BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. tekanan mental atau beban kehidupan. Dalam buku Stress and Health, Rice (1992)

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 3 KERANGKA KONSEP. Rangsangan mengganggu. Perubahan aktivitas sosial dan lingkungan. Respon perilaku dan emosi terhadap nyeri

PSIKOLOGI UMUM 2. Stress & Coping Stress

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Perawat dalam pelayanan kesehatan dapat diartikan sebagai tenaga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dalam tahap perkembangannya akan mengalami masa berhentinya haid yang dibagi

BAB 1 PENDAHULUAN. deskriminasi meningkatkan risiko terjadinya gangguan jiwa (Suliswati, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sakit merupakan keadaan dimana terjadi suatu proses penyakit dan

MASALAH KELUARGA DAN MEKANISME PENANGGULANGANNYA

BAB I PENDAHULUAN. membangun bangsa ke arah yang lebih baik. Mahasiswa, adalah seseorang

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan pekerjaan ataupun kegiatan sehari hari yang tidak. mata bersifat jasmani, sosial ataupun kejiwaan.

BAB I PENDAHULUAN. upaya-upaya dalam rangka mendapatkan kebebasan itu. (Abdullah, 2007

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ketersediaan sumber dukungan yang berperan sebagai penahan gejala dan

EMOSI, STRES DAN KESEHATAN. Unita Werdi Rahajeng, M.Psi., psi

EMOSI, STRES DAN KESEHATAN. Unita Werdi Rahajeng, M.Psi., psi

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pada bab 2 akan dibahas landasan teori dan variabel-variabel yang terkait

BAB 1 PENDAHULUAN. pembedahan yang dilakukan adalah pembedahan besar. Tindakan operasi atau

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dipandang mampu menjadi jembatan menuju kemajuan, dan

BAB I PENDAHULUAN. periodontal seperti gingiva, ligament periodontal dan tulang alveolar. 1 Penyakit

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tersebut merupakan manifestasi dari pengalaman stres, suatu respon terprogram kompleks

PENELITIAN PENGARUH TERAPI MUSIK RELIGI TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PASIEN PRE OPERASI DI RUANG BEDAH RSUP. DR. M. DJAMIL PADANG TAHUN 2012

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan, persoalan-persoalan dalam kehidupan ini akan selalu. pula menurut Siswanto (2007; 47), kurangnya kedewasaan dan

PENDAHULUAN. sebagai subjek yang menuntut ilmu di perguruan tinggi dituntut untuk mampu

BAB I PENDAHULUAN. pencabutan gigi. Berdasarkan penelitian Nair MA, ditemukan prevalensi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. semakin menyadari pentingnya mendapatkan pendidikan setinggi mungkin. Salah

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan fisik yang tidak sehat, dan stress (Widyanto, 2014).

I. PENDAHULUAN. istilah remaja atau adolenscence, berasal dari bahasa latin adolescere yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia.

BAB II. Struktur dan Fungsi Syaraf

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini banyak bermunculan berbagai jenis penyakit yang tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. bagi masyarakat, karena banyakdari kaum laki-laki maupun perempuan, tua

PENGARUH PENYESUAIAN DIRI AKADEMIK TERHADAP KECENDERUNGAN SOMATISASI DI SMA AL ISLAM 1 SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan jaringan tubuh yang disebabkan oleh energi panas, bahan kimia,

BAB I PENDAHULUAN. siklus kehidupan dengan respon psikososial yang maladaptif yang disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk holistik dipengaruhi oleh lingkungan dari dalam

Kecemasan atau dalam Bahasa Inggrisnya anxiety berasal dari Bahasa Latin. angustus yang berarti kaku, dan ango, anci yang berarti mencekik.

PERSOALAN DEPRESI PADA REMAJA

BAB I PENDAHULUAN. memiliki prioritas tertinggi dalam hirarki Maslow. Dimana seseorang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menempuh berbagai tahapan, antara lain pendekatan dengan seseorang atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Coping Stress pada Perempuan Berstatus Cerai dengan memiliki Anak

DITA RACHMAYANI, S.PSI., M.A YUNITA KURNIAWATI, S.PSI., M.PSI

STRESS DALAM PEKERJAAN. Armaidi Darmawan, dr, M.Epid Bagian Kedokteran Komunitas/Keluarga FKIK Unja

GAMBARAN COPING STRESS MAHASISWA BK DALAM MENGIKUTI PERKULIAHAN DI UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA

ABSTRAK. Kata Kunci: Manajemen halusinasi, kemampuan mengontrol halusinasi, puskesmas gangguan jiwa

Kesehatan Mental. Mengatasi Stress / Coping Stress. Aulia Kirana, M.Psi, Psikolog. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi

KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF PADA PENYANDANG KANKER PAYUDARA

GANGGUAN STRESS PASCA TRAUMA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Strategi Coping. ataupun mengatasi Sarafino (Muta adin, 2002). Perilaku coping merupakan suatu

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN. respon psikososial (tekanan mental atau beban kehidupan). Sedang kan menurut

Kepekaan Reaksi berduka Supresi emosi Penundaan Putus asa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pembangunan (UU Kesehatan No36 Tahun 2009 Pasal 138)

PROSES TERJADINYA MASALAH

LAMPIRAN A PEDOMAN OBSERVASI DAN WAWANCARA

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia yang dapat memberikan kepuasan dan tantangan, sebaliknya dapat pula

BAB I PENDAHULUAN. keliru dan juga afek datar yang tidak sesuai serta gangguan aktivitas motorik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Stres pada Wanita Karir (Guru) yang dialami individu atau organisme agar dapat beradaptasi atau menyesuaikan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa

BAB I PENDAHULUAN. mengatasi tantangan hidup, dapat menerima orang lain apa adanya dan

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI (HALUSINASI) Mei Vita Cahya Ningsih. Pengertian

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai manusia yang telah mencapai usia dewasa, individu akan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. semua orang, hal ini disebabkan oleh tingginya angka kematian yang disebabkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. unsur lapisan masyarakat merupakan potensi yang besar artinya bagi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa kini banyak pola hidup yang kurang sehat di masyarakat sehingga

BAB I PENDAHULUAN. riskan pada perkembangan kepribadian yang menyangkut moral,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. aktivitas sehari-hari. Menurut WHO (World Health Organization) sehat adalah

BAB II LANDASAN TEORI Hospitalisasi atau Rawat Inap pada Anak Pengertian Hospitalisasi. anak dan lingkungan (Wong, 2008).

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. sangatlah berpengaruh terhadap perkembangan suatu organisasi. Ketika sumber

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari usia anak-anak ke usia dewasa.

Post-Traumatic Stress Disorder (PTSD)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Sekarang ini kita dihadapkan pada berbagai macam penyakit, salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. Coping Mechanism adalah tingkah laku atau tindakan penanggulangan

HUBUNGAN KECERDASAN EMOSI (EMOTIONAL QUOTIENT) DENGAN TINGKAT STRES PADA MAHASISWA SEMESTER VIII FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

Clinical Science Session Pain

BAB 1 PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhan kesehatan bagi masyarakat. Menanggapi hal ini,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Prevalensi penderita skizofrenia pada populasi umum berkisar 1%-1,3% (Sadock

BAB I PENDAHULUAN. Semakin pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,

HUBUNGAN TINGKAT STRES DENGAN PENGGUNAAN STRATEGI COPING PADA MAHASISWA YANG SEDANG MENYUSUN SKRIPSI DI JURUSAN BK ANGKATAN 2008 FIP UNJ

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. menyakiti, mengancam atau membahayakan individu-individu atau objek-objek

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. stres, walaupun pada dasarnya antara satu defenisi dengan defenisi lainnya

BAB II KONSEP DASAR. serta mengevaluasinya secara akurat (Nasution, 2003). dasarnya mungkin organic, fungsional, psikotik ataupun histerik.

BAB 1 PENDAHULUAN. lansia di Indonesia yang berusia 60 tahun ke atas sekitar 7,56%. Gorontalo

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Saat ini pendidikan adalah penting bagi semua orang baik bagi

BAB 1 PENDAHULUAN. dipungkiri bahwa dengan adanya perkembangan ini, masalah yang. manusia. Menurut National Institute of Mental Health, 20% populasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berarti. Anak datang menawarkan hari-hari baru yang lebih indah, karena

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Konflik Pekerjaan Keluarga (Work-Family Conflict) Yang et al (2000) mendefinisikan konflik pekerjaan keluarga (work family

BAB I PENDAHULUAN. kalanya masalah tersebut berbuntut pada stress. Dalam kamus psikologi (Chaplin,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan sesuatu yang sangat berharga bagi setiap manusia.

BAB I PENDAHULUAN. penderita umumnya berusia belasan tahun (Hutagalung dalam Kompas, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. pada individu seperti dampak fisik, sosial, intelektual, psikologis dan spiritual

BAB I PENDAHULUAN. yang membutuhkan perhatian lebih dalam setiap pendekatannya. Berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. banyak. Berdasarkan data dari Pusat Data Informasi Nasional (PUSDATIN)

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan pembangunan di berbagai bidang khususnya di bidang

Transkripsi:

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Stres 2.1.1 Definisi Stres dan Jenis Stres Menurut WHO (2003) stres adalah reaksi atau respon tubuh terhadap tekanan mental atau beban kehidupan. Dalam buku Stress and Health, Rice (1992) mendefinisikan stres dengan tiga pengertian yang berbeda, yaitu: 1. Stres mengarah pada tiap kejadian atau stimulus lingkungan yang menyebabkan seseorang merasa tertekan atau dibangkitkan. Dalam hal ini, stres berasal dari eksternal seorang individu. Kondisi yang dapat menimbulkan stres disebut stressor. 2. Stres mengarah pada respon subjektif. Dalam hal ini, stres merupakan bagian internal dari mental, termasuk di dalamnya adalah emosi, pertahanan diri, interpretasi dan proses coping yang terdapat dalam diri seseorang. 3. Stres mengarah pada physical reaction dalam mengatasi ataupun menghilangkan gangguan. Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa stres merupakan setiap tekanan atau ketegangan yang dirasakan membahayakan kesejahteraan fisik dan psikologis seseorang (Marbun, 2011).

Selye menggolongkan stres menjadi dua golongan berdasarkan atas persepsi individu terhadap stres yang dialami yaitu distress (stres negatif) dan eustress (stres positif) (Rice, 1992). Eustress merupakan respon terhadap stres yang bersifat sehat, positif, dan konstruktif (bersifat membangun) yang dapat menyebabkan tubuh mempunyai kemampuan untuk beradaptasi, dan meningkatkan produktivitas seseorang sedangkan distress merupakan hasil dari respon terhadap stres yang bersifat tidak sehat, negatif, dan destruktif (bersifat merusak) yang dapat menyebabkan sesorang menjadi sakit (Quick et al., 1990). 2.1.2 Definisi Stressor dan Jenis Stressor Stressor adalah suatu kejadian, keadaan atau pun sebuah pikiran yang mengganggu keseimbangan/penyebab timbulnya stres. Stressor dapat berasal dari luar (kerugian, kematian, jatuh sakit, dan sebagainya) atau dari dalam individu itu sendiri (Maramis, 2006). Berdasarkan penyebabnya, stressor dibagi menjadi 3 kategori yaitu fisik, psikologis, dan sosial. Stressor fisik adalah stressor yang berasal dari luar individu, seperti suara, polusi, radiasi, suhu udara, makanan, zat kimia, trauma, dan latihan fisik yang terpaksa. Sedangkan pada stressor psikologis, sumber stres berasal dari tekanan dari dalam diri individu yang bersifat negatif seperti frustasi, kecemasan (anxiety), rasa bersalah, khawatir berlebihan, marah, benci, sedih, cemburu, rasa kasihan pada diri sendiri, serta rasa rendah diri. Dan stressor sosial adalah stressor yang bersifat traumatik yang tak dapat dihindari, seperti kehilangan orang yang dicintai, kehilangan pekerjaan, pensiun, perceraian, masalah keuangan, dan lain lain. (Nasution, 2007)

Menurut Girdano (2005), terdapat tiga jenis sumber stres yaitu faktor psikososial, bioekologikal, dan personal: 1. Stres psikososial (Psychosocial Stress) Stres psikososial ialah stres yang disebabkan oleh tekanan dari segi hubungan dengan kondisi sosial di sekitar. Hal hal yang dapat menimbulkan stres secara psikososial ialah perubahan dalam hidup misalnya berada di lingkungan baru, diskriminasi, terjerat kasus hukum, atau karena kondisi ekonomi. 2. Stres bioekologikal (Bioecological Stress) Stres bioekologikal terdiri atas dua sumber stres yaitu : a. Ecological stress ialah stres yang disebabkan oleh kondisi lingkungan. b. Biological stress ialah stres yang disebabkan oleh kondisi fisik tubuh. 3. Stres kepribadian (Personality Stress) Stres kepribadian ialah stres yang disebabkan oleh permasalahan yang dialami dalam diri sendiri. 2.1.3 Coping Stress Menurut Lazarus (1996), coping stress adalah upaya kognitif dan tingkah laku untuk mengelola tuntutan internal dan eksternal yang khusus dan konflik diantaranya yang dinilai individu sebagai beban dan melampaui batas kemampuan individu tersebut.

Menurut Yanny, dkk coping bukan merupakan suatu tindakan yang dilakukan individu tetapi merupakan kumpulan respon yang terjadi setiap waktu, yang dipengaruhi oleh kondisi lingkungan dan individu tersebut. Reaksi emosional, termasuk kemarahan dan depresi, dapat dianggap sebagai bagian dari proses coping untuk menghadapi suatu tuntutan. (Marbun, 2011) Secara umum menurut Folkman dkk coping stress terdiri dari 2 macam, yaitu: (Marbun, 2011) 1. Emotional-focused coping Emotional-focused coping merupakan jenis coping yang digunakan untuk mengatur respon emosional terhadap stres. Pengaturan ini dilakukan melalui perilaku individu, seperti pengguna alkohol, obat-obatan, atau merokok. Bila individu tidak mampu mengubah kondisi yang stressful, individu akan cenderung mengatur emosinya. Salah satu strategi ini disebutkan Freud yaitu mekanisme pertahanan diri (self defense mechanism). Strategi ini tidak mengubah situasi stressful, namun hanya mengubah cara orang memikirkan situasi dan melibatkan elemen penipuan diri (denial). 2. Problem-focused coping Problem-focused coping merupakan strategi kognitif untuk penanganan stres atau coping yang digunakan oleh individu dalam menghadapi masalahnya dan berusaha untuk menyelesaikannya. Untuk mengurangi stressor, individu akan mengatasinya dengan mempelajari stres yang sedang dialami kemudian mencoba untuk menyelesaikan masalah penyebab stress tersebut. Individu akan cenderung menggunakan strategi ini, bila dirinya yakin akan dapat mengubah situasi.

Ketika berada di luar tembok penjara, orang relatif mempunyai banyak pilihan untuk mengatasi (coping) kecemasan yang dihadapinya. Tetapi bagi tahanan, pilihan untuk melakukan coping menjadi lebih sedikit. Hal tersebut membuat kesempatan untuk mengungkapkan emosi juga menjadi terbatas, sehingga mengakibatkan reaksi kecemasan yang negatif pada tahanan relatif menjadi lebih tinggi. Reaksi kecemasan pada tahanan dapat berupa letupan rasa marah, sulit tidur, hilangnya nafsu makan, atau termanifestasi ke dalam gejala gejala sakit tertentu bahkan hingga gangguan psikologis (Tanti, 2007). 2.1.4 Pengertian stres psikososial Direktorat Kesehatan Jiwa mendefinisikan stres psikososial sebagai perubahan dalam kehidupan. Setiap permasalahan kehidupan yang menimpa diri seorang disebut stressor psikososial. Pemicu stres psikososial adalah peristiwa peristiwa sosial atau psikologis yang membuat seseorang menjadi tertekan seperti pekerjaan, hubungan sosial, situasi keuangan, keluarga, kelainan psikologis (depresi, kegelisahan, dan lain - lain), rendahnya rasa percaya diri, masalah di lingkungan tempat tinggal, dan keterlibatan dalam hukum (Hyman, 2006). 2.1.5 Stres Psikososial pada Tahanan Menurut Poernomo (1986), ketika seseorang harus memasuki kehidupan barunya di penjara, mau tidak mau ia harus mengalami banyak kehilangan. Kehilangan tersebut dapat berupa kehilangan kebebasan, kehilangan rasa aman, bahkan kehilangan pekerjaan. Menurut Cooke dkk.(1990), kehilangan kehilangan tersebut dapat menjadi sumber stres (stressor) bagi tahanan. tidak mengherankan jika rumah tahanan menjadi tempat potensial bagi timbulnya

gangguan psikologis (psychological disturbance) seperti kecemasan dan depresi (deppression). Hal tersebut terbukti dari prevalensi gangguan psikologis termasuk kejadian melukai diri sendiri (self injury), percobaan bunuh diri (suicide) berdasarkan temuan penelitian Alison Libling merupakan kejadian yang rentan terjadi di penjara. Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Departemen Hukum dan HAM, pada tahun 2006 angka bunuh diri di Lapas dan Rutan cukup tinggi, yaitu sejumlah 8 orang narapidana dan 11 orang tahanan (Tanti, 2007). 2.2 Nyeri 2.2.1 Pengertian Nyeri Nyeri adalah sensasi yang sangat tidak menyenangkan dan sangat individual yang tidak dapat dibagi dengan orang lain. Nyeri dapat memenuhi seluruh pikiran sesorang, mengatur aktivitasnya, dan mengubah kehidupan orang tersebut. Menurut International Association for Study of Pain (IASP), nyeri adalah sensoris subyektif dan emosional yang tidak menyenangkan yang didapatkan terkait dengan kerusakan jaringan aktual maupun potensial, atau menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan. (Berman et al, 2002) 2.2.2 Pengertian Nyeri Gigi Nyeri gigi merupakan suatu gejala nyeri yang dapat timbul ketika gigi terkena rangsangan, antara lain, rangsang termis yang ditandai dengan perubahan suhu, seperti saat minum minuman yang panas atau dingin, rangsang mekanis yang terjadi melalui masuknya makanan yang manis dan lengket, ataupun juga rangsang elektris yaitu rasa nyeri pada saat melakukan tindakan perawatan pada

gigi. Selain adanya rangsangan, nyeri juga dapat timbul secara spontan. Nyeri gigi yang dirasakan oleh setiap individu bersifat subyektif, nyeri tersebut terkadang terasa ngilu, timbul dan hilang, atau terasa seperti berdenyut (Cohen & Burns, 1994). 2.2.3 Pengertian nilai ambang nyeri gigi Secara umum nilai ambang nyeri (pain threshold) merupakan intensitas paling rendah suatu rangsangan yang masih dirasakan sebagai nyeri (Maramis, 2006). Penting untuk diperhatikan bahwa kondisi nilai ambang nyeri seseorang tergantung pada banyak faktor, termasuk bagian tubuh yang sedang diteliti, sifat dari stimulus yang diberikan, dan daerah kontak antara tubuh dengan stimulus (Mumford, 1982). Pada uji klinis nilai ambang nyeri pada gigi, saat melakukan tes pulpa, yang dimaksud dengan nilai ambang nyeri gigi adalah ketika pasien yang diberikan stimulus pada pulpa, merasakan nyeri minimal dengan intensitas yang menunjukkan nilai tertentu (Mumford, 1982). 2.3 Pengaruh Sistem Limbik terhadap Reaksi Stres Sistem limbik terkait dengan proses penetapan nilai emosional atau isi berbagai obyek dan pengalaman serta mengekspresikan emosi sebagai sebuah perilaku. Secara singkat sistem limbik dapat dikatakan sebagai wilayah emosi dan selera. Sistem limbik mempunyai fungsi sebagai pengendali emosi, perilaku instingtif, motivasi dan perasaan (Amelia, 2012).

Dalam struktur hirarki otak sistem limbik berada di tengah, antara diensefalon dan cerebrum. Sistem limbik memungkinkan manusia belajar beradaptasi dan mengontrol perilaku instingtif mereka. Sistem limbik terdiri dari amigdala, septum, hipokampus, gyrus singulatus, thalamus anterior dan hipotalamus. Hipotalamus berperan dalam mengatur reaksi terhadap tekanan dan stres. Amigdala bertugas untuk memberikan respon dalam emosi, khususnya kemarahan dan agresi. Septum memainkan peran penting dalam emosi, khususnya kemarahan dan rasa takut Hipokampus berperan dalam proses belajar dan membentuk memori. Sedangkan gyrus singulatus berperan dalam pengaturan perilaku sosial (Heryati dkk., 2008). 2.4 Mekanisme Stres Psikososial Mempengaruhi Nilai Ambang Nyeri Gigi Pengaruh stres psikososial terhadap rasa nyeri gigi secara fisiologis terjadi melalui hubungan antara thalamus dan formasio retikularis dengan hipotalamus dan sistem limbik. Stres psikososial yang dialami oleh seseorang mengakibatkan terjadinya reaksi di hipotalamus dan sistem limbik. Hipotalamus bertugas untuk mengatur reaksi terhadap tekanan dan stres. Sedangkan sistem limbik bertugas untuk mengendalikan emosi, perilaku instinktif, motivasi, dan perasaan. Reaksi tersebut kemudian menyebabkan perubahan aktivitas organ tubuh seseorang sehingga munculnya respon emosi dan perilaku tertentu. (Amelia, 2012) Apabila seseorang yang sedang mengalami stres psikososial mendapatkan rangsangan pada daerah gigi, maka rangsangan tersebut akan dipersepsikan di thalamus dan formasio retikularis. Thalamus dan formasio retikularis merupakan bagian dari jalur nyeri asendens yang bertanggungjawab terhadap reaksi rasa

nyeri. Formasio retikularis bertugas untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap rangsangan sedangkan thalamus mempersepsikan rangsangan tersebut sebagai rasa nyeri (Sherwood, 2001). Ketika terjadi peningkatan aktivitas sistem saraf pusat akibat reaksi antara rasa nyeri pada gigi dan stres psikososial tersebut, maka terjadilah respon perilaku dan emosi terhadap rasa nyeri pada gigi. Respon dan emosi tersebut menyebabkan seseorang yang mengalami stres psikososial menjadi peka terhadap rasa nyeri pada gigi. Kepekaan terhadap rasa nyeri pada gigi tersebut didukung oleh meningkatnya produksi hormon asetikolin dan pengeluaran hormon epinefrin (Vedolin et al., 2008).