II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keanekaragaman Hayati dan Konservasi

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Keanekaragaman hayati dianggap sangat penting untuk kehidupan

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PEMANFAATAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA LIAR

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV

I. PENDAHULUAN. Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang kaya dengan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 TAHUN 2015 TENTANG

Suhartini Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA

Konservasi Tingkat Komunitas OLEH V. B. SILAHOOY, S.SI., M.SI

BAB I PENDAHULUAN. perubahan iklim (Dudley, 2008). International Union for Conservation of Nature

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

C. BIDANG KEHUTANAN SUB SUB BIDANG SUB BIDANG URAIAN

C. BIDANG KEHUTANAN SUB SUB BIDANG SUB BIDANG URAIAN

PERLINDUNGAN KEANEKARAGAMAN HAYATI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SMP NEGERI 3 MENGGALA

PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI

RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI TAHUN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.14/Menhut-II/2007 TENTANG TATACARA EVALUASI FUNGSI KAWASAN SUAKA ALAM, KAWASAN PELESTARIAN ALAM DAN TAMAN BURU

BERITA NEGARA. KEMEN-LHK. Konservasi. Macan Tutul Jawa. Strategi dan Rencana Aksi. Tahun PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. oleh bangsa Indonesia dan tersebar di seluruh penjuru tanah air merupakan modal

Ekologi Hidupan Liar HUTAN. Mengapa Mempelajari Hidupan Liar? PENGERTIAN 3/25/2014. Hidupan liar?

TINJAUAN PUSTAKA. Ecotouris, dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi ekowisata. Ada

Berikut beberapa penyebab kepunahan hewan dan tumbuhan: 1. Bencana Alam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Lovejoy (1980). Pada awalnya istilah ini digunakan untuk menyebutkan jumlah

KRITERIA KAWASAN KONSERVASI. Fredinan Yulianda, 2010

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

2016, No (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3419); 2. Undang-Undang Nom

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia dianugerahi oleh Tuhan Yang Maha Esa kekayaan sumber daya

PERATURAN PEMERINTAH Nomor 68 Tahun 1998, Tentang KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya raya akan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara tropis memiliki keanekaragaman jenis satwa,

Secara harfiah : conservation : con (together) + servare (keep/save). Conservation means keep or save what we have Wise use (menggunakan dengan

ARAHAN PENGEMBANGAN KAWASAN TAMAN HUTAN RAYA NGARGOYOSO SEBAGAI OBYEK WISATA ALAM BERDASARKAN POTENSI DAN PRIORITAS PENGEMBANGANNYA TUGAS AKHIR

I. PENDAHULUAN. Kawasan Gunung Merapi adalah sebuah kawasan yang sangat unik karena

BAB I PENDAHULUAN. termasuk ke dalam kategori lima besar di dunia dalam hal. keanekaragaman hayati. Berbagai jenis satwa dan tumbuhan banyak

BAB I PENDAHULUAN. ekosistemnya. Pada Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi

BAB. I. PENDAHULUAN A.

SUB BIDANG SUB SUB BIDANG PEMERINTAHAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Bagi manusia, lahan sangat dibutuhkan dalam menjamin kelangsungan hidup

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang


PRINSIP DASAR PENGELOLAAN KONSERVASI

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayai dan Ekosistemnya;

VI. PERATURAN PERUNDANGAN DALAM PELESTARIAN ELANG JAWA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sudah dinyatakan punah pada tahun 1996 dalam rapat Convention on

I. PENDAHULUAN. Pariwisata secara luas adalah kegiatan rekreasi di luar domisili untuk

BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENJUALAN HEWAN YANG DILINDUNGI MELALUI MEDIA INTERNET DIHUBUNGKAN DENGAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2000 TENTANG KEWENANGAN PEMERINTAH DAN KEWENANGAN PROPINSI SEBAGAI DAERAH OTONOM *)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN Nomor : 479 /Kpts-11/1998 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 6 TAHUN 2008

hakikatnya adalah bagian integral dari pembangunan nasional yang berkelanjutan sebagai pengamalan Pancasila;

agrowisata ini juga terdapat pada penelitian Ernaldi (2010), Zunia (2012), Machrodji (2004), dan Masang (2006). Masang (2006) yang dikutip dari

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 100/Kpts-II/2003 TENTANG. PEDOMAN PEMANFAATAN SARANG BURUNG WALET (Collocalia spp) MENTERI KEHUTANAN,

TAMBAHAN PUSTAKA. Distribution between terestrial and epiphyte orchid.

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sedangkan kegiatan koleksi dan penangkaran satwa liar di daerah diatur dalam PP

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

1. PENDAHULUAN. jenis flora dan fauna menjadikan Indonesia sebagai salah satu mega biodiversity. peningkatan perekonomian negara (Mula, 2012).

I. PENDAHULUAN. Primata merupakan salah satu satwa yang memiliki peranan penting di alam

BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki tanah air yang kaya dengan sumber daya alam dan

KAJIAN PROSPEK DAN ARAHAN PENGEMBANGAN ATRAKSI WISATA KEPULAUAN KARIMUNJAWA DALAM PERSPEKTIF KONSERVASI TUGAS AKHIR (TKP 481)

PP 8/1999, PEMANFAATAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA LIAR. Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Perancangan Green Map Kebun Binatang Surabaya guna. memudahkan Informasi Wisatawan BAB I PENDAHULUAN

BAB II PEMBAHASAN TEORI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah sebuah negara yang memiliki sumber daya alam yang

I. PENDAHULUAN. 2007:454). Keanekaragaman berupa kekayaan sumber daya alam hayati dan

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

Kawasan Konservasi Perairan SRI NURYATIN HAMZAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Obyek dan daya tarik wisata adalah suatu bentukan atau aktivitas dan fasilitas

PLASMA NUTFAH. OLEH SUHARDI, S.Pt.,MP

2 d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf c, maka perlu menetapkan Peraturan Menteri Kehutanan tentang

TINJAUAN PUSTAKA. Danau. merupakan salah satu bentuk ekosistem perairan air tawar, dan

KAWASAN KONSERVASI UNTUK PELESTARIAN PRIMATA JURUSAN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Keputusan Menteri Kehutanan Dan Perkebunan No. 479/Kpts-II/1994 Tentang : Lembaga Konservasi Tumbuhan Dan Satwa Liar

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM

KONSEP MODERN KAWASAN DILINDUNGI

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.83/Menhut-II/2014 TENTANG

Ekowisata Di Kawasan Hutan Mangrove Tritih Cilacap

2014 POTENSI EKOWISATA DI KAWASAN TAMAN BURU GUNUNG MASIGIT KAREUMBI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kepariwisataan diperkirakan mengalami perkembangan dan mempunyai

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PEMANFAATAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA LIAR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Dr. Ir. H. NAHARDI, MM. Kepala Dinas Kehutanan Daerah Provinsi Sulawesi Tengah

Hutan di Indonesia memiliki peran terhadap aspek ekonomi, sosial maupun. (Reksohadiprodjo dan Brodjonegoro 2000).

II. TINJAUAN PUSTAKA. pariwisata, seperti melaksanakan pembinaan kepariwisataan dalam bentuk

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA

Transkripsi:

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keanekaragaman Hayati dan Konservasi Keanekaragaman hayati atau biodiversitas adalah suatu istilah pembahasan yang mencakup semua bentuk kehidupan, yang secara ilmiah dapat dikelompokkan menurut skala organisasi biologisnya, yaitu mencakup gen, spesies tumbuhan, hewan, dan mikroorganisme serta ekosistem dan proses-proses ekologi dimana bentuk kehidupan ini merupakan bagiannya. Keanekaragaman hayati tidak terdistribusi secara merata di bumi, wilayah tropis memiliki keanekaragaman hayati yang lebih kaya. Keanekaragaman hayati yang ditemukan di bumi adalah hasil dari miliaran tahun proses evolusi. Adapun jenis keanekaragaman hayati adalah : 1) Keanekaragaman genetik (genetic diversity), yaitu jumlah total informasi genetik yang terkandung di dalam individu tumbuhan, hewan, dan mikroorganisme yang ada di bumi. 2) Keanekaragaman spesies (species diversity), yaitu keanekaragaman organisme yang hidup di bumi. 3) Keanekaragaman ekosistem (ecosystem diversity), yaitu keanekaragaman habitat, komunitas biotik dan proses ekologi di dunia laut. Upaya pelestarian keanekaragaman hayati dapat dilakukan dengan melakukan kegiatan konservasi. Konservasi berasal dari kata Conservation yang terdiri atas kata con (together) dan servare (keep/save) yang memiliki pengertian mengenai upaya memelihara apa yang kita punya (keep/save what you have), namun secara bijaksana (wise use). Ide ini dikemukakan oleh Theodore Roosevelt (1902), diacu dalam Widada (2001), yang merupakan orang Amerika pertama yang mengemukakan tentang konsep konservasi. Sedangkan menurut Rijksen (1981), diacu dalam Widada (2001), konservasi juga dapat dipandang dari segi ekonomi dan ekologi dimana konservasi dari segi ekonomi berarti mencoba mengalokasikan sumberdaya alam untuk sekarang, sedangkan dari segi ekologi, konservasi merupakan alokasi sumberdaya alam untuk sekarang dan masa yang akan datang. Menurut Widada (2001) tujuan utama dari pengelolaan kawasan pelestarian adalah : 10

1) Penelitian ilmiah 2) Perlindungan daerah liar/rimba 3) Pelestarian keanekaragaman spesies dan genetik 4) Pemeliharaan jasa-jasa lingkungan 5) Perlindungan fenomena-fenomena alam dan budaya yang khusus 6) Rekreasi dan wisata alam 7) Pendidikan (lingkungan) 8) Penggunaan lestari dari sumberdaya alam yang berasal dari ekosistem alami 9) Pemeliharaan karakteristik budaya dan tradisi Adapun kriteria umum yang ditetapkan IUCN (1994) untuk berbagai kawasan pelestarian adalah : 1) Taman Nasional, yaitu kawasan luas yang relatif tidak terganggu yang mempunyai nilai alam yang menonjol dengan kepentingan pelestarian yang tinggi, potensi rekreasi besar, mudah dicapai oleh pengunjung dan terdapat manfaat yang jelas bagi wilayah tersebut. 2) Cagar alam, umumnya kecil, dengan habitat rapuh yang tidak terganggu oleh kepentingan pelestarian yang tinggi, memiliki keunikan alam, habitat spesies langka tertentu, dan lain-lain. Kawasan ini memerlukan perlindungan mutlak. 3) Suaka margasatwa, umumnya kawasan berukuran sedang atau luas dengan habitat stabil yang relatif utuh serta memiliki kepentingan pelestarian mulai sedang hingga tinggi. 4) Taman wisata, kawasan alam atau lanskap yang kecil atau tempat yang menarik dan mudah dicapai pengunjung, dimana nilai pelestarian rendah atau tidak akan terganggu oleh kegiatan pengunjung dan pengelolaan yang berorientasi rekreasi. 5) Taman buru, habitat alam atau semi alami berukuran sedang hingga besar, yang memiliki potensi satwa yang boleh diburu yaitu jenis satwa besar (babi hutan, rusa, sapi liar, ikan, dan lain-lain) yang populasinya cukup besar, dimana terdapat minat untuk berburu, tersedianya fasilitas buru yang memadai, dan lokasinya mudah dijangkau oleh pemburu. Cagar semacam ini 11

harus memiliki kepentingan dan nilai pelestarian yang rendah yang tidak akan terancam oleh kegiatan perburuan atau pemancingan. 6) Hutan lindung, kawasan alami atau hutan tanaman berukuran sedang hingga besar, pada lokasi yang curam, tinggi, mudah tererosi, serta tanah yang mudah terbasuh hujan, dimana penutup tanah berupa hutan adalah mutlak perlu untuk melindungi kawasan tangkapan air, mencegah longsor dan erosi. Prioritas pelestarian tidak begitu tinggi untuk dapat diberi status cagar. 2.2. Pariwisata Menurut Association International Experts Scientific Du Tourisme pariwisata adalah gabungan dari gejala dan hubungan-hubungan yang muncul dari adanya perjalanan dan tinggal sementara dari orang-orang yang bukan penduduk setempat, sejauh mereka tidak menunjukkan keinginan untuk menetap dan sejauh mereka tidak berhubungan dengan kegiatan menghasilkan uang. Pariwisata juga dapat ditunjukkan dengan adanya perjalanan yang singkat dan sementara dari orang-orang menuju daerah tujuan wisata di luar tempat kebiasaan mereka hidup dan bekerja serta di luar kegiatan mereka selama tinggal sementara di daerah tujuan wisata (The Tourism Society Unites Kingdom). Dalam dunia pariwisata istilah Obyek Wisata mempunyai pengertian sebagai sesuatu yang menjadi daya tarik bagi seseorang atau calon wisatawan untuk berkunjung ke suatu daerah tujuan wisata. Usaha Kepariwisataan adalah kegiatan usaha yang bertujuan menyelenggarakan jasa pariwisata atau menyediakan atau mengusahakan obyek dan daya tarik wisata, usaha sarana pariwisata dan usaha lainnya yang terkait di bidang tersebut. Pengusahaan obyek wisata terdiri dari: (i) Pengusahaan Obyek Wisata Alam yang terdiri dari Taman Hutan Raya (air terjun, wana wisata, dan ekowisata) dan Taman Wisata Alam, (ii) Pengusahaan Obyek dan Daya Tarik Wisata yang terdiri dari peninggalan sejarah, museum, sanggar seni, taman hiburan (bioskop, gedung pertemuan, gedung pertunjukan, taman satwa), dan taman rekreasi (gelanggang renang, pemandian alam, padang golf, kolam pancing, gelanggang permainan, diskotik, karaoke, sauna/spa, rumah bilyard, panti pijat dan refleksi, dan salon kecantikan), (iii) pengusahaan obyek dan daya tarik wisata 12

minat khusus yang terdiri dari wisata agro, wisata tirta, wisata petualangan alam, wisata gua, dan wisata kesehatan. 2.3. Penangkaran Buaya Buaya adalah semua jenis buaya Indonesia yang terdiri dari Buaya Muara (Crocodylus porosus), Buaya Air Tawar Irian (Crocodylus novaeguineae), Senyulong (Tomistoma schlegelii), Buaya Siam (Crocodylus siamensis) dan Buaya Raninus (Crocodylus raninus), baik hidup maupun mati serta bagianbagian yang berasal dari padanya. Penangkaran adalah kegiatan pengembangbiakan dan atau pembesaran buaya: 1) Pengembangbiakan (captive breeding) adalah kegiatan yang merupakan proses menghasilkan telur dari induk yang dipelihara di dalam kandang, penetasan (alami maupun dengan mesin tetas), dan pembesaran anakan yang berhasil ditetaskan. Semua proses kegiatan tersebut dilakukan dengan campur tangan manusia untuk menghasilkan buaya dewasa yang mempunyai nilai komersial. 2) Pembesaran (rearing/ranching) adalah kegiatan membesarkan anakan dan atau menetaskan telur yang diambil langsung dari alam untuk menghasilkan buaya dewasa yang mempunyai nilai komersial. Usaha perlindungan satwa termasuk buaya, baik jenis dan habitatnya telah lama dituangkan dalam Undang-Undang Perlindungan Binatang Liar tahun 1931 dan masuk dalam Endangered Species Red Data Book. Selain itu Indonesia ikut menandatangani CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora) bulan Desember 1978 dan dengan demikian mengikatkan diri pada ketentuan-ketentuannya. Oleh sebab itu pemanfaatan buaya hanya diperbolehkan dari hasil penangkaran dan tidak diperbolehkan pemanfaatan kulit buaya yang berasal dari perburuan di alam (Ditjen PHPA, 1996) Buaya merupakan salah satu kekayaan alam yang mempunyai manfaat besar, baik manfaat ekologis sebagai salah satu unsur yang berperan dalam menjaga keseimbangan ekosistem, maupun manfaat ekonomis yang tinggi sebagai salah satu komoditas ekspor non migas. Meningkatnya pembelian kulit buaya oleh orang Eropa pada tahun 1950-an, maka meningkat pula tingkat perburuan buaya. Pada tahun 1970-an, dengan meningkatnya pengetahuan dan teknologi 13

menyamakkan kulit buaya berakibat terjadinya perburuan buaya secara besarbesaran. Untuk mencegah kepunahan buaya tersebut, tahun 1978 pemerintah menetapkan jenis buaya air tawar (Crocodylus novaeguineae) sebagai satwa yang dilindungi berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 327/Kpts/Um/5/1978 dan buaya muara (Crocodylus porosus) berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 716/Kpts/Um/10/1980. Ranching merupakan metode yang paling efektif dan murah dalam produksi buaya. Budidaya dalam bentuk telur atau hatchling bisa membuat jumlah buaya di alam menjadi stabil dengan memaksakan jumlah populasi yang direstock ke alam bebas kepada perusahaan penangkaran (Departemen Kehutanan, 1992). 2.4. Hasil Penelitian Terdahulu Sebelum penelitian ini, sudah banyak penelitian terdahulu yang terkait dengan wisata, khususnya dalam hal strategi pengembangan. Hasil-hasil penelitian tersebut dijadikan acuan untuk menentukan strategi pengembangan Taman Buaya Indonesia Jaya. Penelitian yang dilakukan oleh Yugo Tri Aryanto (2006) dalam penelitiannya mengenai strategi pengembangan di Kebun Wisata Pasirmukti, yang menyimpulkan berdasarkan matriks IE bahwa perusahaan berada di posisi pemilihan alternatif strategi penetrasi pasar dan pengembangan produk. Berdasarkan hasil QSPM strategi yang harus diutamakan perusahaan adalah strategi dengan skor tertinggi yaitu mempertahankan ciri khas sebagai wisata edutainment (hiburan sekaligus pendidikan) bidang pertanian dengan tetap berinovasi dalam produk-produk seluruh sub-sektor pertanian. Penelitian yang dilakukan Baiquni (2008) tentang Perencanaan Strategi Pengembangan Usaha Melalui Pendekatan Arsitektur Strategik dengan Studi Kasus BANISI di Kabupaten Bandung. Metode yang digunakan adalah IFE, EFE, IE, SWOT, dan arsitektur strategik. Menurut penelitian ini BANISI berada pada Kuadran V dalam matriks IE pada posisi pertahankan dan pelihara sehingga strategi yang dapat dilakukan adalah penetrasi pasar dan pengembangan produk. Penelitian terdahulu digunakan sebagai bahan rujukan dalam penelitian ini. Dari penelitian terdahulu dapat diketahui strategi-strategi pengembangan usaha berdasarkan analisis lingkungan eksternal dan internal perusahaan serta posisi perusahaan menurut matriks IE. Penelitian ini memiliki persamaan dengan 14

penelitian Lenny Siahaan (2009). Persamaan ini terdapat pada metode yang digunakan yaitu, analisis lingkungan internal, analisis lingkungan eksternal, matriks SWOT, dan Arsitektur Strategik. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu terdapat pada obyek penelitian. 15