola, hal ini dikarenakan dewasa ini kebutuhan modal perusahaan tidak dapat lagi disediakan hanya oleh satu pemilik. Perusahaan-perusahaan modern yang besar tidak dapat lagi memenuhi kebutuhan modalnya hanya dari satu pemilik, akibatnya mereka akan mengundang pihak lain untuk menanamkan modal pada perusahaan, hal ini akan berakibat pada pemisahan wewenang perusahaan, antara pemilik dan pengelola. 1. Agency Conflict Dalam manajemen keuangan salah satu tujuan utama perusahaan adalah memaksimumkan kemakmuran pemegang saham, untuk itu manajer yang diangkat oleh pemegang saham harus bertindak untuk kepentingan pemegang saham, tetapi sering kali terjadi konflik antara pemegang saham dengan pihak manajemen. Konflik yang disebabkan oleh pemisahan kepemilikan dan pengendalian perusahaan disebut konflik keagenan (agency conflict), diantaranya adalah (Hatta dan Magdalena, 2010:32): 18

19 a. Konflik antara pemegang saham dengan manajemen Penyebab konflik antara manajer dengan pemegang saham diantaranya adalah pembuatan keputusan yang berkaitan dengan aktivitas pencarian dana (financing decision) dan pembuatan keputusan yang berkaitan dengan bagaimana dana yang diperoleh tersebut diinvestasikan. Dalam aktivitas pencarian dana, manajemen menginginkan untuk mencari sumber pendanaan dengan biaya sekecil mungkin sehingga mampu meningkatkan laba perusahaan. Dalam pengambilan keputusan investasi, manajemen cenderung memilih untuk menginvestasikan dananya pada proyek dengan risiko rendah, tetapi investor cenderung untuk memilih proyek dengan risiko tinggi karena mencerminkan return yang akan diperoleh juga tinggi. Pada kondisi ini, manajer cenderung bertindak untuk mengejar kepentingan dirinya dan sudah tidak berdasar maksimalisasi nilai dalam pengambilan keputusan pendanaan (Jensen dan Meckling, 1976). b. Konflik antara pemegang saham dan kreditur Konflik keagenan bisa juga terjadi antara pemegang saham (melalui manajer) dengan kreditur (Ali, 2002). Kreditur berhak mendapatkan bagian atas laba perusahaan sebagai pembayaran bunga dan pokok pinjaman, dan berhak juga atas aset perusahaan pada waktu perusahaan mengalami kebangkrutan. Tetapi pemegang saham (melalui manajer) dapat membuat suatu keputusan yang mengandung risiko terhadap perusahaan. Kreditur akan dirugikan jika perusahaan mengambil proyek yang terlalu berisiko karena hal ini akan meningkatkan risiko kebangkrutan perusahaan. 19

20 Menurut teori keagenan dari Jensen dan Meckling (1976) dalam Ahmad dan Septriani (2008:49), permasalahan keagenan ditandai dengan adanya perbedaan kepentingan dan informasi yang tidak lengkap (asymmetry information) di antara pemilik perusahaan dengan agen. Sebagai hasilnya akan timbul biaya keagenan (agency cost). 2. Agency Cost Agency cost adalah biaya yang dikeluarkan agar pihak yang diberi wewenang dapat bertindak sesuai keinginan pemilik yang meliputi monitoring cost, bonding cost, dan residual loss (Jensen dan Meckling, 1976 dalam Ahmad dan Septriani, 2008:49). a. Monitoring cost adalah biaya yang ditanggung oleh perusahaan untuk memonitor perilaku agen, yaitu untuk mengukur, mengamati, dan mengontrol perilaku agen. Contoh biaya ini adalah biaya audit dan premi asuransi untuk melindungi aset perusahaan. b. Bonding cost adalah biaya yang ditanggung oleh perusahaan untuk menetapkan dan mematuhi mekanisme yang menjamin bahwa manajer bertindak untuk kepentingan pemilik. Misalnya biaya yang dikeluarkan oleh manajer untuk menyediakan laporan keuangan kepada pemegang saham. c. Residual loss adalah biaya yang ditanggung perusahaan yang timbul akibat adanya perbedaan antara keputusan yang diambil oleh manajer dengan keputusan yang seharusnya memaksimumkan kepentingan pemilik. 20

21 Contohnya biaya untuk perjalanan dinas, akomodasi kelas satu, dan mobil dinas mewah. 3. Mekanisme Mengurangi Agency Cost Ahmad dan Septriani (2008:50-51) menjelaskan terdapat beberapa mekanisme untuk mengurangi agency cost, yaitu: a. Meningkatkan kepemilikan saham perusahaan oleh manajemen Perusahaan meningkatkan kepemilikan manajerial untuk mensejajarkan kedudukan manajer dengan pemegang saham sehingga bertindak sesuai dengan keinginan pemegang saham. Dengan peningkatan persentase kepemilikan, manajer termotivasi meningkatkan kinerja dan bertanggung jawab meningkatkan kemakmuran pemegang saham (Crutchley dan Hansen, 1989 dan Jensen et al, 1992). b. Adanya kepemilikan institusional sebagai monitoring agent Kepemilikan institusional didefinisikan sebagai proporsi kepemilikan saham pada akhir tahun yang dimiliki oleh lembaga seperti perbankan, asuransi, atau institusi lain. Peningkatan kepemilikan institusional menyebabkan kinerja manajer diawasi secara optimal dan terhindar dari perilaku oportunistik. Dengan melibatkan kepemilikan institusional, manajer bertindak sesuai dengan keinginan pemegang saham sehingga mengurangi biaya keagenan (Bathala, 1994). Monitoring agent memainkan peranan secara aktif dan konsisten di dalam melindungi investasi saham yang mereka pertaruhkan di dalam perusahaan. 21

22 c. Meningkatkan pendanaan melalui utang Peningkatan utang dalam struktur modal mengurangi penggunaan saham sehingga mengurangi biaya keagenan ekuitas. Perusahaan memiliki kewajiban untuk mengembalikan pinjaman dan membayar beban bunga secara periodik. Kondisi ini menyebabkan manajer bekerja keras untuk meningkatkan laba sehingga dapat memenuhi kewajiban dari penggunaan utang. Sebagai konsekuensinya dari kebijakan ini perusahaan menghadapi biaya keagenan utang dan risiko kebangkrutan (Crutchley dan Hansen, 1989). d. Meningkatkan dividend payout ratio Menurut Crutchley dan Hansen (1989), peningkatan dividen diharapkan dapat mengurangi biaya keagenan. Hal ini disebabkan dividend payout ratio besar menyebabkan rasio laba ditahan kecil dan perusahaan menambah dana dari sumber eksternal, seperti emisi saham baru. Penambahan dana menyebabkan kinerja manajer dimonitor oleh bursa, komisi sekuritas, dan penyedia dana baru. Pengawasan kinerja menyebabkan manajer bertindak sesuai dengan kepentingan pemegang saham sehingga mengurangi biaya keagenan. 2.1.3 Pecking Order Theory Teori ini dikenalkan pertama kali oleh Donaldson berdasarkan penelitiannya pada tahun 1961. Penamaaan pecking order theory dilakukan oleh Myers pada tahun 1984. Meyrs dan Majluf (1984) dalam Keown, et al (2004:100) menyatakan bahwa perusahaan mempunyai urut-urutan preferensi dalam penggunaan dana, yaitu: 22

23 1. Perusahaan mengambil kebijakan dividen untuk memanfaatkan peluang investasi. 2. Perusahaan lebih suka untuk mendanai peluang investasi dengan dana yang terhimpun secara internal terlebih dahulu, kemudian baru melirik sumber pendanaan modal eksternal. 3. Ketika dibutuhkan pendanaan eksternal, pertama perusahaan akan memilih untuk menerbitkan sekuritas utang, kemudian baru menerbitkan sekuritas jenis ekuitas. 4. Ketika dibutuhkan pendanaan eksternal yang lebih besar untuk mendanai proyek yang memiliki nilai sekarang yang positif, urutan pendanaan bersusun akan diikuti. Ini berarti yang lebih disukai adalah utang yang lebih berisiko, diikuti dengan ekuitas konvertibel, lalu ekuitas preferen, saham biasa sebagai pilihan terakhir. Pecking order theory tidak mengindikasikan target struktur modal, namun lebih menjelaskan urutan-urutan pendanaan. Menurut teori ini, manajer keuangan tidak memperhitungkan tingkat utang yang optimal. Kebutuhan dana ditentukan oleh kebutuhan investasi. Jika ada kesempatan berinvestasi, maka perusahaan akan mencari dana untuk mendanai kebutuhan investasi tersebut. Perusahaan akan memulai dengan menggunakan dana internal, utang dan sebagai pilihan terakhir adalah menerbitkan saham (Hanafi, 2008:314). Penggunaan internal fund menempati urutan pertama karena sumber pendanaan ini tidak menimbulkan biaya bunga dan biaya transaksi sehingga dipandang lebih murah daripada utang dan penerbitan saham baru. Sementara itu, 23

24 penerbitan saham menjadi pilihan terakhir sebab penerbitan saham baru akan memberikan sinyal bagi pemegang saham dan calon investor tentang kondisi perusahaan saat sekarang dan prospek mendatang yang kurang baik. Penggunaan dana eksternal dalam bentuk utang lebih disukai daripada modal sendiri karena 2 alasan, yaitu pertama pertimbangan biaya emisi dimana biaya emisi obligasi akan lebih murah daripada biaya emisi saham baru. Kedua, manajer khawatir penerbitan saham baru akan ditafsirkan sebagai kabar buruk oleh para pembeli, dan membuat harga saham akan turun, hal ini disebabkan antara lain oleh kemungkinan adanya ketidaksamaan informasi antara pihak manajemen dengan pihak pemodal (Husnan, 1994:325). Teori pecking order menunjukkan bahwa perusahaan yang mempunyai keuntungan atau profitabilitas yang tinggi ternyata menggunakan utang yang lebih rendah. Hal ini disebabkan semakin meningkatnya sumber pendanaan internal yang digunakan dalam struktur modal perusahaan. Sedangkan perusahaan yang kurang profitable cenderung mempunyai utang yang lebih besar karena dana internal tidak cukup dan utang merupakan sumber eksternal yang lebih disukai. 2.1.4 Penelitian Terdahulu 1. Pengaruh Kepemilikan Manajerial Terhadap Kebijakan Dividen Kepemilikan manajerial adalah kepemilikan saham perusahaan oleh manajemen yang berperan aktif dalam pengambilan keputusan, misalnya direktur dan komisaris. Kepemilikan manajerial diketahui melalui proporsi saham yang dimiliki direksi dan manajer terhadap total saham yang beredar. Kepemilikan 24

25 manajerial merupakan salah satu cara untuk mengatasi masalah keagenan yang terjadi di perusahaan. Kepemilikan manajerial merupakan bonding mechanism yaitu suata cara untuk mengontrol tindakan manajemen agar sesuai dengan kepentingan pemegang saham dengan mensejajarkan kepentingan manajemen dengan kepentingan pemegang saham. Dengan meningkatnya kepemilikan manajerial maka manajer akan memiliki motivasi lebih untuk meningkatkan kinerjanya sehingga berdampak baik kepada kinerja perusahaan dan dapat memenuhi keinginan pemegang saham. Kinerja perusahaan yang baik akan berpengaruh kepada dividen yang dibagikan kepada pemegang saham disebabkan laba bersih tahun berjalan yang dijadikan sebagai dasar pembagian dividen. Manajer yang memiliki saham di perusahaan turut menikmati peningkatan dividen tersebut, sehingga disimpulkan kepemilikan manajerial memiliki hubungan positif terhadap kebijakan dividen tunai. Nuringsih (2005) menunjukkan bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh signifikan positif terhadap kebijakan dividen. Dewi (2008) menunjukkan bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh signifikan negatif terhadap kebijakan dividen. Sedangkan Wati dan Darmayanti (2013) menunjukkan bahwa kepemilikan manajerial tidak berpengaruh terhadap kebijakan dividen. 2. Pengaruh Debt to Total Asset Ratio Terhadap Kebijakan Dividen Debt to total asset ratio merupakan rasio utang terhadap total aset yang dimiliki perusahaan. Rasio ini mengukur seberapa besar aset perusahaan yang 25

26 diperoleh dengan utang, dimana semakin tinggi nilai rasio ini menggambarkan gejala yang kurang baik bagi perusahaan. Ada persamaan antara liabilitas jangka pendek dengan cash dividend, yaitu sama-sama membutuhkan uang kas. Namun dalam hal ini karena liabilitas jangka pendek merupakan kewajiban yang harus dipenuhi perusahaan, maka jika pada saat yang sama dibutuhkan uang kas untuk membayar liabilitas jangka pendek dan untuk membagi dividen tunai, maka yang diprioritaskan adalah uang kas untuk pembayaran liabilitas jangka pendek. Hal ini dilakukan karena manajemen bertujuan untuk mengurangi tingkat ketergantungan terhadap sumber pendanaan eksternal yang berasal dari utang. Sesuai pula dengan teori pecking order yang menyatakan bahwa manajemen memilih sumber pendanaan berdasarkan urutan risiko. Manajemen lebih menyukai pendanaan internal dibandingkan utang dan menerbitkan saham baru. Dalam kaitannya dengan kebijakan dividen, semakin tinggi debt to total asset ratio menunjukkan menunjukkan semakin besar tingkat ketergantungan perusahaan terhadap pihak eksternal (kreditur) dan semakin besar pula beban biaya bunga pinjaman yang harus dibayar oleh perusahaan. Dengan demikian semakin meningkatnya debt to total asset ratio, maka hal tersebut berdampak terhadap semakin berkurang laba bersih yang tersedia untuk dibagikan sebagai dividen kepada pemegang saham karena pihak manajemen akan memprioritaskan pelunasan utang terlebih dahulu daripada pembagian dividen. Dapat disimpulkan bahwa antara cash dividend dengan debt to total asset ratio mempunyai hubungan yang negatif. 26

27 Rice dan Sulia (2014) dan Sulistyowati et al (2014) menunjukkan bahwa debt to total asset ratio signifikan berpengaruh negatif terhadap kebijakan dividen. Sedangkan Santoso dan Prastiwi (2012) menunjukkan bahwa debt to total asset ratio tidak berpengaruh terhadap kebijakan dividen. 3. Pengaruh Quick Ratio Terhadap Kebijakan Dividen Quick ratio merupakan salah satu ukuran dari rasio likuiditas (liquidity ratio) yang membandingkan antara aset lancar setelah dikurangi persediaan terhadap utang lancar. Rasio ini menunjukkan kemampuan aset lancar yang paling likuid mampu menutupi utang lancar. Rasio ini bisa digunakan untuk mengukur tingkat keamanan kreditur jangka pendek, serta mengukur apakah operasi perusahaan tidak akan terganggu bila liabilitas jangka pendek segera ditagih. Dalam kaitan dengan kebijakan dividen, nilai quick ratio yang tinggi menunjukkan bahwa uang kas yang digunakan untuk membayar liabilitas jangka pendek masih dapat dipenuhi perusahaan dengan baik dan masih ada sisa untuk dibagi kepada investor sebagai cash dividend. Berkaitan dengan itu maka diperkirakan cash ratio mempunyai pengaruh positif terhadap kebijakan dividen. Amyas et al (2014) menunjukkan bahwa quick ratio berpengaruh positif terhadap kebijakan dividen. Sandy dan Asyik (2013) menunjukkan bahwa quick ratio tidak berpengaruh terhadap kebijakan dividen. 27

28 4. Pengaruh Collateralizable Assets Terhadap Kebijakan Dividen Collateralizable assets adalah aset yang dapat dijaminkan kepada kreditur untuk menjamin pinjaman perusahaan. Collateralizable assets diukur dengan proporsi aset tetap terhadap total aset yang dimiliki perusahaan. Perusahaan yang memiliki lebih banyak aset yang bersifat collateral memiliki agency problem yang lebih kecil dengan kreditur karena aset tersebut dapat berfungsi sebagai jaminan utang. Sehingga perusahaan akan lebih mudah memperoleh pinjaman dengan menjaminkan aset tetap yang dimilikinya kepada kreditur. Hal ini mengakibatkan perusahaan memiliki jumlah utang yang semakin besar sehingga semakin berkurang pula laba bersih yang dapat dialokasikan untuk dibagikan sebagai dividen kepada pemegang saham karena lebih diprioritaskan untuk membayar bunga dan pokok pinjaman. Sehingga dapat disimpulkan collateralizable assets memiliki hubungan negatif dengan kebijakan dividen. Setiawan dan Yuyetta (2013) menunjukkan bahwa collateralizable assets signifikan berpengaruh negatif terhadap kebijakan dividen. Santoso dan Prastiwi (2012) menunjukkan bahwa collateralizable assets tidak berpengaruh terhadap kebijakan dividen. 5. Pengaruh Ukuran Perusahaan Terhadap Kebijakan Dividen Salah satu indikator yang dapat digunakan untuk melihat ukuran perusahaan adalah total aset yang dimiliki. Perusahaan besar dapat mengakses ke pasar modal dengan lebih mudah jika dibandingkan dengan perusahaan kecil. Perusahaan dengan ukuran besar akan mampu mendapatkan dana dalam waktu 28

29 yang relatif cepat sehingga diharapkan dapat membayar dividen kepada para pemegang saham. Perusahaan besar cenderung membagi dividen dalam jumlah besar untuk menjaga reputasi perusahaan di mata investor. Sedangkan perusahaan kecil membagi dividen yang rendah karena laba dialokasikan pada laba ditahan yang digunakan untuk menambah aset. Sehingga dapat disimpulkan ukuran perusahaan memiliki pengaruh positif dengan kebijakan dividen. Nurhayati (2012) dan Hardiatmo dan Daljono (2013) menunjukkan bahwa ukuran perusahaan signifikan berpengaruh negatif terhadap kebijakan dividen. Sedangkan Nuringsih (2005) menunjukkan bahwa firm size memiliki pengaruh positf namun tidak berpengaruh terhadap kebijakan dividen. 6. Pengaruh Return on Investment Terhadap Kebijakan Dividen Analisa Return on investment ini merupakan teknik analisa yang lazim digunakan oleh pimpinan perusahaan untuk mengukur efektivitas dari keseluruhan operasi perusahaan. Return on investment itu sendiri merupakan salah satu bentuk dari rasio profitabilitas yang dimaksudkan untuk dapat mengukur kemampuan perusahaan dengan keseluruhan dana yang ditanam dalam aset yang digunakan untuk operasi perusahaan dalam menghasilkan keuntungan. Dengan demikian rasio ini menghubungkan keuntungan yang diperoleh dari operasi perusahaan (net operating income) dengan jumlah investasi atau aset yang digunakan untuk menghasilkan keuntungan operasi tersebut (net operating asset). 29

30 Semakin besar return on investment menunjukkan kinerja perusahaan yang semakin baik, karena tingkat kembalian investasi (return) semakin besar. Seperti diuraikan sebelumnya, bahwa return yang diterima oleh investor berupa pendapatan dividen dan capital gain. Dengan demikian meningkatnya return on investment juga akan meningkatkan pendapatan dividen. Amyas et al (2014) menunjukkan bahwa return on investment signifikan berpengaruh positif terhadap kebijakan dividen. Sunarto dan Kartika (2013) menunjukkan bahwa return on investment tidak berpengaruh terhadap kebijakan dividen. 7. Pengaruh Pertumbuhan Perusahaan Terhadap Kebijakan Dividen Kebutuhan dana perusahaan meningkat seiring dengan tingginya tingkat pertumbuhan perusahaan. Perusahaan dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi akan membutuhkan dana lebih besar dibanding perusahaan dengan tingkat pertumbuhan yang rendah. Kebutuhan dana yang besar itu disebabkan karena perusahaan membutuhkan dana lebih untuk membiayai aktivitas investasi, proyekproyek perusahaan dan ekspansi usahanya (Riyanto, 2001). Pertumbuhan perusahaan dapat diproksikan dengan perubahan penjualan perusahaan tahun ini dibanding tahun sebelumnya. Sejalan dengan pecking order theory, perusahaan akan menggunakan pendanaan internal terlebih dahulu untuk membiayai pertumbuhannya tersebut. Pendanaan internal perusahaan bersumber dari laba ditahan, sehingga semakin besar laba yang ditahan berarti akan semakin kecil porsi laba yang dibagikan 30

31 sebagai dividen. Dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan perusahaan memiliki hubungan negatif dengan kebijakan dividen. Rice dan Sulia (2014) menunjukkan bahwa pertumbuhan perusahaan signifikan berpengaruh positif terhadap dividen tunai. Santoso dan Prastiwi (2012) dan Hardiatmo dan Daljono (2013) menunjukkan bahwa pertumbuhan perusahaan tidak berpengaruh terhadap kebijakan dividen. 2.2 Rerangka Pemikiran Hubungan keagenan terjadi saat satu pihak yang disebut prinsipal memberikan wewenang kepada pihak lain yang disebut agen untuk membuat keputusan di dalam menjalankan perusahaan. Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa perusahaan yang memisahkan fungsi kepemilikan dan fungsi pengelolaan akan rentan terhadap agency conflict. Agency conflict timbul karena dipicu oleh tindakan oportunistik para manajer yang hanya bertujuan untuk memakmurkan dirinya sendiri dan bukan untuk memaksimalkan nilai perusahaan, seperti penggunaan kas untuk investasi yang kurang menguntungkan, atau untuk keperluan personal (perquisite of consumption), misalnya biaya perjalanan dinas dan akomodasi kelas VIP, dan mobil dinas mewah. Tindakan manajer ini bertentangan dengan kepentingan para pemegang saham yang menginginkan keuntungan maksimum. Konflik keagenan yang terjadi antara manajer dan pemegang saham dapat diminimumkan dengan suatu mekanisme pengawasan. Namun, munculnya mekanisme pengawasan tersebut akan menimbulkan biaya keagenan (agency 31

32 cost). Biaya keagenan yang dikeluarkan oleh prinsipal untuk mengawasi kinerja manajemen menjadi beban bagi perusahaan sehingga akan mengurangi laba yang dihasilkan dan mengurangi dividen yang dibagikan. Dalam kerangka teori keagenan, kebijakan dividen merupakan salah satu mekanisme bagi prinsipal untuk mengendalikan perilaku oportunistik para agen dan mengurangi biaya keagenan (agency cost). Easterbrook (1984) dalam Santoso dan Prastiwi (2012) menyatakan bahwa dividen dapat berperan sebagai mekanisme untuk mengatasi masalah keagenan. Peningkatan pembayaran dividen akan mendorong perusahaan untuk mencari sumber pendanaan eksternal di pasar modal. Dengan masuknya perusahaan ke pasar modal, maka perusahaan akan mendapat pengawasan dari para investor luar sehingga dapat menekan para manajer untuk bertindak demi kepentingan para pemegang saham. Dengan demikian, dividen dapat menjadi alat monitoring sekaligus bonding untuk mengontrol perilaku para manajer. Selain itu, kebijakan dividen merupakan bagian yang menyatu dengan keputusan pendanaan perusahaan. Rasio pembayaran dividen menentukan jumlah laba yang dapat ditahan sebagai sumber pendanaan. Laba ditahan merupakan salah satu sumber dana yang paling penting dan utama bagi perusahaan karena laba ditahan merupakan dana milik perusahaan sendiri sehingga biaya modalnya lebih rendah daripada menggunakan dana pihak lain. Perilaku pecking order dapat disebabkan oleh kebijakan dividen perusahaan yang akan mempengaruhi penggunaan retained earning. Jumlah dividen di masa lalu akan mempengaruhi secara langsung pada pembayaran 32

33 dividen pada saat ini melalui proses penyesuaian dengan interval tertentu. Para manajer dan pemegang saham akan mengharapkan pembayaran dividen, yang sebagian besar ditentukan melalui proses pertimbangan atas keuntungan yang telah diperoleh di masa lalu. Jika pembayaran yang dilakukan sebelumnya besar, maka para manajer dan pemegang saham mungkin akan mengharapkan dividen yang lebih besar pula di masa yang akan datang. Dividen yang besar di masa lalu akan meningkatkan kebutuhan kas di masa yang akan datang sehingga hal ini mendorong dilakukannya peminjaman yang lebih besar dan mengarah pada rasio leverage yang lebih tinggi pula. Juhmani (2009) dalam Amah (2012) menjelaskan bahwa kebijakan dividen pada satu sisi dapat meningkatkan nilai perusahaan, namun pada sisi lain kebijakan dividen dapat berdampak pada tidak tersedianya pendanaan internal yang menyebabkan perusahaan bergantung pada pendanaan eksternal dan dapat mengganggu proses ekspansi perusahaan. Dividen adalah peningkatan kesejahteraan bagi pemegang saham, namun apabila dividen terlalu besar dapat menyebabkan perusahaan tidak memiliki dana untuk melakukan reinvestasi di masa depan. Perusahaan dengan dividend payout ratio yang tinggi akan melakukan peminjaman lebih besar dibandingkan dengan perusahaan dengan dividend payout ratio yang rendah. Pecking order theory mengemukakan bahwa perusahaan akan mempergunakan utang apabila internal equity yang ada dalam perusahaan tidak mencukupi untuk mengatasi masalah kebutuhan dana. 33

34 Easterbook (1984) dalam Budiyanti (2010:20) menyatakan bahwa dividen akan mempengaruhi utang dengan hubungan yang positif. Peningkatan pembayaran dividen dapat mengganggu pertumbuhan perusahaan karena digunakan untuk membayar dividen. Agar dapat merealisasikan rencana investasinya, maka manajemen harus mencari tambahan dana ke luar terutama dengan utang kepada kreditur. Perusahaan Pemilik Manajemen Hubungan Keagenan Kinerja Manajemen Laba Keputusan Pendanaan (Pecking Order Theory) Internal Funds Kebijakan Dividen Dividend Payout Ratio Sumber: Diolah Penulis Gambar 1 Rerangka Pemikiran 34

35 2.3 Perumusan Hipotesis Dari permasalahan yang telah diuraikan di atas, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah: H1: Kepemilikan manajerial berpengaruh positif terhadap kebijakan dividen (dividend payout ratio) H2: Debt to total assets ratio berpengaruh negatif terhadap kebijakan dividen (dividend payout ratio) H3: Quick ratio berpengaruh positif terhadap kebijakan dividen (dividend payout ratio) H4: Collateralizable assets berpengaruh negatif terhadap kebijakan dividen (dividend payout ratio) H5: Ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap kebijakan dividen (dividend payout ratio) H6: Return on investment berpengaruh positif terhadap kebijakan dividen (dividend payout ratio) H7: Pertumbuhan perusahaan berpengaruh negatif terhadap kebijakan dividen (dividend payout ratio) 35

36 KMA DTA QUI COL DPR SIZ ROI GRW Gambar 2 Model Penelitian Keterangan: DPR = Dividend payout ratio KMA = Kepemilikan manajerial DTA = Debt to total assets ratio QUI = Quick ratio COL = Collateralizable assets SIZ ROI = Ukuran perusahaan = Return on investment GRW = Pertumbuhan perusahaan 36