FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB RENDAHNYA MINAT PETANI UNTUK MENERAPKAN BUDIDAYA CABAI MERAH RAMAH LINGKUNGAN DI KABUPATEN LAMPUNG SELATAN

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. Cabai merupakan salah satu komoditas hortikultura yang banyak dibutuhkan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Batasan operasional yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan sektor yang memegang peranan penting dalam

PENETAPAN KINERJA ( PK ) TAHUN 2013 (REVISI) DINAS PERTANIAN PROVINSI JAWA TIMUR

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dengan sektor pertanian sebagai sumber. penduduknya menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian.

PRAKTEK BUDIDAYA PERTANIAN YANG BAIK (Good Agricultural Practices) PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian

PENGEMBANGAN DESA PERTANIAN ORGANIK BERBASIS KOMODITAS PERKEBUNAN

I. PENDAHULUAN. Pertanian adalah seluruh kegiatan yang meliputi hulu sampai hilir yaitu,

ANALISIS PERBANDINGAN KELAYAKAN USAHATANI CABAI MERAH

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

III METODE PENELITIAN. yang digunakan dalam penelitian ini. Faktor-faktor yang diteliti dalam

III. METODE PENELITIAN. A. Definisi Operasional, Pengukuran, dan Klasifikasi. yang digunakan dalam penelitian ini untuk mendapatkan data yang

1. PENDAHULUAN. oleh pemerintah. Upaya yang dilakukan antara lain dengan meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. Pada awal masa orde baru tahun 1960-an produktivitas padi di Indonesia hanya

KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Kerangka Pemikiran

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENGARUH SISTEM PENGELOLAAN USAHATANI CABAI MERAH TERHADAP JUMLAH PRODUKSI DAN TINGKAT PENDAPATAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

JIIA, VOLUME 2 No. 4, OKTOBER 2014

JIIA, VOLUME 3 No. 3, JUNI 2015

JIIA, VOLUME 1 No. 2, APRIL 2013

II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI. 1. Pengertian padi organik dan padi konvensional

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Luas tanam, produksi, dan produktivitas tanaman padi dan jagung per Kecamatan di Kabupaten Lampung Selatan, Tahun 2008.

Good Agricultural Practices

BAB I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. mutu hidup serta kesejahteraan masyarakat. Salah satu upaya peningkatan

I. PENDAHULUAN. setengah dari penduduk Indonesia bekerja di sektor ini. Sebagai salah satu

HUBUNGAN FAKTOR SOSIAL EKONOMI DENGAN TINGKAT PARTISIPASI PETANI DALAM PROGRAM SEKOLAH LAPANGAN PENGENDALIAN HAMA TERPADU (SLPHT) PADI

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Analisis Tataniaga Kubis (Brasica Olereacea) Organik Bersertifikat Di Nagari Koto Tinggi Kecamatan Baso Kabupaten Agam

KEMAMPUAN PETANI DALAM MELAKSANAKAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (PTT) PADI SAWAH DI KECAMATAN PAMARICAN KABUPATEN CIAMIS

PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGUATAN PERLINDUNGAN TANAMAN PANGAN DARI GANGGUAN OPT DAN DPI TRIWULAN I 2016

JIIA, VOLUME 1 No. 3, JULI 2013

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGUATAN PERLINDUNGAN TANAMAN PANGAN DARI GANGGUAN OPT DAN DPI TRIWULAN II 2016

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia di samping kebutuhan

STRATEGI DAN KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN

INDIKATOR KINERJA UTAMA Tahun Visi : " Jawa Timur sebagai Pusat Agribisnis Tanaman Pangan dan Hortikultura untuk Kesejahteraan Petani "

Oleh: Teti Tresnaningsih 1, Dedi Herdiansah S 2, Tito Hardiyanto 3 1,2,3 Fakultas Pertanian Universitas Galuh ABSTRAK

BAB III METODE PENELITIAN. PTT Padi Sawah. Penelitian ini dilakukan di Poktan Giri Mukti II, Desa

Istiko Agus Wicaksono Dosen Agribisnis, Universitas Muhammadiyah Purworejo ABSTRACT. was smaller than t table (t t

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. dan dibutuhkan oleh konsumen di Indonesia. Tingkat konsumsi cabai ini cukup

PENGARUH BERBAGAI JENIS BAHAN ORGANIK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN CABAI (Capsicum annum L.)

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

LAPORAN AKHIR KEGIATAN SOSIALISASI DESA PHT DAN PELAKSANAAN SL PHT TAHUN. 2009/2010

ANALISIS PENDAPATAN DAN PRODUKSI PADI DI KABUPATEN ACEH UTARA TESIS. Oleh ZURIANI

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan salah satu komoditas sayuran

I. PENDAHULUAN. produksi pertanian baik secara kuantitas maupun kualitas. Pada tahun 1984

I. PENDAHULUAN. sebagai dasar pembangunan sektor-sektor lainnya. Sektor pertanian memiliki

I. PENDAHULUAN. lainnya, baik dalam bentuk mentah ataupun setengah jadi. Produk-produk hasil

PENINGKATAN MUTU SAYURAN MELALUI SERTIFIKASI PRIMA 3 PADA KAWASAN PRIMA TANI PAAL MERAH KOTA JAMBI. Abstrak

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. Penelitian menyimpulkan sebagai berikut:

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Pemahaman masyarakat terhadap pentingnya pola hidup sehat semakin

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun Komoditas

DAMPAK PENERAPAN TEKNOLOGI PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (PTT) TERHADAP PENDAPATAN PETANI PADI SAWAH

Luas areal tanaman Luas areal serangan OPT (ha)

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor penting di Indonesia. Pembangunan pertanian

BAB IV PROGRAM DAN KEGIATAN DINAS PERTANIAN KABUPATEN MAJALENGKA. dan sasaran pembangunan yang telah ditetapkan. Kebijakan dan program

Tahun Bawang

PENDAHULUAN Latar Belakang

Herman Subagio dan Conny N. Manoppo Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Tengah ABSTRAK

I. PENDAHULUAN. tani, juga merupakan salah satu faktor penting yang mengkondisikan. oleh pendapatan rumah tangga yang dimiliki, terutama bagi yang

I. PENDAHULUAN. yang cocok untuk kegiatan pertanian. Disamping itu pertanian merupakan mata

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian yang berhasil dapat diartikan jika terjadi pertumbuhan

TINGKAT ADOPSI PETANI TERHADAP TEKNOLOGI PERTANIAN TERPADU USAHATANI PADI ORGANIK

JIIA, VOLUME 5 No. 3, AGUSTUS 2017

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG PENGEMBANGAN PERTANIAN ORGANIK DI KABUPATEN JEMBRANA

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang.

[ nama lembaga ] 2012

SEPA : Vol. 8 No.1 September 2011 : 9 13 ISSN : ANALISIS BIAYA DAN PENDAPATAN USAHATANI KEDELAI DI KABUPATEN SUKOHARJO

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

JIIA, VOLUME 1, NO. 4, OKTOBER 2013

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENDAPATAN USAHATANI KENTANG DI KABUPATEN BENER MERIAH PROVINSI ACEH

JIIA, VOLUME 2 No. 3, JUNI 2014

ANALISIS FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PETANI DALAM MENERAPKAN USAHA TANI PADI ORGANIK

JIIA, VOLUME 4 No. 2, MEI 2016

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, khususnya tanaman pangan bertujuan untuk meningkatkan

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

JIIA, VOLUME 5 No. 1 FEBRUARI 2017

III. METODE PENELITIAN. A. Definisi Operasional, Pengukuran, dan Klasifikasi

ANALISIS FAKTOR EKSTERNAL DAN INTERNAL PELAKSANAAN MINAPADI DI DESA PAYAMAN NGANJUK

I. PENDAHULUAN. penting bagi perkembangan perekonomian nasional di Indonesia. Hal ini

I PENDAHULUAN. [Diakses Tanggal 28 Desember 2009]

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian di Indonesia masih memegang peranan penting dari

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

MODUL PTT FILOSOFI DAN DINAMIKA PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU KEDELAI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

ANALISIS EFISIENSI TEKNIS FAKTOR PRODUKSI PADI (Oryza sativa) ORGANIK DI DESA SUMBER PASIR, KECAMATAN PAKIS, KABUPATEN MALANG

STRATEGI PENGEMBANGAN AGRIBISNIS CABAI MERAH DI KAWASAN AGROPOLITAN KABUPATEN MAGELANG

SIKAP PETANI TERHADAP PENGGUNAAN PUPUK KANDANG PADA TANAMAN KEDELAI (Glycine max (L.) Merril) Oleh :Mukhlis Yahya *) dan Eka Afriani **) ABSTRAK

ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG DI DESA LABUAN TOPOSO KECAMATAN LABUAN KABUPATEN DONGGALA

I. PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi daerah dan nasional. Pertanian yang berkelanjutan

Transkripsi:

FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB RENDAHNYA MINAT PETANI UNTUK MENERAPKAN BUDIDAYA CABAI MERAH RAMAH LINGKUNGAN DI KABUPATEN LAMPUNG SELATAN (The Causal Fators on Farmers Low Interest to Implement the Environmentally Friendly Red Chili Farming In South Lampung Regency) Puji Astuti 1, R. Hanung Ismono 2, Suriaty Situmorang 2 1 Dinas Pertanian Kabupaten Lampung Selatan, HP 08127206371, e-mail: pujiastuti.6371@gmail.com 2 Program Studi Magister Ekonomi Pertanian/Agribisnis (MEPA), Fakultas Pertanian Universitas Lampung, Jln. Prof. Dr. Soemantri Brojonegoro No. 1, Bandar Lampung Telp (0721) 7628073 ABSTRACT This research aimed to analyze the causal factors on Farmers Low Interest to Implement the Environmentally Friendly Red Chili Farming In South Lampung Regency. This research employed a survey method by using constructed quisionairs. The research samples were 71 farmers, drawn from nonenvironmentally friendly red chilli farmers. The research was conducted in five districts of South Lampung Regency, namely Natar, Way Sulan, Candipuro, Kalianda and Penengahan. The data was analyze by analysis factors of SPSS program. The result showed that there were three factors causing farmers low interest to implement environmentally friendly red chilli farming. They were cultivation application and the officer guidance, means and pest attact, in addition to cultivation result. Keyword: Environmentally Friendly Red Chilli, Non Environmentally Friendly Red Chilli, Farmer Interest PENDAHULUAN Cabai merah merupakan salah satu komoditas hortikultura yang banyak dibutuhkan konsumen di Indonesia, karena merupakan salah satu dari sembilan kebutuhan pokok masyarakat, dengan tingkat konsumsi yang cenderung meningkat setiap tahunnya. Pasokan cabai merah seringkali tidak dapat memenuhi permintaan pasar, sehingga mengakibatkan harga cabai merah melonjak di pasaran. Harga cabai merah yang tinggi tersebut merupakan salah satu penyebab inflasi. Pada bulan Desember 2010, angka inflasi nasional sebesar 0,92 % dan 0,22% disumbangkan oleh komoditas cabai merah (Badan Pusat Statistik, 2011). Kabupaten Lampung Selatan merupakan salah satu sentra penghasil cabai merah di Provinsi Lampung, dengan total luas tanam dan luas panen pada tahun 2011 mencapai 391 ha dan 576 ha. Produksi cabai merah di Kabupaten Lampung Selatan tahun 2011 mencapai 36.656 kwintal. Beberapa sentra penghasil cabai merah di Kabupaten Lampung Selatan adalah Kecamatan Natar, Kalianda, Penengahan, Candipuro dan Way Sulan (Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Lampung Selatan, 2011). Seiring dengan tuntutan konsumen akan produk pertanian yang aman dikonsumsi, pemerintah melalui Kementerian Pertanian Republik Indonesia tahun 2010, mencanangkan program Go Organic 2010. Pelaksanaan program Go Organic pada usahatani cabai merah relatif berjalan lambat dibandingkan dengan tanaman pangan seperti padi dan jagung. Hal ini disebabkan oleh pada tahap awal pelaksanaan pertanian organik, biasanya terjadi penurunan produksi akibat pengurangan penggunaan pupuk dan pestisida kimia. Keadaan ini menyebabkan sebagian besar petani masih ragu untuk melaksanakan program tersebut, mengingat mereka telah mengeluarkan biaya investasi yang cukup tinggi (Dirjen Hortikultura Kementerian Pertanian RI, 2011). Pelaksanaan pertanian organik tidak dapat langsung diterapkan pada usahatani di lapangan, namun harus dilaksanakan secara bertahap. Salah satu tahapan pelaksanaan pertanian organik adalah budidaya ramah lingkungan. Usahatani ramah lingkungan dicirikan oleh pengendalian hama dan penyakit secara terpadu, diantaranya penggunaan pestisida nabati dan agen hayati. Selama ini, usahatani, khususnya pada tanaman cabai, upaya pengendalian hama dan penyakit hanya mengandalkan pestisida kimia saja (Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Lampung, 2011). Sejak tahun 2010 di Provinsi Lampung telah dibentuk Otoritas Kompetensi Keamanan Pangan Daerah (OKKPD) sebagai instansi atau lembaga yang berwenang untuk melakukan pembinaan, pengawasan serta 87

pemberian sertifikasi keamanan pangan (Prima 3) bagi produk-produk pertanian. Akan tetapi, sejak terbentuknya OKKPD tersebut hingga sekarang belum satupun produk cabai merah di Provinsi Lampung yang dapat dikeluarkan sertifikasinya, karena semua produk cabai merah yang diajukan untuk mendapat sertifikasi produk, masih mengandung pestisida yang cukup tinggi (Badan Ketahanan Pangan Provinsi Lampung, 2011). Sebenarnya fenomena tingginya kandungan bahan kimia pada beberapa produk pertanian telah lama menjadi suatu permasalahan. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, pemerintah melalui Kementerian Pertanian melalui Direktorat Jenderal Perlindungan Tanaman telah mengeluarkan Program atau Kegiatan Sekolah Lapang Pengedalian Hama Terpadu (SL PHT) sejak tahun 2006. Pada awalnya SL PHT hanya difokuskan pada tanaman padi, namun mulai tahun 2007 SL PHT juga diaplikasikan pada komoditas tanaman hortikultura di antaranya cabai merah. Pada kegiatan SL PHT, petani sebagai peserta sekolah lapang, diberikan pengenalan, pengetahuan dan keterampilan tentang pengendalian hama dan penyakit pada tanaman, sehingga mereka mampu mengenali hama dan penyakit pada tanaman cabai, musuh alami, agen hayati serta membuat sendiri pestisida untuk pengendalian hama dan penyakit tersebut (Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Lampung, 2011). Selain SL PHT, program sekolah lapang yang bertujuan untuk memberikan pemahaman dan ketrampilan petani cabai merah untuk dapat melaksanakan budidaya cabai merah yang ramah lingkungan adalah Sekolah Lapang Good Agriculture Practices (GAP) dan Sekolah Lapang Cabai Merah Ramah Lingkungan. Sekolah lapang tersebut, baik SL PHT, SL GAP dan SL Ramah Lingkungan, merupakan suatu kegiatan untuk mengenalkan petani pada usahatani cabai merah yang ramah lingkungan, sehingga produk yang dihasilkan aman untuk dikonsumsi. Namun dari hasil sekolah lapang tersebut, petani cabai merah yang mau menerapkan budidaya cabai ramah lingkungan masih di bawah 10 % dari total petani cabai merah di masing-masing wilayah (Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Lampung Selatan, 2011). Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis faktorfaktor yang menyebabkan rendahnya minat petani cabai untuk menerapkan usahatani cabai merah ramah lingkungan di Kabupaten Lampung Selatan. METODE PENELITIAN Penelitian dilaksanakan pada 5 kecamatan sentra penghasil cabai merah di Kabupaten Lampung Selatan, yaitu Kecamatan Natar, Way Sulan, Candipuro, Kalianda dan Penengahan. Pengumpulan data penelitian dilaksanakan pada bulan April - Juni 2012. Jenis data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh secara langsung dari petani cabai merah yang telah ditetapkan sebagai responden dengan dibantu daftar pertanyaan (kuisioner). Data sekunder, berupa data-data penunjang, bersumber dari kepustakaan, jurnal-jurnal, buku-buku, hasil penelitian, publikasi, serta data dari instansi terkait seperti Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Lampung, Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Lampung Selatan serta Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung. Populasi penelitian adalah jumlah petani cabai merah di Kabupaten Lampung Selatan yaitu 253 petani yang tersebar di 5 kecamatan sentra (Data Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Lampung Selatan, 2011). Dari jumlah populasi tersebut selanjutnya ditetapkan sampel dengan menggunakan rumus Slovin sebagai berikut : N n =. (1) 2 Nd + 1 di mana : n = unit sampel N = unit populasi d = tingkat presisi (0,1%) Dengan menggunakan rumus tersebut diatas diperoleh jumlah sampel adalah 71 petani. 253 N = 253 (0,1) 2 + 1 = 71 sampel Dari hasil wawancara dengan menggunakan kuisioner, diperoleh data berupa data kualitatif yang selanjutnya dibuat skor. Data hasil skor dianalisis dengan menggunakan analisis faktor dengan program SPSS versi 18. 88

HASIL DAN PEMBAHASAN Faktor-faktor yang diduga menyebabkan rendahnya minat petani untuk menerapkan budidaya cabai merah ramah lingkungan di Kabupaten Lampung Selatan terdiri dari 10 variabel yaitu variabel produksi (x 1 ), variabel pertanaman (x 2 ), variabel aplikasi (x 3 ), variabel harga (x 4 ), variabel hama dan penyakit (x 5 ), variabel tenaga kerja (x 6 ), variabel waktu (x 7 ), variabel pengetahuan (x 8 ), variabel petugas (x 9 ), serta variabel bahan (x 10 ). Dengan menggunakan program statistik SPSS analisis faktor, diperoleh nilai KMO dan Barltlett s test adalah 0,698 dengan signifikansi 0,00. Sesuai dengan persyaratan dalam analisis faktor, bahwa nilai KMO dan Barltlett s test harus di atas 0,5 dan signifikansinya harus di bawah 0,05, maka variabel dan sampel dapat dianalisis lebih lanjut. Karena nilai signifikansi pada uji variabel tersebut 0,00 < 0,05, maka variabel sudah memenuhi syarat untuk dianalisis lebih lanjut. Dari data anti image matrics, diperoleh nilai MSA masing-masing variabel. Dari 10 variabel (variabel produksi, pertanaman, aplikasi, harga, hama dan penyakit, tenaga kerja, waktu, pengetahuan, petugas, dan bahan) terdapat satu variabel dengan nilai MSA di bawah 0,5, yaitu variabel harga (dengan nilai MSA 0,387). Karena nilai MSA pada variabel harga di bawah 0,5 maka dilakukan uji data lanjutan (kedua) dengan mengeluarkan variabel harga, sehingga tersisa 9 variabel, sebagaimana terlihat pada Tabel 1. Pada proses analisis faktor, apabila terdapat variabel dengan nilai MSA di bawah 0,5 maka variabel tersebut harus dikeluarkan dan tidak dapat dilanjutkan dengan uji selanjutnya. Setelah dilakukan uji data atau variabel, dan semua variabel lolos uji analisis faktor, maka selanjutnya dilakukan factoring dan rotasi, yaitu melakukan ekstraksi terhadap sekumpulan variabel yang ada, sehingga terbentuk satu atau lebih faktor baru. Dari hasil factoring diperoleh nilai eigenvalues dari 7 variabel. Nilai eigenvalues tertinggi 4,399 dan terendah 0,088. Nilai eigenvalues yang di atas Tabel 1. Nilai MSA masing-masing variabel pada analisis faktor responden petani cabai merah non ramah lingkungan di Kabupaten Lampung Selatan No Variabel Nilai MSA 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Aplikasi Produksi Tenaga kerja Waktu Hama dan penyakit Bahan Pertanaman Pengetahuan 0,799 0,754 0,751 0,738 0,729 0,721 0,714 0,684 0,661 1 menunjukkan jumlah faktor baru yang terbentuk dari proses factoring. Jika dibuat 1 faktor nilai eigenvalues masih tinggi yaitu 4,399. Jika dibuat 2 faktor maka nilai eigenvalues 1,493. Jika dibuat 3 faktor, maka nilai eigenvalues 1,147, dan jika dibuat 4 faktor maka nilai eigenvalues 0,678. Sesuai dengan persyaratan analisis faktor, nilai eigenvalues di bawah 1 tidak dapat digunakan untuk menghitung jumlah faktor yang terbentuk, maka dalam penelitian ini diperoleh 3 faktor baru yang terbentuk yang masing-masing terbentuk dari variabel-variabel sebelumnya, seperti ditunjukkan pada Tabel 2. Setelah diperoleh 3 faktor baru dari 9 variabel penyusun (melalui data component transformation matrix), maka dapat diketahui variabel-variabel penyusun faktor baru tersebut, selanjutnya diberi nama terhadap faktor yang terbentuk. Faktor pertama tersusun dari variabel aplikasi, tenaga kerja, waktu, dan variabel petugas, dinamakan faktor aplikasi dan bimbingan petugas. Tabel 2. Nilai eigen values masing-masing variabel pada analisis faktor responden petani cabai merah non ramah lingkungan di Kabupaten Lampung Selatan, tahun 2012 No Variabel Nilai eigen values 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Produksi Pertanaman Aplikasi Hama dan penyakit Tenaga kerja Waktu Pengetahuan Bahan 4,399 1,493 1,147 0,678 0,497 0,315 0,202 0,180 0,880 89

Faktor kedua tersusun dari variabel hama dan penyakit, pengetahuan petani, dan variabel bahan, dinamakan faktor sarana dan serangan hama penyakit tanaman, sedangkan faktor ketiga tersusun dari variabel produksi dan variabel pertanaman, dinamakan faktor hasil budidaya, sebagaimana yang ditunjukkan pada Tabel 3. Faktor Aplikasi Budidaya Dan Bimbingan Faktor aplikasi budidaya meliputi cara aplikasi, jumlah tenaga kerja yang dicurahkan untuk aplikasi budidaya, waktu yang dibutuhkan untuk aplikasi serta bimbingan petugas dalam aplikasi budidaya tersebut. Hasil analisis terhadap alasan petani di Kabupaten Lampung Selatan untuk kurang berminat menerapkan budidaya ramah lingkungan, diperoleh nilai MSA pada variabel aplikasi 0,799. Nilai MSA lebih dari 0,5 dapat dinyatakan bahwa rendahnya minat petani untuk menerapkan budidaya cabai merah ramah lingkungan adalah karena aplikasi budidaya cabai merah ramah lingkungan yang dianggap rumit oleh petani. Rogers dan Shoemaker (1981) dalam Setyorini (2005) menyebutkan bahwa inovasi yang rumit dan sulit relatif lebih sulit untuk diadopsi oleh petani. Hasil analisis data diperoleh nilai MSA pada variabel tenaga kerja 0,751. Karena nilai MSA pada variabel tenaga kerja ini lebih dari 0.5, maka dapat dinyatakan bahwa rendahnya minat petani untuk menerapkan budidaya cabai merah ramah lingkungan karena disebabkan oleh faktor kesulitan mendapatkan tenaga kerja yang dibutuhkan dalam budidaya cabai merah ramah lingkungan lebih banyak. Tabel 3. Data Rotated component matrix responden petani cabai merah non ramah lingkungan di Kabupaten Lampung Selatan, tahun 2012 Variabel Produksi Pertanaman Aplikasi Hama dan penyakit Tenaga kerja Waktu Pengetahuan Bahan Komponen 1 2 3 0,440 0,161-0,022 0,819 0,162 0,248 0,819 0,254 0,677 0,154 0,082 0,629 0,140 0,885 0,897 0,213 0,834 0,194 0,779 0,923 0,606 0,256 0,178 0,183-0,006-0,017 0,312 Hasil analisis data menunjukkan bahwa nilai MSA pada variabel waktu adalah 0,738 Nilai MSA lebih dari 0,5 dapat dinyatakan bahwa rendahnya minat petani untuk menerapkan budidaya cabai merah ramah lingkungan karena waktu yang dibutuhkan untuk budidaya cabai merah ramah lingkungan yaitu dalam pengendalian hama dan penyakit lebih lama dibandingkan pengendalian hama dan penyakit pada budidaya cabai merah non ramah lingkungan. Petani saat ini lebih menyukai aplikasi pestisida dan pupuk yang cepat terlihat reaksinya pada tanaman. Hasil analisis data diperoleh nilai MSA variabel petugas adalah 0,729. Nilai MSA lebih dari 0,5 dapat dinyatakan rendahnya minat petani cabai merah untuk menerapkan budidaya ramah lingkungan disebabkan karena kurangnya bimbingan petugas dalam penerapan dan pengawalan teknologi budidaya cabai merah ramah lingkungan. lapang yang sangat berperan dalam membimbing dan memberikan pengawalan teknologi adalah penyuluh lapangan dan petugas pengamat organisme pengganggu tanaman (POPT). Pada budidaya tanaman hortikultura, antara lain tanaman cabai merah, peran petugas lapangan sangat kurang, berbeda dengan bimbingan pada tanaman padi dan jagung. Bimbingan dan pengawalan petugas yang masih sangat kurang, mengakibatkan petani lambat dalam mengadopsi teknologi yang dianjurkan dalam usahataninya, seperti pada budidaya cabai merah ramah lingkungan. Faktor Sarana Dan Serangan Hama Penyakit Tanaman Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai MSA variabel pengetahuan petani adalah 0,661. Nilai MSA lebih dari 0,5 dapat dinyatakan bahwa rendahnya minat petani untuk menerapkan budidaya cabai merah ramah lingkungan disebabkan rendahnya pengetahuan petani tentang teknologi budidaya cabai merah ramah lingkungan masih kurang. Hasil penelitian Bulu (2009) dalam Handayani (2010), menyatakan bahwa tingkat pengetahuan petani akan mempengaruhi adopsi teknologi petani. Semakin tinggi tingkat pengetahuan petani terhadap teknologi, maka akan berdampak pada peningkatan adopsi teknologi. Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai MSA variabel bahan dalam budidaya cabai merah ramah lingkungan adalah 0,714. Nilai MSA lebih dari 0,5 90

dapat dinyatakan bahwa rendahnya minat petani untuk menerapkan budidaya cabai merah ramah lingkungan disebabkan karena bahan-bahan yang digunakan dalam budidaya cabai merah ramah lingkungan sulit diperoleh petani. Sesuai dengan pendapat Mosher (1981) dalam Setyorini (2005) bahwa keberhasilan adopsi inovasi menghendaki sarana dan prasarana yang tersedia di tempat atau dekat dengan pedesaan dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan petani yang mau menggunakannya. Apabila sarana atau bahan untuk budidaya cabai merah ramah lingkungan berupa bahan untuk pembuatan pupuk organik (kotoran sapi, kambing, air seni kelinci, dan kambing) serta bahan-bahan pembuat pestisida nabati (gadung, tembakau, daun mindi, gernuk, dan lain-lain) dapat dengan mudah diperoleh di desa tersebut dalam jumlah yang cukup, maka teknologi budidaya cabai merah ramah lingkungan akan lebih mudah untuk diadopsi. Hasil analisis menunjukkan nilai MSA pada variabel hama dan penyakit adalah 0,721. Nilai MSA lebih dari 0,5 dapat dinyatakan bahwa rendahnya minat petani untuk menerapkan budidaya cabai merah ramah lingkungan disebabkan oleh hama dan penyakit pada pertanaman cabai merah ramah lingkungan lebih banyak dibandingkan pada pertanaman cabai merah non ramah lingkungan. Petani cabai merah saat ini tidak menyukai munculnya hama dan penyakit pada pertanaman cabai merah, sehingga seringkali petani melakukan menyemprotan pestisida pada pertanaman yang sudah mulai terlihat adanya hama dan penyakit. Berdasarkan petunjuk teknis sekolah lapang pengendalian hama terpadu oleh Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Lampung (2011), hama dan penyakit yang muncul pada pertanaman tidak harus segera dimusnahkan, selama jumlahnya tidak banyak dan segera dilakukan pengendalian dengan fisik dan biologi, maka hama dan penyakit tersebut tidak akan menyebabkan kerugian bagi tanaman. Faktor Hasil Budidaya Hasil analisis data menunjukkan bahwa nilai MSA variabel produksi adalah 0,754. Nilai MSA lebih dari 0,5 dapat dinyatakan bahwa rendahnya minat petani cabai merah ramah lingkungan disebabkan oleh produksi cabai merah ramah lingkungan tidak berbeda dengan pada budidaya cabai merah non ramah lingkungan. Suatu inovasi akan mudah diterima oleh petani salah satunya apabila inovasi teknologi tersebut dapat meningkatkan produksi suatu usaha tani dibandingkan dengan cara-cara konvensional yang biasa dilakukan oleh petani sebelumnya. Produksi cabai merah ramah lingkungan belum memberikan produksi yang tinggi dibandingkan budidaya cabai merah non ramah lingkungan, bahkan pada budidaya cabai merah ramah lingkungan lebih rendah dibandingkan dengan budidaya cabai merah non ramah lingkungan. Rata-rata produksi cabai merah ramah lingkungan di Kabupaten Lampung Selatan tahun 2012 adalah 9.063 ton/ha sedangkan pada budidaya cabai merah non ramah lingkungan adalah 9.592 ton/ha. Karena budidaya cabai merah ramah lingkungan belum mampu meningkatkan produksi, maka petani merasa enggan untuk menerapkan budidaya cabai merah ramah lingkungan tersebut. Seperti hasil penelitian Purwoko dan Sumantri (2007) dalam Handayani (2010) dikatakan bahwa pendapatan petani merupakan faktor penentu adopsi teknologi. Pendapatan petani dapat ditingkatkan antara lain dengan peningkatan produksi usaha tani. Hasil analisis data menunjukkan bahwa nilai MSA variabel pertanaman 0,684. Nilai MSA lebih dari 0,5 dapat dinyatakan bahwa rendahnya minat petani untuk menerapkan budidaya cabai merah ramah lingkungan disebabkan oleh pertanaman cabai merah ramah lingkungan pertumbuhan tajuk tanaman kurang menarik. Petani cabai merah lebih menyukai pertanaman cabai merah yang memiliki tajuk yang subur dan kokoh, sehingga seringkali petani melakukan pemupukan dengan pupuk kimia yang berlebihan untuk mendapatkan tajuk tanaman yang rimbun dan kokoh. Berdasarkan petunjuk teknis budidaya cabai merah ramah lingkungan oleh Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Lampung (2010) dan petunjuk teknis sekolah lapang pengendalian hama terpadu oleh Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Lampung (2011), tahap awal pelaksanaan kegiatan budidaya ramah lingkungan menyebabkan pertumbuhan tajuk tanaman tidak serimbun pada pertanaman non ramah lingkungan, karena pada budidaya ramah lingkungan, penggunaan pupuk dan pestisida kimia dikurangi dan diganti dengan pupuk organik dan pestisida nabati. 91

KESIMPULAN Faktor-faktor yang menyebabkan rendahnya minat petani untuk menerapkan budidaya cabai merah ramah lingkungan di Kabupaten Lampung Selatan adalah faktor aplikasi budidaya dan bimbingan petugas, faktor sarana dan serangan hama penyakit tanaman serta faktor hasil budidaya. Untuk meningkatkan minat petani dalam melaksanakan budidaya cabi merah ramah lingkungan diperlukan kajian-kajian tentang aplikasi budidaya cabai merah ramah lingkungan yang lebih praktis agar mudah diadopsi oleh petani., meningkatkan kapabilitas petugas lapangan sehingga dapat lebih mampu untuk membimbing petani khususnya dalam budidaya cabai merah ramah ligkungan. DAFTAR PUSTAKA Badan Ketahanan Pangan Provinsi Lampung. 2011. OKKPD Provinsi Lampung. Bandar Lampung Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung. 2011. Lampung Dalam Angka 2010. Bandar Lampung. Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Lampung. 2011. Petunjuk Teknis SLPHT Cabai Merah. Bandar Lampung Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Lampung Selatan. 2011. Data Luas Tanam dan Produksi Cabai Merah Kabupaten Lampung Selatan Tahun 2011. Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Lampung Selatan. Kalianda. Direktorat Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian Republik Indonesia. 2011. Petunjuk Teknis Budidaya Cabai Merah Ramah Lingkungan. Jakarta Handayani, S. 2010. Analisis Produktivitas dan Kinerja Adopsi Teknologi Singkong Sambung (Grafting Cassava) Sebagai Bahan Baku Bioetanol di Kabupaten Lampung Timur. Tesis. Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Lampung. Rostini, N. 2011. Enam Jurus Bertanam Cabai Bebas Hama dan Penyakit. Agromedia. Jakarta Santoso, S. 2010. Statistika Multivariat. PT. Elex Media Komutindo. Jakarta. Santoso, S. 2011. Panduan Lengkap SPSS.. PT. Elex Media Komutindo. Jakarta. Setyorini, K.E. 2007. Tingkat Adopsi Petani Terhadap Pengelolaan Tanaman dan Sumber Daya Terpadu (PTT) Di Kecamatan Seputih Ramah Kabupaten Lampung Tengah. Tesis. Program Pascasarjana Magister Ilmu Lingkungan, Universitas Padjajaran. Bandung Mosher, A.T. 1981. Mengerahkan dan Membangun Pertanian. CV. Yasa Guna. Jakarta Wiryanta, W.B. 2011. Panduan Lengkap Budidaya dan Bisnis Cabai. PT. Agromedia. Jakarta. 92