PENGATURAN TINDAK PIDANA PENCURIAN DAN PENADAHAN DALAM HUKUM POSITIF DI INDONESIA. A. Bentuk-bentuk Tindak Pidana Pencurian dan Tindak Pidana

dokumen-dokumen yang mirip
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya

Kejahatan Terhadap Harta Kekayaan. Surastini Fitriasih

BAB III PENCURIAN DENGAN KEKERASAN MENURUT HUKUM POSITIF. Menyimpang itu sendiri menurut Robert M.Z. Lawang penyimpangan perilaku

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP PENANGGULANGAN PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR. an, sehingga menjadi penanggulangan yang berarti proses, cara, perbuatan

BAB II LANDASAN TEORI. 2.1 Tindak Pidana Pencurian dengan Kekerasan dan Pemberatan Pengertian Tindak Pidana Pencurian

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang dilarang atau diharuskan dan diancam dengan pidana oleh undang-undang,

BAB III HUKUMAN PENCURIAN DI KALANGAN KELUARGA DALAM. HUKUM PIDANA INDONESIA PASAL 367 ayat (2) KUHP

BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR YANG DILAKUKAN OLEH ANAK DALAM PUTUSAN NOMOR 1/PID.SUS-ANAK/2016/PN.

BAB II TINJAUAN UMUM. Perumusan tentang pengertian anak sangat beragam dalam berbagai

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN. dasar dari dapat dipidananya seseorang adalah kesalahan, yang berarti seseorang

PENGANCAMAN/AFDREIGINGAFDREIGING. Fachrizal Afandi

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA PENCURIAN

BAB II PENGATURAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PERAMPASAN PAKSA SEPEDA MOTOR

Bab XXV : Perbuatan Curang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sistem pertanggungjawaban pidana dalam hukum pidana positif saat ini

Pasal RKUHP Analisis Permasalahan Rekomendasi Pengaturan Ancaman Pidana Berat dan Pidana Minimum dalam Perkara Pencurian

Lex Privatum Vol. V/No. 6/Ags/2017

BAB II LANDASAN TEORI Pengertian Tindak Pidana Pencurian Dengan Pemberatan. Pencurian dengan pemberatan adalah pencurian sebagaimana diatur

BAB III PIDANA DAN PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi yang Dimuat

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah tindak pidana atau strafbaar feit diterjemahkan oleh pakar hukum

II. TINJAUAN PUSTAKA. tindak pidana atau melawan hukum, sebagaimana dirumuskan dalam Undang-

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dactyloscopy Sebagai Ilmu Bantu Dalam Proses Penyidikan

I. PENDAHULUAN. masing-masing wilayah negara, contohnya di Indonesia. Indonesia memiliki Hukum

BAB II. Pengaturan Hukum Mengenai Tindak Pidana Pencurian Dengan. Pemberatan. A. Pasal 362 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

REORIENTASI KEBIJAKAN FORMULASI SANKSI PIDANA PENJARA TERHADAP PEREMPUAN PELAKU TINDAK PIDANA DALAM RANCANGAN KUHP (RKUHP)

I. PENDAHULUAN. kemajuan dalam kehidupan masyarakat, selain itu dapat mengakibatkan perubahan kondisi sosial

PENEGAKAN HUKUM DALAM TINDAK PIDANA PEMALSUAN MATA UANG DOLLAR. Suwarjo, SH., M.Hum.

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum

UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG [LN 2007/58, TLN 4720 ]

Bab I : Kejahatan Terhadap Keamanan Negara

BAB I PENDAHULUAN. lebih menciptakan rasa aman dalam masyarakat. bermotor dipengaruhi oleh faktor-faktor yang satu sama lain memberikan

BAB II. kejahatan adalah mencakup kegiatan mencegah sebelum. Perbuatannya yang anak-anak itu lakukan sering tidak disertai pertimbangan akan

Bab XXI : Menyebabkan Mati Atau Luka-Luka Karena Kealpaan

II. TINJAUAN PUSTAKA. wajib untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pertanggungjawaban

BAB I PENDAHULUAN. pencurian tersebut tidak segan-segan untuk melakukan kekerasan atau. aksinya dinilai semakin brutal dan tidak berperikemanusiaan.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peraturan perundangan undangan yang berlaku dan pelakunya dapat dikenai

Bab XXVIII : Kejahatan Jabatan

I. PENDAHULUAN. terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. sebagaimana diuraikan dalam bab sebelumnya dapat dikemukakan kesimpulan

BAB III ANALISA HASIL PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana. Belanda yaitu strafbaar feit yang terdiri dari tiga kata, yakni straf

BAB V PENUTUP. unsur-unsurnya adalah sebagai berikut : dapat diminta pertanggung jawaban atas perbuatannya.

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2

BAB I PENDAHULUAN. A. Alasan Pemilihan Judul. Pidana Penjara Seumur Hidup (selanjutnya disebut pidana seumur hidup)

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

Direktori Putusan Pengadilan Negeri Sibolga pn-sibolga.go.id

KETENTUAN-KETENTUAN HUKUM PIDANA YANG ADA KAITANNYA DENGAN MEDIA MASSA. I. Pembocoran Rahasia Negara. Pasal 112. II. Pembocoran Rahasia Hankam Negara

Bab XIV : Kejahatan Terhadap Kesusilaan

BAB III TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN KEKERASAN. A. Pengertian Tindak Pidana Pencurian dengan Kekerasan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi dan Subjek Hukum Tindak Pidana

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

peradilan dengan tugas pokok untuk menerima, memeriksa, mengadili serta menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya. Dalam hal ini, untuk

BAB I PENDAHULUAN. KUHAP Pasal 1 menjelaskan bahwa penyidik adalah: pejabat polisi. penyidik bukan berdasarkan atas kekuasaan, melainkan berdasarkan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

BAB I PENDAHULUAN. kurang atau tidak memperoleh kasih sayang, asuhan bimbingan dan

kearah yang tidak baik atau buruk. Apabila arah perubahan bukan ke arah yang tidak

UPAYA PENANGGULANGAN TERHADAP TINDAK PIDANA PENCURIAN DI WILAYAH POLSEK PASAR KOTA JAMBI

PENYELESAIAN TINDAK PIDANA KARENA KELALAIANNYA MENYEBABKAN ORANG LAIN MENINGGAL DUNIA PADA KECELAKAAN LALU-LINTAS.

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2008

I. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian pidana yang bersifat khusus ini akan menunjukan ciri-ciri dan sifatnya yang khas

PIDANA DENDA DALAM PEMIDANAAN SERTA PROSPEK PERUMUSANNYA DALAM RANCANGAN KUHP 1 Oleh : Selfina Susim 2

KEBIJAKAN HUKUM PIDANA DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI PENGADAAN BARANG DAN JASA. Nisa Yulianingsih 1, R.B. Sularto 2. Abstrak

BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA

I. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan

UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI [LN 1999/140, TLN 3874]

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME [LN 2002/106, TLN 4232]

I. PENDAHULUAN. sulit dipenuhi. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang tinggi memberi

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis formal, tindak kejahatan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

BAB II UNSUR-UNSUR TINDAK PIDANA PENGGELAPAN. Tindak pidana penggelapan (verduistering) diatur dalam Bab XXIV Pasal

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Jalan, Bagian Jalan, & Pengelompokan Jalan

Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis)

Pasal 48 yang berbunyi :

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

II. TINJAUAN PUSTAKA. sehingga mereka tidak tahu tentang batasan umur yang disebut dalam pengertian

BAB II PENGERTIAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA PENCURIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penegakan Hukum merupakan suatu usaha untuk mewujudkan ide-ide kepastian

SUATU TINJAUAN TERHADAP TANGGUNG JAWAB POLRI DALAM MELAKUKAN PENYIDIKAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2002

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP SANKSI ABORSI YANG DILAKUKAN OLEH ANAK DIBAWAH UMUR

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan berdasarkan peraturan perundang-undangan ( Wetmatigsheid Van

BAB III ZINA LAJANG DALAM PERSPEKTIF RKUHP (RKUHP) Tahun 2012 Bagian Keempat tentang Zina dan Perbuatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang,

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana. Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk

adalah penerapan pidana yang tidak sama terhadap tindak pidana yang

TINJAUAN PUSTAKA. Upaya penanggulangan tindak pidana dikenal dengan istilah kebijakan kriminal

BAB I PENDAHULUAN. positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/

BAB II PENGATURAN TERHADAP PERLINDUNGAN HUKUM PECANDU NARKOTIKA. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechtstaat) dan

PERBANDINGAN PENGATURAN PIDANA DENDA DI DALAM KUHP DAN TINDAK PIDANA DI LUAR KUHP. Oleh : Diana Tri Iriani ABSTRAK

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Penerapan hukum dengan cara menjunjung tinggi nilai-nilai yang

Bab IX : Sumpah Palsu Dan Keterangan Palsu

Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan

BAB III SANKSI PIDANA ATAS PENGEDARAN MAKANAN TIDAK LAYAK KONSUMSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

Lex Crimen Vol. VI/No. 7/Sep/2017

BAB II PIDANA TAMBAHAN DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI YANG BERUPA UANG PENGGANTI. A. Pidana Tambahan Dalam Tindak Pidana Korupsi Yang Berupa Uang

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEMBUNUHAN BERENCANA. tertentu tanpa menyebutkan wujud dari tindak pidana. Unsur-unsur yang dapat

Transkripsi:

PENGATURAN TINDAK PIDANA PENCURIAN DAN PENADAHAN DALAM HUKUM POSITIF DI INDONESIA A. Bentuk-bentuk Tindak Pidana Pencurian dan Tindak Pidana Penadahan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) telah mengatur secara yuridis pasal-pasal yang menyangkut kejahatan atau tindak pidana pencurian mulai dari Pasal 362 sampai dengan Pasal 367 pada Bab XXII Buku II KUHP. Tindak pidana pencurian merupakan jenis tindak pidana yang paling banyak terjadi dibandingkan dengan jenis tindak pidana terhadap harta kekayaan yang lain. Jenis tindak pidana pencurian ini merupakan jenis tindak pidana yang terjadi hampir dalam setiap daerah di Indonesia. Oleh karenanya menjadi sangat logis apabila jenis tindak pidana pencurian ini menempati urutan teratas diantara tindak pidana terhadap harta kekayaan yang lain. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya terdakwa / tertuduh dalam tindak pidana pencurian yang diajukan ke sidang pengadilan. Tindak pidana pencurian yang diatur mulai Pasal 362 sampai dengan Pasal 367 dapat dibedakan ke dalam beberapa bentuk, yaitu : 1. Pencurian Biasa

Pencurian biasa ini perumusannya diatur dalam Pasal 362 KUHP yang menyatakan : Barang siapa mengambil sesuatu barang, yang seluruhnya atau sebagaian milik orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau denda paling banyak enam puluh rupiah. 18 Berdasarkan rumusan Pasal 362 KUHP diatas, maka unsur-unsur tindak pidana pencurian (biasa) adalah sebagai berikut : a. Unsur objektif, yang meliputi unsur-unsur : 1. Mengambil 2. Suatu barang 3. Yang seluruhnya atau sebagaian milik orang lain b. Unsur subjektif, yang meliputi unsur-unsur : 1. Dengan maksud 2. Untuk memiliki barang / benda tersebut untuk dirinya sendiri 3. Secara melawan hukum Agar seseorang dapat dinyatakan terbukti telah melakukan tindak pidana pencurian, orang tersebut harus terbutki telah memenuhi semua unsur dari tindak pidana pencurian yang terdapat di dalam rumusan Pasal 362 KUHPidana Walaupun pembentuk undang-undang tidak menyatakan dengan tegas bahwa tindak pidana pencurian seperti yang dimaksud dalam Pasal 362 KUHPidana harus dilakukan dengan sengaja, tetapi tidak dapat 18 R. Soesilo, Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentarkomentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, Bogor, Politea, 1984.

disangkal lagi kebenarannya bahwa tindak pidana pencurian tersebut harus dilakukan dengan sengaja, yakni karena undang-undang pidana yang berlaku tidak mengenal lembaga tindak pidana pencurian yang dilakukan dengan tidak sengaja. 19 2. Pencurian Dengan Pemberatan Istilah pencurian dengan pembertan biasanya secara doctrinal disebut sebagai pencurian yang dikualifikasikan. Pencurian yang dikualifikasikan ini menunjuk pada suatu pencurian yang dilakukan dengan cara-cara tertentu atau dalam keadaan tertentu, sehingga bersifat lebih berat dan karenanya diancam dengan pidana yang lebih berat pula dari pencurian biasa. 20 Pencurian dengan pemberatan atau pencurian yang dikualifikasikan diatur dalam Pasal 363 dan 365 KUHPidana. Oleh karena pencurian yang dikualifikasikan tersebut merupakan pencurian yang dilakukan dengan cara-cara tertentu dan dalam keadaan tertentu yang bersifat memberatkan, maka pembuktian terhadap unsur-unsur tindak pidana pencurian dengan pemberatan harus diawali dengan membuktikan pencurian dalam bentuk pokoknya. Unsur-unsur tindak pidana pencurian dengan pemberatan dapat dipaparkan sebagai berikut : 19 P.A.F.Lamintang, Theo Lamintang, Op.Cit, hal.2. 20 Wirjono Prodjodikoro, Tindak-tindak Pidana Tertentu di Indonesia, Bandung, Eresco, 1986, hal. 19.

1. Pencurian dengan pemberatan yang diatur dalam Pasal 363 KUHPidana Pencurian yang diatur dalam Pasal 363 KUHPidana dirumuskan sebagai berikut : (1)Diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun : Ke-1 pencurian ternak Ke-2 pencurian ppada waktu ada kebakaran, letusan, banjir, gempa bumi, atau gempa laut, gunung meletus, kapal karam, kapal terdampar, kecelakaan kereta api, huru hara, pemberontakan atau bahaya perang Ke-3 pencurian di waktu malam dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya, yang dilakukan oleh orang yang adanya di situ tidak diketahui atau tidak dikehendaki oleh yang berhak Ke-4 pencurian yang dilakukan oleh dua orang atau lebih secara bersama-sama Ke-5 pencurian yang untuk masuk ke tempat melakukan kejahatan, atau untuk sampai pada barang yang diambilnya, dilakukan dengan membongkar, merusak atau memanjat atau dengan memakai anak kunci palsu, perintah palsu atau pakaian jabatan (seragam) palsu (2)Jika pencurian yang diterangkan dalam ke-3 disertai dengan salah satu tersebut ke-4 dan ke-5, maka dikenakan pidana paling lama Sembilan tahun. 2. Pencurian dengan pemberatan yang diatur dalam Pasal 365 KUHPidana Pencurian dengan pemberatan kedua adalah pencurian yang diatur dalam Pasal 365 KUHPidana. Jenis pencurian ini lazim disebut dengan istilah pencurian dengan kekerasan atau popular dengan

istilah curas. Adapun yang menjadi unsur-unsur dalam Pasal 365 KUHPidana ini adalah sebagai berikut : (1)Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun, pencurian yang didahului, disertai atau diikuti dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, terhadap orang, dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pencurian, atau dalam hal tertangkap tangan, untuk memungkinkan melarikan diri sendiri atau peserta lainnya, atau untuk tetap menguasai barang yang dicurinya. (2)Diancam dengan pidana paling lama dua belas tahun : Ke-1 jika perbuatan dilakukan pada waktu malam dalam sebuah rumah atau perkarangan tertutup yang ada rumahnya, di jalan umum, atau dalam kereta api atau trem yang sedang berjalan. Ke-2 jika perbuatan dilakukan oleh dua orang atau lebih secara bersama-sama Ke-3 jika masuknya ke tempat melakukan kejahatan dengan membongkar, merusak, atau memanjat atau memakai anak kunci palsu, perintah palsu atau pakaian jabatan palsu Ke-4 jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat (3) Jika perbuatan mengakibatkan mati, maka dikenakan pidana penjara paling lama lima belas tahun (4) Diancam dengan pidana mati atau pidana seumur hidup atau selama waktu tertentu paling lama dua puluh tahun, jika perbuatan mengakibatkan luka berat atau mati dan dilakukan oleh dua orang atau lebih secara bersama-sama dengan disertai oleh salah satu hal yang direngkan dalam ayat (2) ke-1 dan ke-3 3. Pencurian Ringan Pencurian ringan adalah pencurian yang memiliki unsur-unsur dari pencurian di dalam bentuknya yang pokok, yang karena ditambah dengan unsur-unsur lain (yang meringankan), ancaman pidanaya menjadi diperingan.

Pencurian ringan di dalam KUHPidana diatur dalam ketentuan Pasal 364. Termasuk dalam pengertian pencurian ringan ini dalah pencurian dalam keluarga. Rasio dimasukkannya pencurian keluarga ke dalam pencurian ringan adalah oleh karena jenis pencurian dalam keluarga ini merupakan delik aduan, dimana terhadap pelakunya hanya dapat ditunutut apabila ada pengaduan. Dengan demikian, berbeda dengan jenis pencurian biasa pada umumnya yang tidak membutuhkan adanya pengaduan untuk penuntutannya. Dengan demikian terdapat dua bentuk pencurian yang diatur dalam Pasal 364 dan Pasal 367 KUHPidana. a. Pencurian Ringan Jenis pencurian ini diatur dalam ketentuan Pasal 364 KUHPidana, yang menyatakan : 21 Perbuatan yng diterangkan dalam Pasal 362 dan Pasal 363 ke-4, begitu juga perbuatan yang diterangkan dalam Pasal 365 ke-5, apabila tidak dilakukan dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya, jika harga barang yang dicuri tidak lebih dari dua puluh 21 R. Soesilo, Op.Cit

lima rupiah, dikenai, karena pencurian ringan, pidana penjara paling lama tiga bulan atau denda paling banyak enam puluh rupiah. b. Pencurian Dalam Keluarga Pencurian dalam keluarga diatur dalam ketentuan Pasal 367 KUHPidana yang menyatakan : (1) Jika pelaku atau pembantu dalam salah satu kejahatan dalam bab ini adalah suami atau isteri dari orang yang terkena kejahatan, dan tidak terpisah meja dan tempat itdur atau terpisah harta kekayaaan, maka terhadap pelaku atau pembantu itu, tidak mungkin diadakan tuntutan pidana (2) Jika dia adalah suami atau isteri yang terpisah meja dan tempat tidur atau terpisah harta kekayaan, atau jika dia keluarga sedarah atau semeda, baik dalam garis lurus, maupun garis menyimpang sampai derajat kedua, maka terhadap orang itu hanya mungkin diadakan penuntutan, jika ada pengaduan dari yang terkena kejahatan (3) Jika menuntut lembaga matriarlkhal, kekuasaan bapak dilakukan oleh orang lain dari bapak kandungnya, maka aturan tersebut ayat diatas, berlaku juga bagi orang itu Pencurian sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 367 KUHPIdana ini merupakan pencurian di kalangan keluarga. Artinya baik pelaku maupun korbannya masih dalam satu keluarga. Pencurian dalam Pasal 367 KUHPidana akan terjadi, apabila seorang suami atau isteri melakukan (sendiri) atau membantu (orang lain) pencurian terhadap harta benda isteri atau suaminya. Berdasarkan ketentuan Pasal 367 ayat (1) kuhpidana apabila suami isteri tersebut masih dalam iktan perkawinan yang utuh, tidak terpisah meja atau tempat tidur juga tidak terpisah harta kekayaannya,

maka pencurian atau membantu pencurian yang dilakukan oleh mereka mutlak tidak dapat dilakukan penuntutan. 22 Disamping pembagian bentuk-bentuk tindak pidana pencurian sebagaimana tersebut diatas, maka penulis dalam hal ini juga akan memaparkan tentang bentuk-bentuk tindak pidana penadahan. Tindak pidana penadahan atau disebut juga tindak pidana pemudahan ini diatur dalam Bab XXX KUHPidana. Tindak pidana penadahan atau tindak pidana pemudahan ini merupakan tindak pidana yang erat kaitannya dengan tindak pidana terhadap harta kekayaan orang lain. Tindak pidana penadahan diatur dalam ketentuan Pasal 480 KUHPidana yang menyatakan : Diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau denda paling banyak enam puluh rupiah karena penadahan. Ke-1 barang siapa menjual, menawarkan, menukar, menerima gadai, menerima hadiah, atau untuk menarik keuntungan, menjual, menyewakan, menukarkan, menggadaikan, mengangkut, menyimpan atau menyembunyikan sesuatu benda, yang diketahui atau sepatutnya harus diduga, bahwa diperoleh dari kejahatan Ke-2 barang siapa menarik keuntungan dari hasil sesuatu benda, yang diketahui atau sepatutnya harus diduga, bahwa diperoleh dari kejahatan. Bahwa apabila diperhatikan, maka tindak pidana yang diatur dalam Pasal 480 KUHPidana ini meliputi dua macam bentuk tindak pidana penadahan, yaitu : 22 Tongat, Hukum Pidana Meteriil, Malang, UMM Press, 2003, hal.43.

a. Membeli, menyewa, menukar, menerima sebagai gadai dan menerima sebagai hadiah sesuatu benda yang berasal dari kejahatan. b. Karena ingin menarik keuntungan telah menjual, menyewakan, menukarkan, memberikan sebagai gadai, mengangkut, menyimpan atau menyembunyikan sesuatu benda yang berasal dari kejahatan. Adapun jenis tindak pidana penadahan ini dapat dibgi kedalam dua bentuk, yaitu : 1. Penadahan sebagai kebiasaan Tindak pidana ini diatur dalam ketentuan Pasal 481 KUHPidana yang menyatakan : (1) Barang siapa menjadikan sebagai kebiasaan untuk sengaja membeli, menukarkan, menerima gadai, menyimpan atau menyembunyikan barang, yang diperoleh dari kejahatan, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun. (2) Yang bersalah dapat dicabut hanya tersebut dalam Pasal 35 Nomor 1 dan haknya untuk melakukan pencaharian dalam mana kejahatan dilakukan. Hal yang paling penting dikemukakan berkaitan dengan penerapan Pasal 481 KUHPidana ini adalah bahwa perbuatan penadahan tersebut haruslah menjadi kebiasaan. Artinya harus paling tidak telah dilakukan lebih dari satu kali atau minimal dua kali. Sebab, apabila perbuatan tersebut hanya dilakukan sekali, maka perbuatan tersebut tidak dikenai dengan Pasal 481 KUHPidana tetapi dikenai

dengan Pasal 480 KUHPidana sebagai tindak pidana penadahan biasa. 23 2. Penadahan ringan Jenis tidak pidana ini diatur dalam Pasal 482 KUHPidana yang menyatakan : Diancam karena penadahan ringan, dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau denda paling banyak enam puluh rupiah, jika kejahatan dari mana benda diperoleh adalah satu kejahatan yang diterangakan dalam Pasal 364, 373 dan 379. Berdasarkan ketentuan Pasal 482 KUHPidana di atas tersimpul bahwa penadahan yang diatur dalam Pasal 480 KUHPidana itu akan menjadi penadahan ringan, apabila perbuatan yang diatur dalam Pasal 480 KUHPidana itu dilakukan terhadap barang-barang hasil dari tindak pidana pencurian ringan, berasal dari tindak pidana penggelapan ringan atau dari penipuan ringan. B. Bentuk-bentuk dari Pemidaan atas Tindak Pidana Pencurian dan Penadahan Masalah pokok dalam hukum pidana adalah pemidanaan, disamping tindak pidana dan pertanggungjawaban pidana. Pemidanaan dapat dilihat sebagai rangkaian proses dan kebijakan yang konkretisasinya sengaja direncanakan melalui tahapan-tahapan berikut, 23 Ibid, hal.106.

yaitu tahap legislatif (kebijakan formulatif), tahap yudikatif (kebijakan aplikatif) dan tahap eksekutif (kebijakan administratif). Pemidanaan merupakan sarana yang dipakai dalam penegakan hukum pidana, dan dengan mengacu pada tahapan-tahapan tersbut, maka dikatakan, bahwa penegakan hukum pidana bukan hanya menjadi tugas dan tanggung jawab aparat yudikatif sebagai pemegang kebijakan aplikatif, tetapi juga menjadi tugas dan tanggung jawab aparat pemegang kebijakan pembuat undang-undang. Satjipto Rahardjo dalam kaitan ini menyatakan, bahwa proses penegakan hukum itu menjangkau pula sampai kepada tahapan pembuatan undang-undang. Perumusan pikiran pembuat undang-undang yang dituangkan dalam peraturan perundangundangan akan turut menentukan bagaimana penegakan hukum itu nanti dijalankan. 24 Hal ini berarti, garis-garis kebijakan sistem pidana dan pemidanaan yang diformulasikan oleh aparat pembuat undang-undang merupakan landasan legalitas bagi aparat yudikatif. Hal ini juga berarti, apabila pada tahan pembuatan undang-undang ini terdapat kelemahan pada formulasi sistem pemidanaannya, maka eksesnya akan berimbas pada aplikasinya oleh aparat yudikatif. Menurut Sudarto, pemidanaan itu kerap kali sinonim dengan kata penghukuman. Penghukuman berasal dari kata dasar hukum, sehingga dapat diartikan sebagai menetapkan hukum atau memutuskan tentang 24 Satjipto Rahadjo, Masalah Penegakan Hukum, Suatu Tinjauan Sosiologis, BPHN Departemen Kehakiman RI, Jakarta, 1983, hal 24.

hukum (berechten). Penghukuman dalam perkara pidana, sinonim dengan pemidanaan atau pemberian atau penjatuhan pidana oleh hakim. Penghukuman dalam hal ini mempunyai makna sama dengan sentence atau voorwadelijk veroordeeld yang sama artinya dengan dihukum bersyarat atau pidana bersyarat. 25 Pemidanaan dapat diartikan sebagai tahap penetapan pidana dan tahap pemberian pidana. Sudarto menyatakan bahwa pemberian pidana itu mempunyai dua arti, yaitu : 26 1. Dalam arti umum ialah yang menyangkut pembentuk undangundang, ialah yang menetapkan stelsel sanksi hukum pidana (pemberian pidana in abstracto) 2. Dalam arti konkrit, ialah yang menyangkut berbagai badan atau jawatan yang kesemuanya mendukung dan melaksanakan stelsel sanksi hukum pidana itu (pemberian pidana in concreto). Menurut Jan Remmelink, pemidanaan adalah pengenaan secara sadar dan matang suatu azab oleh instansi penguasa yang berwenang kepada pelaku yang bersalah melanggar suatu aturan hukum. 27 Jerome Hall dalam M. Sholehuddin membuat deskripsi yang terperinci mengenai pemidanaan, yaitu sebagai berikut : 28 a. Pemidanaan adalah kehilangan hal-hal yang diperlukan dalam hidup b. Ia memaksa dengan kekerasan c. Ia diberikan atas nama Negara, ia diotorisasikan 25 Sudarto, Kapita Selekta Hukum Pidana, Bandung, Alumni, 1986, hal.71-71 26 Sudarto, Hukum dan Hukum Pidana, Bandung, Alumni, 1986, hal.42 27 Jan Remmelink, Hukum Pidana, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama, 2003, hal.7 28 M. Sholehuddin, Sistem Sanksi Dalam Hukum Pidana, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2003, hal.55

d. Pemidanaan mensyaratkan adanya peraturan-peraturan, pelanggarannya, dan penentunnya, yang diekspresikan didalam putusan e. Ia diberikan kepada pelanggar yang telah melakukan kejahatan, dan ini mensyaratkan adanya sekumpulan nilai-nilai yang dengan beracuan kepadanya, kejahatan dan pemidanaan itu signifikan dalam etika f. Tingkat atau jenis pemidanaan berhubungan dengan perbuatan kejahatan, dan diperberat atau diperingan dengan melihat personalitas (kepribadian) si pelanggar, motif dan dorongannya Terhadap pelaku tindak pidana pencurian maupun penadahan, penerapan sanksi pidananya mengacu kepada ketentuan Hukum Pidana Indonesia yang hanya mengenal dua jenis pidana, yaitu pidana pokok dan pidana tambahan. Dalam Pasal 10 KUHPidana terjemahan resmi oleh Tim Penerjemah Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman, disebutkan : Pidana terdiri atas : a. Pidana Pokok : 1. Pidana mati 2. Pidana penjara 3. Pidana kurungan 4. Pidana denda 5. Pidana tutupan b. Pidana Tambahan 1. Pencabutan hak-hak tertentu 2. Perampasan barang-barang tertentu 3. Pengumuman putusan hakim Berdasarkan ketentuan Pasal 69 KUHPidana, maka urutan pidana pokok sebagimana disebutkan di dalam Pasal 10 KUHPidana menunjukkan perbandingan berat atau ringannya pidana pokok yang tidak sejenis, dengan demikian pidana pokok yang terberat adalah pidana mati.

Bahwa akan tetapi terhadap tindak pidana pencurian maupun penadahan, terhadap pelakunya secara umum selalu dijatuhkan salah satu jenis pidana pokok yakni pidana penjara, sesuai dengan yang diancam terhadap tindak pidana yang dianggap terbukti, sedangkan terhadap lamanya masa hukuman yang dijatuhkan tergantung penilaian hakim berdasarkan fakta-fakta yang terungkap dipersidangan, maupun terhadap hal-hal yang memberatkan maupun yang meringankan atas perbuatan terdakwa tersebut. Penjatuhan salah satu jenis pidana pokok ini adalah merupakan suatu keharusan, artinya impertif, sedangkan penjatuhan jenis pidana tambahan berifat fakultatif, artinya bukan merupakan suatu keharusan, artinya hakim boleh tidak menjatuhkan pidana tambahan tersebut. P.A.F. Lamintang menyebutkan, bahwa mengenai keputusan apakah perlu atau tidaknya dijatuhkan suatu pidana tambahan, selain dari menjatuhkan suatu tindak pidana pokok kepada seorang terdakwa, hal ini sepenuhnya diserahkan kepada pertimbangan hakim. 29 Sehingga terhadap tindak pidana pencurian maupun penadahan jarang sekali dan bahkan hampir tidak pernah dijatuhkan pidana tambahan oleh hakim terhadap terdakwa. C. Pola Hukuman yang diberikan kepada Pelaku Tindak Pidana Pencurian dan Penadahan Kendaraan Bermotor hal.34. 29 P.A.F. Lamintang, Hukum Penitensier Indonesia, Bandung, Armico, 1984,

Istilah pola menunjukkan sesuatu yang dapat digunakan sebagai model, acuan, pegangan atau pedoman untuk membuat atau menyusun sesuatu. Dengan demikian secara singkat dapat dikatakan, bahwa pola hukuman / pemidanaan yang dimaksud dalam skripsi ini ialah acuan, pegangan atau pedoman untuk membuat, menyusun sistem sanksi (hukum) pidana. Bertitik tolak dari pengertian tersebut di atas, dapatlah dinyatakan, bahwa sebenarnya pola pemidaan yang bersifat umum dan ideal harus ada lebih dahulu sebelum perundang-undangan pidana dibuat, bahkan sebelum KUHP dibuat. 30 Jenis saksi pidana yang berlaku sekarang ini telah diatur dalam Pasal 10 KUHPidana terjemahan resmi oleh Tim Penerjemah Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman, disebutkan : Pidana terdiri atas : a. Pidana Pokok : 1. Pidana mati 2. Pidana penjara 3. Pidana kurungan 4. Pidana denda 5. Pidana tutupan b. Pidana Tambahan 1. Pencabutan hak-hak tertentu 2. Perampasan barang-barang tertentu 3. Pengumuman putusan hakim 30 Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Bandung, Citra Aditya Bakti, 1996, hal. 169.

Sedangkan jenis sanksi yang digunakan dalam Konsep / Rancangan KUHPidana, terdiri dari jenis pidana dan tindakan. Masing-masing jenis sanksi ini terdiri dari : 31 a. Pidana, sebagaimana diatur dalam Pasal 65 RKUHP, terdiri dari : a.1. Pidana Pokok 1. Pidana penjara 2. Pidana tutupan 3. Pidana pengawasan 4. Pidana denda 5. Pidana kerja sosial a.2. Pidana Tambahan 1. Pencabutan hak tertentu 2. perampasan barang tertentu dan tagihan 3. pengumuman putusan hakim 4. Pembayaran ganti kerugian 5. pemenuhan kewajiban adat dan / atau kewajiban menurut ketentuan hukum yang hidup b. Tindakan, sebagaimana diatur dalam Pasal 40 dan 41 RKUHP, terdiri dari : b.1. Untuk orang tidak atau kurang mampu bertanggung jawab ( tindakan dijatuhkan tanpa pidana) 1. Perawatan di rumah sakit jiwa 2. Penyerahan kepada pemerintah, atau 3. Penyerahan kepada seseorang b.2. Untuk orang pada umumnya yang mampu bertanggung jawab (dijatuhkan bersama-sama dengan pidana pokok) 1. Pencabutan surat izin mengemudi 2. Perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana 3. Perbaikan akibat tindak pidana 4. latihan kerja 5. Rehabilitasi, dan / atau 6. Perawatan di lembaga 31 http://www.prakarsarakyat.org/download/perundangundangan/positionpaper Elsam RUUKUHP 203.pdf, diakses pada tanggal 28 Mei 2011, pada pukul 18.30 Wib

Bahwa pola jenis yang berhubungan dengan pola pembagian jenis tindak pidana untuk kejahatan pada umumnya diancam dengan pidana penjara atau denda, sedangkan untuk pelanggaran pada umumnya diancam dengan pidana kurungan atau denda. Konsep RKUHP ini tidak lagi membedakan jenis tindak pidana berupa kejahatan dan pelanggaran. 32 Namun demikian, di dalam pola kerja Tim Penyusun Konsep ada pula pengklasifikasian tindak pidana yang sifatnya / bobotnya dipandang sangat ringan, berat dan sangat serius. Untuk delik yang sangat ringan hanya diancam dengan pidana denda, untuk delik yang dipandang berat diancam dengan pidana penjara atau denda (alternatif), dan untuk delik yang sangat serius diancam dengan pidana penjara saja (perumusan tunggal) atau dalam hal-hal khusus sangat pula diancam dengan pidana mati yang dialternatifkan dengan penjara seumur hidup atau penjara dalam waktu tertentu. Secara kasar polanya dapat digambarkan dalam skema berikut : 33 Bobot Delik Jenis Pidana Keterangan 1. Sangat ringan Denda Perumusan tunggal Denda ringan (kategori I atau II 2. Berat Penjara atau denda Perumusan alternatif Penjara berkisar 1 s.d. 7 tahun Denda lebih berat (kategori III-IV 3. Sangat serius Penjara saja Mati / penjara Perumusan tunggal atau alternatif Dapat dikumulasikan 32 Barda Nawawi Arief, Op.Cit, hal.171 33 Ibid, hal.171-172

dengan denda Dengan pola diatas, secara kasar menurut konsep hanya akan ada tiga kategori pengelompokan tindak pidana, yaitu : a. Yang hanya diancam pidana denda (untuk delik yang bobotnya dinilai kurang dari 1 tahun penjara) b. Yang diancam pidana penjara atau denda secara alternatif (untuk delik yang diancam dengan pidana penjara 1-7 tahun) c. Yang hanya diancam dengan pidana penjara (untuk delik yang diancam dengan pidana penjara dari 7 tahun) Terhadap pola perumusan pidana menurut KUHPidana yang berlaku sekarang ini, jenis pidana yang pada umumnya dicantumkan dalam perumusan delik ialah pidana pokok, dengan menggunakan 9 (sembilan) bentuk perumusan, yaitu : 34 a. diancam dengan pidana mati atau penjara seumur hidup atau penjara tertentu b. diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau penjara tertentu c. diancam dengan pidana penjara (tertentu) d. diancam dengan pidana penjara atau kurungan e. diancam dengan pidana penjara atau kurungan atau denda f. diancam dengan pidana penjara atau denda g. diancam dengan pidana kurungan h. diancam dengan pidana kurungan atau denda i. diancam dengan pidana denda Dari sembilan bentuk perumusan diatas, dapat diidentifikasikan hal-hal sebagai berikut : 34 Ibid, hal.179

a. KUHP hanya menganut 2 (dua) sistem perumusan, yaitu : a.1. perumusan tunggal (hanya diancam satu pidana pokok) a.2. perumusan alternatif b. Pidana pokok yang diancam / dirumuskan secara tunggal, hanya pidana penjara, kurungan atau denda. Tidak ada pidana mati atau penjara seumur hidup yang diancam secara tunggal. c. Perumusan alternatif dimulai dari pidana pokok terberat sampai yang paling ringan. Untuk pidana tambahan bersifat fakultatif, namun pada dasarnya untuk dapat dijatuhkan harus tercantum dalam perumusan delik. Sedangkan menurut Konsep / Rancangan KUHPidana, jenis pidana yang dicantumkan dalam perumusan delik hanya pidana mati, penjara dan denda. Pidana pokok berupa pidana tutupan, pidana pengawasan dan pidana kerja sosial tidak dicantumkan. Bentuk perumusannya tidak berbeda dengan pola KUHPidana sekarang, hanya dengan catatan bahwa di dalam konsep : 35 a. Pidana penjara dan denda ada yang dirumuskan ancaman minimumnya b. Pidana denda dirumuskan dengan sistem kategori c. Ada pedoman untuk menerapkan pidana yang dirumuskan secara tunggal dan secara alternatif yang member kemungkinan 35 Ibid, hal.180

perumusan tunggal diterapkan secara alternatif dan perumusan alternatif diterapkan secara kumulatif.