BAB I PENDAHULUAN. commit to user 1

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. antara anggota masyarakat terkadang menimbulkan gesekan-gesekan yang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. yang menyediakan tempat atau memudahkan terjadinya praktek prostitusi. Dalam

PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR 18 TAHUN 2002

PERMISIVISME MASYARAKAT TERHADAP PRAKTEK PROSTITUSI

I. PENDAHULUAN. membentuk kehidupan secara bersama-sama dan saling melengkapi antar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masalah moral merupakan masalah yang menjadi perhatian orang dimana

WALIKOTA PALANGKA RAYA

BAB VIII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. 8.1 Kesimpulan. Surabaya, kegiatan prostitusi di lokalisasi prostitusi Dolly merupakan kegiatan

PERANAN DINAS KESEJAHTERAAN RAKYAT PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN KELUARGA BERANCANA DALAM UPAYA PENANGANAN PEKERJA SEKS KOMERSIAL

BAB I PENDAHULUAN. kepribadian luhur bangsa, beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULANG BAWANG BARAT NOMOR 11 TAHUN 2012

I. PENDAHULUAN. kontra dalam masyarakat. Prostitusi di sini bukanlah semata-mata merupakan

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

I. PENDAHULUAN. melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Anak merupakan potensi

BAB V PENUTUP. A. KESIMPULAN 1. Bentuk-bentuk Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) pada Mantan Pekerja Seks Komersial

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG

A. PENDAHULUAN. sumber daya manusia yang handal guna mendukung pembangunan.

suami yang sah dan melahirkan anak-anak serta mendidik untuk menjadi generasi yang berguna.

BAB 1 PENDAHULUAN. itu setiap kebijakan yang diambil harus didasarkan pada hukum. Hukum

2008, No d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c perlu membentuk Undang-Undang tentang Porno

BAB I PENDAHULUAN. yang berbeda di setiap diri individu. Semuanya berkembang sesuai dengan apa

PEMBINAAN KARAKTER RELIGIUS PADA EKS PEKERJA SEKS KOMERSIAL (Studi Kasus di Balai Rehabilitasi Sosial Wanita Utama Surakarta)

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 132/PUU-XIII/2015 Ketentuan Pidana Bagi Penyedia Jasa dan Pemakai Pada Tindak Pidana Prostitusi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. para pekerja seks mendapatkan cap buruk (stigma) sebagai orang yang kotor,

BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

BAB 1 PENDAHULUAN. Kepolisian Republik Indonesia merupakan salah satu lembaga atau

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki derajat yang sama dengan yang lain. untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran. Dalam Pasal 2 Undang-undang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan hukum akan selalu berkembang seiring dengan perkembangan

I. PENDAHULUAN. tanggung jawab yang telah diembankan oleh Tuhan Yang Maha Esa.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dewasa ini narapidana tidak lagi dipandang sebagai objek melainkan

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan merugikan masyarakat (Bambang Waluyo, 2008: 1). dengan judi togel, yang saat ini masih marak di Kabupaten Banyumas.

II. TINJAUAN PUSTAKA. dimana keturunan tersebut secara biologis berasal dari sel telur laki-laki yang kemudian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berkembangnya arus modernisasi serta cepatnya perkembangan

a. Kitab Undang Undang Hukum Pidana Pasal 284. (1) di hukum penjara selama lamanya sembilan bulan: berlaku padanya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masyarakat, terlebih di masyarakat perkotaan. Fenomena waria merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. yang dilakukan mencakup berbagai macam jenis dan cara. Pembajakan sudah. dianggap menjadi hal yang biasa bagi masyarakat.

I.PENDAHULUAN. Kejahatan merupakan salah satu masalah kehidupan masyarakat

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PONDOKAN

LEMBARAN DAERAH KOTA SURAKARTA TAHUN 2006 NOMOR 3 SERI E NOMOR 1 PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dewasa ini dalam pembaharuan hukum, indonesia telah melahirkan

BAB I PENDAHULUAN. (aspek keterampilan motorik). Hal ini sejalan dengan UU No.20 tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Thomy Sastra Atmaja, 2013

Sosialisasi sebagai proses belajar seorang individu merupakan salah. satu faktor yang mempengaruhi bagaimana keberlangsungan proses

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masalah perilaku yang menyimpang dari norma, selalu menjadi bahan yang

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA JAMBI dan WALIKOTA JAMBI M E M U T U S K A N :

PENDAHULUAN. penyalahgunaan, tetapi juga berdampak sosial, ekonomi dan keamanan nasional,

BAB I PENDAHULUAN. eksistensi negara modern, dan oleh karena itu masing-masing negara berusaha

PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU

[

BAB I. merupakan jenis pekerjaan yang setua umur manusia itu sendiri.

PERSEPSI MASYARAKAT TENTANG PROSTITUSI LIAR DI KELURAHAN SEMPAJA UTARA SAMARINDA. Oleh: MARIYADI

2015 REKONSTRUKSI SOSIAL KEHIDUPAN KAUM WARIA DI KOTA CIMAHI

Perkawinan Sesama Jenis Dalam Persfektif Hukum dan HAM Oleh: Yeni Handayani *

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Prostitusi dalam arti terangnya adalah pelacur atau pelayan seks atau

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk sosial terdiri dari laki-laki dan perempuan yang

BAB II PENGATURAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG. A. Pengaturan Tindak Pidana Perdagangan Orang Menurut KUHP

BAB I PENDAHULUAN. dampak yang buruk terhadap manusia jika semuanya itu tidak ditempatkan tepat

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. memberi petunjuk kepada manusia bagaimana ia bertindak dan bertingkah

PERATURAN DAERAH KOTA BANDAR LAMPUNG NOMOR : 15 TAHUN 2002 TENTANG LARANGAN PERBUATAN PROSTITUSI DAN TUNA SUSILA DALAM WILAYAH KOTA BANDAR LAMPUNG

BUPATI JEPARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PELACURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

BAB I PENDAHULUAN. Perdagangan manusia atau istilah Human Trafficking merupakan sebuah

BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. lingkungannyalah yang akan membentuk karakter anak. Dalam bukunya yang berjudul Children Are From Heaven, John Gray

BAB I PENDAHULUAN. hukuman yang maksimal, bahkan perlu adanya hukuman tambahan bagi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekarang ini masyarakat sangat membutuhkan peran Polisi sebagai pelindung

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang Undang Perlindungan Anak

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 5 TAHUN 2007 T E N T A N G LARANGAN PELACURAN DI KABUPATEN BANTUL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

P, 2015 PERANAN LEMBAGA PEMASYARAKATAN WANITA KLAS IIA BANDUNG DALAM UPAYA MEREHABILITASI NARAPIDANA MENJADI WARGA NEGARA YANG BAIK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, dan

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN ANAK DAN PEREMPUAN

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kesejahteraan (welfare state). Itulah konsep

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi

BAB I PENDAHULUAN. dan terwujudnya rasa aman, tentram, tertib dan damai sebagai suatu amanah dan

I. PENDAHULUAN. berlainan tetapi tetap saja modusnya dinilai sama. Semakin lama kejahatan di ibu

yang tersendiri yang terpisah dari Peradilan umum. 1

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS

BAB II LANDASAN TEORI. Adapun yang menjadi tujuan upaya diversi adalah : 6. a. untuk menghindari anak dari penahanan;

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Pelacuran dan pornografi merupakan eksploitasi seksual secara komersial

I. PENDAHULUAN. Perdagangan orang (human traficking) terutama terhadap perempuan dan anak

BAB I PENDAHULUAN. mengalami pelecehan-pelecehan yang dilakukan oleh aparat-aparat yang. beralasan dari masyarakat pada umumnya.

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2016 IMPLEMENTASI NILAI-NILAI KEDISIPLINAN SISWA DALAM MEMATUHI NORMA TATA TERTIB SEKOLAH

2016, No c. bahwa Presiden telah menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kesejahteraan (welfare state). Itulah konsep negara

I. PENDAHULUAN. Fenomena penyalahgunaan dan peredaran narkotika merupakan persoalan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. bernegara diatur oleh hukum, termasuk juga didalamnya pengaturan dan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelacuran merupakan kegiatan yang melanggar hak asasi warganegara. Hal ini karena semua orang berhak mendapatkan kehidupan yang layak berdasarkan Pasal 27 Ayat (2) yaitu: Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Yang artinya semua rakyat Indonesia berhak mendapat pekerjaan dan kehidupan yang layak tanpa terkecuali. Namun hak mendapat pekerjaan tersebut tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai keagamaan, nilai-nilai moral maupun norma yang berlaku dalam masyarakat, seperti yang tertulis dalam Pasal 28J Ayat (2) yaitu: Dalam menjalankan hak dan kebebasannya setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis. Karena kegiatan pelacuran yang dilakukan oleh PSK tersebut melanggar nilai keagamaan, nilai moral dan norma maka para PSK ini berhak untuk mendapatkan jaminan sosial berupa pemberdayaan oleh pemerintah agar dapat keluar dari dunia pelacuran dan memiliki pekerjaan lain yang layak serta mantan PSK dapat mengembalikan martabatnya sebagai manusia, karena pekerjaan sebagai PSK sebelumnya telah membuat mantan PSK dipandang remeh oleh masyarakat. Seperti yang terdapat pada Pasal 28H Ayat (3) yaitu: Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat. Berdasarkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) dalam Human Development Index (HDI) tahun 2012 Indonesia meraih score 0,629 yang masih jauh dengan score yang diperoleh negara-negara maju yaitu sekitar 0,9 yang 1

2 berarti bahwa kualitas SDM di Indonesia masih rendah. Hal ini terlihat dari maraknya pelaku-pelaku PSK di berbagai daerah di Indonesia. Kegiatan prostitusi juga merupakan kegiatan yang melanggar hukum, hal tersebut diatur dalam Pasal 296 KUHP yang berbunyi sebagai berikut: Barang siapa yang pekerjaannya atau kebiasannya, dengan sengaja mengadakan atau memudahkan perbuatan cabul dengan orang lain, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya satu tahun empat bulan atau denda sebanyak-banyaknya seribu rupiah. Selain itu tindakan prostitusi ini juga secara tegas diatur dalam Peraturan Daerah Kota Surakarta No. 3 Tahun 2006 tentang Penanggulangan Eksploitasi Seksual Komersial Pasal 4 Ayat (1) bahwa: Setiap orang dilarang melakukan kegiatan prostitusi, baik dengan pasangan sejenis dan/atau lawan jenis. Jumlah pekerja seks komersial meningkat secara drastis di seluruh dunia dikarena sejumlah alasan ekonomis, sosial dan kultural. Namun dalam penelitian ini yang dijadikan objek penelitian adalah mantan PSK yang telah dewasa dan tidak termasuk anak-anak, yaitu menurut Pasal 330 KUH Perdata, yang termasuk dewasa adalah usia 21 tahun atau sudah menikah. Menurut Direktur Rehabilitasi Tuna Sosial Kementerian Sosial, Sonny W Manalu, mengatakan Saat ini terdapat 40 ribu lebih pekerja seks komersial (PSK) yang menghuni lokalisasi di seluruh Indonesia (www.tempo.co, 28/1-2014). Keberadaan pekerja seks komersial ini menyebar di seluruh wilayah di Indonesia, tidak terkecuali di Kota Surakarta. Hal tersebut sesuai dengan yang dituliskan oleh Sri Handayani (2010:17) dalam penelitiannya, yang menyatakan bahwa: Eksistensi PSK sebagai sosok yang lekat dengan prostitusi selalu ada hampir di setiap daerah wilayah Indonesia. Seperti halnya daerah lain solo juga tidak lepas dari adanya fenomena prostitusi. Bahkan sampai sekarang bagi sementara orang hidung belang, memperbincangkan Solo tidak terlepas dari eksistensinya sebagai Kota Plesiran dalam konotasi remang-remang menjurus ke perselingkuhan seksual. Di Kota Surakarta jumlah pekerja seks komersialnya terbilang cukup banyak, melihat Surakarta merupakan kota yang wilayahnya tidak terlalu luas.

3 Jumlah Wanita Tuna Susila sendiri yang bekerja sebagai PSK di kota Surakarta ini mencapai 700 orang (www.solopos.com, 7/6-2011). Permasalahan prostitusi dan PSK tersebut membutuhkan perhatian dari seluruh pihak untuk menanggulanginya. Tidak hanya dari pemerintah yang bertugas membuat peraturan yang tegas dalam menetralisir kegiatan prostitusi ini tapi juga dari aparat keamanan seperti polisi dan linmas untuk ikut berpartisipasi. Selain itu dari masyarakat khususnya masyarakat yang tinggal satu lingkungan dengan para PSK tinggal dan bersosialisasi sendiri juga memiliki tugas untuk menanggulangi permasalahan ini. Peran serta masyarakat tersebut diatur dalam Peraturan Daerah Kota Surakarta No. 3 Tahun 2006 tentang Penanggulangan Eksploitasi Seksual Komersial Pasal 8 Ayat (1) bahwa Masyarakat berperan dalam membantu upaya pencegahan dan penanggulangan eksploitasi Seksual Komersial. Selanjutnya dalam Peraturan Walikota Surakarta Nomor 14 Tahun 2006 Tentang Penyelenggaraan Rehabilitasi Eksploitasi Seksual Komersial Pasal 5 dijelaskan mengenai peran serta masyarakat dalam proses rehabilitasi, yaitu dituliskan bahwa Peran masyarakat dapat dilakukan oleh orang-perorangan, lembaga sosial kemasyarakatan, lembaga swadaya masyarakat, lembaga pendidikan, lembaga keagamaan, badan usaha, dan media massa. Hal tersebut di atas karena masyarakat merupakan suatu kesatuan yang saling tergantung satu sama lain. Sehingga bila ada bagian dari masyarakat yang mengalami masalah sosial dan masyarakat yang lain tidak mau membantu menyelesaikan masalah tersebut maka hal ini akan dapat mengganggu hubungan antara masyarakat di suatu wilayah tersebut. Pada umumnya, istilah masyarakat mengacu sekelompok orang yang hidup bersama dalam satu komunitas yang teratur. Oleh karena itu masyarakat hendaknya dapat ikut membantu dan berperan dalam proses pemberdayaan mantan PSK. Namun pada kenyataannya masih banyak masyarakat yang terkesan acuh dengan permasalahan ini, berdasarkan hasil wawancara masyarakat masih banyak yang mengucilkan mantan PSK, meskipun mantan PSK tersebut tidak pernah

4 menekuni praktek pelacuran lagi. Mantan PSK masih sulit diterima dengan baik dalam lingkungan masyarakat. Padahal bila melihat peran masyarakat yang seharusnya dapat membantu para mantan PSK ini untuk benar-benar keluar dari dunia prostitusi dan mendukung proses pemberdayaannya maka sikap masyarakat yang mengucilkan mereka sungguh sangatlah bertentangan. Seperti yang tertulis dalam penelitian Syaiful Rohim (2010:47) yaitu: Kesiapan untuk melakukan penyesuaian sosial pasca rehabilitasi adalah sesuatu hal yang terberat bagi PSK ketika PSK merasa dikucilkan oleh masyarakat, atau bahkan mereka menjadi inferior (rendah diri) dalam melakukan interaksi sosial dengan masyarakat disekitarnya. Bila dipandang dari sudut pandang karakter kewarganegaraan atau civic disposition bila ada masyarakat yang tidak dapat menerima bahkan mengucilkan mantan pekerja seks komersial ini dikarenakan menurut masyarakat mantan PSK terlanjur memiliki citra buruk di lingkungan masyarakat, sehingga kepedulian mereka kurang kepada mantan PSK, maka hal tersebut menunjukkan bahwa masyarakat masih memiliki karakter kewarganegaraan yang kurang. Padahal secara tidak langsung masyarakat memiliki kewajiban untuk memberikan kesempatan bagi sesama warga negara yang lain untuk dapat kembali di dalam masyarakat dan memiliki kehidupan yang layak. Oleh karena itu dibutuhkan pemberdayaan bagi pekerja seks komersial agar mereka memiliki alasan yang kuat untuk dapat diterima lagi di masyarakat. Dan masyarakat pun memiliki alasan juga untuk menerima mantan PSK tersebut dengan jaminan mereka tidak akan kembali lagi menjadi seorang PSK karena sudah memiliki keahlian untuk pekerjaan lain sesuai yang diberikan saat proses pemberdayaan. Maka berkenaan dengan permasalahan di atas untuk penelitian ini mengambil judul Persepsi Masyarakat Tentang Eksistensi Mantan Pekerja Seks Komersial (PSK) Hasil Pemberdayaan dan Implikasinya Terhadap Karakter Kewarganegaraan di Kota Surakarta

5 A. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana persepsi masyarakat tentang eksistensi mantan pekerja seks komersial hasil pemberdayaan? 2. Bagaimana dampak dari persepsi masyarakat tentang eksistensi mantan pekerja seks komersial terhadap karakter kewarganegaraan? B. Tujuan Penelitian Bertolak dari masalah-masalah yang telah dirumuskan tersebut di atas, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui persepsi masyarakat tentang eksistensi mantan pekerja seks komersial hasil pemberdayaan. 2. Untuk mengetahui dampak dari persepsi masyarakat tentang eksistensi mantan pekerja seks komersial terhadap karakter kewarganegaraan. C. Manfaat Penelitian Di dalam penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat baik secara teoritis maupun secara praktis. Adapun penelitian ini mempunyai manfaat sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu sosial pada umumnya serta Pendidikan Kewarganegaraan dan Ilmu Sosiologi Hukum pada khususnya mengenai persepsi masyarakat tentang eksistensi mantan pekerja seks komersial hasil pemberdayaan dan implikasinya terhadap karakter kewarganegaraan. b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya referensi dan literatur dalam kepustakaan tentang masalah kesejahteraan sosial. c. Hasil penelitian ini dapat dipakai sebagai acuan bagi penelitian-penelitian sejenis.

6 2. Manfaat Praktis a. Sebagai saran atau masukan kepada pemerintah dan institusi sosial di Kota Surakarta untuk lebih memaksimalkan fungsinya dalam menjaga kehidupan sosial yang harmonis demi terwujudnya integrasi sosial di Surakarta. b. Bagi masyarakat, penelitian diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam pemecahan masalah yang terkait dengan kehidupan sosial dalam masyarakat. c. Menjadi sarana bagi penulis untuk mengembangkan kemampuan penalaran, membentuk pola pikir ilmiah.