BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 Self Dryer dengan kolektor terpisah. (sumber : L szl Imre, 2006).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebagai bintang yang paling dekat dari planet biru Bumi, yaitu hanya berjarak sekitar

BAB II KAJIAN PUSTAKA. untuk membuat agar bahan makanan menjadi awet. Prinsip dasar dari pengeringan

T P = T C+10 = 8 10 T C +10 = 4 5 T C+10. Pembahasan Soal Suhu dan Kalor Fisika SMA Kelas X. Contoh soal kalibrasi termometer

PENDEKATAN TEORITIS. Gambar 2 Sudut datang radiasi matahari pada permukaan horizontal (Lunde, 1980)

BAB IV PERHITUNGAN SOLAR COLLECTOR TYPE PARABOLIC TROUGH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. khatulistiwa, maka wilayah Indonesia akan selalu disinari matahari selama jam

Analisis performansi kolektor surya terkonsentrasi menggunakan receiver berbentuk silinder

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

OPTIMALISASI PENYERAPAN RADIASI MATAHARI PADA SOLAR WATER HEATER MENGGUNAKAN VARIASI SUDUT KEMIRINGAN

PERPINDAHAN PANAS DAN MASSA

SUDUT PASANG SOLAR WATER HEATER DALAM OPTIMALISASI PENYERAPAN RADIASI MATAHARI DI DAERAH CILEGON

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 Proses perpindahan panas secara konduksi Sumber : (maslatip.com)

KALOR DAN KALOR REAKSI

DAFTAR ISI. i ii iii iv v vi

PENGUJIAN PERFORMANSI MESIN PENGERING PRODUK PERTANIAN SISTEM TENAGA SURYA TIPE KOLEKTOR BERSIRIP

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGANTAR PINDAH PANAS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HIDROMETEOROLOGI TATAP MUKA KEEMPAT (RADIASI SURYA)

Studi Eksperimental Efektivitas Penambahan Annular Fins pada Kolektor Surya Pemanas Air dengan Satu dan Dua Kaca Penutup

SISTEM DISTILASI AIR LAUT TENAGA SURYA MENGGUNAKAN KOLEKTOR PLAT DATAR DENGAN TIPE KACA PENUTUP MIRING

Jurnal Dinamis,Volume II, No.12, Januari 2013 ISSN

Panas berpindah dari objek yang bersuhu lebih tinggi ke objek lain yang bersuhu lebih rendah Driving force perbedaan suhu Laju perpindahan = Driving

Gambar 2. Profil suhu dan radiasi pada percobaan 1

BAB II LANDASAN TEORI

7. Menerapkan konsep suhu dan kalor. 8. Menerapkan konsep fluida. 9. Menerapkan hukum Termodinamika. 10. Menerapkan getaran, gelombang, dan bunyi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

besarnya energi panas yang dapat dimanfaatkan atau dihasilkan oleh sistem tungku tersebut. Disamping itu rancangan tungku juga akan dapat menentukan

9/17/ KALOR 1

KALOR. Peristiwa yang melibatkan kalor sering kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari.

Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin (SNTTM) VIII

Studi Eksperimental Efektivitas Penambahan Annular Fins Pada Kolektor Surya Pemanas Air dengan Satu dan Dua Kaca Penutup

Analisa Efisiensi Prototype Solar Collector Jenis Parabolic Trough dengan Menggunakan Cover Glass Tube pada Pipa Absorber

Radiasi ekstraterestrial pada bidang horizontal untuk periode 1 jam

FISIKA IPA SMA/MA 1 D Suatu pipa diukur diameter dalamnya menggunakan jangka sorong diperlihatkan pada gambar di bawah.

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG

KEGIATAN BELAJAR 6 SUHU DAN KALOR

Suhu dan kalor NAMA: ARIEF NURRAHMAN KELAS X5

SUHU DAN KALOR DEPARTEMEN FISIKA IPB

Satuan Operasi dan Proses TIP FTP UB

II. TINJAUAN PUSTAKA. Energi surya merupakan energi yang didapat dengan mengkonversi energi radiasi

BAB III METODE PENELITIAN (BAHAN DAN METODE) keperluan. Prinsip kerja kolektor pemanas udara yaitu : pelat absorber menyerap

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pengeringan Hasil Pertanian dan Perkebunan

DAFTAR ISI. LEMBAR PERSETUJUAN... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. LEMBAR PERNYATAAN... iii. ABSTRAK... iv. ABSTRACT... v. KATA PENGANTAR...

Analisa Kinerja Alat Destilasi Penghasil Air Tawar dengan Sistem Evaporasi Uap Tenaga Surya

STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH PERUBAHAN DEBIT ALIRAN PADA EFISIENSI TERMAL SOLAR WATER HEATER DENGAN PENAMBAHAN FINNED TUBE

PENINGKATAN KAPASITAS PEMANAS AIR KOLEKTOR PEMANAS AIR SURYA PLAT DATAR DENGAN PENAMBAHAN BAHAN PENYIMPAN KALOR

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sumber energi pengganti yang sangat berpontensi. Kebutuhan energi di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH BENTUK PLAT ARBSORBER PADA SOLAR WATER HEATER TERHADAP EFISIENSI KOLEKTOR. Galuh Renggani Wilis ST.,MT. ABSTRAK

PENGEMBANGAN PERANGKAT LUNAK UNTUK SIMULASI SATU UNIT MESIN PENDINGIN SIKLUS ADSORPSI YANG DIGERAKKAN ENERGI SURYA DENGAN LUAS KOLEKTOR 1,5 m 2

KALOR SEBAGAI ENERGI B A B B A B

Peningkatan Efisiensi Absorbsi Radiasi Matahari pada Solar Water Heater dengan Pelapisan Warna Hitam

KALOR. Peta Konsep. secara. Kalor. Perubahan suhu. Perubahan wujud Konduksi Konveksi Radiasi. - Mendidih. - Mengembun. - Melebur.

Tugas akhir BAB III METODE PENELETIAN. alat destilasi tersebut banyak atau sedikit, maka diujilah dengan penyerap

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH JARAK ANTAR PIPA PADA KOLEKTOR TERHADAP PANAS YANG DIHASILKAN SOLAR WATER HEATER (SWH)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

ANALISA KARAKTERISTIK ALAT PEMANAS AIR DENGAN MENGGUNAKAN KOLEKTOR PALUNG PARABOLA

Suhu dan kalor 1 SUHU DAN KALOR

Jurnal e-dinamis, Volume II, No.2 September 2012 ISSN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Temperatur udara masuk kolektor (T in ). T in = 30 O C. 2. Temperatur udara keluar kolektor (T out ). T out = 70 O C.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PEMANASAN BUMI BAB. Suhu dan Perpindahan Panas. Skala Suhu

Perancangan Solar Thermal Collector tipe Parabolic Trough

HIDROMETEOROLOGI Tatap Muka Kelima (SUHU UDARA)

Soal Suhu dan Kalor. Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan benar!

BAB V RADIASI. q= T 4 T 4

RANCANG BANGUN PROTOTIPE ALAT PEMANAS AIR TENAGA SURYA SISTEM PIPA PANAS

Pemanasan Bumi. Suhu dan Perpindahan Panas

BAB IV. HASIL PENGUJIAN dan PENGOLAHAN DATA

Laporan Tugas Akhir BAB I PENDAHULUAN

PENGUJIAN KOLEKTOR SURYA PLAT DATAR UNTUK PEMANAS AIR LAUT DENGAN MEMBANDINGKAN PERFORMANSI KACA SATU DENGAN KACA BERLAPIS KETEBALAN 5MM SKRIPSI

Analisa Performansi Kolektor Surya Pelat Bergelombang untuk Pengering Bunga Kamboja

KALOR (HEAT) Kalor. padat KALOR PERPINDAHAN KALOR

Ditemukan pertama kali oleh Daniel Gabriel Fahrenheit pada tahun 1744

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Energi Matahari

Analisis Performa Kolektor Surya Pelat Bersirip Dengan Variasi Luasan Permukaan Sirip

Perpindahan Panas. Perpindahan Panas Secara Konduksi MODUL PERKULIAHAN. Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh 02

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Deskripsi Alat Pengering Yang Digunakan Deskripsi alat pengering yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

BAB II LANDASAN TEORI

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL

SISTEM PEMANFAATAN ENERGI SURYA UNTUK PEMANAS AIR DENGAN MENGGUNAKAN KOLEKTOR PALUNGAN. Fatmawati, Maksi Ginting, Walfred Tambunan

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HEAT TRANSFER METODE PENGUKURAN KONDUKTIVITAS TERMAL

Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik TAMBA GURNING NIM SKRIPSI

KALOR. Dari hasil percobaan yang sering dilakukan besar kecilnya kalor yang dibutuhkan

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perpindahan Panas 2.1.1. Perpindahan Panas Konduksi Perpindahan panas konduksi adalah perpindahan panas dari partikel yang memiliki energi lebih besar ke substansi dengan energi yang lebih rendah dan sebagai hasilnya terjadi interaksi antara partikel [9] Rumus Umum : q = -k. A....(2.1) Dimana : q = Laju perpindahan panas (W) A = Luas penampang dimana panas mengalir (m 2 ) dt/dx = Gradien suhu pada penampang, atau laju perubahan suhu T terhadap jarak dalam arah aliran panas x (K) k = Konduktivitas termal bahan (W/m.K) 2.1.2. Teori Dasar Konveksi Perpindahan panas konveksi adalah bentuk pindahan panas yang terjadi disertai dengan berpindahnya zat perantara Rumus Umum : q = h.a....(2.2) Dimana : q = Laju perpindahan panas konveksi (W) h = Koefisien perpindahan panas konveksi (W/m 2 K) A = Luas penampang (m 2 ) T = Perubahan atau perbedaan suhu ( K) 7

2.1.3. Perhitungan Panas Radiasi Perpindahan panas radiasi adalah perpindahan panas yang terjadi tanpa melalui media perantara (padat dan fluida). Persamaan untuk mencari perpindahan panas radiasi adalah sebagai berikut : q rad = ε A σ ( T 4 s -T 4 sur )... (2.3) dimana : q rad = laju perpindahan panas radiasi (W) ε = emisivitas bahan A = luas permukaan (m 2 ) σ = kontanta Stefan Boltzmann (5,67 x 10-8 W/m 2 K 4 ) T s = suhu permukaan (K) T sur = suhu lingkungan (K) 2.2 Radiasi Surya 2.2.1. Teori Dasar Radiasi Surya Radiasi adalah proses perpindahan panas tanpa melalui media. Bila energi radiasi mengenai permukaan suatu bahan, maka sebagian akan dipantulkan (refleksi), sebagian lagi akan diserap (absorbsi) dan sebagian lagi akan diteruskan (transmisi). Kebanyakan benda padat tidak bisa mentransmisikan radiasi thermal sehingga penerapan transmisivitas dianggap nol (Saharjo [13]). Terdapat dua jenis pantulan radiasi yaitu spekular dan diffuse. Jika sudut pantulan radiasi sama, maka pantulannya disebut spektular. Jika sudut pantulannya beragam ke semua arah maka pantulannya adalah diffuse (Saharjo [13]). Gambar 2.1 menjelaskan interaksi energi matahari terhadap bumi dimana energy yang akan dipakai dalam pemanas air tenaga surya inilah yang akan dikelola untu dapat memanaskan air. 8

Gambar 2.1 Interaksi Energi Surya (Saharjo,B.H.1999) 2.2.2. Absorbtivitas, Reflectivitas dan Transimitas Segala sesuatu yang terkena pancaran matahari, konstan menerima energi radiasi. Secara tidak langsung ini berarti setiap benda yang terkena cahaya matahari, akan menerima radiasi dari segala arah sepanjang masih terpanacar oleh cahaya matahari. Jumlah energi radiasi yang diterima suatu permukaan dalam interval waktu tertentu disebut dengan irradiation / incident radiation dan dilambangkan dengan G. Ketika radiasi sampai ke permukaan, sebagian dari energi itu akan diserap, sebagian lagi di transmisikan, dan sisanya di refleksikan [3]. Energi radiasi yang di serap di sebut dengan absorbtivitas (α ), yang di transmisikan di sebut dengan transimitas (τ) dan energi radiasi yang di pantulkan di sebut reflectivitas ( ). absorbvitas = α = 0 α 1 transimitas = τ = 0 τ 1 reflectivitas = = 0 1 9

Gambar 2.2 Pola Absorpsi (Cengel, Yunus. A.2002) Atmosfer bumi terdiri atas empat lapisan dari yang terdekat dari permukaan bumi yaitu troposfer (0-10 km), stratosfer (10-30 km), mesosfer (30-50 km), dan thermosfer (50-400 km) (Saharjo [13]). Radiasi yang sampai di lapisan thermosfer dilambangkan (G on ). Radiasi yang diteruskan ke permukaan bumi dilambangkan (G beam /G D ). Radiasi akibat pemantulan dan pembiasan dilambangkan (G d ). Gambar 2.3 Radiasi Surya (Cengel, Yunus. A.2002) 10

2.2.3. Rumusan Radiasi Surya Matahari mempunyai diameter 1,39 x 10 9 m, bumi mengelilingi matahari dengan lintasan berbentuk ellips dengan matahari berada pada salah satu pusatnya, jarak rata-rata matahari dari permukaan bumi adalah 1,495 x 10 11 m, waktu tempuh sinar matahari sampai ke permukaan bumi sekitar 8 menit 20 detik. Gambar 2.3.menunjukkan pola masuknya energi panas matahari dengan cara radiasi ke permukaan bumi. Matahari mencurahkan daya radiasi rata-rata yang diterima bumi (diluar atmosfir) dari matahari pada arah tegak lurus permukaan per meter persegi sebesar 1367W/m 2 atau yang sering disebut dengan nilai konstanta matahari( G sc ) Gambar 2.4. Hubungan antara Matahari dan Bumi (Ambarita, Himsar.2011) Karena lintasan bumi berbentuk ellips, maka jarak matahari dan bumi tidak tetap, jarak terdekat 1,47 x 10 11 m dan jarak terjauh 1,52 x 10 11 m. Perbedaan jarak ini hanya 3,3% dari jarak rata-rata. Akibat perbedaan jarak ini, maka radiasi permukaan di luar atsmosfer akan berbeda setiap hari. Radiasi ini biasanya disimbolkan dengan G on, pada hari ke n yang dirumuskan oleh Beckman [4] sebagai berikut: G Dimana: on G G sc = Konstanta surya sc 360n 1 0,033cos W 365 m 2...(2.4) 11

= 1367 W/m 2 n = Nilai yang diperoleh berdasarkan urutan hari yang akan diprediksi radiasinya Harganya dapat diperoleh dari urutan hari berdasarkan bulan yang tercantum pada Tabel 2.1. Tabel 2.1. Urutan Hari Berdasarkan Bulan Bulan Nilai n pada hari yang ke i Januari I Februari 31 + i Maret 59 + i April 90 + i Mei 120 + i Juni 151 + i Juli 181+i Agustus 212+i September 243+i Oktober 273+i November 304+i Desember 334+1 Sumber: Ambarita, Himsar 2011 Beberapa Istilah yang biasanya dijumpai pada perhitungan radiasi [ 12] adalah : 1. Air Mass (m) Adalah perbandingan massa udara sampai ke permukaan bumi pada posisi tertentu dengan massa udara yang dilalui sinar jika matahari tepat pada posisi zenit. Artinya pada posisi tegak lurus (zenit =0) nilai m=1, pada sudut zenith 60 0, m=2. Pada sudut zenit dari 0 0-70 0. m =... (2.5) 12

2. Beam Radiation Radiasi energi dari matahari yang tidak dibelokkan oleh atmosfer. Istilah ini sering juga disebut radiasi langsung (direct solar radiation). 3. Diffuse Radiation Radiasi energi surya dari matahari yang telah dibelokkan oleh atmosfer. 4. Total Radiation Adalah jumlah beam dan diffuse radiation. 5. Irradiance (W/m 2 ) Adalah laju energi radiasi yang diterima suatu permukaan persatuan luas permukaan tersebut Solar irradiance biasanya disimbolkan dengan G. Dalam bahasa Indonesia besaran ini biasanya disebut dengan Intensitas radiasi. 6. Irradiation atau Radian Exposure (J/m 2 ) Jumlah energi radiasi (bukan laju) yang diterima suatu permukaan dalam interval waktu tertentu. Besaran ini didapat dengan mengintegralkan G pada interval waktu yang diinginkan, misalnya untuk 1 hari biasa disimbolkan H dan untuk 1 jam biasa disimbolkan I. 7. Solar Time atau Jam Matahari Adalah waktu berdasarkan pergerakan semu matahari di langit pada tempat tertentu. Jam matahari (disimbolkan ST) berbeda dengan penunjukkan jam biasa (standard time, disimbolkan STD ). Hubungannya adalah: ST =STD ±4(L st -L loc )+E... (2.6) dimana : STD = waktu lokal Lst = standart meridian untuk waktu lokal ( o ) Lloc = derajat bujur untuk daerah yang dihitung ( o ) ; untuk bujur timur, digunakan -4, untuk bujur barat digunakan +4 13

E = faktor persamaan waktu Pada persamaan ini L st standard meridian untuk waktu lokal. L loc adalah derajat bujur daerah yang sedang dihitung, jika daerah yang dihitung ada pada bujur timur, maka gunakan tanda minus didepan angka 4 dan jika bujur barat adalah tanda plus. E adalah equation of time, dalam satuan menit dirumuskan oleh Spencer pada tahun 1971.[3] E = 229,2(0,000075 + 0,001868cosB - 0,032077sinB - 0,014615cos2B - 0,04089sin2B... (2.7) dimana : B E = konstanta yang bergantung pada nilai n = faktor persamaan waktu Dalam menentukan arah radiasi terdapat beberapa sudut yang harus diketahui. Dapat dilihat pada gambar 2.5. Beberapa sudut untuk mendefenisikan arah radiasi matahari. Gambar 2.5 Sudut Sinar dan Posisi Sinar Matahari (Ambarita, Himsar.2011) Slope β adalah sudut antara permukaan yang dianalisis dengan horizontal. Nilai 0 β 90 0. permukaan γ adalah sudut penyimpangan sinar 14

pada bidang proyeksi dimana 0 o pada selatan dan positif ke barat. Sudut penyinaran θ (angle accident) adalah sudut yang dibentuk sinar dan garis normal dari suatu permukaan. Sudut zenith θ z adalah sudut yang dibentuk garis sinar terhadap garis zenith. Sudut ketinggian matahari α s (solar altitude angel) adalah sudut antara sinar dengan permukaan. Sudut azimut matahari γ s adalah sudut antara proyeksi matahari terhadap selatan, ke timur adalah negatif dan ke barat adalah positif. Sudut lain yang sering digunakan dalam menentukan jumlah radiasi yang dapat diterima oleh sebuah permukaan di bumi antara lain sudut deklinasi δ, yaitu kemiringan sumbu matahari terhadap garis normalnya. Kemudian sudut jam ω adalah sudut pergeseran semu matahari dari dari garis siang. Perhitungan berdasarkan jam matahari (ST), setiap berkurang 1 jam, ω berkurang 15 0 dan setiap bertambah 1 jam, ω bertambah 15 0. Artinya tepat pukul 12.00 siang, ω=0, pukul 11.00 pagi ω= -15 0 dan pukul 14.00, ω = 30 0. Spencer (1971) mengajukan persamaan untuk menghitung sudut deklinasi [12] : δ = C 1 + C 2 CosB + C 3 sinb + C 4 cos2b + C 5 sin2b + C 6 cos3b + C 7 sin3b... (2.8) dimana, C1 = 0,006918 C5 = 0,000907 C2 = -0,399912 C6 = -0,002679 C3 = 0,070257 C7 = 0,00148 C4 = -0,006758 n = hari ke δ = sudut deklinasi (rad) B dihitung dengan menggunakan persamaan dan n adalah urutan hari pada suatu tahun. Berdasarkan bulan yang diketahui ditampilkan pada Tabel 2.1. Sudut zenith θ z adalah sudut yang dibentuk garis sinar terhadap garis zenith. Cosinus sudut zenith dapat dicari melalui persamaan berikut. cos θ z = cos φ cos δ cos ω + sin φ sin δ... (2.9) 15

Sudut jam matahari (ω) dihitung berdasarkan jam matahari. Definisi sudut jam matahari adalah sudut pergeseran semu matahari dari garis siangnya. Perhitungan berdasarkan jam matahari (ST), setiap berkurang 1 jam, ω berkurang 15 o, setiap bertambah 1 jam, ω bertambah 15 o.[3] ω = 15(STD 12) + (ST-STD) x... (2.10) dimana : STD = waktu lokal ST = solar time = sudut jam matahari ( o ) Dengan estimasi langit cerah, fraksi radiasi matahari yang diteruskan dari atmosphere ke permukaan bumi [4] adalah τ b = a o + a 1 exp dimana θ a o = r o (0,4237-0,0082 (6 A) 2 ) a 1 = r 1 (0,5055 0,00595 (6.5 A) 2 ) k = r k (0.2711 0.01858 (2.5 A) 2 ) A = ketinggian dari permukaan laut (km) r o,r 1,r k = faktor koreksi akibat iklim... (2.11) Tabel 2.2 Faktor Koreksi Iklim [3] Iklim r o r 1 r k Tropical 0,95 0,98 1,02 Midatude summer 0,97 0,99 1,02 Subarctic Summer 0.99 0,99 1,01 Midatude Winter 1,03 1,01 1,00 Sumber : Beckman, 2006 Radiasi beam adalah radiasi yang langsung di transmisikan dari atmosphere ke permukaan bumi. Adapun persamaan yang digunakan untuk mencari radiasi beam [4]: G beam = G on τ b cos θ z... (2.12) 16

dimana : G on = radiasi yang diterima atmosphere (W/m 2 ) τ b cos θ z G beam = faksi radiasi yang diteruskan ke bumi = cosinus sudut zenith = radiasi yang ditransmisikan dari atmosphere ke permukaan bumi (W/m 2 ) Radiasi diffuse adalah radiasi yang di pantulkan ke segala arah, dan kemudian dimanfaatan. Adapun persamaan yang digunakan untuk mencari radiasi diffuse [4] adalah : G difuse = G on cos θ z (0,271 0,294 τ b)... (2.13) dimana : G on = radiasi yang diterima atmosphere (W/m 2 ) τ b cos θ z G difuse = faksi radiasi yang diteruskan ke bumi = cosinus sudut zenith = Radiasi yang dipantulkan ke segala arah dan kemudian dapat dimanfaatkan. Radiasi total adalah jumlah dari radiasi beam dan radiasi diffuse seperti pada persamaan berikut [4] : G total = G beam + G difuse...(2.14) Radiasi yang dapat ditangkap oleh luasan kolektor, intensitas radiasi diperoleh dari alat ukur, dan dihitung permenit, sehingga energi radiasi dapat di hitung mengunakan rumus [4] : Q = I A Δt... (2.15) Dimana: Q = Energi Radiasi (J) I = Intensitas radiasi (W/m 2 ) A = Luas penampang kolektor(m 2 ) 17

Δt = Selang waktu perhitungan (s) = Efisiensi Kaca (%) 2.2.4. Hipotesis Pengaruh Sudut Radiasi dalam permukaaan bersudut akan mempengaruhi besarnya intensitas yang diterima dari suatu permukaan. Radiasi yang diterima dalam permukaan yang dimiringkan merupakan gabungan dari radiasi beam, isotropic, diffuse, radiasi yang diterima permukaan datar yang di pengaruhi tingkat reflaktansi pelindung absorber. Dalam Beckman [4], dijelaskan bahwa total energi radiasi yang diterima suatu permukaan yang dimiringkan dapat dijelaskan dengan persamaan: = + + ( ).... (2.16) Nilai R b dapat dihitung dengan persamaan berikut: = ( ) ( ) ( ) = (2.17) Dan nilai Intensitas Difuse dan beam dari permukaan miring dapat dihitung menggunakan persamaan berikut [4]: = 1.0 0.249 Untuk k T < 0 = 1.557 1.84 Untuk 0.35 < k T < 0.75...(2.18) = 0.177 Untuk k T > 0.75 Nilai K T (Index langit cerah) didapat dengan membandingankan total radiasi surya pada plat datar dengan radiasi yang diserap oleh suatu permukaan sampai waktu tertentu [4]. Dengan dimiringkannya permukaan absorber, akan berpengaruh terhadap durasai penyinaran. Suatu Pemanas Air Tenaga Surya dengan kolektor datar, akan menerima radiasi surya saat matahari terbit dan akan berhenti menerima radiasi surya saat terbenamnya matahari. Namun dengan memberi perlakukan variasi sudut, atau memiringkannya terhadap bidang datar, akan mempengaruhi rentang waktu penerimaa radiasi matahari. Suatu PATS yang kolektor nya 18

dimiringkan 30 0 kearah timur akan memiliki perbedaan dengan PATS yang kolektornya tidak dimiringkan terhadap permukaan datar. Perbedaannya adalah pada rentang waktu penerimaan radiasi dari kolektor dalam PATS. Kolektor yang dimiringkan 30 0 ke arah timur akan menerima radiasi surya saat matahari terbit sama dengan kolektor yang sejajar bidang datar. Namun radiasi surya yang diterima kolektor dengan kemiringan 30 0 akan berlangsung dalam rentang waktu yang lebih pendek dibanding kolektor sejajar bidang datar. Hal ini karena pada kolektor bidang datar, saat matahari sesaat akan terbenam, kolektor tersebut masih menerima radiasi surya. Berbeda bila kolektor dimiringkan 30 0 kearah timur yang membuat saat matahari berada disisi barat namun belum terbenam, kolektor tidak akan lagi menerima radiasi karena telah tertutup sisi luar kolektor itu sendiri. Dengan kata lain, kolektor sejajar horizontal menerima radiasi lebih lama dibanding dengan kolektor yang dimiringkan. Rasio radiasi matahari yang diterima kolektor yang dimiringkan dengan kolektor yang sejajar bidang datar dapat di lihat dalam persamaan berikut [4]: = =... (2.19) 2.2.5. Analisa Pengaruh Kemiringan Kolektor Terhadap Kerja PATS Pemilihan pengaplikasian besar sudut kolektor sangat berpengaruh terhadap performansi PATS. Pemilihan sudut yang salah akan berakibat langsung terhadap kemampuan optimum pemanasan air di tangki penampungan. Kolektor yang terlalu dimiringkan akan berpengaruh terhadap durasi kolektor dalam menerima radiasi matahari. Namun apabila kolektor tidak dimiringkan atau dengan kata lain sejajar bidang datar, walaupun kondisi ini baik terhadap durasi dan kemampuan penyerapan radiasi surya, namun akan kesulitan dalam siklus perputaran fluida kerja di pipa panas dalam menghantarkan panas ke air di dalam tangki. Semakin besar kemiringan kolektor terhadap bidang datar akan mempengaruhi kerja siklus perpindahan panas dalam memanaskan air didalam tangki air. Menurut Beckman [4] kemiringan terbaik untuk kolektor adalah berkisar antara 30 0, 45 0 dan 60 0. Hal ini dihitung berdasar pengaruh incidence angle modifier (Kτα) yang dapat dihitung dengan persamaan berikut [4]: 19

1 1.. (2.20).. (2.21) Dimana: = Besar energi radiasi yang diserap kolektor = panas yang hilang Nilai koefisien pengubah dimasukkan dalam persamaan 2.21 untuk mendapatkan besar energi radiasi surya yang di serap oleh kolektor. Berikut grafik koefisien sudut pengubah terhadap dan (1/ 1 Gambar 2.6. Pengaruh koefisien sudut pengubah terhadap kemiringan bidang datar untuk kolektor dengan pelindung (a) kaca satu lapis, (b) kaca dua lapis dan (c) kaca satu lapis dengan honeycomb. Sumber: Beckman, 2006 2.3. Panas, Panas Laten dan Panas Sensible Panas berbeda dengan suhu. Panas adalah salah satu bentuk energi. Panas dapat dirubah bentuknya menjadi bentuk energi lain atau sebaliknya energi lain dapat dirubah menjadi energi panas[7]. Menurut konsep thermodinamika heat panas) adalah perpindahan energi dari satu benda ke benda lain karena perbedaan suhu kedua benda tersebut. 20

2.3.1. Pengaruh heat (panas) terhadap wujud benda Semua benda dalam kondisi yang tepat yaitu pada tekanan dan suhu yang sesuai akan berbentuk padat, cair dan gas. Eksistensi energi pada molekul suatu benda dapat ditunjukan dengan suhu benda tersebut tetapi juga dapat ditunjukan dengan wujud benda tersebut. Dengan kata lain penambahan atau pengurangan panas dapat merubah bentuk benda serta suhu benda tersebut. Sebagai contoh logam akan mencair jika diberi panas yang cukup untuk mencairkannya. Fenomena yang umum kita kenal adalah mencairnya es dan mendidihnya air. Kedua kondisi tersebut adalah salah satu contoh penambahan dan pengenyahan panas terhadap suatu benda. 2.3.2. Jenis panas 2.3.2.1. Panas Sensibel Panas sensible adalah panas yang menyebabkan terjadinya kenaikan/penurunan temperatur, tetapi phasa (wujud) tidak berubah. 2.3.2.2. Panas Laten Panas laten adalah panas yang diperlukan untuk merubah phasa (wujud) benda, tetapi temperaturnya tetap. Panas laten penguapan (latent heat of vaporization) adalah jumlah panas yang harus ditambahkan kepada zat (cair) pada titik didihnya sampai wujudnya berubah menjadi uap seluruhnya pada suhu yang sama. Panas laten pengembunan (latent heat of condensation) adalah jumlah panas yang harus dibuang/dikeluarkan oleh zat (gas/uap) pada titik embunnya, untuk mengubah wujud zat dari gas menjadi cair pada suhu yang sama. Panas laten pencairan/peleburan (latent heat of fusion) adalah jumlah panas yang harus ditambahkan kepada zat (padat) pada titik leburnya sampai wujudnya berubah menjadi cair semuanya pada suhu yang sama. Panas laten pembekuan (latent heat of solidification) adalah jumlah panas yang harus dibuang/dikeluarkan oleh zat (cair) pada titik bekunya untuk mengubah wujudnya dari cair menjadi padat pada suhu yang sama. 21

2.3.3. Pemanfaatan Panas Laten Pada Alat Pemanas Air Tenaga Surya Panas yang di absorbsi kolektor pada suatu keadaan tertentu akan mengubah phasa dari refrigeran yang dipanaskan. Dengan di vakumnya refrigeran, maka tingkat titik didih akan menurun, dan dengan memafaatkan panas yang ada, refrigeran akan berubah fasa. Hal ini membuat jumlah kalor yang dapat di transfer dari refrigeran ke air dalam tangki reservoir akan semakin besar. Hal ini dapat di lihat pada besaran koefesien latent heat pada kondisi vakum, jumlah energi kalor yang dihasilkan menjadi lebih besar. Kalor ini lah yang akan di transfer ke dalam air di tangki reservoir. Berbeda dengan halnya bila kita menggunakan kolektor biasa, maka kalor yang akan diserap tidak akan sebesar dengan sistem pipa panas. 2.4. Alat Pemanas Air Tenaga Surya Pemanas air tenaga surya (PATS) merupakan produk teknologi yang memanfaatkan energi thermal surya yang cukup popular dan banyak digunakan, terutama di hotel, villa peristirahatan hingga perumahan. Seiring dengan itu, mulai beredar beberapa merek PATS domestik maupun impor yang banyak dipasarkan di masyarakat. Untuk perlindungan terhadap konsumen, telah dikeluarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk produk ini, berupa uji mutu sistem PATS yang diharapkan memberikan gambaran pada masyarakat akan mutu PATS yang dipasarkan. Dalam masalah ini bagaimana membuat PATS dengan efesiensi yang tinggi menjadi persoalan tertentu. Untuk itu dilakukan berbagai tinjauan pustaka agar di dapat efsiensi yang baik. Salah satunya adalah dengan melakuakn pengujian pada penelitian dan penyempurnaan dari alat yang telah ada. Kualitas unit PATS bergantung pada keandalan fisik dan kemampuan thermal system seperti kemampuan menyerap panas, kemampuan menyimpan panas, komponen kolektor thermal surya, komponen tangki air, rendahnya rugirugi panas kedua komponen tersebut dan kemampuan responsif pemanas tambahan. Pemanas Air Tenaga Surya harus mampu mengelola panas yang masuk untuk di olah atau memanfaatkan panas yang masuk untuk memindahkan panas 22

pada absorber ke air yang dipanaskan. Gambar 2.7. menunjukkan alat pemanas air tenaga surya yang digunakan dalam penelitian ini. Gambar 2.7. Alat Pemanas Air Tenaga Surya (PATS) 2.4.1. Cara Kerja Alat Pemanas Air Tenaga Surya Gambar 2.6.menunjukkan sebuah alat pemanas air tenaga surya dengan media pemanas refirgeran. Dengan didasari oleh teori efek rumah kaca, maka efektifitas pengumpulan panas bisa ditingkatkan.sehingga energi panas yang dipancarkan oleh matahari diserap dan dikumpulkan untuk ditingkatkan temperaturnya oleh kolektor.panas tersebut dialirkan terhadap pipa tembaga (1-2) yang berisi refrigeran, kemudian refrigeran akan menjadi panas. Akibatnya referigran berubah wujud dari cair menjadi gas dan massa jenis di titik 2 lebih kecil dari massa jenis di titik 1, sehingga referigran cenderung bergerak dari titik 1 ke titik 2. Referigran di titik 2 akan terdorong menuju titik 3 sambil melepaskan panas ke air yang ada pada tangki air. Pelepasan panas ini membuat referigran berubah wujud dari gas menjadi cair, dan suhunya akan turun. Pergerakan referigran ini meyebabkan terjadinya sirkulasi alamiah yang disebabkan efek 23

termosipon dimana referegran yang suhunya lebih tinggi massa jenisnya lebih rendah dan cenderung bergerak kesebelah atas. Posisinya akan digantikan referigran lain yang lebih dingin. Alat Pemanas Tenaga Surya ini memanfaatkan panas latent yang merubah fasa dari cair menjadi gas pada tempertaur tertentu lalu gas bersirkulasi didalam pipa panas menuju ke tangki air dan melepas kalor. Akbibat terjadi pelepasan kalor suhu refrigeran menurun yang memicu terjadinya sirkulasi secara alamiah. 2.4.2. Plat Absorber Pada Alat Pemanas Air Tenaga Surya Pemilihan plat absorber harus dilihat dari sifat material baik itu fisik maupun kimianya. Menurut Eka [16] umumnya bahan yang di pakai menjadi sebuah plat adalah material alumunium, baja tipis, plat besi tipis atau seng. Pemilihan ini harus memperhatikan tingkat emisivitas dari bahan itu sendiri. Emisivitas adalah rasio energi yang diradiasikan oleh material tertentu dengan energi yang diradiasikan oleh benda hitam (black body) pada temperatur yang sama. Ini adalah ukuran dari kemampuan suatu benda untuk meradiasikan energy yag diserapnya. Benda hitam memiliki emisivitas sama dengan 1 (ε=1) sementara objek sesunggunya mempunyai emisivitas kurang dari satu. Semakin kasar dan hitam suatu benda, akan memiliki nilai emisivitas yang lebih baik, semakin reflektif suatu benda, maka nilai emisivitas benda tersebut akan semakin kecil [19]. Berikut beberapa nilai emisivitas material yang sering digunakan dalam membuat kolektor surya seperti yang tertuang dalam tabel 2.3 Tabel 2.3 Emisivitas Material [19] Permukaan Material Koefisien Emisivitas (ε) Aluminium sheet Komersial 0,09 Baja Dipoles 0,07 Zink dipoles 0,045 Hitam Silicone Cat 0,93 Kaca Halus 0,92-0,94 24

2.4.3. Isolator Pada Alat Pemanas Air Tenaga Surya Untuk menghindari kebocoran energi panas yang terbuang sia sia ke lingkungan, dalam pemanfaatannya diperlukan suatu isolator untuk menahan panas dalam alat pemanas air tenaga surya. Dalam hal ini Rockwool mempunyai tingkat isolasi yang sangat baik. Berikut di jelaskan beberapa keunggulan rockwool menurut Kamstrup [11]: a. Tidak tergolong benda berbahaya b. Mempunyai tingkat insulasi yang sangat baik c. Mampu menahan pemanasan sampai suhu 820 o C d. Mempunyai densitas yang besar e. Tidak Korosif, tidak bersifat karsinogen, mutagenic dan toxic f. Tidak mudah rusak selama pemasangan g. Memiliki tingkat durabilitas yang baik h. Tingkat heat loss yang rendah ( sekitar 5%) Dengan sifat insulasi yang baik, dapat dihindari kebocoran panas, sehingga energi panas yang di serap oleh APATS dapat dimanfaatkan sebaik baiknya. Dalam APATS ini di insulasi di daerah sekitar pelat absorber, dinding reservoir air dan seluruh daerah yang memungkinkan terjadinya kehilangan panas. 2.4.4. Energi yang Sampai pada Kolektor Pemanas Air Tenaga Surya Untuk menghitung energi yang sampai pada kolektor atau energi yang berguna untuk kolektor alat pemanas air tenaga surya terlebih dahulu perlu diketahui bagaimana proses distribusi energi matahari yang dialami oleh kolektor itu sendiri. Ilustrasi panas yang diserap oleh absorber alat pemanas air tenaga surya menurut Soteris [5] dapat di lihat pada Gambar 2.8. 25

Q incident Q ref Kaca penutup Pelat absorber Q abs Gambar 2.8. Ilustrasi Panas yang Diserap oleh Absorber Alat Pemanas Air Tenaga Surya Pada Gambar 2.8.dapat dilihat bahwa panas matahari (Q incident ) sebagian dipantulkan ke atmosfir dan sebagian lagi diserap oleh kolektor. Panas yang diserap oleh kolektor (Q abs ) inilah yang akan digunakan untuk memanaskan refrigeran. Gambar 2.9. Ilustrasi Pengaruh arah sudut sumber energi terhadap besaran energi yang diterima Menurut Incropera [9] besaran energi radiasi yang akan diterima alat pemanas air tenaga surya akan di pengaruhi oleh sudut datangnya energi panas matahari seperti gambar 2.9. Energi radiasi yang sampai ke permukaan bumi akan di serap oleh kolektor yang digunakan untuk memanaskan air dalam alat pemanas 26

air tenaga surya. Jumlah energi radiasi per satuan luas yang diterima kolektor selama proses penelitian di sebut Q incident. Menurut Mehmet Esent [1], besarnya Q incident dapat dihitung dengan menggunakan rumus di bawah ini: 2 Qinciden A Idt...(2.16) t 1 Dimana: A = luas penampang dari pelat absorber (m 2 ) I = intensitas cahaya matahari (W/m 2 ) Sedangkan panas yang diserap oleh absorber dapat ditentukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut: Q...(2.17) abs Q incident Dan panas yang dipantulkan kembali ke atmosfir adalah: Q ref 1 Q incident......(2.18) Dimana: = difusitas bahan 2.4.5. Energi yang Diserap oleh air Energi panas yang sudah diterima oleh kolektor akan diberikan terhadap air. Besarnya energi tersebut menurut Mehmet Esent [1] dapat ditentukan dengan menggunakan rumus: Q u mwc pw Tw 2 Tw 1...(2.19) Dimana: m w = Massa air (kg) C pw = Panas jenis dari air (kj/kg. o C) T w1 = Temperatur awal air sebelum dipanaskan kolektor ( o C) T w2 = Temperatur actual setelah dipanaskan oleh kolektor ( o C) 27

2.4.6. Efisiensi dari Kolektor Efisiensi dari kolektor dapat didefinisikan sebagai perbandingan antara energi berguna yang diberikan kolektor ke air dengan panas incident. Hal itu menurut Mehmet Esent [1] dapat dirumuskan sebagai berikut: w pw Tw 2 Tw1 Qincident m C /...(2.20) Definisi efisiensi disini adalah kemampuan dari kolektor untuk memanasi air sampai suhu maksimum dalam rentang waktu tercepat. Semakin cepat didapat pemanasan suhu maksimum, maka akan semakin besar pula tingkat efisiensi yang diperoleh dan semakin lama rentang waktu pencapaian suhu maksimum, semakin kecil pula tingkat efisiensi yang didapat oleh kolektor. 2.5. Refrigeran R-718 Zat kimia ini merupakan suatu pelarut yang memiliki kemampuan untuk melarutkan banyak zat, seperti garam-garam, gula, asam, beberapa jenis gas dan zat organik lainnya.pada tekanan atmosfir R-718 (air) mendidih pada suhu 100 0 C dan membeku pada suhu 0 o C Apabila tekanannya dinaikkan maka titik didihnya semakin besar, sebaliknya bila tekanannya diturunkan titik didihnya lebih rendah. Pada tekanan vakum titik didih R-718 dibawah 100 o C seperti pada tekanan vakum 45 cmhg (0,4001 bar absolut) R-718 akan mendidih pada suhu 75,80 0 C. Refrigeran R-718 akan berubah menjadi gas jika temperaturnya dinaikkan dari 75,80 0 C pada tekanan vakum 45 cmhg dan akan berubah menjadi cair jika suhunya diturunkan. Berikut akan ditampilkan sifat refrigeran R-718 pada tekanan vakum 45 cmhg, 40 cmhg dan 35 cmhg: 28

Tabel 2.4. Sifat R-718 pada tekanan vakum 45 cmhg (0,4001 bar absolut) Properties R-718 Komposisi Hidrogen 11,19% Komposisi Oksigen 88,81% Massa jenis 1000 kg/m 3 Pada tekanan 1 bar dan 0 C Jenis warna Titik didih Titik didih pada 45 cmhg Specific heat liquid pada 45 cm Hg Specific heat vapour pada 45 cmhg Density liquid pada 45 cmhg Density vapour pada 45 cmhg Laten Heat pada 45 cmhg Tidak berasa dan tidak berbau Tidak berwarna 100 o C 75,80 o C 4,1936 kj/kg. o C 2,001 kj/kg. o C 974,32 kg/m 3 0,2498 kg/m 3 2319,23 kj/kg Tabel 2.5. Sifat R-718 pada tekanan vakum 40 cmhg (0,466 bar absolut) Properties R-718 Titik didih Titik didih pada 40 cmhg Specific heat liquid pada 40 cm Hg Specific heat vapour pada 40 cmhg Density liquid pada 40 cmhg Density vapour pada 40 cmhg Laten Heat pada 40 cmhg 100 o C 79,54 o C 4,196 kj/kg. o C 2,010 kj/kg. o C 972,07 kg/m 3 0,2885 kg/m 3 2310,11 kj/kg 29

Tabel 2.6. Sifat R-718 pada tekanan vakum 35 cmhg (0,533 bar absolut) Properties R-718 Titik didih Titik didih pada 35 cmhg Specific heat liquid pada 35 cm Hg Specific heat vapour pada 35 cmhg Density liquid pada 35 cmhg Density vapour pada 35 cmhg Laten Heat pada 35 cmhg 100 o C 82,81 o C 4,199 kj/kg. o C 2,020 kj/kg. o C 969,99 kg/m 3 0,2498 kg/m 3 2301,53 kj/kg 30