GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 14 TAHUN 2011

dokumen-dokumen yang mirip
MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 06/Permentan/SR.130/2/2011 TENTANG

WALIKOTA PROBOLINGGO

BUPATI SEMARANG PROPINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI SEMARANG NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI MALANG BUPATI MALANG,

PERATURAN BUPATI SRAGEN NOMOR : 8 TAHUN 2012 T E N T A N G

BUPATI KAYONG UTARA PERATURAN BUPATI KAYONG UTARA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI KAYONG UTARA PERATURAN BUPATI KAYONG UTARA NOMOR 26 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI BANYUWANGI PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG

WALIKOTA PROBOLINGGO

BUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI PROVINSI BALI

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 072 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI KAPUAS PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KAPUAS NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 14 TAHUN 2011

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURANBUPATI TANAH BUMBU NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI SERUYAN PERATURAN BUPATI SERUYAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG

6. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 84, Tambahan

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG

CUPLIKAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 06/Permentan/SR.130/2/2011 TENTANG

BUPATI KARANGANYAR PERATURAN BUPATI KARANGANYAR NOMOR 13 TAHUN 2012

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 25 TAHUN 2011 TENTANG

SALINAN NOMOR 5/E, 2010

3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 93 TAHUN 2008 TENTANG

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG ALOKASI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN KUDUS TAHUN ANGGARAN 2010

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BENGKULU,

BERITA DAERAH KOTA BOGOR

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122/Permentan/SR.130/11/2013 TENTANG

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN BUPATI BENGKAYANG NOMOR 1<? TAHUN 2013 KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN BUPATI BENGKAYANG,

KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN KUDUS TAHUN ANGGARAN 2014 BUPATI KUDUS,

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA

BUPATI KUANTAN SINGINGI PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI KUANTAN SINGINGI NOMOR 5 TAHUN 2014

BUPATI TANGGAMUS PERATURAN BUPATI TANGGAMUS NOMOR : 02 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG

WALIKOTA BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA PASURUAN NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURANBUPATI TANAH BUMBU NOMOR 4 TAHUN 2016

BUPATI MADIUN SALINANAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI HULU SUNGAI TENGAH

BUPATI SERUYAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

BUPATI TANJUNG JABUNG TIMUR,

WALIKOTA SURABAYA WALIKOTA SURABAYA,

PERATURAN WALIKOTA MOJOKERTO NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG

BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 12 TAHUN 2012 T E N T A N G KEBUTUHAN PUPUK BERSUBSIDI DI KABUPATEN SUKAMARA BUPATI SUKAMARA,

CUPLIKAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 42/Permentan/OT.140/09/2008 TENTANG

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 38 TAHUN 2012 TENTANG

WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN

BUPATI PENAJAM PASER UTARA

BUPATI KATINGAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KATINGAN NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG

PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI SIAK NOM OR 7 TAHUN

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI LAMANDAU PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI LAMANDAU NOMOR 07 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI BIMA PERATURAN BUPATI BIMA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANGERANG,

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 138 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122/Permentan/SR.130/11/2013 TENTANG

WALIKOTA TEBING TINGGI PROVINSI SUMATERA UTARA

PERATURAN WALIKOTA MEDAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR

PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG

WALIKOTA BANJAR PERATURAN WALIKOTA BANJAR NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG

WALIKOTA BLITAR WALIKOTA BLITAR,

BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2010 NOMOR 3 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130/Permentan/SR.130/11/2014 TENTANG

WALIKOTA TASIKMALAYA

WALIKOTA YOGYAKARTA PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR : 11 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN BUPATI PAKPAK BHARAT NOMOR TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI BATANG. PERATURAN BUPATI BATANG Nomor Tahun 2012 TENTANG

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130/Permentan/SR.130/11/2014 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR BANTEN NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI PADA SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN 2014

PERATURAN BUPATI SERANG NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG

WALIKOTA BANJARMASIN

BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 6 TAHUN 2015 SERI E.4 PERATURAN BUPATI CIREBON NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 505/Kpts/SR.130/12/2005 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 115 TAHUN 2009 TENTANG PENYALURAN PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DAN PERIKANAN GUBERNUR JAWA BARAT;

PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 114 TAHUN 2009 TENTANG

WALIKOTA SOLOK PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN WALIKOTA SOLOK NOMOR 2 TAHUN 2016

GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT

WALIKOTA SURABAYA WALIKOTA SURABAYA,

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 26 TAHUN 2015

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA BANJARMASIN PERATURAN WALIKOTA BANJARMASIN NOMOR 05 TAHUN 2013 TENTANG

4. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR : 80 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG

Transkripsi:

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG ALOKASI DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN ANGGARAN 2011 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang : a. bahwa dalam rangka penyediaan pupuk dengan harga yang wajar sampai pada tingkat petani, perlu memberikan subsidi pupuk untuk sektor pertanian; b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan sesuai dengan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 06/Permentan/SR.130/2/2011 tentang Kebutuhan dan Harga Eceran Tertinggi (HET) Pupuk Bersubsidi Untuk Sektor Pertanian Tahun Anggaran 2011, perlu menetapkan Peraturan Gubernur tentang Alokasi Dan Harga Eceran Tertinggi Pupuk Bersubsidi Untuk Sektor Pertanian di Provinsi Jawa Tengah Tahun Anggaran 2011; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1950 tentang Pembentukan Provinsi Jawa Tengah (Himpunan Peraturan- Peraturan Negara Tahun 1950 Halaman 86-92); 2. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3478); 3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3821); 4. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4411);

5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Republik Indonesia Nomor 4844); 6. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Republik Indonesia Nomor 4438); 7. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3699); 8. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan Dan Kesehatan Hewan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5015); 9. Peraturan Presiden Nomor 77 Tahun 2005 tentang Penetapan Pupuk Bersubsidi Sebagai Barang Dalam Pengawasan; 10. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2001 tentang Pupuk Budidaya Tanaman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 14, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4079); 11. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, Dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Republik Indonesia Nomor 4737);

12. Keputusan Menteri Perindustrian Dan Perdagangan Nomor 634/MPP/Kep/9/2002 tentang Ketentuan Dan Tata Cara Pengawasan Barang Dan/Atau Jasa Yang Beredar Di Pasar; 13. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 237/Kpts/OT.210/4/ 2003 tantang Pedoman Pengawasan Pengadaan, Peredaran Dan Penggunaan Pupuk An-Organik; 14. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 239/Kpts/OT.210/4/ 2003 tantang Pedoman Pengawasan Formula Pupuk An-Organik; 15. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 08/Permentan /SR.140/2/2007 tantang Syarat Dan Tata Cara Pendaftaran Pupuk An-Organik; 16. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 40/Permentan/OT.140/ 4/2007 tentang Rekomendasi Pemupukan N, P Dan K Pada Padi Sawah Spesifik Lokasi; 17. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 12/M-DAG/ PER/6/2008 tentang Pengadaan Dan Penyaluran Pupuk Bersubsidi Untuk Sektor Pertanian sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 07/M-DAG/PER/ 2/2009 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 12/M- DAG/PER/6/2008 tentang Pengadaan Dan Penyaluran Pupuk Bersubsidi Untuk Sektor Pertanian; 18. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 28/Permentan/ SR.130/5/ 2009 tentang Pupuk Organik, Pupuk Hayati Dan Pembenah Tanah; 19. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 120/PMK.02/2/2010 tentang Tatacara Penyediaan Anggaran, Perhitungan, Pembayaran Dan Pertanggungjawaban Subsidi Pupuk; 20. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 06/Permentan/ SR.140/2/2011 tentang Kebutuhan Dan Harga Eceran tertinggi (HET) Pupuk Bersubsidi Untuk Sektor Pertanian Tahun Anggaran 2011; MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN GUBERNUR TENTANG ALOKASI DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN ANGGARAN 2011.

BAB I KETENTUAN UMUM Dalam Peraturan Gubernur ini yang dimaksud dengan : 1. Provinsi adalah Provinsi Jawa Tengah. 2. Gubernur adalah Gubernur Jawa Tengah. 3. Kabupaten/Kota adalah Kabupaten/Kota di Jawa Tengah. 4. Bupati/Walikota adalah Bupati/Walikota di Jawa Tengah. 5. Dinas adalah dinas Kabupaten/Kota Dinas yang membidangi tanaman pangan, hortikultura, peternakan, perkebunan dan pembudidayaan ikan atau udang. 6. Pupuk adalah bahan kimia atau organisme yang berperan dalam penyediaan unsur hara bagi keperluan tanaman secara langsung atau tidak langsung. 7. Pupuk an-organik adalah pupuk hasil proses rekayasa secara kimia, fisika dan atau biologi, dan merupakan hasil industri atau pabrik pembuat pupuk. 8. Pupuk organik adalah pupuk yang sebagian besar atau seluruhnya terdiri dari bahan organik yang berasal tanaman dan atau hewan yang telah melalui proses rekayasa, dapat berbentuk padat atau cair yang digunakan untuk mensuplai bahan organik, memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah. 9. Pemupukan berimbang adalah pemberian pupuk bagi tanaman sesuai dengan status hara tanah dan kebutuhan tanaman untk mencapai produktivitas yang optimal dan berkelanjutan sebagaimana yang tertuang dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor 40/Permentan/OT.140/4/2007. 10. Pupuk bersubsidi adalah pupuk yang pengadaan dan penyalurannya ditataniagakan dengan Harga Eceran Tertinggi yang ditetapkan di tingkat penyalur resmi Lini IV. 11. Harga Eceran Tertinggi yang selanjutnya disingkat HET adalah harga pupuk bersubsidi di Lini IV (di kios penyalur pupuk di tingkat Desa/Kecamatan) yang dibeli oleh petani/kelompok tani yang ditetapkan oleh Menteri Pertanian. 12. Sektor Pertanian adalah sektor yang berkaitan dengan budidaya tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, hijauan pakan ternak dan budidaya ikan atau udang. 13. Petani adalah perorangan warga negara Indonesia yang mengusahakan lahan milik sendiri atau bukan, untuk budidaya tanaman pangan atau hortikultura. 14. Pekebun adalah perorangan warga negara Indonesia yang mengusahakan lahan milik sendiri atau bukan, untuk budidaya tanaman perkebunan rakyat. 15. Peternak adalah perorangan warga negara Indonesia yang mengusahakan lahan milik sendiri atau bukan, untuk budidaya tanaman hijauan pakan ternak. 16. Pembudidaya ikan atau udang adalah perorangan warga negara indonesia yang mengusahakan lahan milik sendiri atau bukan, untuk budidaya ikan atau udang. 17. Produsen adalah Produsen Pupuk yaitu PT. Pupuk Sriwijaya (Persero) beserta anak perusahaannya yang terdiri dari PT. Pupuk Sriwijaya Palembang, PT. Petro Kimia Gresik, PT. Pupuk Kalimantan Timur, PT. Pupuk Kujang dan PT. Pupuk Iskandar Muda yang memproduksi Pupuk Anorganik yaitu Pupuk Urea, Pupuk SP-36, Pupuk ZA, Pupuk NKP dan Pupuk Organik di dalam negeri.

18. PT. Pupuk Sriwijaya (Persero) adalah Perusahaan Induk dari PT. Pupuk Sriwijaya Palembang, PT. Petro Kimia Gresik, PT. Pupuk Kalimantan Timur, PT. Pupuk Kujang dan PT. Pupuk Iskandar Muda. 19. Penyalur di Lini III adalah Disitributor sesuai ketentuan Peraturan Menteri Perdagangan tentang Pengadaan dan Penyaluran Pupuk Bersubsidi Untuk Sektor Pertanian. 20. Penyalur di Lini IV adalah Pengecer Resmi sesuai ketentuan Peraturan Menteri Perdagangan tentang Pengadaan dan Penyaluran Pupuk Bersubsidi Untuk Sektor Pertanian. 21. Kelompok tani adalah kumpulan petani yang mempunyai kesamaan kepentingan dalam memanfaatkan sumber daya pertanian untuk bekerjasama meningkatkan produktivitas usahatani dan kesejahteraan anggotanya dalam mengusahakan lahan usahatani secara bersama pada satu hamparan atau kawasan yang dikukuhkan oleh Bupati/Walikota atau pejabat yang ditunjuk. 22. Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok yang selanjutnya disingkat RDKK adalah perhitungan rencana kebutuhan pupuk bersubsidi yang disusun kelompoktani berdasarkan luasan areal usahatani yang diusahakan petani, pekebun, peternak dan pembudidaya ikan atau udang anggota kelompoktani dengan rekomendasi pemupukan berimbang spesifik lokasi. 23. Komisi Pengawasan Pupuk dan Pestisida yang selanjutnya disingkat KP3 adalah wadah koordinasi instansi terkait dalam pengawasan pupuk dan pestisida yang dibentuk oleh Gubernur untuk tingkat Provinsi dan oleh Bupati/Walikota untuk tingkat Kabupaten/Kota. BAB II PERUNTUKKAN PUPUK BERSUBSIDI Pasal 2 (1) Pupuk bersubsidi diperuntukkan bagi petani, pekebun, peternak dan pembudidaya ikan atau udang yang mengusahakan lahan paling luas 2 (dua) hektar setiap musim tanam per keluarga petani kecuali pembudidaya ikan atau udang paling luas 1 (satu) hektar. (2) Pupuk bersubsidi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak diperuntukkan bagi perusahaan tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, peternakan atau perusahaan perikanan budidaya.

BAB III ALOKASI PUPUK BERSUBSIDI Pasal 3 (1) Alokasi pupuk bersubsidi dihitung sesuai dengan anjuran pemupukan berimbang spesifik lokasi dengan mempertimbangkan usulan kebutuhan yang diajukan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota serta Alokasi Pupuk Bersubsidi Tahun Anggaran 2011. (2) Alokasi pupuk bersubsidi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dirinci untuk sektor pertanian, sub sektor pertanian tanaman pangan, sub sektor perkebunan, sub sektor peternakan, sub sektor perikanan sebagaimana tercantum dalam Lampiran I, Lampiran II, Lampiran III, Lampiran IV, Lampiran V yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Gubernur ini. (3) Pengalokasian pupuk bersubsidi perbulan per Kabupaten/Kota untuk masing-masing subsektor diatur lebih lanjut dengan Keputusan Kepala Dinas sesuai dengan subsektornya. (4) Alokasi pupuk bersubsidi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dirinci lebih lanjut menurut Kecamatan, jenis, jumlah dan sebaran bulanan ditetapkan dengan Peraturan Bupati/Walikota paling lambat-lambat pada akhir bulan Maret 2011. (5) Alokasi pupuk bersubsidi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) agar memperhatikan usulan yang diajukan oleh petani, pekebun, peternak, pembudidaya ikan atau udang berdasarkan RDKK yang disetujui oleh Penyuluh Pertanian dan Kepala Desa serta Koordinator Penyuluh Pertanian Kecamatan setempat. (6) Dinas setempat wajib melakukan pembinaan kepada kelompoktani untuk menyusun RDKK sesuai luas areal usahatani di tingkat petani di wilayahnya. Pasal 4 (1) Kekurangan alokasi pupuk bersubsdidi di Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2), dipenuhi melalui realokasi antar wilayah. (2) Realokasi antar kecamatan dalam wilayah Kabupaten/Kota ditetapkan lebih lanjut oleh Bupati/Walikota. (3) Realokasi pupuk bersubsidi perbulan di wilayah Kecamatan dalam wilayah Kabupaten/Kota ditetapkan lebih lanjut oleh Kepala Dinas. (4) Realokasi pupuk bersubsidi antar Kabupaten/Kota ditetapkan lebih lanjut oleh Gubernur.

Pasal 5 (1) Apabila alokasi pupuk bersubsidi di wilayah Kabupaten/Kota pada bulan berjalan tidak mencukupi, maka atas rekomendasi KP3 Provinsi, produsen dapat menyalurkan alokasi pupuk di wilayah yang bersangkutan dari alokasi bulan berikutnya atau sisa alokasi bulan sebelumnya sepanjang tidak melebihi alokasi dalam 1 (satu) tahun. (2) Apabila alokasi pupuk bersubsidi di wilayah kecamatan pada suatu Kabupaten/Kota pada bulan berjalan tidak mencukupi, maka atas rekomendasi KP3 Kabupaten/Kota, produsen dapat menyalurkan alokasi pupuk di wilayah bersangkutan dari alokasi bulan berikutnya atau sisa alokasi bulan sebelumnya sepanjang tidak melebihi alokasi dalam 1 (satu) tahun. BAB IV PENYALURAN DAN HET Pasal 6 Pupuk bersubsidi sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (1) terdiri atas Pupuk Urea, Pupuk SP-36, Pupuk ZA, Pupuk NPK dan Pupuk Organik yang diadakan oleh Produsen. Pasal 7 (1) Pelaksanaan pengadaan dan penyaluran pupuk bersubsidi sampai ke lini IV dilakukan sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri Pergadangan tentang Pengadaan dan Penyaluran Pupuk Bersubsidi untuk Sektor Pertanian yang berlaku. (2) Penyaluran pupuk bersubsidi untuk sektor pertanian di penyalur Lini IV ke petani atau kelompoktani diatur sebagai berikut : a. penyaluran pupuk bersubsidi di tingkat penyalur Lini IV berdasarkan RDKK sesuai dengan wilayah tanggung jawabnya; b. penyaluran pupuk sebagaimana dimaksud pada huruf a memperhatikan kebutuhan kelompoktani dan alokasi di masing-masing wilayah. (3) Untuk kelancaran penyaluran pupuk bersubsidi di Lini IV ke petani atau kelompoktani sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pemerintah Kabupaten/Kota melakukan pendataan RDKK di wilayahnya, sebagai dasar pertimbangan dalam pengalokasian pupuk bersubsidi sesuai alokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) dan ayat (5).

(4) Optimalisasi pemanfaatan pupuk bersubsidi ditingkat petani atau kelompoktani dilakukan melalui pendampingan penerapan pemupukan berimbang spesifikasi lokasi oleh Penyuluh. (5) Pengawasan penyuluhan pupuk bersubsidi di penyalur Lini IV ke petani atau kelompoktani dilakukan oleh petugas KP3. Pasal 8 Kemasan pupuk bersubsidi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) harus diberi label tambahan berwarna merah, mudah dibaca dan tidak mudah hilang/terhapus, yang bertertuliskan: Pupuk Bersubsidi Pemerintah Barang Dalam Pengawasan Pasal 9 (1) Penyalur di Lini IV yang ditunjuk harus menjual pupuk bersubsidi sesuai HET. (2) HET Pupuk Bersubsidi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan sebagai berikut : a. Pupuk Urea = Rp. 1.600,- per kg; b. Pupuk SP-36 = Rp. 2.000,- per kg; c. Pupuk ZA = Rp. 1.400,- per kg; d. Pupuk NPK = Rp. 2.300,- per kg; e. Pupuk Organik = Rp. 700,- per kg. (3) HET pupuk bersubsidi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berlaku untuk pembelian oleh petani, pekebun, peternak, pembudidaya ikan atau udang di Penyalur Lini IV secara tunai dalam kemasan sebagai berikut : a. Pupuk Urea = 50 kg; b. Pupuk SP-36 = 50 kg; c. Pupuk ZA = 50 kg; d. Pupuk NPK = 50 kg atau 20 kg; e. Pupuk Organik = 40 kg atau 20 kg. Pasal 10 (1) Produsen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, distributor dan penyalur di lini IV wajib menjamin ketersediaan pupuk bersubsidi saat dibutuhkan petani, pekebun, peternak, dan pembudidaya ikan atau udang sesuai yang telah ditetapkan.

(2) Untuk menjamin ketersediaan pupuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) perlu dilakukan fleksibilitas penyaluran yang dilakukan melalui koordinasi dengan KP3 setempat, bagi Kabupaten/Kota yang penyerapan pupuknya telah melebihi alokasinya, maka dapat dilakukan realokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4. Pasal 11 Pelaksanaan pangadaan, penyaluran dan peredaran pupuk bersubsidi dilakukan sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri Perdagangan tentang Pengadaan dan Penyaluran Pupuk Bersubsidi Untuk Sektor Pertanian. BAB V PENGAWASAN DAN PELAPORAN Pasal 12 Produsen berkewajiban melakukan pemantauan dan pengawasan pupuk bersubsidi dari Lini I sampai Lini IV terhadap penyediaan, penyaluran dan harga pupuk bersubsidi di wilayah tanggungjawabnya sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan tentang Pengadaan dan Penyaluran Pupuk Bersubsidi Untuk Sektor Pertanian. Pasal 13 KP3 di Provinsi dan Kabupaten/Kota melakukan pemantauan dan pengawasan terhadap penyaluran, penggunaan dan harga pupuk bersubsidi di wilayahnya. Pasal 14 (1) KP3 di Kabupaten/Kota wajib menyampaikan laporan pemantauan dan pengawasan pupuk bersubsidi di wilayah kerjanya kepada Bupati/Walikota. (2) Bupati/Walikota wajib menyampaikan laporan hasil pemantauan dan pengawasan pupuk bersubsidi kepada Gubernur. (3) KP3 Provinsi wajib menyampaikan laporan hasil pemantauan dan pengawasan pupuk bersubsidi kepada Gubernur. (4) Gubernur wajib menyampaikan laporan hasil pemantauan dan pengawasan pupuk bersubsidi kepada Menteri Pertanian.

BAB VI KETENTUAN PENUTUP Pasal 15 Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Gubernur ini, sepanjang mengenai teknis perlaksanaan diatur lebih lanjut oleh Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan Dan Hortikultura Provinsi Jawa Tengah, Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Tengah, Kepala Dinas Peternakan Dan Kesehatan Hewan Provinsi Jawa Tengah, dan Kepala Dinas Kelautan Dan Perikanan Provinsi Jawa Tengah sesuai dengan kewenangannya. Pasal 16 Peraturan Gubernur ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2011. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Gubernur ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Provinsi Jawa Tengah. Ditetapkan di Semarang pada tanggal 21 Maret 2011 GUBERNUR JAWA TENGAH, ttd Diundangkan di Semarang pada tanggal 21 Maret 2011 BIBIT WALUYO SEKRETARIS DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH ttd HADI PRABOWO BERITA DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2011 NOMOR 14.