Teknologi Produksi Ubi Kayu melalui Sistem Integrasi Tanaman-Ternak sebagai Sumber Bahan Baku Bioetanol Idaryani

dokumen-dokumen yang mirip
TEKNOLOGI BUDIDAYA UBI KAYU UNTUK MENCAPAI PRODUKSI OPTIMAL

Teknologi Produksi Ubi Kayu Monokultur dan Tumpangsari Double-Row

VARIETAS UNGGUL DAN KLON-KLON HARAPAN UBIKAYU UNTUK BAHAN BAKU BIOETANOL

I. PENDAHULUAN. Ketergantungan terhadap bahan pangan impor sebagai akibat kebutuhan. giling (Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, 2015).

NURUL FATIMAH A

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang.

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan sumber bahan pangan ketiga di

Efektivitas Pupuk Organik Kotoran Sapi dan Ayam terhadap Hasil Jagung di Lahan Kering

BAB I PENDAHULUAN. minyak bumi pun menurun. Krisis energi pun terjadi pada saat ini, untuk

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

PENINGKATAN KEUNTUNGAN USAHA TANI KACANG TANAH MELALUI INTRODUKSI TEKNOLOGI VARIETAS UNGGUL DI DESA SIGEDONG KECAMATAN MANCAK KABUPATEN SERANG

Teknologi Budidaya Tumpangsari Ubi Kayu - Kacang Tanah dengan Sistem Double Row

I. PENDAHULUAN. Jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman pangan penting di dunia setelah

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan

II. IKLIM, TANAH DAN WILAYAH PRODUKSI

TEKNOLOGI PRODUKSI BIOMAS JAGUNG MELALUI PENINGKATAN POPULASI TANAMAN. F. Tabri Balai Penelitian Tanaman Serealia

Pada umumnya sebagai sumber pangan karbohidrat, pakan ternak dan bahan baku industri olahan pangan. Ke depan peranannya semakin penting dan strategis

I. PENDAHULUAN. Ubikayu merupakan salah satu tanaman penting di Indonesia. Ubikayu

V. VARIETAS UNGGUL UBI KAYU

BAB I PENDAHULUAN. Bahan Bakar Minyak (BBM) dalam negeri semakin berkurang, bahkan di

I. PENDAHULUAN. Jagung termasuk bahan pangan penting karena merupakan sumber karbohidrat

PENYIAPAN BIBIT UBIKAYU

I. PENDAHULUAN. keharusannya memenuhi kebutuhan pangan penduduk. Berdasarkan Sensus

BAB I PENDAHULUAN. Energi minyak bumi telah menjadi kebutuhan sehari-hari bagi manusia saat

BAB I PENDAHULUAN. maka kebutuhan energi juga mengalami peningkatan. Hal tersebut tidak

UJI ADAPTASI BEBERAPA VARIETAS JAGUNG HIBRIDA PADA LAHAN SAWAH TADAH HUJAN DI KABUPATEN TAKALAR

BAB I PENDAHULUAN. disegala bidang industri jasa maupun industri pengolahan bahan baku menjadi

VARIETAS UNGGUL UBIKAYU UNTUK BAHAN PANGAN DAN BAHAN INDUSTRI

TEKNOLOGI BUDIDAYA JAGUNG UNTUK PRODUKSI BIOMAS PADA LAHAN MARJINAL. M. Akil Balitsereal Maros ABSTRAK

ANALISIS KADAR BIOETANOL DAN GLUKOSA PADA FERMENTASI TEPUNG KETELA KARET (Monihot glaziovii Muell) DENGAN PENAMBAHAN H 2 SO 4

SISTEM PERTANIAN TERPADU TEBU-TERNAK MENDUKUNG SWASEMBADA GULA DAN DAGING

ANALISIS USAHATANI JAGUNG HIBRIDA PADA AGROEKOSISTEM LAHAN TADAH HUJAN

Prospek Produksi Benih Sumber Jagung Komposit di Provinsi Sulawesi Utara

I. PENDAHULUAN. Ketahanan pangan dan energi masih menjadi salah satu perhatian besar di

MODUL PTT FILOSOFI DAN DINAMIKA PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU KEDELAI

PENGATURAN POPULASI TANAMAN JAGUNG UNTUK MENINGKATKAN PENDAPATAN PETANI PADA LAHAN SAWAH TADAH HUJAN DI SIDRAP

PENDAHULUAN. Latar Belakang. sejak tahun Sentra produksi ubi jalar adalah Propinsi Jawa Barat, Jawa Tengah,

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan sesuatu hal yang sangat vital bagi kehidupan manusia.

I. PENDAHULUAN. yang dimiliki oleh suatu negara. Indonesia merupakan negara berkembang

Kebijakan PSO/Subsidi Pupuk dan Sistem Distribusi. I. Pendahuluan

I. PENDAHULUAN. terutama pangan dan energi dunia, termasuk Indonesia akan dihadapkan pada

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan energi dunia yang dinamis dan semakin terbatasnya cadangan energi

PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan komoditas pangan penghasil

DINAMIKA USAHATANI JAGUNG HIBRIDA DAN PERMASALAHANNYA PADA LAHAN KERING DI KABUPATEN BONE. Hadijah A.D. 1, Arsyad 1 dan Bahtiar 2 1

KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM BIDANG PERTANIAN UNTUK MEWUJUDKAN KEMANDIRIAN PANGAN DAN ENERGI BERBASIS PERTANIAN

Medan, November 2010 Ketua peneliti, Luthfi Aziz Mahmud Siregar, SP, MSc, PhD

I. PENDAHULUAN. Ketahanan pangan dan krisis energi sampai saat ini masih menjadi salah satu

Sistem Usahatani Terpadu Jagung dan Sapi di Kabupaten Takalar Provinsi Sulawesi Selatan

PENGARUH TUMPANG SARI DAN JARAK TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.)

BAB I PENDAHULUAN. penduduk Indonesia. Bagi perekonomian Indonesia kacang kedelai memiliki

I. PENDAHULUAN. Adalah penting bagi Indonesia untuk dapat mewujudkan ketahanan pangan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

PENERAPAN SISTEM TANAM JAJAR LEGOWO JAGUNG HIBRIDA UNTUK PENINGKATAN PRODUKTIVITAS DI LAHAN INCEPTISOLS GUNUNGKIDUL

BAB I PENDAHULUAN. penting di Indonesia termasuk salah satu jenis tanaman palawija/ kacang-kacangan yang sangat

memenuhi kebutuhan warga negaranya. Kemampuan produksi pangan dalam negeri dari tahun ke tahun semakin terbatas. Agar kecukupan pangan nasional bisa

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

Oni Ekalinda, Reni Astarina dan Anita Sofia Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Riau Abstrak.

PEMUPUKAN TANAMAN UBIKAYU BERDASARKAN METODE PERANGKAT UJI TANAH KERING DALAM MENINGKATKAN PRODUKSI

Kebijakan Sektor Pertanian Mendukung Pengembangan BBN

UJI ADAPTASI BEBERAPA VARIETAS JAGUNG PADA LAHAN SAWAH TADAH HUJAN DI TAKALAR

UJI GENOTIPE JAGUNG HIBRIDA UMUR GENJAH TOLERAN LAHAN MASAM DI KALIMANTAN SELATAN

SILASE TONGKOL JAGUNG UNTUK PAKAN TERNAK RUMINANSIA

Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan

I. PENDAHULUAN. Teknologi revolusi hijau di Indonesia digulirkan sejak tahun 1960 dan

Wilayah Produksi dan Potensi Pengembangan Jagung

LAND CONVERSION AND NATIONAL FOOD PRODUCTION

BAB I PENDAHULUAN. semakin meningkat seiring dengan terus meningkatnya pertumbuhan

AGRIBISNIS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA

PENGARUH MANAJEMEN JERAMI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI SAWAH (Oryza sativa L.) Oleh: MUDI LIANI AMRAH A

Perkembangan Produksi dan Kebijakan dalam Peningkatan Produksi Jagung

Teknologi Produksi Ubi Jalar

PEMANFAATAN LIMBAH PASAR SEBAGAI PAKAN RUMINANSIA SAPI DAN KAMBING DI DKI JAKARTA

DESKRIPSI VARIETAS UNGGUL UBIKAYU UK-1

POLA USAHATANI PADI, UBI JALAR, DAN KATUK UNTUK MENGAKUMULASI MODAL DAN MENINGKATKAN PENDAPATAN PETANI

Pemanfaatan Jerami Padi sebagai Pupuk Organik In Situ untuk Memenuhi Kebutuhan Pupuk Petani

KADAR GLUKOSA DAN BIOETANOL HASIL FERMENTASI TEPUNG UMBI KETELA POHON (Manihot utilissma, Pohl) VARIETAS MUKIBAT DENGAN PENAMBAHAN Aspergillus niger

Analisis Usahatani Beberapa Varietas Unggul Baru Jagung Komposit di Sulawesi Utara

BUDIDAYA TANAMAN JAGUNG (KAJIWIDYA DI BBPP BINUANG) SUSMAWATI WIDYAISWARA MUDA

Teknologi Pertanian Sehat Kunci Sukses Revitalisasi Lada di Bangka Belitung

PENDAHULUAN. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Jagung merupakan kebutuhan yang cukup penting bagi kehidupan manusia dan

stabil selama musim giling, harus ditanam varietas dengan waktu kematangan yang berbeda. Pergeseran areal tebu lahan kering berarti tanaman tebu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan substansi pokok dalam kehidupan manusia sehingga

TENTANG REKOMENDASI PEMUPUKAN N, P, DAN K PADA PADI SAWAH SPESIFIK LOKASI

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah tanaman semusim yang tumbuh

I. PENDAHULUAN. Ubikayu (Manihot esculenta Crantz.) merupakan komoditas yang menjadi salah

Gambar 1. Varietas TAKAR-1 (GH 4) Edisi 5-11 Juni 2013 No.3510 Tahun XLIII. Badan Litbang Pertanian

OPTIMALISASI USAHA PENGGEMUKAN SAPI DI KAWASAN PERKEBUNAN KOPI

Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

PELUANG PENINGKATAN PRODUKTIVITAS JAGUNG DENGAN INTRODUKSI VARIETAS SUKMARAGA DI LAHAN KERING MASAM KALIMANTAN SELATAN

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan salah satu tanaman pangan

TINJAUAN PUSTAKA. keberhasilan usaha pengembangan peternakan disamping faktor bibit dan

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KEDELAI. Edisi Kedua. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian AGRO INOVASI

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian

I. PENDAHULUAN. menentukan keberhasilan dalam kegiatan budidaya ikan. Kebutuhan pakan ikan

BAB I PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L] Merr.) merupakan tanaman komoditas pangan

Pengaruh Beberapa Jarak Tanam terhadap Produktivitas Jagung Bima 20 di Kabupaten Sumbawa Nusa Tenggara Barat

UBI JALAR. Seleksi Gulud Tunggal Klon-klon Ubi jalar. Berkadar Betakarotin Tinggi

II. TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

491 TEKNOLOGI PRODUKSI UBI KAYU MELALUI SISTEM INTEGRASI TANAMAN- TERNAK SEBAGAI SUMBER BAHAN BAKU BIOETANOL Technology of Cassava Production through Integrated Crop-Livestock System as a Source of Raw Material for Bioetanol Idaryani Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan Jl. Perintis Kemerdekaan Km.17,5, Makassar E-mail: idaryani@yahoo.com ABSTRACT To reduce the high rate of fuel imports, the goverment has launched a program of utilization of alternative energy sources, such as bioetanol. From several sources of bioetanol, cassava is a potential food crops used a raw material because it can be produced in large quantities in various agro-ecosystem. Efforts to increase cassava production could be achieved through intensification program by conducting integrated cassava-livestock farming system. The farming system ensures the availability of cattle waste (organic matter) in situ that is crucial to guarantee of improved land productivity. The purpose of this research was to give information about cassava production technology to increase productivity as a source of bioetanol through integrated crop-livestock farming system. Data and information were obtained through internet searching and literature reviews as well as direct observation in cassava producing centers from August to December 2014. Data and information were analyzed descriptively. The result showed that integrated cassava-goat farming system could improve cassava production by 20%, and automatically increase farmers income from Rp850,000 (cassava farming) and Rp131,530 (goat farming) to Rp1,460,120 (integrated farming system) Key words: cassava, bioetanol, integrated cassava-goat farming system ABSTRAK Untuk menekan laju impor BBM, pemerintah telah mencanangkan program pemanfaatan sumber energi alternatif, di antaranya adalah bioetanol. Dari beberapa sumber bioetanol, ubi kayu merupakan salah satu komoditas tanaman pangan yang potensial digunakan sebagai bahan baku karena dapat diproduksi dalam jumlah yang besar pada berbagai agroekosistem. Upaya untuk meningkatkan produksi ubi kayu dapat ditempuh melalui program intensifikasi dengan melakukan sistem usaha tani integrasi ubi kayu dan ternak. Dengan sistem usaha tani tersebut ketersediaan kotoran ternak (bahan organik) secara in situ yang sangat penting untuk meningkatkan produktivitas lahan dapat terjamin. Tujuan penelitian adalah untuk memberikan informasi mengenai teknologi produksi ubi kayu untuk meningkatkan produktivitas sebagai sumber bioetanol melalui sistem integrasi tanaman dan ternak. Data dan informasi diperoleh dengan melakukan penelusuran melalui internet dan studi pustaka, serta pengamatan langsung di daerah sentra ubi kayu, dan berlangsung pada bulan Agustus- Oktober 2014. Selanjutnya, data dan informasi tersebut dianalisis secara deskriptif. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa integrasi ubi kayu dan ternak kambing dapat meningkatkan produksi ubi kayu sebesar 20% yang otomatis dapat meningkatkan pendapatan petani dari Rp850.000 (budi daya ubi kayu) dan Rp131.530 (budi daya kambing) menjadi Rp1.460.120 (sistem integrasi). Kata kunci: ubi kayu, bioetanol, integrasi ubi kayu-kambing PENDAHULUAN Kebutuhan energi bahan bakar yang berasal dari eksplorasi fosil terus meningkat seiring dengan meningkatnya pertumbuhan industri dan ekonomi. Hal tersebut dapat menjadi masalah besar ketika negara belum bisa mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar fosil atau bahan bakar minyak (BBM), sedangkan cadangan sumber energi tersebut makin terbatas. Fluktuasi suplai dan harga minyak bumi yang terjadi seharusnya membuat kita sadar bahwa jumlah cadangan minyak semakin menipis (Puslitbangtan, 2006).

492 Prosiding Seminar Nasional Hari Pangan Sedunia Ke-34: Pertanian-Bioindustri Berbasis Pangan Lokal Potensial Bahan Bakar Minyak (BBM) dalam negeri menjadi semakin berkurang, bahkan di beberapa tempat terpencil mengalami kelangkaan pasokan. Oleh karena itu, sudah saatnya Indonesia mencari alternatif lain, sumber energi fosil yang sifatnya tidak terbarukan beralih ke sumber energi berbahan baku nabati yang sifatnya terbarukan. Sebagai negara agraris dan tropis, Indonesia telah dianugerahi kekayaan alam yang melimpah yang dapat digunakan sebagai bioenergi. Selain merupakan solusi menghadapi kelangkaan energi fosil pada masa mendatang, bioenergi bersifat ramah lingkungan, dapat diperbaharui (renewable), serta terjangkau masyarakat (Hambali et al., 2007). Di antara beberapa jenis BBM, premium cukup dominan penggunaannya sebagai bahan bakar transportasi nasional. Berbagai penelitian menunjukkan penggunaan untuk bahan campuran premium hingga kandungan 20% oktannya, 10% lebih tinggi dibandingkan dengan premium murni dan tidak memengaruhi kinerja mesin kendaraan. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 5/2006, dalam kurun waktu 2007-2010 pemerintah menargetkan mengganti 1,48 miliar liter bensin dengan bioetanol. Diperkirakan kebutuhan bioetanol akan meningkat 10% pada tahun 2011-2015 dan 15% pada 2016-2025. Pada kurun pertama 2007-2010 selama 3 tahun pemerintah memerlukan rata-rata 30.833.000 liter bioetanol/bulan. Saat ini bioetanol baru dapat dipasok sebanyak 137.000 liter setiap bulannya (0,4%). Hal ini berarti setiap bulan pemerintah kekurangan pasokan 30.696.000 liter bioetanol sebagai bahan bakar (Nurianti, 2007). Bioetanol adalah cairan biokimia pada proses fermentasi gula dari sumber karbohidrat dengan menggunakan bantuan mikroorganisme dilanjutkan dengan proses destilasi. Sebagai bahan baku digunakan tanaman yang mengandung pati, selulosa, dan sukrosa. Dalam perkembangannya produksi bioetanol yang paling banyak digunakan adalah metode fermentasi dan destilasi. Bioetanol dapat digunakan sebagai pengganti bahan bakar minyak tergantung dari tingkat kemurniannya. Bioetanol dengan kadar 95-99% dapat dipakai sebagai bahan substitusi premium (bensin), sedangkan kadar 40% dipakai sebagai bahan substitusi minyak tanah (Nurianti, 2007). Dari beberapa sumber bioetanol, ubi kayu merupakan salah satu tanaman yang potensial digunakan sebagai bahan baku karena dapat diproduksi dalam jumlah yang besar di berbagai agroekosistem. Ubi kayu merupakan jenis ubi yang banyak dikonsumsi masyarakat. Ubi kayu merupakan sumber karbohidrat yang paling penting setelah beras, sesuai dengan kemajuan teknologi pengolahan ubi kayu tidak hanya terbatas pada produksi pangan, tetapi merambah sebagai bahan baku industri pelet atau pakan ternak, tepung tapioka pembuatan alkohol, tepung gaplek, ampas tapioka yang digunakan dalam industri kue, roti, kerupuk, dan lain-lain (Nurianti, 2007). Penggunaan premium dengan laju pertumbuhan rata-rata 7% per tahun, mengakibatkan kebutuhan akan bioetanol pada tahun 2015, 2020, dan 2025 masing-masing 2,53 juta kl, 3,54 juta kl, dan 4,97 juta kl. Di sisi lain, produksi ubi kayu pada tahun 2012 hanya 21,5 juta ton, sedangkan permintaan untuk pangan, pakan, dan bahan baku industri mencapai 24,8 juta ton. Hal ini merupakan tantangan dan sekaligus peluang bagi upaya pengembangan usaha tani ubi kayu dan industri bioetanol yang akan berdampak terhadap perluasan lapangan kerja. Salah satu upaya yang dilakukan untuk meningkatkan produktivitas ubi kayu yaitu dengan introduksi varietas unggul serta budi daya yang tepat, dengan sistem usaha tani integrasi ubi kayu dengan ternak. Tujuan penyusunan makalah ini adalah untuk memberikan informasi teknologi produksi ubi kayu untuk meningkatkan produktivitas sebagai sumber bioetanol melalui sistem integrasi tanaman dan ternak. METODE PENELITIAN Pengumpulan data dan informasi diperoleh dengan melakukan penelusuran melalui internet, studi pustaka, dan pengamatan langsung di daerah sentra produksi ubi kayu (Kabupaten Maros, Gowa, dan Jeneponto) dan dilakukan sejak bulan Agustus-Oktober 2014. Data dan informasi yang dikumpulkan kemudian dianalisis secara deskriptif.

493 HASIL DAN PEMBAHASAN Teknologi Produksi Ubi Kayu sebagai Bahan Baku Bioetanol Varietas unggul Keberhasilan peningkatan produksi ubi kayu sangat tergantung pada kemampuan penyediaan dan penerapan inovasi teknologi yang meliputi varietas unggul dan penyediaan benih bermutu, serta teknologi budi daya yang tepat. Ketersediaan varietas unggul merupakan salah satu faktor penting dalam usaha meningkatkan produktivitas ubi kayu (Badan Litbang Pertanian, 2006). Dengan demikian untuk meningkatkan mutu, nilai tambah, dan peningkatan pendapatan, diperlukan pembentukan varietas unggul yang sesuai. VUB merupakan komponen teknologi produksi yang sangat strategis dalam upaya meningkatkan produksi ubi kayu karena berkaitan dengan potensi hasil yang tinggi. Varietas unggul baru yang mempunyai karakter sesuai dengan kebutuhan dan preferensi pengguna juga relatif mudah diterima petani, dan kompatibel dengan komponen teknologi budi daya lain. Hingga tahun 2009, Badan Litbang Pertanian telah melepas 10 varietas unggul ubi kayu dengan beberapa sifat keunggulannya. Dibandingkan dengan komoditas pangan lainnya (padi, jagung, kedelai, kacang tanah, kacang hijau, dan ubi jalar), pembentukan/pelepasan varietas unggul ubi kayu di Indonesia masih tertinggal atau lambat, sebab selama ini di samping komoditas ubi kayu belum memperoleh prioritas, juga karena umur panennya panjang (8 10 bulan). Untuk bahan baku bioetanol, selain produksi dan kadar pati juga diperlukan varietas yang mempunyai kadar gula total dan nilai konversi etanol yang tinggi. Kriteria varietas ubi kayu yang sesuai untuk bahan baku bioetanol: (1) berkadar pati tinggi, (2) potensi hasil tinggi, (3) tahan cekaman biotik dan abiotik, (4) fleksibel dalam usaha tani dan umur panen. Dari 16 varietas unggul ubi kayu yang telah dilepas hingga saat ini, varietas Adira-4, Malang-6, UJ-3, dan UJ-5 memiliki karakter yang sesuai dengan kriteria tersebut (Tabel 1 dan Tabel 2). Tabel 1. Karakteristik empat varietas ubi kayu yang sesuai untuk bahan baku bioetanol Varietas Umur Kadar pati Hasil (t/ha) (bln) (%) Ketahanan terhadap hama penyakit Adira-4 8 25-40 25-30 Tahan terhadap penyakit layu Malang-6 9 36,4 25-32 Agak tahan hama kutu merah UJ-3 8 30-40 25-30 Tahan penyakit bakteri UJ-5 9-10 25-38 20-30 Tahan penyakit bakteri Sumber: Puslitbangtan (2008) Tabel 2. Komposisi kadar BK, gula total, dan konversi umbi segar empat varietas ubi kayu untuk bahan baku bioetanol a Varietas Kadar BK (%) Kadar gula total (%) Konversi umbi segar kupas menjadi etanol (kg/liter) Adira-4 39,51 40,93 4,70 Malang-6 41,34 36,22 4,93 UJ-3 46,31 34,47 4,52 UJ-5 45,49 41,29 4,29 Keterangan: a Etanol dengan kadar 96% (efisiensi distilasi dianggap 95%) Sumber: Ginting et al. (2006) Selain berdaya hasil tinggi dan berkadar pati tinggi, Adira-4 juga berumur genjah, tahan terhadap penyakit layu yang merupakan penyakit penting ubi kayu, dan sesuai dikembangkan dalam pola tumpang sari. Varietas Adira-4 dengan sifat utama rasa enak dan warna daging ubi kuning telah

494 Prosiding Seminar Nasional Hari Pangan Sedunia Ke-34: Pertanian-Bioindustri Berbasis Pangan Lokal Potensial berkembang di daerah perkotaan, baik untuk konsumsi olahan langsung maupun setelah melalui proses fermentasi menjadi tape. Varietas Malang-6 agak tahan terhadap hama kutu merah. UJ-3 dan UJ-5 tahan terhadap bakteri hawar daun. Sifat penting lainnya dari keempat varietas adalah: (1) daun tidak cepat gugur, (2) adaptif terhadap tanah ber-ph tinggi dan rendah, (3) adaptif pada kondisi populasi tinggi sehingga dapat menekan pertumbuhan gulma, dan (4) dapat dikembangkan dalam pola tumpangsari. Dengan pengelolaan yang baik, varietas unggul yang tersedia saat ini mampu berproduksi 30-40 ton/ha. Potensi hasil ini menjadi salah satu faktor pendorong pengembangan industri bioetanol berbahan baku ubi kayu. Berdasarkan umur panen tanaman, varietas ubi kayu dikelompokkan menjadi tiga, yaitu umur genjah, sedang, dan dalam yang masing-masing dipanen pada fase kadar pati optimal, mulai umur 7 bulan, 8 bulan, dan 9 bulan. Kadar pati ubi kayu tidak menurun meski panen ditunda beberapa bulan setelah fase kadar pati optimal, bahkan hasil pati meningkat karena bobot ubi cenderung meningkat dengan bertambahnya umur tanaman. Hal ini merupakan nilai tambah bagi usaha tani ubi kayu dalam konteks pengembangan industri bioetanol karena waktu panennya dapat disesuaikan dengan kebutuhan industri. Penundaan umur panen dapat meningkatkan hasil pati sepanjang tidak terjadi anomali iklim dan gangguan organisme pengganggu. Meskipun umur panen ubi kayu bersifat fleksibel, namun penurunan kadar pati akibat anomali iklim dan gangguan hama penyakit tanaman dapat terjadi bila penundaan panen relatif lama. Salah satu cara untuk mengatasi masalah tersebut adalah penanaman multivarietas (varietas umur genjah, sedang, dan dalam) secara periodik pada suatu wilayah pengembangan, sehingga panen dapat dilakukan secara periodik. Populasi tanaman dan jarak tanam Di samping varietas, teknologi budi daya pendukung akan membantu varietas suatu tanaman untuk menghasilkan sesuai dengan potensi hasilnya. Jarak tanam atau populasi tanaman per hektar merupakan komponen teknologi yang paling pertama dulu mendapat perhatian para petani, sebab komponen tersebut selain mudah dipahami dan diterapkan petani, juga sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman. Tanaman dapat memanfaatkan hara dan cahaya surya (matahari) secara maksimal bila indeks luas daun mencapai 3,5 m 2 /m 2 lahan. Angka ini dapat dicapai pada populasi tanaman dan jarak tanam yang optimal. Kondisi optimal tersebut berbeda untuk setiap tingkat kesuburan tanah, sistem tanam, dan tipe kanopi tanaman. Faktor dominan yang menentukan populasi tanaman dalam mendapatkan indeks luas daun optimal adalah tingkat kesuburan tanah dan tipe kanopi. Diameter kanopi ubi kayu pada tanah subur lebih lebar dibandingkan dengan di tanah kurus, demikian pula diameter kanopi antara varietas ubi kayu tipe bercabang dengan tidak bercabang. Oleh karena itu, populasi tanaman lebih dari 10.000 batang/ha tidak meningkatkan hasil ubi kayu pada tanah yang subur, baik untuk varietas tipe bercabang maupun tidak bercabang. Hal ini disebabkan oleh adanya kompetisi antartanaman dalam mendapatkan sinar matahari dan hara pada populasi lebih dari 10.000 tanaman/ha. Diameter kanopi ubi kayu pada lahan kurus lebih sempit dibandingkan dengan di tanah subur, dengan demikian peningkatan populasi tanaman hingga 15.000 tanaman/ha dapat meningkatkan hasil sekitar 16%. Hasil menurun sekitar 20% bila populasi ditingkatkan hingga 17.500 tanaman/ha karena terjadinya kompetisi pengambilan cahaya dan hara oleh tanaman. Jarak tanam ubi kayu yang sesuai sangat ditentukan antara lain oleh sistem tanam, pola pertumbuhan tanaman, dan tingkat kesuburan lahan. Pada sistem monokultur, penanaman ubi kayu biasanya dilakukan pada jarak tanam 100 cm x 100 cm atau 100 cm x 80 cm. Ubi kayu dengan pola percabangan di bawah umumnya ditanam dengan jarak yang lebih lebar (125 cm x 125 cm). Pada tanah yang kurang subur untuk mendapatkan hasil yang tinggi per satuan luas, ubi kayu dapat ditanam dengan jarak tanam yang lebih rapat. Dengan menanam lebih rapat, meskipun hasil per

495 tanaman lebih sedikit tapi karena populasinya tinggi hasil umbi per satuan luas menjadi lebih tinggi pula. Tabel 3. Pengaruh jarak tanam dan populasi tanaman terhadap hasil pada tanah kurang subur untuk tipe varietas tidak bercabang Jarak tanam (cm) Populasi tanaman/ha Hasil ubi segar (ton/ha) 100 x 100 10.000 17,4 125 x 80 10.000 18,1 100 x 80 12.500 16,7 125 x 64 12.500 18,7 90 x 74 15.000 20,1 100 x 66 15.000 21,5 76 x 75 17.500 19,5 100 x 57 17.500 17,1 Sumber: Badan Litbang Pertanian (2006) Waktu tanam Hasil optimal ubi kayu berpeluang dicapai bila tanaman mendapat pengairan bulanan yang ideal, yaitu 100-150 mm, 200-300 mm, dan 150 mm masing-masing pada saat tanaman berumur 0-3 bulan, 4-10 bulan, sebelum dan saat panen. Tanaman ubi kayu sebagian besar diusahakan di lahan kering di mana ketersediaan air tergantung pada hujan. Pada daerah yang beriklim kering, sebaiknya penanaman dilakukan pada awal musim hujan, sedangkan pada daerah beriklim basah penanaman dapat dilakukan pada awal sampai akhir musim hujan. Untuk memenuhi kebutuhan bahan baku industri bioetanol sepanjang tahun diperlukan pewilayahan hamparan pertanaman berdasarkan waktu tanam dan umur panen ubi kayu. Perbedaan waktu tanam dan umur panen memengaruhi produktivitas ubi kayu, sehingga perlu pergiliran waktu tanam setiap dua tahun untuk peluang mendapatkan hasil tinggi merata atau tanpa pergiliran waktu tanam asal setiap petani membagi lahannya menjadi tiga periode kelompok tanam. Varietas yang sesuai untuk tiap kelompok adalah varietas umur sedang (dipanen mulai umur 9 bulan) pada tahun pertama dan diikuti oleh varietas umur genjah (dipanen mulai umur 7 bulan). Dengan demikian, maka akan diperoleh hasil 15-28 ton/ha dari tanaman yang dipanen pada umur 9-12 bulan. Pemupukan Ubi kayu merupakan tanaman yang adaptasi pada lingkungan tumbuh yang lebih baik dibanding tanaman pangan lain (toleran kekeringan, toleran masam, toleran kadar Al-dd yang lebih tinggi, mampu mengekstrak hara yang lebih efektif). Kemampuan adaptasi tanaman ubi kayu yang baik menyebabkan tanaman ini dapat tumbuh dan menghasilkan biarpun diusahakan pada lahan suboptimal maupun marjinal. Jumlah hara yang diambil untuk setiap ton umbi yang dihasilkan adalah lebih kurang 6,5 kg N, 2,24 P 2 0 5 dan 4,32 kg K 2 0. Hara yang terangkut dari dalam tanah tersebut perlu diganti melalui tindakan pemupukan organik dan anorganik (Saleh et al, 2006). Oleh karena itu, dalam jangka panjang produktivitasnya pada lahan suboptimal/marjinal juga akan cepat menurun apabila dalam pengusahaannya tanpa disertai dengan pemupukan yang seimbang dengan hara yang diekstraksi. Untuk mendapatkan hasil tinggi tanpa menurunkan tingkat kesuburan tanah, hara yang terbawa panen tersebut harus diganti melalui pemupukan setiap musim. Tanpa pemupukan akan terjadi pengurasan hara, sehingga tingkat kesuburan tanah menurun. Pemupukan yang tidak rasional atau tidak berimbang juga dapat merusak kesuburan tanah. Sebagian besar lahan kering pada daerah pengembangan ubi kayu mempunyai kadar bahan organik yang rendah dengan kandungan P dan K berkisar dari rendah sampai sangat rendah,

496 Prosiding Seminar Nasional Hari Pangan Sedunia Ke-34: Pertanian-Bioindustri Berbasis Pangan Lokal Potensial sehingga perlu dijadikan pertimbangan dalam penggunaan pupuk. Pupuk N memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap pertumbuhan tanaman, sehingga petani lebih banyak menggunakan pupuk tersebut, sedangkan pupuk P dan K belum jelas pengaruhnya terhadap pertumbuhan tanaman, meskipun sangat diperlukan karena ketersediaan kedua pupuk tersebut dalam tanah rendah. Untuk itu sangat dianjurkan untuk menggunakan pupuk P dan K selain pupuk N. Selain pupuk anorganik, sebaiknya juga menggunakan pupuk organik. Penggunaan pupuk organik dimaksudkan untuk: (1) mengoptimalkan fungsi mikroba tanah, (2) meningkatkan daya pegang partikel terhadap air, (3) mencegah terjadinya antagonis antarkation di tanah, (4) meningkatkan kadar N tanah, dan (5) efisiensi penggunaan pupuk anorganik. Efisiensi pemupukan dapat ditingkatkan melalui pengaturan cara dan waktu pemberian, yaitu bersamaan dengan pembuatan guludan untuk pupuk organik dan SP-36 + 1/3 Urea + 1/3 KCl sebagai pupuk dasar, dan sisanya diberikan pada bulan ke-3 atau ke-4. Panen Umur panen ubi kayu terutama pada saat kadar pati dalam keadaan optimal, yaitu pada saat tanaman berumur 7-9 bulan. Bobot ubi meningkat dengan bertambahnya umur tanaman, sedangkan kadar pati cenderung stabil pada umur 7-9 bulan. Hal ini menunjukkan bahwa umur panen ubi kayu fleksibel, tanaman dapat dipanen pada umur 7 bulan atau ditunda sampai berumur lebih dari 12 bulan. Fleksibilitas umur panen tersebut memberi peluang bagi keberlanjutan penyediaan ubi kayu untuk bahan baku bioetanol. Penundaan umur panen hanya dapat dilakukan di daerah beriklim basah dan tidak sesuai di daerah beriklim kering. Untuk menghindari cekaman kekeringan, penanaman dapat dilakukan serentak pada awal musim hujan serta panen serentak, dengan demikian maka 80% dari produksi ubi kayu terkonsentrasi pada musim kemarau. Tabel 4. Hasil ubi segar dan pati ubi kayu pada umur panen berbeda Umur panen (bulan) Hasil ubi segar (ton/ha) Hasil pati (ton/ha) 8 16,19 2,31 10 23,06 4,81 12 31,31 5,94 14 37,56 7,38 16 41,50 8,69 18 45,25 9,19 Sumber: Badan Litbang Pertanian (2006) Integrasi Tanaman dan Ternak Tanaman ubi kayu sebagian besar dikembangkan pada lahan kering yang memiliki kandungan bahan organik rendah. Upaya untuk mendapatkan produktivitas yang tinggi dihadapkan kepada rendahnya produktivitas pada sebagian besar lahan pertanian yang ditandai oleh rendahnya kandungan bahan organik tersebut terutama hara makro utama (Abdurrachman et al., 2005). Pengembangan integrasi tanaman ubi kayu ternak merupakan salah satu cara yang dapat mengatasi masalah tersebut. Sistem usaha tani ini menyediakan kotoran ternak (bahan organik) secara in situ yang penting artinya untuk meningkatkan produktivitas lahan. Penggunaan pupuk organik akan meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk anorganik dan sejalan dengan konsep pemupukan berimbang. Penggunaan bahan organik dan pupuk anorganik secara kontinu dapat menjamin kelestarian usaha tani dengan biaya produksi yang relatif murah. Integrasi merupakan sistem yang sinergisme dari usaha tani yang diintegrasikan. Tanaman dan ternak dalam hal ini mampu memanfaatkan produk ikutan dari masing-masing komoditas (Direktorat Jenderal Peternakan, 2008). Pemerintah melalui Kementerian Pertanian telah dan masih terus menggalakkan program integrasi ternak ruminansia dengan tanaman, baik tanaman pangan,

497 hortikultura maupun tanaman perkebunan, kebijakan yang telah disusun yaitu rencana strategis (Renstra) pembangunan pertanian 2010-2014. Upaya tersebut dilakukan untuk meningkatkan produktivitas usaha tani tanaman dan ternak, yang pada akhirnya akan bermuara pada peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani. Konsep integrasi tanaman dan ternak, baik itu tanaman perkebunan, pangan, dan hortikultura adalah menempatkan dan mengusahakan sejumlah ternak, dalam hal ini adalah ternak ruminansia (kerbau, sapi, domba, kambing) maupun pseudoruminansia (kelinci, kuda) tanpa mengurangi aktivitas dan produktivitas tanaman. Bahkan keberadaan ternak ini harus dapat meningkatkan produktivitas tanaman sekaligus dengan produksi ternaknya. Integrasi ubi kayu-ternak dimaksudkan untuk meningkatkan produksi ubi kayu lebih dari 10% per tahun, dan meningkatkan pendapatan petani dari usaha budi daya ternak kambing dan budi daya tanaman ubi kayu secara terintegrasi. Pola pengelolaan sistem pertanian integrasi adalah sistem integrasi tanaman dan ternak, dengan spesifikasi sistem pertanian integrasi tanaman ubi kayu dan ternak kambing. Hal tersebut dicirikan dengan adanya sinergisme atau keterkaitan yang saling menguntungkan antara tanaman ubi kayu dan ternak kambing. Petani memanfaatkan limbah atau kotoran ternak sebagai pupuk organik untuk tanaman ubi kayu, kemudian memanfaatkan limbah hasil ikutan tanaman ubi kayu tanpa perlakuan fermentasi sebagai pakan ternak kambing. Berdasarkan hal tersebut petani integrasi telah menerapkan konsep LEISA sehingga dapat meminimalkan biaya produksi. Setelah tanaman ubi kayu dipanen biasanya akan dihasilkan limbah berupa daun dan batang tanaman. Ubi kayu yang berukuran kecil bukan digolongkan sebagai limbah walaupun tidak bisa dijadikan gaplek tetapi digunakan sebagai pakan ternak bersama-sama dengan daun dan batang dalam bentuk sudah kering maupun dalam keadaan segar. Batang tanaman ubi kayu biasanya langsung diberikan pada ternak kambing dalam bentuk batangan dan kambing biasanya memakan hanya bagian kulitnya saja (Supriadi et al., 2013). Beberapa bagian tanaman selain hijauan daun, yaitu berupa batang tanaman, kulit umbi, dan umbi berukuran kecil merupakan bagian-bagian tanaman ubi kayu yang dipergunakan sebagai pakan ternak kambing. Limbah (kotoran) ternak kambing kemudian diolah, selanjutnya dijadikan pupuk organik pada tanaman ubi kayu. Cara pemupukan dengan disebar di atas permukaan tanah menjelang penanaman dan bila hujan pertama kali datang pupuk akan mengambang dan hanyut terbawa air. Tabel 5. Pengaruh pupuk organik terhadap hasil ubi kayu Takaran pupuk organik (ton/ha) Hasil umbi segar (ton/ha) UJ-5 Malang-6 0 15,00 15,06 3 18,80 19,47 6 22,0 22,20 Pupuk dasar: 150 kg Urea + 100 kg ZA + 100 kg SP36 + 100 kg KCl/ha. Sumber: Ispandi dan Munip (2006) Tingkat produktivitas pada ternak kambing jantan yang telah diberi pakan tambahan berbahan umbi, batang, dan daun ubi kayu dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 6. Pengaruh pemberian pakan tambahan terhadap pertambahan berat badan pada ternak kambing Jenis pakan tambahan Pertambahan BB (gr/ek/hr) Polard + onggok 20 Polard + dedak 3% 44 Polard 5 Sumber: Kementan (2012)

498 Prosiding Seminar Nasional Hari Pangan Sedunia Ke-34: Pertanian-Bioindustri Berbasis Pangan Lokal Potensial Hasil umbi segar ubi kayu yang diperoleh pada sistem usaha tani integrasi tanaman ternak dan nonintegrasi dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Hasil umbi yang diperoleh meningkat sebanyak 20% dari 10,6 ton/ha pada usaha tani nonintegrasi menjadi 13,8 ton/ha pada saat dilakukan sistem usaha tani dengan sistem integrasi tanaman ubi kayu dengan ternak kambing. Tabel 7. Produktivitas ubi kayu dengan sistem integrasi tanaman ternak dan nonitegrasi Sistem usaha tani Hasil umbi segar (ton/ha) Integrasi ubi kayu kambing 13,8 Nonintegrasi 10,6 Sumber: Kementan (2012) Analisis Kelayakan Usaha Tani Sistem Ubi Kayu-Ternak Indikator untuk mengukur kelayakan finansial usaha tani integrasi ubi kayu dengan ternak sebagai sumber bahan baku bioetanol adalah rasio R/C. Faktor-faktor yang memengaruhi indikator tersebut adalah biaya produksi, produktivitas, harga ubi di tingkat petani, dan keunggulan komparatif. Batasan perhitungan hasil produktivitas dari sistem usaha tani integrasi adalah sebagai berikut: pemeliharaan kambing dibatasi hanya satu kali periode melahirkan, yaitu selama 6 bulan dengan jumlah kambing dalam satu kandang sebanyak 4 ekor. Biaya penyusutan kandang diperhitungkan selama satu tahun, dengan luas kandang adalah 6 m 2. Untuk budi daya tanaman yang diperhitungkan hanya tanaman ubi kayu seluas 5.000 m 2 dengan jarak tanam 1,5 x 3 meter, besaran upah kerja sebesar Rp35.000/OH, harga gaplek Rp2.300/kg, harga limbah ubi kayu Rp10.000/karung. Rata-rata hasil produksi yang diperoleh dan besaran biaya yang dikeluarkan untuk usaha tani integrasi dan nonintegrasi dapat dilihat pada Tabel 8. Perhitungan R/C ratio nonintegrasi pada penanaman ubi kayu mendapatkan angka yang paling tinggi (1,9) dibandingkan dengan yang lain, tetapi dari pendapatan total pada sistem integrasi mendapatkan jumlah rupiah yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang nonintegrasi. Dengan demikian sistem usaha tani integrasi dapat meningkatkan jumlah pendapatan. Tabel 8. Analisis kelayakan usaha tani sistem integrasi dan nonintegrasi Sistem usaha tani Usaha ubi kayu - Biaya pengelolaan tanaman - Hasil usaha tanaman - Pendapatan ubi kayu (hasil-biaya) Usaha ternak kambing - Biaya kandang dan pengelolaan ternak - Hasil penjualan ternak dan pupuk - Pendapatan ternak (hasil-biaya) Pendapatan total R/C ratio Sumber: Supriadi et al. (2013) Integrasi 510.000 1.479.000 969.000 616.875 1.083.000 466.125 1.435.125 1,27 Budi daya ubi kayu 445.000 1.295.000 850.000 850.000 1,9 Nonintegrasi Budi daya kambing 993.470 1.125.000 131.530 131.530 0,13 KESIMPULAN DAN SARAN Ubi kayu merupakan salah satu komoditas pangan yang potensial digunakan sebagai bahan baku sumber bioetanol karena dapat diproduksi dalam jumlah yang besar pada berbagai ekosistem. Pengembangan usaha tani ubi kayu untuk bahan baku industri bioetanol dapat dilakukan dengan introduksi teknologi varietas unggul, pengaturan populasi dan jarak tanam, waktu tanam, pemupukan,

499 dan panen yang tepat. Peningkatan produksi ubi kayu ditentukan oleh kemampuan penyediaan dan penerapan inovasi teknoogi yang meliputi varietas unggul dan teknik budi daya yang tepat. Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan produktivitas ubi kayu yang sebagian besar diusahakan pada lahan kering dengan kandungan bahan organik yang relatif rendah adalah dengan melakukan sistem usaha tani integrasi tanaman ubi kayu dengan ternak. Sistem integrasi ubi kayukambing dapat meningkatkan produktivitas ubi kayu sebesar 20% yaitu dari 10,6 ton/ha menjadi 13,8 ton/ha. Demikian pula, sistem integrasi ubi kayu-kambing dapat meningkatkan pendapatan dari Rp850.000 (budi daya ubi kayu) dan Rp131.530 (budi daya kambing) menjadi Rp1.460.120 (sistem integrasi). Oleh karena itu, disarankan pengembangan usaha tani sistem integrasi ubi kayu dan ternak dengan skala luas untuk meningkatkan produktivitas tanaman dan ternak yang secara otomatis dapat meningkatkan pendapatan petani. DAFTAR PUSTAKA Abdurachman, A., S. Sutono, dan N. Sutrisno. 2005. Teknologi pengendalian erosi lahan berlereng. Teknologi Pengelolaan Lahan Kering. Puslitbang Tanah dan Agroklimat. Bogor. Badan Litbang Pertanian. 2006. Teknologi Produksi Ubi Kayu Mendukung Industri Bioetanol. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor. Direktorat Jenderal Peternakan. 2008. Sistem Integrasi Tanaman-Ternak untuk Meningkatkan Pendapatan Petani-Peternak. Direktorat Jenderal Peternakan. Jakarta. Ginting, E., J.S. Utomo, R. Yulifianti, dan M. Yusuf. 2006. Potensi ubijalar ungu sebagai pangan fungsional. IPTEK Tanaman Pangan 6(1):116-138. Hambali, E., S. Mujdalipah, A.H. Tambunan, A.W. Pattiwiri, dan R. Hendroko. 2007. Teknologi Bioenergi. Agromedia. Jakarta. Ispandi, A. dan A. Munip. 2004. Efektivitas pemupukan N, K, dan frekuensi pemberian pupuk K pada tanaman ubi kayu di lahan kering Alfisol. Dalam: A.K. Makarim et al. (ed.). Kinerja penelitian mendukung agribisnis kacang-kacangan dan umbi-umbian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor. Kementan. 2012. Program Swasembada Daging Sapi 2014. Kementerian Pertanian Direktorat Jenderal Peternakan. Jakarta. Nurianti, Y. 2007. Pasok langsung ke Pertamina. http://www.trubus-online.com (20 Oktober 2014). Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. 2008. Prospek Ubi Kayu sebagai Sumber Bahan Baku Bioetanol. Puslitbangtan. Bogor. Saleh, N., B. Santoso, Y. Widodo, A. Munip, E. Ginting, dan N. Prasyaswati. 2006. Alternatif teknologi produksi ubi kayu mendukung agroindustri. Laporan Akhir. Supriadi, A.B. Pustaka, E. Winarti, C. Prasetyono. 2013. Sistem integrasi ubi kayu-ternak kambing untuk meningkatkan produktivitas dan pendapatan petani. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Bogor.