BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. kematian dan cedera ringan sampai yang berat berupa kematian.

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Praperadilan merupakan lembaga baru dalam dunia peradilan di

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan kepribadian setiap anggota keluarga. Keluarga merupakan

BAB I PENDAHULUAN. oleh pemerintah dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. pengadilan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. pemeriksaan di sidang pengadilan ada pada hakim. Kewenangan-kewenangan

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari, baik di lingkup domestik (rumah tangga) maupun publik.

BAB I PENDAHULUAN. hidup, tumbuh dan berkembang, berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hukum berkembang mengikuti perubahan zaman dan kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. sosial yang khususnya berkaitan dengan hukum, moralitas serta ketidakadilan.

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. memberikan efek negatif yang cukup besar bagi anak sebagai korban.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, sehingga harus diberantas 1. hidup masyarakat Indonesia sejak dulu hingga saat ini.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak bukanlah untuk dihukum tetapi harus diberikan bimbingan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan tindak pidana dalam kehidupan masyarakat di

BAB I PENDAHULUAN. dalam hal dan menurut tata cara yang diatur dalam undang-undang untuk

13 ayat (1) yang menentukan bahwa :

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan wujud penegakan hak asasi manusia yang melekat pada diri. agar mendapatkan hukuman yang setimpal.

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Proses peradilan yang sesuai dengan prosedur menjadi penentu

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan tanpa kecuali. Hukum merupakan kaidah yang berupa perintah

BAB I PENDAHULUAN. mampu memimpin serta memelihara kesatuan dan persatuan bangsa dalam. dan tantangan dalam masyarakat dan kadang-kadang dijumpai

BAB I PENDAHULUAN. maupun anak. Penangannanya melalui kepolisian kejaksaan Pengadilan

BAB I PENDAHULUAN. Setiap tindak pidana kriminal di samping ada pelaku juga akan

BAB I PENDAHULUAN. ada juga kejahatan yang dilakukan oleh anak-anak. Anak yaitu seorang yang belum berumur 18 tahun dan sejak masih dalam

BAB I PENDAHULUAN. paling dominan adalah semakin terpuruknya nilai-nilai perekonomian yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berkembangnya arus modernisasi serta cepatnya perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, maka

BAB I PENDAHULUAN. Pidana (KUHAP) adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya,

PENGGUNAAN METODE SKETSA WAJAH DALAM MENEMUKAN PELAKU TINDAK PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki derajat yang sama dengan yang lain. untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran. Dalam Pasal 2 Undang-undang

BAB I PENDAHULUAN. positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/

dikualifikasikan sebagai tindak pidana formil.

BAB I PENDAHULUAN. dinyatakan bersalah dan dijatuhi pidana. hubungan seksual dengan korban. Untuk menentukan hal yang demikian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agar hukum dapat berjalan dengan baik pelaksanaan hukum

BAB I PENDAHULUAN. dalam Undang Undang Dasar Repubik Indonesia (UUD 1945) Pasal 1 ayat (3).

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. sesutu tentang tingkah laku sehari-hari manusia dalam masyarakat agar tidak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan Negara hukum sebagaimana diatur dalam Pasal

BAB I PENDAHULUAN. pada tahap interogasi / penyidikan sering terjadi tindakan sewenang-wenang

BAB I PENDAHULUAN. merupakan bagian dari hak asasi manusia yang termuat dalam Undang-

BAB I PENDAHULUAN. Anak Di Indonesia. hlm Setya Wahyudi, 2011, Implementasi Ide Diversi Dalam Pembaruan Sistem Peradilan Pidana

BAB I PENDAHULUAN. untuk dipenuhi. Manusia dalam hidupnya dikelilingi berbagai macam bahaya. kepentingannya atau keinginannya tidak tercapai.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak merupakan genersi penerus bangsa di masa yang akan datang,

BAB I PENDAHULUAN. peraturan-peraturan tentang pelanggaran (overtredingen), kejahatan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

BAB I PENDAHULUAN. nasional. Adanya ketidakseimbangan antara perlindungan terhadap. korban kejahatan dengan perlindungan terhadap pelaku, merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Negara merupakan sebuah kesatuan wilayah dari unsur-unsur negara, 1 yang

BAB I PENDAHULUAN. hukum, tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum. 1

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan norma hukum tentunya tidaklah menjadi masalah. Namun. terhadap perilaku yang tidak sesuai dengan norma biasanya dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kekerasan secara umum sering diartikan dengan pemukulan,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan tersebut selain melanggar dan menyimpang dari hukum juga

BAB I PENDAHULUAN. lazim disebut norma. Norma adalah istilah yang sering digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada

Kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam ilmu pengetahuan hukum dikatakan bahwa tujuan hukum adalah

BAB I PENDAHULUAN. sudah memberikan perlindungan yang dimasukkan dalam peraturan-peraturan yang telah

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. generasi penerus bangsa, sehingga setiap anak berhak atas kelangsungan. memajukan kehidupan berbangsa dan bernegara.

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perubahan dari segi kualitas dan kuantitas. Kualitas kejahatan pada

BAB I PENDAHULUAN. pada Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang berbunyi Negara Indonesia adalah Negara Hukum.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agar hukum dapat berjalan dengan baik, maka berdasarkan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Didalam proses perkara pidana terdakwa atau terpidana

BAB I PENDAHULUAN. potensi dan generasi penerus cita-cita perjuangan bangsa. 1 Anak adalah bagian

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. 1. perundang-undangan lain yang mengatur ketentuan pidana di luar KUHP

BAB I PENDAHULUAN. negara harus berlandaskan hukum. Dalam Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang

I. PENDAHULUAN. dalam Pembukaan UUD 1945 alinea ke-4 yang menyatakan sebagai berikut bahwa : Pemerintah

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

BAB I PENDAHULAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3)

BAB I PENDAHULUAN. Acara Pidana (KUHAP) menjunjung tinggi harkat martabat manusia, dimana

PENEGAKAN HUKUM TERHADAP ANGGOTA MILITER YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DI WILAYAH HUKUM PENGADILAN MILITER II 11 YOGYAKARTA

I. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. membahayakan stabilitas politik suatu negara. 1 Korupsi juga dapat diindikasikan

BAB 1 PENDAHULUAN. perbuatan melanggar hukum.penyimpangan perilaku yang dilakukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil,

BAB I PENDAHULUAN. tangga itu. Biasanya, pelaku berasal dari orang-orang terdekat yang dikenal

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya

BAB I PENDAHULUAN. semua warga negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan. peradilan pidana di Indonesia. Sebelum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

BAB I PENDAHULUAN. Pertama, hal Soerjono Soekanto, 2007, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cetakan

TINJAUAN HUKUM TERHADAP TUNTUTAN GANTI KERUGIAN KARENA SALAH TANGKAP DAN MENAHAN ORANG MUHAMMAD CHAHYADI/D Pembimbing:

I. PENDAHULUAN. hukum sebagai sarana dalam mencari kebenaran, keadilan dan kepastian hukum. Kesalahan,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan atau hukum (constitutional democracy) yang tidak terpisahkan

BAB I PENDAHULUAN. yang demokratis, berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara

Program Pascasarjana Ilmu Hukum FAKULTAS HUKUM Universitas Brawijaya

BAB I PENDAHULUAN. Prostitusi bukan merupakan suatu masalah yang baru muncul di dalam masyarakat, akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekarang ini masyarakat sangat membutuhkan peran Polisi sebagai pelindung

BAB I PENDAHULUAN. mendorong terjadinya krisis moral. Krisis moral ini dipicu oleh ketidakmampuan

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan norma serta

BAB I PENDAHULUAN. tidak mendapat kepastian hukum setelah melalui proses persidangan di

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan globalisasi dan kemajuan teknologi yang terjadi dewasa ini telah menimbulkan dampak yang luas terhadap berbagai bidang kehidupan, khususnya di bidang ekonomi, sosial budaya dan hukum. Di satu sisi kemajuan globalisasi dan kemajuan teknologi mempunyai dampak positif yaitu dapat mendorong perbaikan kehidupan masyarakat, namun di sisi lain dampak negatif yang ditimbulkan adanya perkembangan globalisasi dan kemajuan teknologi adalah meningkatnya kualitas dan kuantitas tindak kejahatan, terutama tindak kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang perbuatannya secara nyata bertentangan dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku terutama norma hukum pidana. Kemiskinan, keterbelakangan, dan ketidakadilan sosial dapat menjadi faktor yang melatarbelakangi terjadinya tindak kekerasan. Tindak kekerasan yang sering terjadi saat ini semakin komplek, bahkan modus yang digunakan juga semakin beragam. Apabila dicermati tindak kekerasan bukanlah merupakan isu baru. Masalah kekerasan dari waktu ke waktu masih tetap terjadi, dan kenyataan yang ada korban-korbannyapun dapat melintasi batas usia dan dapat dilakukan di lingkungan masyarakat, lingkungan sekolah, lingkungan kerja, ataupun di lingkungan keluarga. 1

2 Isu-isu tindak kekerasan yang terjadi dalam lingkup rumah tangga akhirakhir ini menjadi sorotan dan wacana yang menyita perhatian dari banyak pihak, baik dari kalangan pemerintah, aparat penegak hukum, maupun akademisi, LSM, dan masyarakat. Kekerasan yang terjadi tidak hanya berbentuk kekerasan secara fisik saja tapi juga berupa kekerasan mental, misalnya tindakan yang menyebabkan seseorang merasa tertekan atau ketakutan, ini menimbulkan rasa tidak aman. Rasa tidak aman juga salah satu akibat dari tindak kekerasan, karena seseorang merasa dibatasi oleh rasa takut yang menimbulkan rasa cemas, was-was akan keselamatan diri seseorang. 1 Berdasarkan ketentuan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 95, yaitu segala bentuk kekerasan, terutama kekerasan dalam rumah tangga, merupakan pelanggaran hak asasi manusia dan kejahatan terhadap martabat kemanusiaan serta bentuk diskriminasi yang harus dihapus. Persoalan HAM selalu dikaitkan dengan eksistensi kehidupan manusia. Setiap orang berhak mendapatkan jaminan dan perlindungan hukum sejak manusia dalam kandungan. Untuk membuktikan adanya tindak kekerasan yang terjadi dalam rumah tangga diharapkan seluruh jajaran aparat penegak hukum dan aparat terkait lebih sensitif dan responsif dalam penanganannya sebab pada 1 Mulyana W. Kusumah, Analisa Kriminologi tentang Kejahatan-Kejahatan Kekerasan, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1982, hlm. 20

3 umumnya korban yang mengalami tindak kekerasan dalam rumah tangga enggan untuk melapor, padahal hal ini sudah jelas merupakan tindakan yang tidak diperkenankan oleh hukum dan melanggar Hak Asasi Manusia. Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, keadilan menjadi tolak ukur dalam penegakan hukum. Perkembangan kriminalitas atau perkembangan tindaktindak pidana selama ini, menuntut suatu pemikiran atau peninjauan kembali terhadap masalah-masalah pemidanaan sebagai bagian dari mekanisme penegakan hukum pidana yang erat kaitannya dengan masalah kebijakan menanggulangi kejahatan. 2 Proses peradilan pidana merupakan suatu rangkaian kesatuan yang menggambarkan peristiwa-peristiwa yang maju secara teratur, mulai dari penyidikan, penangkapan, penahanan, penuntutan, pemeriksaan oleh pengadilan, pemutusan oleh hakim, pemidanaan dan akhirnya kembali kemasyarakat. Penanganan kasus tindak kekerasan seksual dilakukan oleh komponen Kepolisian, Kejaksaan, Kehakiman dan Lembaga Pemasyarakatan dengan catatan bahwa masing-masing komponen harus bekerja secara efektif, sebagaimana layaknya subsitem-subsistem bekerja dalam satu sistem yang besar. 3 Berkaitan dengan kekerasan dalam rumah tangga, korban biasanya memilih untuk diam dan menerima perlakuan dan siksaan yang tidak manusiawi, 2 Muladi dan Barda Nawawi, Teori-teori Dalam Kebijakan Pidana, Alumni, Bandung, 1984. hlm. 90 3 IS. Heru Permana, Politik Kriminal, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Yogyakarta, 2007. hlm. 12-13

4 mengingat kejadian tersebut dilakukan dalam lingkungan keluarga dan pelakunya adalah anggota keluarga sendiri, maka akan menjadi dilema dan pertimbangan tersendiri bagi korban apabila korban melapor bahwa dirinya telah mendapatkan tindak kekerasan dalam rumah tangga. Di satu sisi korban tidak melapor karena adanya tekanan dan ancaman dari pelaku, dan di sisi yang lain karena adanya rasa sayang dan tidak tega dari korban yang tidak menghendaki pelaku mendapat hukuman atas tindakannya. Dengan lahirnya Undang-undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 64, saksi dan korban merupakan pihak yang harus dilindungi selama proses peradilan pidana dalam rangka mencari dan menemukan kejelasan tentang tindak pidana. Menurut ketentuan Pasal 184 ayat (1) huruf a, kedudukan saksi penting sebagai alat bukti yang utama dalam perkara pidana, oleh karena itu keutamaan peranan saksi di dalam perkara pidana sangat wajar, sehingga kedudukan saksi dan korban haruslah dilindungi. Namun kita semua menyadari bahwa dalam kehidupan yang nyata ini keadilan masih jauh dari yang diharapkan. Ketidakadilan dan diskriminasi hingga kini masih mewarnai perlindungan saksi

5 dan korban. 4 Keberadaan saksi dan korban dalam proses peradilan pidana selama ini kurang mendapat perhatian masyarakat dan aparat penegak hukum. Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis akan mencoba mengkaji secara lebih mendalam mengenai upaya perlindungan hukum bagi saksi dan korban kekerasan rumah tangga oleh aparat penegak hukum. Hal ini menyebabkan penulis tertarik untuk melakukan penelitian dan pengkajian hukum dengan judul: PELAKSANAAN PERLINDUNGAN HUKUM BAGI SAKSI DAN KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA OLEH PIHAK KEPOLISIAN DALAM TINGKAT PENYIDIKAN B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana pelaksanaan perlindungan hukum bagi saksi dan korban kekerasan dalam rumah tangga oleh pihak Kepolisian dalam tingkat penyidikan? 2. Faktor-faktor apa saja yang menghambat pelaksanaan perlindungan hukum oleh pihak Kepolisian kepada saksi dan korban kekerasan dalam rumah tangga selama tingkat penyidikan? C. Tujuan Penelitian Penelitian tentang perlindungan hukum bagi saksi dan korban kekerasan dalam rumah tangga oleh pihak Kepolisian dalam tingkat penyidikan, bertujuan untuk 4 Sofyan Lubis, Dilema Perlindungan Saksi Dalam Praktik, Kedaulatan Rakyat, tanggal 6 Oktober 2008.

6 1. Untuk mengetahui pelaksanaan perlindungan hukum bagi saksi dan korban kekerasan dalam rumah tangga oleh pihak Kepolisian dalam tingkat penyidikan. 2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menghambat pelaksanaan perlindungan hukum oleh pihak Kepolisian kepada saksi dan korban kekerasan dalam rumah tangga selama tingkat penyidikan. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Memberikan sumbangan pemikiran bagi perkembangan ilmu hukum pada umumnya, hukum pidana pada khususnya berkaitan dengan perlindungan hukum bagi saksi dan korban kekerasan dalam rumah tangga oleh pihak Kepolisian dalam tingkat penyidikan. 2. Manfaat Praktis a. Bagi penulis untuk menambah pengetahuan tentang perlindungan hukum bagi saksi dan korban kekerasan dalam rumah tangga oleh pihak Kepolisian dalam tingkat penyidikan. b. Bagi pihak Kepolisian untuk memberikan masukan mengenai pentingnya perlindungan hukum bagi saksi dan korban kekerasan dalam rumah tangga dalam tingkat penyidikan. c. Memberi informasi kepada masyarakat mengenai perlindungan hukum bagi saksi dan korban kekerasan dalam rumah tangga oleh pihak Kepolisian dalam tingkat penyidikan.

7 E. Keaslian Penelitian Penulisan Hukum/ Skripsi ini merupakan hasil karya asli penulis, sepengetahuan penulis Penulisan Hukum/ Skripsi dengan judul Perlindungan Hukum Bagi Saksi Dan Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga Oleh Pihak Kepolisian Dalam tingkat Penyidikan belum pernah dilakukan oleh peneliti lain, jadi Penulisan Hukum/ Skripsi ini bukan merupakan duplikasi dari hasil karya orang lain. F. Batasan Konsep 1. Perlindungan adalah hal atau perbuatan melindungi. 5 2. Hukum adalah peraturan-peraturan yang bersifat memaksa yang menentukan tingkah laku manusia dalam lingkungan masyarakat yang dibuat oleh badan resmi yang berwajib. 6 Dengan demikian yang dimaksud dengan perlindungan hukum adalah perlindungan yang diberikan oleh hukum atau suatu perbuatan dalam hal melindungi subyek hukum, berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 3. Saksi menurut ketentuan Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyelidikan, penyidikan, 5 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 2005. hlm 526 6 JCT.Simorangkir, Rudi T Erwin, et all, Kamus Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, hlm 66

8 penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan/atau ia alami sendiri. 4. Korban menurut ketentuan Pasal 1 ayat (3) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, adalah orang yang mengalami kekerasan dan/atau ancaman kekerasan dalam lingkup rumah tangga. 5. Kekerasan adalah perbuatan yang menyebabkan cedera atau kerusakan fisik. 7 Kekerasan dalam rumah tangga menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga. 6. Kepolisian adalah menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, adalah segala hal-ihwal yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga polisi sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 7. Penyidikan menurut Pasal 1 ayat (13) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang untuk 7 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Op.Cit. hlm 425

9 mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya. G. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif, yaitu suatu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti data sekunder. Penelitian hukum normatif berupa norma hukum peraturan perundang-undangan, yang dikaji secara vertikal dan horisontal yaitu mengkaji peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perlindungan hukum bagi saksi dan korban kekerasan dalam rumah tangga oleh pihak Kepolisian dalam tingkat penyidikan. 2. Sumber Data Sumber data utama yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data Sekunder yaitu data yang diperoleh dari penelitian kepustakaan yang berupa bahan-bahan hukum yang terdiri dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder: 8 a. Bahan hukum primer Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang diperoleh dari hukum positif Indonesia berupa peraturan perundang-undangan : 1) Undang-undang Dasar Republik Indonesia 1945; 8 Soerjono Soekanto dan Sri Mammudji, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003.hlm. 13.

10 2) Undang-undang Nomor 73 Tahun 1958, yang menentukan berlakunya Undang-undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dengan perubahan dan tambahan untuk seluruh Indonesia Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 74. 3) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981, Tentang Kitab Undang- Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP); 4) Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 3886; 5) Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 2; 6) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 95; 7) Undang-undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 64. b. Bahan hukum sekunder Bahan hukum sekunder merupakan bahan hukum yang diperoleh dari buku-buku, karya ilmiah yang disampaikan dalam diskusi maupan seminar-seminar, hasil penelitian, website maupun surat kabar yang berhubungan dengan perlindungan saksi dan korban.

11 3. Nara Sumber Narasumber dalam penelitian ini adalah Penyidik dari Polda DIY. 4. Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara wawancara dan studi kepustakaan. a. Wawancara Peneliti mengadakan wawancara dengan menggunakan pedoman wawancara melalui tanya jawab secara bebas terpimpin/ terarah dan langsung dengan tatap muka atau tanya jawab secara lisan dengan nara sumber. Dalam wawancara ini penulis sebelumnya sudah menyusun pertanyaan sebagai pedoman yang diajukan kepada narasumber. b. Studi Kepustakaan Melakukan penelitian dengan cara mempelajari, membaca, dan memahami buku-buku literatur, peraturan-peraturan, pendapat yang erat hubungannya dengan materi yang diteliti. 5. Metode Analisis Data Data yang diperoleh dari penelitian tersebut kemudian diolah dan dianalisis secara deskriptif kualitatif, artinya semua data yang diperoleh dianalisis secara utuh sehingga terlihat adanya gambaran yang sistematis dan faktual. Setelah data tersebut dianalisis, selanjutnya akan ditarik kesimpulan dengan menggunakan metode berfikir deduktif, yaitu suatu pola berfikir yang

12 mendasarkan pada hal-hal yang bersifat umum kemudian ditarik kesimpulan yang bersifat khusus. H. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan hukum ini terdiri dari 3 (tiga) bab yang berkesinambungan antara bab satu dengan bab berikutnya. BAB I PENDAHULUAN Pendahuluan berisi Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian, Keaslian Penelitian, Batasan Konsep, Metode Penelitian dan Sistematika Penulisan Hukum. BAB II PERLINDUNGAN HUKUM BAGI SAKSI DAN KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA OLEH PIHAK KEPOLISIAN DALAM TINGKAT PENYIDIKAN Dalam bab ini menguraikan tentang berbagai teori dan hasil penelitian yang meliputi 1). Perlindungan hukum bagi saksi dan korban, yang menguraikan tentang definisi perlindungan hukum, perlindungan hukum bagi saksi dan korban, landasan yuridis perlindungan hukum bagi saksi dan korban; 2) Tinjauan umum tentang kekerasan dalam rumah tangga, yang menguraikan tentang pengertian tindak kekerasan, pengertian kekerasan dalam rumah tangga, faktor-faktor terjadinya kekerasan dalam rumah tangga, bentuk-bentuk kekerasan dalam rumah tangga, akibat kekerasan dalam rumah tangga; 3) Tinjauan tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia yang menguraikan pengertian tentang Kepolisian,

13 tugas dan wewenang Kepolisian Negara Republik Indonesia, tugas dan wewenang Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam Penyidikan, 4) Pelaksanaan perlindungan hukum bagi saksi dan korban kekerasan dalam rumah tangga oleh pihak Kepolisian dalam tingkat penyidikan, yang membahas tentang kondisi saksi dan korban kekerasan dalam rumah tangga, bentuk dan pelaksanaan perlindungan hukum bagi saksi dan korban kekerasan dalam rumah tangga oleh pihak Kepolisian dalam tingkat penyidikan, faktor-faktor yang menghambat pelaksanaan perlindungan hukum oleh pihak Kepolisian kepada saksi dan korban kekerasan dalam rumah tangga dalam tingkat penyidikan BAB III PENUTUP Bab ini menguraikan analisis hasil penelitian yang yang terangkum dalam kesimpulan. Kesimpulan dibuat berdasarkan sudut pandang akademis artinya semua data yang diperoleh dari penelitian lapangan akan dibandingkan dengan teori yang berlaku, khususnya yang berkaitan dengan perlindungan hukum bagi saksi dan korban kekerasan dalam rumah tangga. Di samping itu penulis memberikan saran kepada para pihak yang berkepentingan. DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN